Anda di halaman 1dari 73

1.

FENOMENA KIMIA DI ATMOSFER

Landasan Teori

Hujan Asam :
Beberapa aktivitas manusia maupun proses alam dapat menghasilkan
senyawa pengotor berupa gas antara lain CO2, NOx dan SOx. Gas-gas tersebut
larut dalam air dan membentuk asam. Jadi ketika gas-gas tersebut ada di udara,
maka hujan yang turun akan mengabsorb gas-gas tersebut sehingga terbentuklah
hujan asam. Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di
bawah 5,6. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu
melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan asam disebabkan oleh belerang (suliur) yang merupakan pengotor
dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer
dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang
mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut
akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti
berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman ( Prodjosantoso dan Regina, 2011).
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi
dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan
asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga
listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia).
Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan
kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Proses hujan asam tersebut akan lebih mudah dipahami jika disertai dengan
percobaannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa senyawa nitrogen maupun
sulfur oksida merupakan senyawa paling utama penyebab hujan asam sehingga
sangat berbahaya jika gas tersebut dipraktekkan di laboratorium. Senyawa yang
lebih aman, dan mudah yang dapat kita gunakan untuk praktek adalah gas CO 2.

Reaksi yang terjadi pada percobaan tersebut :

HOAc + NaHCO3 CO2 + NaOAc + H2O

Warna air di gelas piala yang telah dialiri gas menjadi berwarna kuning
(bandingkan dengan air di gelas beaker yang satunya). Hal tersebut menunjukan
bahwa larutan menjadi lebih asam. Asam karbonat terbentuk di dalam air melalui
pelarutan karbon dioksida. Asam tersebut bukan asam kuat sehingga pH air hanya
sekitar 5. Nitrogen dan sulfur oksida merupakan asam kuat sehingga ketika larut
dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH di bawah 3 (Prodjosantoso dan
Regina, 2011).

1
Percobaan Hujan Asam :

Tujuan : Mengetahui pengaruh asam terhadap tanaman

Alat dan Bahan :


1. Empat pot/ gelas air mineral bekas 6. Mistar
2. Dua buah botol penyemprot 7. Tanah
3. Kertas pH 8. Air
4. Pipet tetes satu buah 9. Sari jeruk nipis
5. Pena penanda/ label 10. Biji Kacang

Cara Kerja :

1. Isi keempat pot atau gelas air mineral bekas dengan tanah.
2. Beri label/ tanda dua pot dengan label ―asam‖ dan dua pot lainnya dengan
label ―normal‖.
3. Tanam satu biji kacang tanah pada setiap pot.
4. Letakkan keempat pot di tempat yang cukup terkena cahaya matahari.
5. Setiap dua hari, siram dengan air. Lakukan terus hingga daunnya tumbuh.
6. Buat larutan asam dengan cara mencampurkan lima tetes sari jeruk nipis
dengan satu liter air. Ukur larutan asam dengan menggunakan kertas pH
Tingkat keasaman larutan yang diharapkan adalah 3. Jika terlalu asam
tambahkan air. Jika kurang asam, tambahkan jeruk nipis.
7. Isi satu botol penyemprot dengan larutan asam, sedangkan botol penyemprot
lainnya dengan air biasa. Jangan lupa memberi tanda ―air biasa‖ pada botol
penyemprot berisi air dan label ―air asam‖ pada botol penyemprot berisi
larutan asam.
8. Semprotkan air dalam penyemprot berlabel ―air biasa‖ di daun pada tanaman
pot berlabel ―normal‖.
9. Semprotkan larutan asam dalam penyemprot berlabel ―air asam‖ di daun
pada tanaman pot berlabel ―asam‖
10. Tulis pada buku catatanmu hipotesis (dugaan) tentang pertumbuhan
tanaman kacang yang telah disemprot dengan air biasa dan yang disemprot
dengan air asam.
11. Ulangi langkah 8 dan 9 setiap hari selama dua minggu. Ukur tinggi tanaman
dengan menggunakan mistar setiap hari.

