Anda di halaman 1dari 42

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-1

Perhitungan Luas Daerah Irigasi Yang Dapat Diairi


Perhitungan Luas Daerah Irigasi
Perhitungan luas daerah irigasi didasarkan pada keseimbangan air yang
dimaksudkan adalah keseimbangan antara ketersediaan air dan
kebutuhan air. Bila telah diketahui ketersediaan air (m3/dt) dan kebutuhan
air irigasi (liter/dt/ha) maka dengan keseimbangan air ini didapat luas yang
dapat diairi. Luas areal sawah yang dapat diairi bergantung pada jumlah
debit yangtersedia pada sumber dan kebutuhan air untuk tanaman (NFR).
Secara umum dapat ditulis sebagai berikut :
Q
A=
DR ×0.80
Dimana :
A = luas areal yang dapat diairi (ha)
Q = debit sungai yang tersedia (lt/dt)
DR = kebutuhan air normal di bangunan sadap (lt/dt/ha)
0,80 = koefisien akibat sistem golongan
Seperti telah diperkirakan dalam perhitungan water requirement, bahwa
NFR dihitung dengan cara cropping calender yaitu menggeser-geser
waktu permulaan menanam padi. NFR ini juga didasarkan pada
perhitungan evapotranspiration yang dalam hal ini dipergunakan Metode
Penman.Perhitungan luas areal sawah yang dapat diairi dalam metode
tersebut untuk setiap variasi dari cropping calender dapat dilihat pada
halaman berikutnya.Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan
water balance adalah sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan water requirement dan water availability yang
selanjutnya dapat dihitung luas sawah yang dapat diairi untuk setiap
alternatif sesuai dengan mulai tanam nya, dapat diambil kesimpulan
bahwa cropping calender I yaitu mulai tanam padi rendengan pada bulan
Nopember memberikan areal paling kecil.Yaitu luas areal yang dapat diairi
pada musim hujan 2281 ha dan musim kemarau 1177 ha. Jumlah air yang
akan digunakan dalam memperkirakan kebutuhan air normal dari daerah
irigasi ini adalah sebagai berikut :
Musim Kemarau DR = 0,978 lt/dt/ha
Musim Hujan DR = 1,209 lt/dt/ha
a) Debit Rencana
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus berikut :
c ×a × A
Q=
e
dimana :
Q = debit rencana (l/dt )
c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
a = NFR = Irr = kebutuhan bersih (netto) air sawah (l/dt/ha)
A = luas daerah yang diairi (ha)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan (akibat bocoran)
Jika air yang dialirkan oleh saluran juga untuk keperluan selain irigasi
maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan
untuk keperluan itu dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran.
Lengkung kapasitas Tegal yang dipakai sejak tahun 1891,
sekarang tidak lagi digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran.
Alasannya adalah :
1) Sekarang telah ada metoda perhitungan kebutuhan air disawah
yang secara lebih tepat memberikan kapasitas bangunan sadap
tersier, jika dipakai bersama-sama dengan angka angka efisiensi
di tingkat tersier;
2) Pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas
lebih dari 142 ha, sekarang digabungkan dalam efisiensi
pengaliran. Pengurangan kapasitas yang diasumsi oleh lengkung
Tegal adalah 20 % untuk areal yang ditanami tebu dan 5% untuk
daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini
dapat dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau
lebih. Untuk areal seluas antara 710 ha dan 142 ha koefisien
pengurangan akan turun secara linier sampai 0,80.
b) Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh faktor -
faktor berikut :
1) Cara penyiapan lahan;
2) Kebutuhan air untuk tanaman;
3) Perkolasi dan rembesan;
4) Pergantian lapisan air; dan
5) Curah hujan efektif.
Kebutuhan total air disawah GFR) mencakup faktor a sampai d,
kebutuhan bersih (netto) air disawah (NFR) memperhitungkan curah
hujan efektif. Besarnya kebutuhan di sawah bervariasi menurut tahap
pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan
lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari.
Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung
seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi. Ada
berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktordi atas.

c) Efisiensi
Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat
sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil, akan hilang sebelum air
sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi,
evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan
perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah
kehilangan akibat eksploitasi Perhitungan rembesan hanya dilakukan
apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat di bagi-bagi
sebagai berikut :
1) 15 - 22,5 % di saluran tersier, antara bangunan sadap tersier dan
sawah;
2) 7,5 - 12,5 % di saluran sekunder; dan
3) 7,5 - 12,5 % di saluran primer.
Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut :
Efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (es)
xefisiensi jaringan primer (ep), hasilnya antara 0,59 - 0,73. Oleh
karena itu, kebutuhan bersih air sawah (NFR) harus dibagi untuk
memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunanpengambilan dari
sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk perhitungan
saluran disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 – Kebutuhan air di bangunan sadap

Tingkat Kebutuhan Air Satuan

Sawah / petak ter NFR ( di sawah ) ( l/dt/ha )


sier
Sadap Tersier TOR ( di sadap tersier )
TOR = NFR x At x (1/et ) ( l/dt )

Sadap Sekunder SOR ( di sadap sekunder )


SOR =NFR x As x (1/et x es) (m3/dt)

Sadap Primer MOR ( di sadap primer )


MOR = NFR x Ap x (1/et x es x ep ) (m3/dt)

Bendung DR ( di intake ) (m3/dt)

