Anda di halaman 1dari 21

FILSAFAT ILMU DAN RESEARCH

TUGAS 7-11

NAMA : YOGI AGUS SUCAHYO


NPM : 2212221005

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
2022
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

LEMBAR SOAL TUGAS


Mata Kuliah : Filsafat Ilmu dan Research
Kode / Sks : PSC1131 / 2 SKS
Dosen : Dr. Djoko Pitoyo, MSc.
Tugas ke- : 7 – 11 (Tujuh sampai Sebelas)
Uraian Tugas : TUGAS Membuat Disain Penelitian (untuk Bab 3)
Bagian :
1. Tentukan 2 variabel bebas (X1 dan X2) dan 1 variabel terikat (Y) atau X3
2. Buat kajian teorinya lengkap dengan sintesisnya
3. Buat Definisi Konseptual dan Definisi Operasionalnya
4. Buat Kisi-kisi instrumennya
5. Susun instrumen penelitiannya

Tugas ini terdiri dari 5 Bagian

 Kerjakan perbagian dalam bentuk doc


 Di uploadnya per bagian (satu bagian satu bagian setiap sesi)
 Tugas bagian 1 untuk di upload sesi minggu ini
 Tugas bagian 2 untuk di upload di sesi 2 minggu depan
Demikian seterusnya

 Bagian 1 Menentukan 2 variabel bebas (X1 dan X2) dan 1 variabel terikat (Y) atau X3 di upload
Sabtu, 19 November 2022
 Bagian 2 Membuat kajian teori lengkap dengan sintesis di upload Sabtu, 26 November 2022
 Bagian 3 Membuat Definisi Konseptual dan Definisi Operasional di upload Sabtu, 3 Desember 2022
 Bagian 4 Membuat Kisi-kisi instrumen di upload Sabtu, 10 Desember 2022
 Bagian 5 Menyusun instrumen penelitian di upload Sabtu, 17 Desember 2022

i
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................................iii
AKRONIM....................................................................................................................................................iv
BAGIAN 1.....................................................................................................................................................1
Menentukan 2 (dua) Variabel bebas (X1 dan X2) dan 1 (satu) variabel terikat (Y) atau (X3)......................1
1.1 Ruang lingkup masalah................................................................................................................1
1.2 Faktor – faktor yang berhubungan..............................................................................................1
1.3 Variabel Penelitian.......................................................................................................................1
1.3.1 Judul Penelitian....................................................................................................................1
1.3.2 Jenis Variabel.......................................................................................................................1
1.3.3 Hubungan Variabel..............................................................................................................1
BAGIAN 2.....................................................................................................................................................2
Membuat kajian teori lengkap dengan sintesis...........................................................................................2
2.1 Kajian Teori..................................................................................................................................2
2.1.1 Pengertian Pekerjaan Konstruksi Sesuai Dengan UU Dan Perpres.......................................2
2.1.2 Konstruksi Bangunan...........................................................................................................2
2.1.3 Konstruksi Jalan dan Jembatan............................................................................................4
2.1.4 Tanah Dasar.........................................................................................................................8
2.1.5 Tanah Lempung...................................................................................................................9
2.1.6 Pasir Sungai..........................................................................................................................9
2.1.7 Kepadatan dan Daya Dukung Tanah....................................................................................9
2.2 Sintesis.......................................................................................................................................10
BAGIAN 3...................................................................................................................................................13
Membuat Definisi Konseptual dan Definisi Operasional...........................................................................13

ii
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Klasifikasi Jalan berdasarkan kelas jalan.......................................................................................5
Tabel 2 : Klasifikasi Jalan berdasarkan medan jalan....................................................................................6
Tabel 3 : Tingkat Plastisitas Tanah menurut Aterberg...............................................................................11
Tabel 4 : Hasil sondir tanah liat..................................................................................................................12
Tabel 5 : Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Penelitian.............................................................16

DAFTAR GAMBAR
No table of figures entries found.

iii
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

AKRONIM
Kata / Singkatan Penjelasan
ASMET :
CPC

UU

iv
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

BAGIAN 1

Menentukan 2 (dua) Variabel bebas (X1 dan X2) dan 1 (satu) variabel terikat
(Y) atau (X3)
1.1 Ruang lingkup masalah
1. Kurangnya kestabilan Tanah lempung
2. Banyaknya Konstruksi yang di bangun di atas Tanah lempung
3. Perubahan sifat Tanah lempung yang terjadi saat kadar air tinggi

1.2 Faktor – faktor yang berhubungan


1. Tanah lempung merupakan tanah dasar yang buruk
2. Konstruksi Jalan dan Gedung membutuhkan tanah dasar yang baik, dan sebagian konstruksi di
wilayah Indonesia berada di atas tanah lempung
3. Daya dukung tanah sangat rendah dan sifat kembang susut yang besar di akibatkan oleh kadar
air sehingga kepadatan tanah tidak stabil.