DATA PENGAMATAN :

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Pengaruh pH Netral terhadap Pertumbuhan


Tanaman

Tanggal/Hari Larutan Nilai pH Tinggi Jumlah


Penyemprot air Tanaman Daun

2
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Pengaruh pH Asam terhadap Pertumbuhan
Tanaman

Tanggal/Hari Larutan Nilai pH Tinggi Jumlah


Penyemprot Asam Tanaman Daun

Simpulan :

Pertanyaan Tabel 1 dan 2 :


1. Jelaskan pengaruh penambahan larutan asam pada tanaman kacang?
2. Bagaimana perbedaan pertumbuhan kacang antara yang disiram dengan air
dan disiram dengan air jeruk nipis ?
3. Jelaskan pengaruh pH netral pada tanaman kacang?

DAFTAR PUSTAKA

A.K Prodjosantoso dan Regina Tutik. 2011. Kimia Lingkungan : Teori,


Eksperimen dan Aplikasi. Penerbit Kanisius Yogyakarta

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yokyakarta:

Andi. A.S. Wasilah, dkk, 2002. Kimia Lingkungan, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.

3
2. PENCEMARAN UDARA

Landasan Teori

Udara ada di sekeliling kita. Udara merupakan sumber alam yang paling
banyak kita butuhkan. Oksigen di udara diperlukan untuk pernafasan, yang
merupakan bagian pokok dari proses hidup. Tanpa makanan, manusia dan
kebanyakan hewan dapat bertahan hidup antara lima sampai delapan minggu.
Tanpa air, manusia dan kebanyakan hewan dapat bertahan hidup tidak lebih dari
lima hari. Sedangkan tanpa udara, manusia dan kebanyakan hewan hanya mampu
bertahan hidup tidak lebih dari lima menit.
Setiap hari kita membutuhkan udara sebanyak tujuh sampai sembilan kali
lebih banyak dari pada air dan makanan. Setiap hari kita membutuhkan sekitar
13,6 kg udara, 2 kg air dan 1,4 kg makanan, maka kita perlu menjaga agar udara
tetap bersih. Kita seharusnya menjaga agar udara yang kita hirup sebersih
makanan dan air yang kita konsumsi. Berkaitan dengan hal ini, kita perlu
mengetahui tentang seluk-beluk udara, proses terjadinya polusi udara, dan usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga agar udara tetap bersih.
Udara merupakan campuran gas yang melingkupi permukaan bumi karena
gaya grafitasi. Massa seluruh udara yang ada di muka bumi adalah sekitar 5,2⋅1021
gram (g), dan udara tersebar pada permukaan bumi seluas 5,1⋅1018 sentimeter
persegi (cm ). Setiap 1 cm permukaan tanah diselimuti oleh sekitar 1 kilogram
2 2

(kg) udara. Sekitar 99,99 % udara berada pada ketinggian sampai 80 kilometer
(km) dari permukaan bumi, dan sekitar separuhnya berada pada ketinggian antara
3 sampai 5 km. Udara pada ketinggian sampai 5 km inilah yang dapat
dimanfaatkan oleh makluk hidup. Massa, kerapatan, dan tekanan menurun secara
tajam dengan semakin jauhnya jarak udara dari permukaan bumi. Suhu udara
turun menjadi -70oC pada ketinggian sekitar 10 sampai 12 km, kemudian naik lagi
secara mencolok hingga mencapai 0 oC pada ketinggian 50 km, setelah itu turun
drastis menjadi -100oC pada ketinggian 80 km, dan dan naik terus sejalan dengan
semakin jauhnya dari permukaan bumi.
Aktifitas manusia dapat mengganggu proses-proses alam. Proses
pembakaran bahan bakar berlangsung cepat dan menghasilkan suhu tinggi. Proses
pembusukan dan respirasi merupakan proses alami yang berlangsung lambat dan
pada suhu rendah. Gas dan partikulat yang dihasilkan pada proses yang dilakukan
manusia dapat mengganggu alam. Bahan-bahan ini akan menjadi polutan jika
konsentrasinya relatif tinggi sehingga proses penghilangannya tidak secepat
proses pembentukannya. Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai polutan udara
diantaranya: partikulat, oksida belerang, karbon monoksida, oksida nitrogen,
hidrokarbon, oksidan fotokimia, hidrogen sulfida, logam berat, dan asbes. Setiap
polutan mempunyai sifat yang unik, dan berbeda dengan sifat polutan lainnya.
Pencemaran udara selain memberikan dampak negatif, juga dapat
memberikan dampak positif antara lain, lahar dan partikulat-partikulat yang
disemburkan gunung berapi yang meletus, bila sudah dingin menyebabkan tanah
menjadi subur, pasir dan batuan yang dikeluarkan gunung berapi yang meletus
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Gas karbon monoksida bila bereaksi
dengan oksigen di udara menghasilkan gas karbon dioksida bisa dimanfaatkan