Keterangan:
NFR = net field requirement
TOR = tertiary operation requirement
SOR = secondary operation requirement
MOR = main operation requirement
DOR = diversion requirement
At = luas petak tersier
As = luas petak sekunder
Ap = luas petak primer
1 m3/dt = 1000 lt/dt
Perhitungan debit saluran
Yang dimaksud dengan debit rencana saluran irigasi adalah debit
maksimum yang direncanakan untuk menentukan kapasitas saluran.
Kapasitas saluran = debit saluran = Q (m3/dt)
Besarnya tergantung dari besarnya :
Luas daerah yang diairi = A ( ha )
Kebutuhan bersih air di sawah = NFR ( lt/dt/ha )
Efisiensi akibat bocoran = e
Koefisien pengurangan akibat sistem golongan = C
c × NFR × A
Q=
e
a) Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0,90 x luas hasil
planimeter dari petak tersier atau jumlah dari petak petak tersier
dengan satuan ha.
b) Kebutuhan bersih air di sawah = NFR didapat dari perhitungan
kebutuhan air dimana dipilih NFR yang paling besar dari alternatif pola
tanam yang mengasilkan luas daerah irigasi yang optimum dengan
satuan liter/detik/ha.
c) Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran di saluran dan
bangunan, dimana untuk saluran :
Tersier kebocoran (15 - 22,5)% et = (0,85 - 0,775)
Sekunder kebocoran (7,5 - 12,5)% es = (0,925 - 0,875)
Primer kebocoran (7,5 - 12,5)% ep = (0,925 - 0,875)

Primer = 1 ruas , Sekunder = 2 buah dan tersier = 10 ruas


c × NFR × A
S .Tersier ; Q1=
et
c × NFR × A
S . Sekunder ; Q 2=
et ×es
c × NFR × A
S . Primer ;Q 3=
et × es × ep
d) Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit puncak akibat
dari perbedaan waktu tanam dalam satu daerah irigasi. Waktu/pola
menanam ada bermacam-macam :
1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan
pada waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga
penggarap banyak atau dengan menggunakan mesin/traktor.
Dalam hal ini koefisien pengurangan C = 1 untuk saluran tersier
sekunder dan primer.
2) Cara golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu
tanam dilakukan secara bergilir teratur, biasanya perbedaan waktu
tanam 0,5 bulan sebanyak minimum 3 golongan.
(a) Golongan pada daerah irigasi
Saluran tersier C=1
Saluran sekunder C=1
Saluran primer C < 1 C = 0,80

(b) Golongan pada daerah sekunder


Saluran tersier C=1
Saluran sekunder C < 1 ->C = 0,80
Saluran primer C < 1 ->C = 0,80
(c) Golongan pada daerah tersier
Saluran tersier C < 1 ->C = 0,80
Saluran sekunder C < 1 ->C = 0,80
Saluran primer C < 1 ->C = 0,80

3) Cara tradisional karena tenaga penggarap kurang maka


pengolahan dilakukan secara bergiliran dengan menggunakan
faktor C = lengkung Tegal. Jadi untuk mendapatkan besarnya
debit saluran harus ditentukan dulu besarnya C berdasarkan
lengkung Tegal yang besarnya tergantung dari besarnya luas
daerah yang akan diairi.
C = 1 untuk luas daerah irigasi = 142 ha
C > 1 untuk luas daerah iriagsi < 142 ha
C < 1 untuk luas daerah irigasi > 142 ha
C = 0,80 untuk luas daerah irigasi > 710 ha

Contoh Perhitungan debit saluran


a) Diketahui :
NFR = 1,5 lt/dt/ha
C = 1 (cara serentak)
et = 0,8
es = 0,9
ep = 0,9
Maka debit saluran tersier (dengan luas = A = 90 ha)
c × NFR × A
Qt= =169 l/det
et
Maka debit saluran sekunder (dengan luas = A = 500 ha)
c × NFR × A
Qs= =1042l/det
et × es
Maka debit saluran primer (dengan luas = A = 3000 ha)
c × NFR × A
Qp= =6944 l/det
et × es × ep

b) Diketahui :
NFR = 1,5 lt/dt/ha
C = 0,80 (cara golongan pada daerah tersier)
et = 0,8
es = 0,9
ep = 0,9
Maka debit saluran tersier (dengan luas = A = 90 ha)
c × NFR × A
Qp= =135l/ det
et
Maka debit saluran sekunder (dengan luas = A = 500 ha)
c × NFR × A
Qp= =834 l/det
et ×es
Maka debit saluran primer (dengan luas = A = 3000 ha)
c × NFR × A
Qp= =5555l/det
et × es × ep

PR ini dikumpul selasa 22/12 2020 sebelum jam 09.


00 wib
Daftar Dimensi Saluran
Untuk menghitung dimensi/ukuran saluran diperlukan data :
a) Debit saluran (lihat penjelasan sebelumnya)
b) Tabel karakteristik saluran yang dipakai (lihat penjelasan sebelumnya)
c) Rumus yang dipakai
Q=FxV
R=F/P 1/ n Manning = k
V = k x R2/3 x I1/2 Stikler, k = koef. Stikler
2
V
I =( )
k × R 2 /3

F = luas penampang saluarn. m2


O = Kll basah saluan , m
Q = 7 m3/dt , PR , Q = 3,xx m 3/ dt
Penampang saluran trapesium xx = 2 npm terakhir
F = (b +mh ) h b = lebar dasar saluran, m
h = kedalaman aliran, m
m = talud = H / V = kemiringan dinding saluran
P = keliling basah (m)
P = b+ 2 x h ( 1 +m2) 0,5 m adalah H = 2 , V = 1
R=F/P,m
Urutan Perhitungan
Q = diketahui
V; k; n = b/h; m; didapat dari tabel karakteristik
Pendekatan awal,
Dicari kecepatan izin pada rencana saluran,
Q = 7 m3/dt, saluran primer
Misal saluran pasangan batu kali ,
V izin = 0,8 m/dt
k = 35

