Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“ISOLASI SOSIAL”

PUTU MAHENDRA
NIM. 2214901163

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

I. Kasus/Masalah Utama
Masalah utama dalam laporan pendahuluan ini adalah isolasi social.

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Penarikan diri atau isolasi sosial merupakan suatu tindakan
melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara ataupun menetap
(Abdul Muhith, 2015).
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Farida, 2012).
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Mereka mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain(Balitbang dalam
Fitria, 2010).

2. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.
Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan
interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor Predisposis
Menurut Fitria (2009) ada empat faktor predisposisi yang
menyebabkan Isolasi Sosial, diantaranya:
1) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya
akan dapat menimbulkan masalah social(Damaiyanti, 2012).
2) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang
salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang
tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya
3) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk
sel sel dalam limbik dan daerah kortikal
4) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam
teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
b. Faktor Presipitasi (pencetus)
Menurut Stuart (2007) faktor presipitasi atau stresor pencetus
pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan
stres seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai
berikut :
1) Stresor Sosiokultural.
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain
dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga
dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor Psikologi.
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan
untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain
untuk memenuhi kebutuhanketergantungan dapat menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2014)

3. Tanda dan Gejala


a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011)
4. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga yang bisa dialami pasien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
(Prabowo, 2014)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien
semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah
laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi. (Stuart dan Sudden dalam Dalami,
dkk 2009).
III. Pohon Masalah dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Pohon Masalah Isolasi Sosial

Resiko Perubahan
sensori persepsi : Efek
Halusinasi

Deficit Kerusakan interaksi Core Problem


Perawatan Diri sosial ; menarik Diri

Gangguan konsep Causa


diri : harga diri rendah

2. Data Yang Perlu Dikaji


a. Subjektif
1) Tidak mau berbicara
2) Tidak mau bertemu orang
3) Menyendiri
4) Tidak mau kontak dengan orang lain
b. Objektif
1) Pasien hanya diam
2) Tidak ada kotak mata
3) Menyendiri
4) Tidak mau makan
5) Selalu menunduk saat diajak berkomunikasi
6) Kurang bersemangat
IV. Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian yang dilakukan pada klien dengan isolasi social, diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul yaitu
1. Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri (core problem)
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah (causa)
3. Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi (efek)
4. Deficit Perawatan Diri
V. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial : Menarik diri