1.3 Variabel Penelitian


1.3.1 Judul Penelitian
“PENGARUH PENAMBAHAN PASIR SUNGAI TERHADAP TINGKAT KEPADATAN DAN DAYA
DUKUNG TANAH LEMPUNG LUNAK”

1.3.2 Jenis Variabel


A. Variabel Bebas

(X1) Penambahan Pasir Sungai

(X2) Tanah Lempung Lunak

B. Variabel Terikat

(Y) Kepadatan dan Daya Dukung

1.3.3 Hubungan Variabel


Hubungan pada variabel di atas adalah hubungan asimetris dimana variabel bebas dapat
mempengaruhi variabel terikat.

Kepadatan dan daya dukung dapat berubah nilainya jika ditambah dengan pasir, atau kepadatan
dan daya dukung akan berubah nilainya jika kondisi tanah lunak berubah sifat (kondisi
kandungan kadar air yang berbeda)

Page 1
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

BAGIAN 2

Membuat kajian teori lengkap dengan sintesis


2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pekerjaan Konstruksi Sesuai Dengan UU Dan Perpres
Terdapat 3 (tiga) pengertian Pekerjaan Konstruksi yang harus dipahami, yaitu :
1) Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, berdasarkan pasal 1 angka
2, Pekerjaan Konstruksi didefinisikan sebagai keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Definisi tersebut
menggunakan pendekatan ASMET sebagai unsur Pekerjaan Konstruksi dan menambahkan
kata “bentuk fisik lain” pada akhir definisi. “bentuk fisik lain” dijelaskan dalam Penjelasan
sebagai berikut:
a) Angka I. Umum, angka 1 menyatakan “bentuk fisik lain” adalah prasarana maupun
sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang,
terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
b) Pasal 1 angka 2 menyatakan “bentuk fisik lain”, antara lain : dokumen, gambar rencana,
gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau
penghancuran bangunan (demolition).
2) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali
suatu bangunan.
3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tetang Jasa Konstruksi, Dengan terbitnya UU No. 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, maka UU 18/1999 sudah tidak berlaku. UU 2/2017
pada pasal 1 angka 3 dijelaskan Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan
pembangunan kembali suatu bangunan. Pengertian ini adalah pengertian resmi yang
menggantikan pengertian berdasarkan UU 18/1999 dengan menggunakan pendekatan baru
yang semula pendekatan ASMET menjadi pendekatan Central Product Clasification (CPC)
yaitu Bangunan Gedung dan Bangunan Sipil. Dengan pergertian baru ini, maka Pekerjaan
Konstruksi hanya meliputi bangunan yang terdiri dari bangunan gedung dan bangunan sipil,
misalnya landasan bandara, bendungan dan sejenisnya.

Page 2
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

2.1.2 Konstruksi Bangunan


2.1.2.a Definisi Konstruksi Bangunan
Konstruksi bangunan merupakan satuan bangunan atau infrastruktur pada suatu area tertentu.
Konstruksi bangunan juga bisa disebut sebagai model, tata letak, atau susunan sebuah
bangunan.
Konstruksi bangunan memiliki bagian-bagian yang berperan penting dalam sebuah proyek
pembangunan. Oleh karena itu, peninjauan secara berkala pada setiap bagian struktur
bangunan perlu dilakukan untuk menjaga kualitas bangunan secara menyeluruh. Adapun
parameter yang
ditinjau yaitu material dan perhitungan volume yang dibutuhkan untuk membangun sebuah
gedung. Nantinya parameter tersebut akan digunakan untuk merancang bangunan dengan
mempertimbangkan dampak pada lingkungan dan menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk
membuat setiap struktur bangunan.
2.1.2.b Fungsi Konstruksi Bagunan
Konstruksi bangunan tentu saja memiliki fungsi yang begitu bermanfaat bagi pembangunan.
Struktur bangunan dengan perhitungan yang matang memiliki fungsi:
1) Memperkokoh bangunan.
2) Membuat desain bangunan yang tahan bencana.
3) Menopang keberadaan elemen konstruksi lain.
4) Membuat masing-masing struktur bangunan saling bekerjasama membentuk suatu
kesatuan.
2.1.2.c Jenis Konstruksi Bangunan
Konstruksi pada bangunan terbagi menjadi 2 (dua) jenis. Ada konstruksi atas dan bawah
bangunan.
1) Konstruksi bagian bawah
Bagian pertama yang akan dibangun adalah konstruksi bawahnya. Konstruksi ini nantinya tidak
terlihat dari luar. Namun, konstruksi bangunan bawah memegang peranan penting dari segi
kekuatan. Bagian bawah bangunan berfungsi sebagai penopang beban. Karena itu, perencanaan
pembuatan bagian bawah bangunan juga harus matang. Perhitungannya harus tepat. Bahan
yang digunakan pun harus sesuai spek/standar. Ada beberapa konstruksi bagian bawah
bangunan, yaitu:
a) Bagian Pondasi : Sebagian pondasi berada di dalam tanah, sedangkan badan pondasi
ada beberapa centimeter dari permukaan tanah. Pondasi memiliki fungsi sebagai
penopang beban bangunan secara keseluruhan. Jadi semakin tinggi bangunan, maka
pondasinya harus kuat. Pondasi yang paling umum dipakai untuk kontur tanah Indonesia
adalah tapak, tikar, atau pelat beton lajur. Kontraktor akan membuat beberapa lubang
di beberapa sudut bangunan untuk membuat “cakar ayam” yang berfungsi meneruskan
beban ke dalam tanah.