F = Q / V = 7 / 0,8 = 8,75 m2
F = (b +mh) h
Ambil m=1
b=2h
8,75 = ( 2h + 1xh) h
8,75 = 2 h2 + h2 = 3 h2
h 2 = 8,75 / 3 = 2,92 m
h = 1,7 m
b = 2 h = 3,4 m
R2/3 = di hitung
Rumus kecepatan aliran strikler

V = 1/k x R 2/3 x I 1/2

2
V
I =( )
k × R 2 /3
F = 8,75 m2
P = b+ 2 x h ( 1 +m2) 0,5
= 3,4 + 2 x 1,7 ( 1 + 12) 0,5
= 3,4 + 2 x 1,7 .x 1,4
P = 3,4 + 4,76 = 8,2 m
R = F/P = 8,75/8,2 = 1,1 m
Rumus strikler
I=

PR,
1. Selesaikan soal diatas sampai dapat kemiringan dasar saluran., I
2. Debit diganti dengan 5,X m3/ dt, X angka terakhir NPM.
3. Kumpul hari selasa tgl 22 desember 20, jam 17.00 wib paling lambat.

Cara Menghitung Dimensi Saluran


a) Ambil skema irigasi (hasil perencanaan) dimana terdapat luas masing
masing petak tersier
b) Hitung debit rencana saluran Tersier
Qd = (C.A .NFR)/(et)
A = Luas petak Tersier (ha)
NFR = Kebutuhan air disawah netto (l/dt/ha)
et = Koefisien akibat bocoran
C = Koefisien akibat rotasi
c) Dari Tabel Tentukan :
k, m, n
k = 35 ; m = 1 ; n = 1 ( V > 0.20 ; b > 0,30 )
d) Hitung h dan b (tinggi air dan lebar saluran)
F = Q / V = Q / 0,20 = F = 1/2 . (b+b+2h) .h = (b+h) . h = 2 h2 h =
(F/2)1/2 b = h
e) Hitung kembali b , h , F , R , I
Bila b < 0,30 Bila b > 0,30
b dibulatkan menjadi 0,30 m b dibulatkan kebawah dengan kelipatan
h = ( F / ( 0,30 + h ))1/2 0,05 ( agar V > 0,20 )
F=(b+h)h h=b F = 2 h2
V=Q/F V=Q/F
R = F / O = (( b+h)h ) / ( b+2hV2 ) R = F / O = (2h2) / (1+2V2)h
I = ( V / (k . R2/3))2 I = ( V / ( k . R2/3 ))2
f) Urutan Perhitungan Tabel Ukuran Saluran
1) Isi kolom 2 nama saluran mulai dengan petak Tersier paling
bawah dilanjutkan Sekunder dan Primer
2) Isi kolom 3 luas masing masing petak tersier hasil pengukuran
luas
3) Masih kolom 3 dilanjutkan dengan sekunder dan primer (hasil
perjumlahan/kumulatif)
4) Isi kolom 4 Debit saluran dengan rumus untuk tersier
Q=(C.a.A)/(et), sekunder Q = (C.a.A)/(et.es) dan primer
Q=(C.a.A)/(et.es.ep)
5) Isi kolom 5, 6, dan 7 sesuai kriteria irigasi
6) Isi kolom 8 dengan coba coba hingga menghasilkan kecepatan
sesuai kriteria irigasi
7) Untuk saluran tersier yang debitnya kecil dan menghasilkan
kecepatan kecil (tidak sesuai kriteria) ganti nilai kolom 9 dengan
mengecilkan tinggi air saluran secara coba coba hingga
menghasilkan kecepatan sesuai kriteria Irigasi.
8) Kolom 10, 11, 12 dan 13 sudah rumus dan akan otomatis keluar
hasilnya.

Gambar V.1 – Jaringan Irigasi Teknis


Gambar V.2 – Standar Sistem Tata Nama Untuk Skema Irigasi
SKEMA BANGUNAN
Wilayah
/ Juru

Gambar V.3 – Standar Tata Nama Untuk Bangunan – bangunan Irigasi


Gambar V.4 – Bangunan Utama
B
El. x

Tinggi
Tanggul

A A

AS. Bendung

aliran ke pengambilan
aliran melalui pembilas bawah Denah B

atap pelindung pintu atap pelindung


pintu
Pintu Intik satu pintu bilas
sponing untuk skat balok

Pembilas bawah

plat beton (onder


Lantai muka spooyer)
Potongan A -A (1)
0,10 s/d 0,50

pintu pembilas
keadaan terbuka

dua pintu bilas sistim


mercu bendung terbuka

Pembilas bawah

plat beton (onder


spooyer)
lorong bilas bawah
pintu pembilas keadaan tertup
Potongan B - B Potongan A -A (2)

Gambar V.5 – Bangunan Pengambilan dan Pembilas


Gambar V.6 – Tipe – tipe Potongan Melintang Irigasi
Gambar V.7 – Tipe – tipe Pasangan Saluran
Gambar V.8 – Skema Isometetris Alat Ukur Romijn

Gambar V.9 – Talang


Gambar V.10 – Sipon

Gambar V.11 – Perlintasan Dengan Jalan Kecil (Gorong – gorong)


Gambar V.12 – Tipe – tipe Potongan Melintang Jalan Inspeksi
Gambar V.13 – Tipe – tipe Potongan Melintang Jalan Inspeksi (Lanjutan)
Gambar V.14 – Tipe – tipe Potongan Melintang Saluran Pembuang

5.1. Latihan
1) Sebutkan macam-macam bangunan-banguna utama beserta
penjelasannya!
2) Sebutkan macam-macam saluran beserta penjelasannya!
3) Apa yang dimaksud dengan bangunan lindung?