Hari/Tgl Diagnosa Perencanaan


keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasi
Intervensi Rasional
Isolasi sosial TUM: Setelah 4 x Setelah 2 x 1 menit pertemuan
15 menit klien klien mampu membina
dapat berinteraksi hubungan saling percaya
dengan orang lain dengan perawat
TUK 1: klien dapat 1. Klien dapat 1. Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
membina mengungkapkan perasaan percaya dengan merupakan langkah awal
hubungan saling dan keberadaannya secara menggunakan prinsip untuk menentukan
percaya (BHSP) verbal komunikasi terapeutik keberhasilan rencana
a. Klien mau menjawab a. Sapa klien dengan selanjutnya
salam ramah, baik verbal
maupun norverbal
b. Klien mau berjabat b. Perkenalkan diri
tangan dengan sopan
c. Mau menjawab c. Tanyakan nama
pertanyaan lengkap dan nama
d. Ada kontak mata panggilan yang disukai
e. Klien mau duduk pasien
berdampingan dengan d. Jelaskan tujuan
perawat pertemuan
e. Jujur dan tepati janji
f. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan klien
TUK 2 Klien dapat menyebutkan 1. Berikan kesempatan Dengan mengungkapkan
Klien dapat penyebab isolasi sosial yang kepada klien untuk perasaan, bisa mengetahui
menyebutkan berasal dari: mengungkapkan penyebab isolasi sosial
a. Diri sendiri perasaan penyebab
penyebab isolasi b. Orang lain isolasi sosial atahu tidak
sosial c. Lingkungan mau bergaul.
2. Diskusikan bersama
klien tentang perilaku
menarik diri, tanda dan
gejala.
3. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3 klien dapat Klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan klien Reinforment dapat
menyebutkan keuntungan berhubungan tentang keuntungan dan meningkatkan harga diri
keuntungan dengan orang lain, misalnya manfaat bergaul dengan
berhubungan banyak teman, tidak sendiri dan orang lain
dengan orang lain bisa diskusi 2. Beri kesempatan kepada
dan kerugian tidak klien untuk
berhubungan mengungkapkan
dengan orang lain perasaannya tentang
keuntungan berhubungan
dengan orang lain
3. Diskusikan bersama
klien tentang manfaat
berhubungan dengan
orang lain
4. Kaji pengetahuan klien
tentang kerugian bila
tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan
klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian bila tidak
berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan bersama
klien tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforCment
positif terhadap
kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain
TUK 4 klien dapat Klien dapat menyebutkan 1. Kaji kemampuan klien Mengetahui sejauh mana
melaksanakan kerugian tidak berhubungan membina hubungan pengetahuan klien tentang
hubungan sosial dengan orang lain misalnya dengan orang lain berhubungan dengan orang
secara bertahap sendiri, tidak punya teman dan Dorong dan bantu klien lain.
sepi untuk berhubungan
dengan orang lain
melalui:
a. Klien-perawat
b. Klien-perawat-
perawat lain
c. Klien-perawat-
perawat lain- klien
lain
d. Klien-kelompok
kecil
2. Bantu klien
mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan
orang lain
3. Diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan
bersama klien dalam
mengisi waktu
4. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi
5. Beri reinforcement atas
kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan
TUK 5 klien dapat Klien dapat 1. Dorong klien untuk Agar klien lebih percaya diri
mengungkapkan mendemonstrasikan hubungan mengungkapkan untuk berhubungan dengan
perasaannya dengan orang lain perasaannya bila orang lain.
setelah a. klien-perawat berhubungan dengan Mengetahui sejauh mana
berhubungan b. klien-perawat-perawat lain orang lain pengetahuan klien tentang
dengan orang lain c. klien-perawat-perawat lain- 2. Diskusikan dengan klien kerugian bila tidak
klien lain manfaat berhubungan berhubungan dengan orang
d. klien-kelompok kecil dengan orang lain lain
3. Beri reinforCment positif
atas kemampuan klien
mengungkapkan
perasaan manfaat
berhubungan dengan
orang lain
TUK 6 Klien dapat Klien dapat mengungkapkan 1. BHSP dengan keluarga Agar klien lebih percaya diri
memberdayakan perasaan setelah berhubungan a. Salam, perkenalkan dan tahu akibat tidak
sistem pendukung dengan orang lain untuk: diri berhubungan dengan orang
atahu keluarga a. Diri sendiri b. Sampaikan tujuan lain.
atahu keluarga b. Orang lain c. Membuat kontrak
mampu d. Explorasi perasaan Mengetahui sejauh mana
mengembangkan Keluarga dapat: keluarga pengetahuan tentang
kemampuan klien a. Menjelaskan 2. Diskusikan dengan membina hubungan dengan
untuk berhubungan perasaannya anggota keluarga tentang: orang lain.
dengan orang lain. b. Menjelaskan cara a. Perilaku menarik diri
merawat klien menarik b. Penyebab perilaku Klien mungkin dapat
diri menarik diri mengoobati perasaan tidak
c. Mendemonstrasikan c. Cara keluarga nyaman, bimbang karena
cara perawatan klien menghadapi klien memulai hubungan dengan
menarik diri yang sedang menarik orang lain.
d. Berpartisipasi dalam diri. Reinforceiment dapat
perawatan klien 3. Dorong anggota keluarga meningkatkan kepercayaan
menarik diri. untuk memberikan diri klien.
dukungan kepada klien
berkomunikasi dengan Dengan dukungan keluarga,
klien berkomunikasi klien akan merasa
dengan orang lain. diperhatikan.
4. Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin dan bergantian
mengunjungi klien secara
bergantian minimal 1x
seminggu.
5. Beri reinforceiment atas
hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga.
VI. Diagnosa Medis
1. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan kekuatan
dari luar. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran
dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh efek yang tidak serasi atau
tumpul.
Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai sindrom heterogen kronis
yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi,
perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya gangguan fungsi
psikososial. Gangguan pemikiran tidak saling berhubungan secara logis,
persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan
berbagai gangguan aktivitas motorik yang aneh. OSD (orang dengan
skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk
ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.
2. Etiologi Skizofrenia
a. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya
skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium
dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
b. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak
sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik
konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik.
c. Teori Adolf Meyer
Menurut Meyer, skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama
kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
d. Teori Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini
yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
ketidakharmonisan antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan
kemauan dan otisme), gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
3. Klasifikasi Skizofrenia
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis
ini timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada
masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adanya
depersonalisasi atau double personality.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti
umumnya ada gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan
kemauan.
4. Penatalaksanaan Skizofrenia
a. Terapi somatik (medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat
atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu:
1) Antipsikotik konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional yaitu: Haldol
(haloperidol), stelazine (trifluoperazine), mellaril (thioridazine),
thorazine (chlopromazine), trilafon (perphenazine), dan prolixin
(flufenazine)
2) Newer atypical antipsycotics
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek
samping dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Contoh
newer atypical antipsycotics yang tersedia yaitu: Risperdal
(risperidone), seroquel (quetiapine), dan zyprexa (olanzopine).
3) Clozaril (Clozapine).
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tetapi sangat serius.
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna
untuk melawan infeksi. Ini artinya pasien yang mendapat crozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para
ahli merekomendasikan penggunaan crozaril bila paling sedikit 2
dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
b. Terapi Psikososial
1) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus
untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti
berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
2) Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga
yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali anggota keluarga dengan jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti tentang skizofrenia. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga efektif dalam
menurunkan relaps.
3) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif sangat baik
dilakukan untuk memulihkan kondisi pasien.
Daftara Pustaka

Dalami, dkk . (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Cetakan


pertama. Jakarta : Trans Info Media
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: Refika Aditama
Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan
Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publising
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Fitria , N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Fitria, (2010). Prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Strategi Pelaksanaa
Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Nuha Medika
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa( Teori dan Aplikasi).
Yogyakarta: Andi.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Stuart, Gail, W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Editor
Pamilih Eko Karyuni ; alih Bahasa. Jakarta : EGC.
Stuart, dan Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur:
TIM.

Anda mungkin juga menyukai