3
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

b) Sloof (Sloop) : Tukang atau orang awam biasa menyebut istilah ini dengan sloop.
Sloof/sloop merupakan struktur beton yang berada di atas pondasi. Sloof memiliki
fungsi untuk menahan beban dari bagian atas pondasi. Fungsi utamanya adalah
mendistribusikan beban ke seluruh pondasi. Jika beban terpusat pada satu titik, maka
bisa jadi bangunan akan mudah rusak. Adanya beban pada satu titik membuat
bangunan tidak stabil dan mudah roboh. Maka dari itu, bangunan jenis apapun pasti
membutuhkan sloof/sloop yang kokoh. Proses pembuatan sloof biasanya dengan
menggali tanah dengan kedalaman sekitar 1/2 meter. Lubang tersebut diisi dengan besi
anyam, batu, dan juga adonan semen. Batuan beku menjadi material yang sempurna
untuk membuat sloof yang kuat.
2) Konstruksi Bagian Atas
Berbeda dengan konstruksi bagian bawah, konstruksi atas jelas terlihat dari luar. Konstruksi ini
meliputi bagian kolom, balok, sampai ke rangka atap. Konstruksi bangunan atas juga harus kuat.
Bahannya harus sesuai spesifikasi. Tentunya material untuk bangunan tinggi pun jelas berbeda.
Ada empat jenis konstruksi bagian atas bangunan. Fungsi masing-masing bagian konstruksi ini
berbeda, yaitu:
a) Struktur Kolom : Kolom merupakan bagian bangunan yang berbentuk batang vertikal.
Kolom biasanya terletak pada setiap sudut dinding bangunan. Kolom menyambung
langsung dari bagian “cakar ayam” pondasi. Kekuatan kolom juga menentukan kekuatan
bangunan yang dirancang. Fungsi utama kolom adalah pendistribusi beban dalam
bangunan. Kolom juga berfungsi menahan semua material atau objek yang ada di dalam
rumah. Baik material yang menempel dalam struktur bangunan ataupun perabotan dan
manusia di dalamnya dapat ditahan dengan struktur kolom.
b) Balok : Jika kolom memanjang secara vertikal, maka balok adalah struktur horizontal
dalam rumah. Struktur ini biasanya berada beberapa sentimeter dari jendela dan pintu
rumah. Balok ini biasanya disebut juga dengan lintel. Fungsi utamanya adalah menahan
beban dari tembok. Tembok bagian atas sampai ke atas pasti memiliki beban yang
cukup berat. Agar tidak menekan kusen pintu atau jendela secara langsung, maka
diperlukan struktur balok. Selain itu, fungsi lain dari balok rumah adalah menahan kusen
agar tetap kokoh saat ada gempa.
c) Plat Lantai : Plat lantai berbeda dengan struktur lantai dasar. Jika pada lantai dasar tidak
membutuhkan besi cor, maka plat lantai wajib menggunakannya. Plat seperti ini ada
pada lantai yang tidak menempel di permukaan tanah, misalnya lantai 2 bangunan dan
seterusnya. Lantai bertingkat tersebut membutuhkan struktur khusus. Biasanya harus
dilakukan pengecoran. Ada anyaman besi yang dipasang dengan ukuran berbeda.
Semakin tinggi gedung, maka harus menggunakan besi silinder yang lebih besar. Plat
lantai kemudian dicor dengan semen, pasir, dan batu koral. Plat lantai pada bangunan
bertingkat juga mendapatkan bantuan menahan beban dari balok horizontal. Kedua
bangunan ini tersambung dengan besi anyam.
d) Rangka Bagian Atap : Rangka atap biasanya dari material kayu atau galvalum. Struktur
ini terdiri dari bagian reng dan usuk yang tertutup genteng. Rangka atap memiliki fungsi
untuk menahan genteng agar bisa stabil. Jika tidak memiliki pengalaman menghitung
dan merencanakan struktur bangunan, maka gunakan jasa ahlinya. Manfaatkan bantuan