5.2. Rangkuman
Bangunan Utama adalah bangunan pada sungai atau sumber air dapat
didefinisikan sebagai komplek bangunan yang direncanakan di sepanjang
sungai atau aliran air untuk membelokan air ke dalam jaringan saluran
agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Fungsi bangunan utama bisa
mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur
banyaknya air yang masuk.Bangunan utama terdiri dari bangunan-
bangunan pengelak dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan
utama, pintu bilas, kolam olak, dan (jika diperlukan) kantong lumpur,
tanggul banjir, pekerjaan sungai lainnya dan bangunan-bangunan
pelengkap. Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam sejumlah
kategori, bergantung kepada perencanaannya.
Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur
dapat menjadi alat ukur aliran atas bebas (free over flow) dan alat ukur
aliran bawah. (underflow).
BAB VI
TAHAPAN PENGEMBANGAN IRIGASI

Setelah mengikuti pembahasan ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan


Tahapan Pengembangan Irigasi

Dalam pengembangan pengairan, termasuk pengembangan irigasi, sejak tahun


1970 Ditjen Pengairan telah menggunakan pedoman yang dikenal SIDCOM,
singkatan dari Study/Survey, Investigation, Design, Construction dan Operation &
Maintenance. Singkatan ini sedemikian rupa sehingga secara garis besar sudah
merupakan urutan dari kegiatan yang perlu dilakukan. Sebagai gambaran,
misalnya tidak mungkin dilakukan sebelum ada Construction. Akan tetapi secara
detil, suatu bagian kegiatan yang termasuk dalam salah satu kelompok pekerjaan
(misalnya pekerjaan pengukuran sebagai kelompok survey) kadang-kadang
dilakukan di tengah-tengahnya kelompok pekerjaan yang lain, sehingga
terdapat adanya saling-seling (intermittent).
Hakekatnya SIDCOM tidak hanya berlaku untuk pengembangan pengairan atau
irigasi saja tetapi bahkan untuk segala macam kegiatan akan sendirinya berlaku.
Belakangan disadari bahwa dalam pembangunan yang bersifat pekerjaan sipil,
pembebasan tanah/lahan hampir selalu menjadi kendala. Karena itu sekitar
tahun 1970, dalam pedoman tersebut ditambahkan satu langkah lagi yakni Land
Acquisition (Pembebasan tanah/lahan), sehingga menjadi SIDLaCOM.

6.1. Studi Identifikasi


Langkah pertama dalam pengembangan irigasi adalah Studi Identifikasi.
Kegiatan ini untuk mendapatkan informasi dan data awal tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan irigasi, untuk menentukan jadi
tidaknya irigasi dikembangkan serta jika akan dikembangkan langkah
lanjut apa saja yang diperlukan.
Tiga factor utama dalam pengembangan irigasi yang tidak bisa dikembangkan
satu dengan lainnya adalah air, lahan dan manusia. Salah satu dari faktor
tersebut tidak terpenuhi maka niscaya pembangunan irigasi akan berhasil.
Pada masa PJPT-I tidak jarang jaringan irigasi sudah
dibangun, tetapi pencetakan sawah belum, atau sebaliknya. Ada yang
lahannya sudah siap, jaringan irigasinya sudah dibangun tetapi petani
penggarapnya belum ada. Terjadinya hal itu karena penanggung jawab
kegiatan-kegiatan tersebut adalah instansi yang berbeda dan kurang
sinkronnya program terkait. Tidak jarang dalam pelaksanaan konstruksi
terjadi hambatan karena pembebasan tanah. Demikian pula produksi
pertanian menumpuk dan tidak terjual.
Semua masalah tersebut menjadikan pengembangan irigasi kurang mencapai
tujuannya. Untuk itu tahun 1972 Ditjen Pengairan telah mempunyai suatu
pedoman yang sangat praktis yang dikenal dengan Delapan Persyaratan
Pengembangan Irigasi.
Ke-delapan syarat tersebut adalah :
a) Tanahnya cukup subur dan sesuai dengan tanaman yang akan di-
airi.
b) Airnya cukup tersedia dan memenuhi syarat baik kwantitas maunpun
kwalitasnya.
c) Petani penggarap tersedia, atau akan segera tersedia (seperti
transmigrasi).
d) Tidak ada hambatan yang menyangkut status tanah (lahan).
e) Ada daerah-daerah konsumsi sebagai daerah pemasaran produksi
pertanian.
f) Prasarana perhubungan dan transportasi ke dan dari daerah tersebut
tidak sulit.
g) Daerah tersebut tidak selalu mengalami banjir atau genangan yang
sulit diatur.
h) Lain-lain hal, baik yang diperkirakan mendukung maupun yang
menghambat.
Dalam era reformasi yang ditandai dengan demokrasi, tranparansi dan
akuntibilitas, maka persyaratan butir h. Tersebut perlu diisi dan sekaligus
ditambah lagi dengan :
a) Rencana pembangunan harus diketahui oleh masyarakat setempat
lewat kegiatan konsultasi publik untuk menjaring masukan.
b) Masyarakat setempat menginginkan atau setidaknya tidak keberatan.
c) Sesuai dengan rencana tata ruang, lahannya diperuntukkan bagi
pertanian.
Konsultasi publik ini adalah bagian yang sangat penting dari proses
pembangunan. Selama ini masyarakat kurang di-ikutsertaan dan hanya
dipandang sebagai penerima hasil pembangunan. Akibatnya tidak sedikit
hasil pembangunan yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat karena
prosesnya tanpa tahu betul apa yang masyarakat butuhkan. Dalam
berhubungan dengan masyarakat utamanya masyarakat petani, harus
dilakukan dengan hati-hati. Jangan sampai terlalu banyak janji dan
jangan sampai menumbuhkan spekulan tanah. Untuk itu harus dilakukan
oleh tenaga yang ahli dalam komunikasi masa (community organizer).
Berdasarkan hasil studi identifikasi, jika persyaratan diatas tidak dipenuhi
maka rencana pembangunan tidak bisa diteruskan. Tetapi jika
persyaratan dipenuhi, kegiatan selanjutnya adalah pengukuran situasi.

6.2. Pengukuran Situasi


Dari studi identifikasi sudah dapat diperkirakan batas daerah yang akan
menjadi daerah irigasi dan dengan batas tersebut dilakukan pengukuran
situasi untuk membuat peta situasi yang akan menjadi dasar perencanaan
selanjutnya. Tidak seperti peta geografi yang lebih menggambarkan garis-
garis tinggi (contur and traces) dan kondisi alam lainnya yang penting.
Pengukuran situasi ini meliputi juga daerah rencana bangunan utama,
misalnya bendungan atau bendung. Skala peta situasi umumnya adalah
1:5.000 dengan interval garis tinggi yang berbeda bagi daerah pedataran
(0,50 meter) dan perbukitan (1 meter). Peta situasi untuk bangunan
dengan skala 1:1.000 atau 1:2.000. spesifikasi yang lebih lengkap
tertuang didalam buku Kriteria Perencanaan yang diterbitkan oleh
Direktorat Irigasi I tahun 1986.
6.3. Studi Kelayakan (feasibility)
Pengembangan sistem irigasi didasarkan pada salah satu atau kombinasi
dari tujuan yang bersifat ekonomi, sosial, atau politik dan keamanan. Jika
pengembangan irigasi didasarkan pada tujuan ekonomi, maka sebelum
dilanjutkan harus dilakukan studi kelayakan (Feasybility Study) lebih
dahulu. Studi kelayakan disini lebih ditekankan pada segi ekonomi dengan
membandingkan antara seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
membangun termasuk untuk mengelola dengan keuntungan yang akan
diperoleh. Untuk membandingkan ini salah satu cara yang mudah adalah
dengan menggunakan patokan Benefit Cost Ratio (BCR) yakni ratio
(perbandingan) antara benefit (keuntungan) dengan cost (biaya). Jika
BCR lebih dari 1 (satu) maka dianggap menguntungkan, dan kegiatan
dapat dilanjutkan dengan Design (perencanaan teknis). Tetapi jika
ternyata tidak menguntungkan, maka pengembangan irigasi tidak perlu
dilanjutkan karena justru akan merugikan dari segi ekonomi. Dalam hal ini
ada patokan umur ekonomis fasilitas irigasi yang secara internasional
digunakan, yakni 50 tahun. Jadi jika umur fasilitas irigasi telah melampaui
50 tahun sebenarnya secara ekonomis sudah tidak diperhitungkan lagi.
Jika pengembangan irigasi didasarkan pada tujuan bukan ekonomi,
misalnya karena sosial atau politik atau keamanan, maka tidak perlu dikaji
untung ruginya secara ekonomi dan langsung dilakukan kegiatan design.
Langkah pertama dalam design adalah membuat Peta-petak Irigasi
dengan menggunakan hasil pengukuran situasi.

6.4. Design Peta-petak Irigasi


Peta-petak adalah peta yang menggambarkan kelompok petak sawah
yang mendapat air irigasi beserta batas-batasnya, alur saluran-saluran
dan lokasi bangunan-bangunan. Berdasarkan hasil pengukuran situasi
skala 1:10.000, dilakukanlah perencanaan peta petak.
Kegiatan perencanaan peta-petak ini meliputi :
a) Membagi daerah menjadi petak-petak tertier, sekunder dan primer
beserta batas-batasnya.
b) Penentuan letak/lokasi bangunan utama.
c) Menarik garis trace saluran primer (induk), sekunder, tertier dan
saluran drainase.
d) Menentukan luas neto daerah yang akan dapat di-airi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan peta-petak
antara lain :
a) Sungai dan saluran pembuang/drainase lebih dahulu diberi warna
merah, karena akan menjadi batas batas petak.
b) Desa/kampung diberi warna hijau (luasnya tidak dapat dihitung
untuk di-airi).
c) Tempat-tempat ketinggian yang tidak akan dapat di-airi diberi
warna kuning.
d) Jalan-jalan diberi warna coklat.
e) Saluran-saluran pembawa (yang mengalirkan air irigasi) diberi
warna biru.
f) Luas petak tertier dibatasi antara 50 Ha sampai 100 Ha dan
panjang saluran tertier maksimum 2,5 Km untuk memudahkan O&P.
g) Luas petak terukur (dengan planimeter atau dengan cara lain)
pada petak tertier harus dikurangi 10% (penyediaan bagi perluasan
desa atau prasaran lainnya) untuk menjadi luas neto.
h) Kawasan yang terlindungi seperti situs purbakala, monumen atau
hutan konservasi tidak boleh dijadikan daerah yang di-airi dan harus
terbebas dari genangan air.
Perencanaan peta petak ini sungguh sangat penting karena akan menjadi
dasar bagi kegiatan-kegiatan selanjutnya. Disamping itu, perencanaan
peta-petak jauh lebih sulit daripada perencanaan-perencanaan bangunan
yang lain, karena tidak ada rumus-rumus dan patokan matematis.
Seorang designer peta-petak dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
kemampuan water engineering architecture (arsitektur sumberdaya air),
yakni gabungan antara teknik dan seni. Karena itu perencanaan peta-
petak harus dilakukan oleh orang yang memahami benar teknik irigasi.
Luas neto lahan yang dapat di-airi masih tergantung dari cukup
tidaknya air yang tersedia, dihitung pada titik bangunan utama. Untuk itu
lewat analisis hidrologi, dilakukan perhitungan water balance
(keseimbangan air) yakni perbandingan antara kebutuhan dan
tersedianya air.