4
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

kontraktor atau drafter profesional. Jangan sampai membuat bangunan dengan


spesifikasi asal-asalan, karena Indonesia sendiri cukup rawan bencana.
2.1.3 Konstruksi Jalan dan Jembatan
2.1.3.a Definisi Konstruksi Jalan dan Jembatan
Secara ringkas konstruksi Jalan dan Jembatan didefinisikan sebagai objek keseluruhan dari
bagian – bagian struktur jalan dan jembatan.
Jalan adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari satu tempat ke tempat
yang lain. Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang diperkeras (perkerasan kaku dan
perkerasan lunak) atau jalan tanah tanpa perkerasan.
Jembatan secara umum diartikan sebagai suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan – rintangan seperti
lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang
melintang tidak sebidang dan lain – lain.
2.1.3.b Klasifikasi Jalan
1) Berdasarkan fungsinya
a) Jalan Arteri, jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata – rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b) Jalan Kolektor, jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri – ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Arteri Primer, kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat
diizinkan melalui jalan ini. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak
diizinkan.
d) Kolektor Primer, jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 40 km/jam.
e) Jalan Lokal Primer, jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan
primer lainnya. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 20 km/jam.
f) Jalan Arteri Sekunder, Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 30 km/jam. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan
kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
g) Jalan Kolektor Sekunder, Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 20 km/jam. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak
diizinkan melalui fungsi jaIan ini di daerah pemukiman.
h) Jalan Lokal Sekunder, Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 km/jam. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 meter.
i) Jalan Lokal, Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2) Berdasarkan Kelas Jalan

5
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

Klasifikasi menurut kelas jalan & ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi
jalan dapat dilihat dalam Tabel 1 (Pasal 11, PP. No.43/1993).
Tabel 1 : Klasifikasi Jalan berdasarkan kelas jalan

Muatan Sumbu Terberat


Fungsi Kelas
MST (ton)
I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor IIIB
8

3) Berdasarkan Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur
tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 : Klasifikasi Jalan berdasarkan medan jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G >25
2.1.3.c Struktur (Konstruksi) Jalan
1) Struktur Macadam : Lapisan Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang
terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat
oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas
lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan bervariasi dari
4-10 cm.
2) Struktur Telford : Konstruksi Telford yaitu susunan batu pecah berukuran besar (10/15 dan
15/20) disusun berdiri dengan batu pecah yang lebih kecil mengisi rongga diatasnya
sehingga rata, kemudian dipadatkan/digilas dengan mesin gilas, selanjutnya ditabur sirtu
diseluruh permukaan untuk dibabar basah.
3) Struktur Jalan Beton (Rigid Pavement) : Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku adalah suatu
susunan konstruksi perkerasan di mana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang
terletak di atas pondasi atau di atas tanah dasar pondasi atau langsung di atas tanah dasar
(subgrade).
2.1.3.d Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (sub grade) yang
berfungsi untuk menopang beban lalu lin13s. Jenis konstruksi perkerasan jalan berdasarkan
bahan pengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible
pavement), perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan komposit (composite pavement)
(Sukirman, S, 1999).
Beban kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-roda kendaraan,
selanjutnya disebarkan ke lapisan-lapisan di bawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah dasar.
Dengan demikian tingkat kerusakan konstruksi perkerasan selama masa pelayanan tidak saja

6
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

ditentukan oleh kekuatan lapisan perkerasan, tetapi juga tanah dasar. Daya dukung tanah dasar
dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan tanah, kadar air, sistem drainasi dan lain-lain
(Sukirman, S, 1999).
2.1.3.e Jenis – Jenis Jembatan
1) Berdasarkan fungsinya
a) Jembatan jalan raya (highway bridge),
b) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
c) Jembatan pejalan kaki/penyebrangan (pedestrian bridge).
2) Berdasarkan lokasinya
a) Jembatan di atas sungai atau danau,
b) Jembatan di atas lembah,
c) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
d) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
e) Jembatan di dermaga (jetty).
3) Berdasarkan bahan konstruksinya
a) Jembatan kayu (log bridge),
b) Jembatan beton (concrete bridge),
c) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
d) Jembatan baja (steel bridge),
e) Jembatan komposit (compossite bridge).
4) Berdasarkan tipe strukturnya
a) Jembatan plat (slab bridge),
b) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
c) Jembatan gelagar (girder bridge),
d) Jembatan rangka (truss bridge),
e) Jembatan pelengkung (arch bridge),
f) Jembatan gantung (suspension bridge),
g) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
h) Jembatan cantilever (cantilever bridge).