6.5. Investigasi (penyelidikan)


Berdasarkan hasil design peta-petak, maka design jaringan (saluran dan
bangunan di dalam jaringan) dapat dilakukan. Tetapi untuk itu diperlukan
data pendukung, antara lain yang penting adalah data geoteknik (geologi
dan mekanika tanah) dan data lain yang diperlukan, dengan kegiatan
investigasi (penyelidikan).
Tujuan dari penyelidikan geoteknik adalah untuk mengetahui daya dukung
tanah, kelulusan air (permeability), kemungkinan adanya gejala patahan
dan mencari bahan timbunan serta bahan bangunan lainnya. Macam,
kadar dan kedalaman penyelidikan ini tergantung dari tingkat pentingnya
bangunan. Bagi bangunan yang penting, misalnya bangunan utama,
penyelidikan lebih intensif, sementara untuk jaringan tertier tidak harus
dilakukan penyelidikan.

6.6. Design Jaringan dan Bangunan Utama


Design jaringan adalah kegiatan perhitungan teknis dengan rumus-rumus
berdasarkan kriteria design yang telah ditetapkan untuk menghasilkan
gambar teknis sebagai dasar konstruksi.
Dalam design bidang air termasuk irigasi, tetap memperhatikan segi
estetika tetapi lebih ditekankan kepada kekuatan konstruksi daripada segi
arsitektur.
Untuk melakukan konstruksi design harus tersedia data pengukuran situasi
detil sepanjang trace saluran.
a) Saluran primer skala 1:2.000, sekunder dan tertier skala 1:1000
b) Dilengkapi dengan profil memanjang dan melintang.
c) Bangunan dengan skala 1:1.000 atau 1:2.000 tergantung kondisi
topografinya.
Kriteria lebih rinci dapat dilihat Kriteria Perencanaan Irigasi, berlaku
khusus untuk kondisi Indonesia yang disusun oleh Direktorat Irigasi I
tahun 1986. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam design jaringan:
a) Perencana (designer) tidak boleh hanya mengandalkan pada hasil
pengukuran saja tetapi harus ke lapangan dan menyusuri sepanjang
trace saluran.
b) Sama seperti filosofi manajemen yang baik, perencanaan harus
dimulai dari permintaan yakni dari hilir. Dalam hal ini dimulai dari
sawah yang elevasinya tinggi atau terjauh.
c) Perencana harus tahu kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaan
konstruksinya.
d) Perencana harus tahu bagaimana bangunan yang direncanakan itu
nantinya dioperasikan.
Karena itu seorang perencana (designer) yang baik adalah tenaga yang
mempunyai pengalaman atau pengetahuan tentang konstruksi dan O&P.
Dalam perancanaan teknis ini mungkin saja diperlukan model test bagi
bangunan penting untuk lebih meyakinkan hasil design.
Hasil akhir perencanaan adalah nota perhitungan dan gambar design
yang keduanya harus dibuat beberapa rangkap setidaknya untuk kantor
yang membuat design sebagai arsip dan untuk lapangan bagi keperluan
konstruksi (minimum dua rangkap). Selain itu bagi beberapa bangunan
penting juga harus dilengkapi dengan manual untuk O&P-nya, yakni
bagaimana dioperasikan serta sifat-sifat tertentu dari bangunan dalam
rangka pemeliharaannya.

6.7. Land Acquistion (Pembebasan Tanah)


Pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan adalah masalah yang
paling pelik dan seringkali pembangunan terhambat karena masalah ini.
Masyarakat makin maju dan makin tahu pula posisi dan hak-haknya.
Kondisi ini tentu saja sangat menggembirakan tetapi harus diimbangi
dengan kemampuan tentang bagaimana harus berhubungan dengan
masyarakat, menyikapi secara arif dan tetap menjaga keadilan. Tidak
jarang setelah tahu akan ada pembebasan lahan, tiba-tiba muncul
tanaman atau bangunan baru di lahan tersebut.
Beberapa hal yang mungkin dapat mengurangi kesulitan :
a) Prinsipnya jangan sampai untuk menguntungkan bagian
masyarakat lain, pemilik lahan dirugikan.
b) Pembebasan lahan, bisa dengan penggantian lahan lain yang
sama peruntukkannya, atau dengan pembelian.
c) Perlu disediakan fasilitas kehidupan ditempat pindahnya penduduk.
d) Konsultasi publik dapat sekaligus digunakan untuk berkomunikasi
menyangkut pembebasan lahan.
e) Perlu diwaspadai para petualang calo tanah yang ingin
memanfaatkan keadaan demi kepentingannya sendiri.
Dalam pembebasan lahan untuk konstruksi ini tentu saja tidak hanya
untuk bangunan irigasi saja, tetapi juga untuk bangunan pendukung
seperti perkantoran dan gudang peralatan O&P dan bahkan sebaiknya
sekaligus juga menyediakan lahan bagi petugas O&P nantinya, baik
untuk rumah maupun untuk lahan usaha.