7
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

2.1.3.f Struktur (Konstruksi) Jembatan


1) Struktur Atas (Superstructures) : Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima
beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-
lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki. Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a) Trotoar : Sandaran dan tiang sandaran, Peninggian trotoar (Kerb), Slab lantai trotoar.
b) Slab lantai kendaraan,
c) Gelagar (Girder),
d) Balok diafragma,
e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f) Tumpuan (Bearing).
2) Struktur Bawah (Substructures) : Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh
beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan
hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi.
Selanjutnya
beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar. Struktur bawah jembatan
umumnya meliuputi :
a) Pangkal jembatan (Abutment) : Dinding belakang (Back wall), Dinding penahan (Breast
wall), Dinding sayap (Wing wall), Oprit, plat injak (Approach slab), Konsol pendek untuk
jacking(Corbel), Tumpuan (Bearing).
b) Pilar jembatan (Pier) : Kepala pilar (Pier Head), Pilar (Pier), yg berupa dinding,
kolom,atau portal, Konsol pendek untuk jacking(Corbel), Tumpuan (Bearing).
3) Fondasi : Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi
beberapa macam jenis, antara lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile foundation) : Tiang pancang kayu (Log Pile), Tiang pancang baja (Steel
Pile), Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile), Tiang pancang beton prategang
pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), Tiang beton cetak di tempat (Concrete
Cast in Place), Tiang pancang komposit (Compossite Pile).
2.1.4 Tanah Dasar
2.1.4.a Definisi Tanah Dasar dalam Konstruksi terutama Jalan dan Jembatan
Tanah dasar atau sub grade adalah lapisan tanah paling bawah yang berfungsi sebagai tempat
perletakan bangunan, lapis perkerasan jalan dan jembatan, serta mendukung konstruksi
bangunan, lapis perkerasan jalan dan jembatan di atasnya. Tanah dasar (sub grade) dapat
berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan
dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi.

8
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

Tanah dasar adalah bagian terpenting dari konstruksi bangunan atau jalan dan jembatan, karena
tanah dasar inilah yang mendukung seluruh konstruksi jalan beserta muatan lalulintas diatasnya.
Tanah dasar pulalah yang menentukan tebal tipisnya lapisan perkerasan.
Kemampuan tanah dasar untuk mendukung beban adalah 0,5-1,5 kg/em2, sehingga diperlukan
konstruksi perkerasan jalan agar beban roda dapat disebarkan lebih luas diatas permukaan
tanah, sehingga tegangan yang fimuul lebih kecil dari kemampuan 13nah. Perkerasan jalan
diletakan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan
konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.
2.1.4.b Jenis Tanah Dasar
Ditinjau dari muka tanah asli, maka tanah dasar dibedakan atas :
1) Tanah dasar berupa tanah galian
2) Tanah dasar berupa tanah urugan
3) Tanah dasar berupa tanah asli yang di stabilisasi
2.1.4.c Kualitas Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya
dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai
berikut :
1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
2) Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
3) Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada lokasi
yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan yang mengakibatkan kepadatan yang
kurang baik.
Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan-lapisan diatasnya dan mutu jalan secara
keseluruhan. Untuk mengevaluasi kualitas tanah sebagai bahan lapisan tanah dasar (suhgrade)
dari suatu jalan raya digunakan Indeks Kelompok atau GI (Group Index). Harga GI ini dituliskan di
dalam kurung setelah nama kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group
Index ini dapat dihitting dengan persamaan :
GI =(F-35)[ 0,2 f 0,005 (LL-40) j +0,01 (F - 15) (PI -10)
(SNI-03-6797-2002)
dengan:
GI - Indeks Kelompok (Group Index)
F = Persentase butiran lolos saringan No. 200
LL = Batas Cair (Liquid Limit)
PI = Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Pada umumnya makin besar nilai indeks kelompoknya, makin kurang baik tanah tersebut untuk
dipakai dalam pembangunan jalan raya.
Daya dukung tanah dasar yang baik atau memenuhi syarat akan memberikan tingkat kekuatan
dan keawetan yang tinggi terhadap konstruksi jalan. Untuk meningkatkan daya dukung tanah

9
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

dasar digunakan cara antara lain dengan pemadatan dan atau memberikan campuran dengan.
bahan stabilisator. Salah satu ukuran untuk menyatakan daya dukung tanah dasar adalah CBR
(California Bearing Ratio), baik secara langsung di lapangan maupun hasil uji di laboratorium.
2.1.5 Tanah Lempung
2.1.5.a Definisi Tanah Lempung
Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat
dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-
lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika. Lempung didefinisikan sebagai
golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). Menurut para ahli definisi
tanah lembung sebagai berikut :
1) Terzaghi (1987)
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis
yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat
keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.
Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika
bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang
bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang
lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2) DAS (1988)
Tanah lempung merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang
menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah.
3) Bowles (1991)
Tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama
dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %.
4) Hardiyatmo (1992)
Sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil
dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,
kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
5) Grim (1953)
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel partikel mineral
tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air”. Tanah
lempung ada yang tergolong ekspansif dan non ekspansif. Perbedaannya dapat terlihat
secara kasat mata, pada saat musim kemarau, tanah lempung ekspansif mengalami retak-
retak poligonal yang tidak beraturan pada permukaan tanah dan retakan tersebut
menyebabkan rongga yang cukup dalam. Sebaliknya, pada tanah lempung non ekspansif
hanya mengalami retak-retak pada permukaan tanpa ronggo-rongga yang dalam.
2.1.5.b Klasifikasi Tanah Lempung
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki diameter 2 μm atau
sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Namun demikian, dibeberapa kasus partikel

10
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung
(ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya berdasarkan ukuran saja,
namun belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral -
mineral lempung.
Pada tiap jenis tanah, batas cair dan batas plastis tanah bervariasi dengan nilai batas cair lebih
tinggi dari nilai batas plastis. Besaran plastisitas menunjukkan besarnya susut pada waktu proses
menjadi kering. Besaran plastisitas dapat ditentukan apabila nilai batas cair dan nilai batas
plastis diketahui, dinyatakan dengan rumus :
PI=LL-PL
(SNI-1967-2008)
dengan:
PI : Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
LL : Batas Cair(LiquidLimit)
PL : Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas cair tanah adalah kadar air tanah pada keadaan batas antara cair dan plastis, sedangkan
batas plastis yaitu kadar air minimum suatu sampel tanah dalam keadaan plastis.
Batas cair dan batas plastis tidak secara langsung memberikan angka-angka yang dapat dipakai
sebagai dasar perhitungan (design), hanya merupakan gambaran secara garis besar akan sifat-
sifat tanah yang bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik
yang buruk, yaitu kekuatannya rendah, compresinya tinggi dan sulit dalam proses
pemadatannya (Wesley, 1977)
Berdasarkan dari nilai indeks plastisitasnya tanah lempung di golongkan pada ketentuan yang di
tunjukan pada tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3 : Tingkat Plastisitas Tanah menurut Aterberg

Indeks Plastisitas
Tingkat Plastisitas Jenis Tanah
(%)
0 Non Plastis Pasir
0 < PI < 7 Rendah Lanau
Lempung Kelanauan / Lanau
7 < PI < 17 Sedang
Kelempungan
> 17 Sangat Plastis Lempung / Tanah Liat
Sumber dari Sifat-sifat Fisis clan Geoleknis Tanah, 1986
2.1.5.c Mineral Penyusun Tanah Lempung
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari
dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra
(Das. Braja M, 1988).
Das. Braja M (1988) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel
mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan
mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-
partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat
halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air

11
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan
sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel - pertikel itu melekat satu sama
lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-
rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-
retakan atau terpecah-pecah.
Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium
dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung
umumnya adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001 m), meskipun ada klasifikasi yang
menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM).
Menurut Das. Braja (1988), satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika
tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran.
2.1.5.d Jenis – Jenis Mineral Lempung
Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau
tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran. Dapat di kelompokan
menggunakan perhitungan dan pengujian – pengujian lapangan seperti hasil yang ditunjukan
pada tabel 4 berikut :
Tabel 4 : Hasil sondir tanah liat

∑total
Local Friction
Depth Friction Kg/m²
C C+F F Jenis
m Friction (HL)
Ratio (fr) (%) Friction Tanah
(qs)
A B C C-B (C-B)*0.1 (C-B)*2 [(C-B)*0.1/B]*100 ∑(C-B)*2
5 18 55 37 3.70 74.00 20.60 932.00 Clays
Das, Braja M. Mekanika Tanah Prinsip Rekayasa Geoteknis Jilid 2 : Bab 13 hal 229 - 230.
Erlangga. 1985.
2.1.6 Pasir Sungai
2.1.6.a Definisi Pasir Sungai
Pasir sungai adalah salah satu pasir yang berasal dari sungai dan mempunyai ukuran butiran
yang sedang dan tidak terlalu besar. Pasir sungai memiliki ukuran 0.063 mm hingga 5 mm.
Pasir merupakan jenis tanah non kohesif ( cohesionless soil ). Non kohesif mempunyai sifat yaitu
antar butiran lepas, hal ini ditunjukkan dengan butiran yang akan terpisah – pisah apabila
dikeringkan dan hanya akan melekat apabila dalam keadaan yang disebabkan oleh gaya tarik
permukaan. Pasir dapat dideskripsikan sebagai bergradasi baik, bergradasi buruk, bergradasi
seragam atau bergradasi timpang. (Sumpeni & Sagala, 2014).
2.1.6.b Pasir Sungai sebagai bahan stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan
sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat mempertahankan kekuatan geser (kepadatan) dan
menaikkan kekuatan tanah (daya dukung tanah). Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk
mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau
pondasi jalan yang padat.