6.8. Construction (Pelaksanaan Konstruksi)


Tenggang waktu antara selesainya design dengan mulainya konstruksi
bisa cukup panjang sehingga kondisi lapangan mungkin sudah berubah,
baik secara topografis maupun penggunaan lahannya. Tidak jarang lahan
rencana irigasi berubah menjadi perkebunan atau peruntukan lain karena
menunggu realisasi pembangunan irigasi tidak kunjung datang. Karena itu
langkah pertama dalam pelaksanaan konstruksi adalah dengan membawa
hasil design ke lapangan kemudian menelusuri rencana jalur saluran
termasuk rencana lokasi bangunan-bangunan penting. Apabila ternyata
kondisi lapangan sudah berubah, maka perlu dilakukan review design.
Selain perubahan topografi dan penggunaan lahan, kondisi tanah sebagai
fondasi bangunan ada kemungkinan tidak seperti data hasil penyelidikan
geoteknik karena kurang lengkapnya penyelidikan. Menghadapi situasi ini,
maka harus dilakukan re-design sesuai dengan keadaan lapangan. Kedua
hal tersebutlah tugas utama Asisten Perencanaan suatu proyek, meskipun
tugas ini sering dilupakan. Hasil re- design inilah yang kemudian di-
konstruksikan. Dengan demikian akan ada 3 (tiga) macam gambar design
yakni berdasarkan gambar design asli, gambar design revisi dan gambar
design terkonstruksi (dikenal dengan as built drawing). Karena as built
drawing ini adalah yang nyata-nyata dibangun,maka sangat penting untuk
O&P atau perbaikan jika diperlukan maupun untuk rehabilitasi.
Antara pengembangan sungai dan rawa di satu sisi dan pengembangan
irigasi di sisi lain, secara filosofis terdapat perbedaan dalam arah
mulainya perencanaan dan konstruksi. Pada pengembangan sungai
dan rawa, karena sungai dan rawa terbentuk oleh alam, dan lebih
bersifat mempergikan air, maka perencanaan dimulai dari hilir
sedangkan pelaksanaan dimulai dari hilir. Sebaliknya dalam
pengembangan irigasi, karena irigasi dibuat oleh manusia dan bersifat
mendatangkan air, maka perencanaan dimulai dari hilir sedangkan
pelaksanaan dimulai dari hulu. Pelaksanaan konstruksi irigasi dimulai
dengan bangunan utama, baru kemudian konstuksi jaringannya. Patokan
filosofis ini sering dilaksanakan secara kaku, yakni setelah selesai
membangun bangunan utama kemudian seluruh jaringan utama
dibangun, baru kemudian jaringan tertier. Cara seperti ini sangat
merugikan, karena jarak waktu antara selesainya pembangunan
bangunan utama dengan pembangunan tertier bisa bertahun- tahun dan
berakibat terlambatnya pemanfaatan hasil pembangunan.
Atas hal tersebut, perlu diikutinya pedoman pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh Direktorat Irigasi I tahun 1991 yang dikenal dengan
Azas Manfaat. Artinya pembangunan setiap bagian jaringan utama harus
langsung diikuti dengan pembangunan tertier, baru kemudian
melanjutkan jaringan utama utama lagi. Dengan demikian hasil
pembangunan dapat langsung bermanfaat. Konsekuensi selama masa
konstruksi sudah harus disediakan dana O&P.

6.9. E & P (Exploitasi dan Pemeliharaan)


Masalah yang tidak kalah peliknya adalah penyerahan hasil
pembangunan dari lembaga pembangun (proyek) kepada lembaga
pengelola. Tidak jarang pihak pengelola tidak mau menerima karena
masih adanya beberapa kekurangan, baik yang berupa kurang
lengkapnya bangunan ataupun mutu bangunan yang kurang baik. Dengan
masih adanya organisasi proyek, maka jika diperlukan penyempurnaan
fisik yang membutuhkan biaya, masih akan dapat ditangani oleh proyek
yang bersangkutan sehingga tidak membebani pengelola nantinya.
Karena itu bersamaan dengan dikeluarkannya pedoman Azas Manfaat,
dikeluarkan pula pedoman PROM (Preparation For O&M) yang
merupakan persiapan E&P, yakni pada saat sudah ada bagian jaringan
yang berfungsi. Dalam masa PROM ini lembaga yang nantinya akan
menangani E&P mulai dilibatkan meskipun belum seluruh pembangunan
selesai. Persiapan yang perlu dilakukan antara lain bersama proyek :
a) Memeriksa kelengkapan jaringan. Jika masih diperlukan perbaikan
atau penambahan bangunan, dilakukan oleh proyek sehingga
dananya dapat difasilitasi.
b) Melakukan percobaan pengaliran untuk menguji berfungsinya
jaringan.
c) Menyiapkan tata cara E&P dan menghimpun semua gambar
terbangun (as built drawing).
d) Menyiapkan organisasi, tenaga dan fasilitas (kantor, peralatan dsb).
v) Melatih tenaga yang akan bertugas menangani E&P.

6.10. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan Studi Identifikasi?
2. Sebutkan Delapan Persyaratan Pengembangan Irigasi!
3. Sebutkan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
peta-petak!