12
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

Pasir sungai yang sebagai bahan stabilisasi mengandung kadar garam yang terkandung dalam
pasir berbetuk larutan garam yang menghasilkan ion-ion yang berfungsi sebagai katalisator yang
mempercepat reaksi pozzolanic dalam tanah lempung. Bentuk kering garam berbentuk kristal
mengisi ruang pori diantara butir-butir tanah lempung. Garam berperan meningkatkan daya
dukung tanah lempung baik sebagai larutan maupun sebagai kristal (kering). Pasir menjadikan
gradasinya lebih rapat sehingga melawan sifat mengembang dari tanah dan kepadatannya akan
bertambah.
2.1.7 Kepadatan dan Daya Dukung Tanah
2.1.7.a Definisi Kepadatan Tanah dan Daya Dukung Tanah
Kepadatan tanah merupakan sebuah proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak
antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara yaitu tidak terjadi perubahan volume air
yang cukup berarti pada tanah tersebut. Tingkat pemadatan diukur dari berat volume kering
tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan air
tersebut akan berfungsi sebagai unsur pelumas pada partikel – partikel tanah. Karena adanya
air, partikel – partikel tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan
membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Adanya penambahan kadar air justru cenderung
menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian
menempati ruang – ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel –
partikel padat dari tanah. Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah dicapai
disebut kadar air maksimum.
Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan beban konstruksi. Daya dukung
tanah dianalisis agar pondasi tidak mengalami keruntuhan geser dan penurunan berlebih (maka
dibutuhkan kepadatan / mempertahankan kekuatan geser). Daya dukung tanah tersebut
ditentukan oleh jenis dan karakter tanah.

13
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

2.1.7.b Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kepadatan Tanah


Selain kadar air, masih banyak lagi faktor – faktor yang mempengaruhi pemadatan tanah antara
lain jenis tanah dan usaha pemadatannya. Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran
partikel, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat tanah. Selain itu jumlah serta jenis
mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap harga berat
volume kering maksimum dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Pada kadar air yang lebih
rendah adanya tegangan terik kapiler pada pori – pori tanah mencegah kecenderungan partikel
tanah untuk bergerak dengan bebas untuk menjadi lebih padat. Kemudian tegangan kapiler
tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga partikel – partikel menjadi
mudah bergerak dan menjadi lebih padat.
2.1.7.c Metode – Metode untuk Menilai Kekuatan Tanah
1) Metode Pengujian Kepadatan Tanah : Pengujian pemadatan standar untuk mengevaluasi
tanah agar memenuhi persyaratan pemadatan menggunakan metode Proctor (SNI-1742-
2008 & SNI-1743-2008), menggunakan Balon Karet (SNI 19-6413-2000), dan Sand Cone (SNI
1743:2008 metode D)
2) Metode untuk menilai Kekuatan Tanah (Daya dukung tanah) : Cara untuk menilai kekuatan
tanah dasar jalan pada umumnya dengan cara CBR (California Bearing Ratio) (SNI-1744-2012
& SNI-1738-2011) , Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement.
Istilah CBR menunjukkan suatu perbandingan (ratio) antara beban yang diperlukan untuk
menekan piston logam (luas penampang 3inch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan
(penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap
material batu pecah di California pada penetrasi yang sama. Harga CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah
yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban. Sedangkan, nilai CBR yang
didapat akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas
lapisan yang mempunyai nilai CBR tertentu. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dari
nilai CBR digunakan grafik-grafik yang dikembangkan untuk berbagai muatan roda
kendaraan dengan intensitas lalu lintas.
2.2 Sintesis
“… Dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan sangat membutuhkan tanah
dasar yang stabil dan mempunyai daya dukung tanah yang di ukur dengan harga CBR sesuai
dengan spesifikasi Umum yang dikeluarkan oleh Bina Marga dengan nilai lebih besar dari pada
6%, metode pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan perlatan DCP maupun alat CBR,
dalam kondisi daerah yang memiliki tanah dasar kurang baik dan memiliki kadar air yang
signifikan atau berjenis tanah lempung lunak, dapat distabilisasi dengan menggunakan berbagai
macam material yang sudah terukur. Dalam hal ini stabilisasi tanah dasar yang umum
menggunakan pasir, karena lebih ekonomis dan mampu memberikan dampak signifikan dari
kepadatan dan daya dukung tanah lempung tersebut. Yudha Fardiyansah dan Nurly Gofar (2020)
menyatakan bahwa campuran tanah lempung dengan pasir, hubungannya berangsur menjadi
linier. Kemiringan garis menurun dari 39 (5% pasir) menjadi 17 (25% pasir) yang menunjukkan
bahwa pengaruh genangan terhadap swelling semakin berkurang dengan bertambahnya jumlah
pasir yang ditambahkan ke tanah asli. Pengujian DCP terhadap tanah yang telah dipadatkan
dilakukan pada tanggal 13 Juli 2020. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai CBR rata rata
tanah asli sebesar 8% sedangkan nilai CBR untuk campuran tanah dan 21% pasir sebesar 17%.