6.11. Rangkuman
Dalam pengembangan pengairan, termasuk pengembangan irigasi, sejak
tahun 1970 Ditjen Pengairan telah menggunakan pedoman yang dikenal
SIDCOM, singkatan dari Study/Survey, Investigation, Design,
Construction dan Operation & Maintenance. Singkatan ini sedemikian
rupa sehingga secara garis besar sudah merupakan urutan dari kegiatan
yang perlu dilakukan. Sebagai gambaran, misalnya tidak mungkin
dilakukan sebelum ada Construction. Akan tetapi secara detil, suatu
bagian kegiatan yang termasuk dalam salah satu kelompok pekerjaan
(misalnya pekerjaan pengukuran sebagai kelompok survey) kadang-
kadang dilakukan di tengah-tengahnya kelompok pekerjaan yang lain,
sehingga terdapat adanya saling-seling (intermittent).
Hakekatnya SIDCOM tidak hanya berlaku untuk pengembangan
pengairan atau irigasi saja tetapi bahkan untuk segala macam kegiatan
akan sendirinya berlaku.
Belakangan disadari bahwa dalam pembangunan yang bersifat pekerjaan
sipil, pembebasan tanah/lahan hampir selalu menjadi kendala. Karena itu
sekitar tahun 1970, dalam pedoman tersebut ditambahkan satu langkah
lagi yakni Land Acquisition (Pembebasan tanah/lahan), sehingga menjadi
SIDLaCOM.
Pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan adalah masalah yang
paling pelik dan seringkali pembangunan terhambat karena masalah ini.
Masyarakat makin maju dan makin tahu pula posisi dan hak-haknya.
Kondisi ini tentu saja sangat menggembirakan tetapi harus diimbangi
dengan kemampuan tentang bagaimana harus berhubungan dengan
masyarakat, menyikapi secara arif dan tetap menjaga keadilan. Tidak
jarang setelah tahu akan ada pembebasan lahan, tiba-tiba muncul
tanaman atau bangunan baru di lahan tersebut.
BAB VII
PENUTUP

7.1. Simpulan
Seperti telah disebutkan diatas bahwa materi ini disiapkan untuk Diklat
OP Irigasi tingkat dasar setingkat Pengamat/ jafung ahli pertama/staf
yang bekerja di Dinas PU atau Balai Wilayah Sungai atau pada Direktorat
di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air maka bahan ajar ini disiapkan dan
bersumber dari Permen PUPR No.30/PRT/M/2015 tentang
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi dan berdasar Undang
Undang No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan
Pemerintah No.22 Tahun 1982, tentang tata pengaturan air, Peraturan
Pemerintah No.23 Tahun 1982, tentang Irigasi, serta KP Irigasi 2011.

7.2. Tindak Lanjut


Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta di harapkan mengikuti
kelas lanjutan untuk dapat memahami detail tentang teknik irigasi praktis
serta ketentuan pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman
yang komprehensif mengenai teknik irigasi praktis.
DAFTAR PUSTAKA

KP Irigasi Departemen Pekerjan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

Paul Santosa, Pengetahuan Umum Tentang Irigasi, 1988, Jakarta

Soenarno, Pengembangan Irigasi di Indonesia

Syamsuddin Mansoer, Perencanaan Peta Petak, 2013


GLOSARIUM

1) Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi


untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan,
irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak;
2) Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia;
3) Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi;
4) Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diiperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi;
5) Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
bangunan utama, saluran induk/ primer, saluran pembuangannya,
bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan
pelengkapnya;
6) Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang
terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi,
bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya;
7) Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran
tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks
kuarter, dan bangunan pelengkapnya;
8) Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi,
pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi.
9) Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi pada
jaringan irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-
menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun
sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan
kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau dan
mengevaluasi;
10) Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi;
11) Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu,
12) yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi
yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk
menunjang pertanian dan keperluan lainnya;
13) Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan-bagi
dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder;
14) Pembuangan yang selanjutnya disebut drainase adalah pengaliran
kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi
tertentu;
15) Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan
mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik
guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan
kelestariannya;
16) Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi
dalam satu tahun anggaran guna mengembalikan fungsi dan pelayanan
irigasi seperti semula;
17) Rehabilitasi jaringan irigasi ringan adalah kegiatan rehabilitasi
jaringan irigasi berupa perbaikan ringan guna mengembalikan fungsi dan
pelayanan irigasi;
18) Rehabilitasi jaringan irigasi sedang adalah kegiatan rehabilitasi
jaringan irigasi berupa perbaikan yang bersifat tetap dan permanen
sehingga diperlukan desain yang mantap untuk mengembalikan kondisi
dan fungsi jaringan irigasi.
19) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif (PPSIP)
adalah penyelenggaraan irigasi berbasis peran serta masyarakat petani
mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, sampai dengan
pelaksanaan kegiatan pada tahapan perencanaan, pembangunan,
peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi;
20) Masyarakat petani pemakai air adalah kelompok masyarakat yang
bergerak dalam bidang pertanian, baik yang telah tergabung dalam
organisasi perkumpulan petani pemakai air maupun petani lainnya yang
belum tergabung dalam organisasi perkumpulan petani pemakai air;
21) Perkumpulan petani pemakai air (P3A) adalah kelembagaan pengelola
irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah
22) pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara
demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi;
23) Gabungan Petani Pemakai Air (GP3A) adalah kelembagaan sejumlah
P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan
irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok
sekunder atau satud daerah irigasi.
24) Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) adalah kelembagaan
sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air
irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan
beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi;
25) Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan
komunikasi antara pemerintah kabupaten/kota, perkumpulan petani
pemakai air tingkat daerah irigasi, dan pengguna jaringan irigasi untuk
keperluan lainnya pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
26) Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi
antara pemerintah provinsi, perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah
irigasi, dan pengguna jaringan irigasi untuk keperluan lainnya pada
provinsi yang bersangkutan;
27) Penanggung jawab kegiatan adalah Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, badan usaha, badan sosial, kelompok
masyarakat, atau perseorangan yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan atau
rehabilitasi jaringan irigasi di suatu wilayah tertentu;
28) Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
29) Pemerintah provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah provinsi
lainnya sebagai unsur penyelanggara pemerintah daerah;
30) Pemerintah kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan perangkat
kabupaten/kota lainnya sebagai unsur penyelanggara pemerintah daerah;
31) Dinas adalah instansi pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/
kota yang membidangi irigasi.

Anda mungkin juga menyukai