Page 14
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

Hasil pengujian DCP yang dilakukan pada tanggal 20 Juli 2020 yaitu terhadap tanah yang telah
mengalami penggenangan air menunjukkan bahwa nilai CBR tanah asli turun menjadi 2%
sedangkan nilai CBR campuran tanah lempung dengan pasir turun menjadi 8%. Hasil pengujian
laboratorium menunjukkan adanya penurunan plastisitas tanah dan indeks pengembangan
(swell) seiring dengan bertambahnya jumlah pasir. Penambahan pasir menyebabkan tanah
menjadi kurang responsif terhadap keberadaan air. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa
pengembangan tanah asli meningkat secara eksponential pada tanah asli, sedangkan untuk
campuran lempung dengan pasir peningkatan terhadap waktu adalah linier.
Kenaikan nilai CBR pada tanah lempung sebesar 2.45% setiap penambahan pasir pada varian
2%, 4%, 6%, 8% dan dilakukan pemeraman 3 dan 7 hari, nilai CBR mengalami kenaikan dari nilai
CBR tanah asli, disebabkan terjadinya sementasi dari penambahan pasir. Sementasi ini mengaki-
batkan pengumpalan yang memicu meningkatkan daya ikat antar butiran, sehingga rongga-
rongga pori yang ada akan di keliling bahan sementasi yang lebih keras. Nilai CBR campuran 2%
pemeraman 7 hari mengalami kenaikan 36,863%, CBR Campuran 4% pemeraman 7 hari
mengalami kenaikan 81,961%, CBR Campuran 6% dan 8% pemeraman 7 hari mengalami
kenaikan 90,196%, dan 96,078%. Hal ini disebabkan saat penyimpanan sampel yang
dicampurkan sampel di taruh langsung diatas lantai sehingga menyebabkan kelembaban pada
sampel sehingga mengurangi daya ikat antar partikel. (Argo Reno, Fatma Sarie, dan Suradji
Gandi, 2020). Dengan penambahan pasir yang memiliki karekteristik seperti pasir sungai
(kebersihan dan bergradasi seragam) yang di campur dengan homogen dapat meningkatkan
daya dukung tanah dasar dan mempermudah proses pemadatan optimum serta dapat
mengurangi kelemahan daya dukung tanah terhadap kondisi yang tinggi kadar air atau
genangan air yang merendam tanah dasar yang telah dipadatkan sampai optimum…” (Yogi
Agus Sucahyo, 2022)
Pada bagian bercetak tebal merupakan sintesis yang dikembangkan oleh penulis. Bagian
tersebut berangkat dari gagasan penulis yang menyatakan bahwa daya dukung tanah dasar
berjenis tanah lempung lunak kurang baik (dibawah nilai persyaratan Spesifikasi umum) dan
susah untuk di padatkan dalam keadaan kadar air yang tinggi, sehingga membutuhkan stabilisasi
dengan menggunakan Pasir Sungai. Selanjutnya penulis merujuk pada sumber rujukan yang
dapat mendukung pemelitiannya, seperti (1) adanya pengaruh genangan air terhadap daya
dukung tanah dasar dan (2) jumlah atau komposisi pencampuran pasir dengan tanah lempung
yang dapat menyebabkan kenaikan nilai CBR.

Page 15
Universitas Sangga Buana, YPKP Bandung Lembar Tugas Kuliah

Yogi Agus Sucahyo (2212221005) – Prodi Megister Teknik Sipil

BAGIAN 3

Membuat Definisi Konseptual dan Definisi Operasional


Tabel 5 : Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Penelitian

Variabel Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional


Menguji kandungan butiran –
butiran pasir dengan peralatan
1. Komposisi Pasir saringan (sieve analisys), serta
Penambahan Pasir
2. Kriteria Pasir menguji kualitas Pasir dengan
Sungai
3. Sifat pasir metode SE (Sand Equivalent) untuk
menentukan sifat pasir serta kriteria
pasir sedang, halus maupun kasar.
Menguji kandungan butiran –
butiran Tanah lempung dengan
peralatan saringan (sieve analisys),
1. Komposisi Tanah lempung lunak
serta menguji kualitas Pasir dengan
Tanah Lempung Lunak 2. Kriteria Tanah lempung lunak
metode Aterberg untuk
3. Sifat Tanah lempung lunak
menentukan sifat Tanah lempung
serta kriteria Tanah lempung plastis
dan non plastis
Menguji kepadatan tanah lempung
dan campuran dari tanah lempung
dengan pasir dalam keadaan kering
optimum dan keadaan basah
dengan kadar air optimum dengan
1. Kepadatan Kering
metode proctor, menghitung berat
2. Kepadatan Basah
jenis tanah lempung dan campuran
Kepadatan dan Daya 3. Berat Jenis
tanah lempung dengan pasir,
Dukung 4. Nilai CBR Laboratorium
menguji daya dukung tanah
5. Nilai CBR Lapangan
lempung dan campuran tanah
6. Koreksi butiran
lempung dengan pasir dengan
metode CBR yang dilaksanakan di
Laboratorium maupun di lapangan,
serta mencari koreksi butiran untuk
menghiung kepadatan lapangan.

Page 16

Anda mungkin juga menyukai