4
bagi tumbuh-tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis untuk menghasilkan
karbohidrat yang sangat berguna bagi makhluk hidup.
Untuk dapat menanggulangi terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan
beberapa usaha antara lain: mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan
bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida dan diusahakan pula
agar pembakaran yang terjadi berlangsung secara sempurna, selain itu
pengolahan/daur ulang atau penyaringan limbah asap industri, penghijauan untuk
melangsungkan proses fotosintesis (taman bertindak sebagai paru-paru kota), dan
tidak melakukan pembakaran hutan secara sembarangan, serta melakukan
reboisasi/penanaman kembali pohon pohon pengganti yang penting adalah untuk
membuka lahan tidak dilakukan pembakaran hutan, melainkan dengan cara
mekanik.

Percobaan 1 : Pengaruh Pencemaran Udara

Tujuan Praktikum:

Mengamati pengaruh asap tembakau terhadap produksi Adenosin Trifosfat (ATP)


dalam sel ragi/yeast.

Dasar Teori :
Asap tembakau merupakan sumber CO, NOx, H2S, dan berbagai senyawa
berbahaya lainnya. Dalam kegiatan ini Anda akan mengamati pengaruh asap
tembakau terhadap produksi adenosin trifosfat (ATP) dalam sel yeast. Energi
kimia yang tersimpan dalam ATP digunakan oleh sel untuk mengendalikan fungsi
kerjanya. Ketidak-adaan ATP atau berkurangnya jumlah ATP akan menghambat
fungsi sel, dan bahkan menghentikan fungsi sel sama sekali. Pewarna metilen biru
berubah dari biru tua menjadi tidak berwarna karena terjadinya reaksi reduksi.
Pewarna tersebut mengambil elektron selama proses produski ATP. Waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya perubahan warna pada larutan menunjukkan gerakan
elektron dan kecepatan sintesis ATP oleh sel yeast. Kecepatan pembentukan ATP
bervariasi tergantung pada aliran elektron. Pengaruh asap tembakau pada sel yeast
juga dapat terjadi pada sel dalam tubuh manusia.
Toksisitas terhadap usia hanya merupakan salah satu aspek dari masalah
polusi lingkungan. Aspek lain yang mungkin lebih penting adalah kemampuan
polutan dalam hal perubahan iklim global. Polutan berasal dari lewat proses alami
di Bumi ataupun merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia saat
memenuhi kebutuhan hidup. Gas yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi,
kebakaran hutan, rawa-rawa, proses fotosintesa, proses pembusukan hingga proses
bernafas pun merupakan sumber Gas Rumah Kaca alami, sedangkan sisa
pembakaran hasil industri, pembakaran bahan bakar fosil, emisi gas buang
kendaraan bermotor adalah sumber Gas Rumah Kaca akibat dari aktivitas
manusia. Meningkatnya Gas Rumah Kaca dimulai sejak abad 18 saat manusia
menemukan teknologi industri yang banyak menggunakan bahan bakar fosil
seperti minyak bumi, gas maupun batubara untuk menghasilkan energi dan
menyisakan gas-gas rumah kaca yang kemudian kian banyak terkumpul pada

5
lapisan atmosfer melampaui batas kemampuan tumbuhan dan laut untuk
mengabsorsinya.

Alat dan Bahan:


 Gelas erlenmeyer 250 mL (atau botol bermulut lebar) = 1 buah
 Karet respirator (penghisap) = 1 buah
 Pipa kaca, lurus dan bengkok, masing-masing 2 buah
 Sumbat karet berlubang ganda = 1 buah
 Sumbat gabus = 1 buah
 Beberapa batang rokok dari berbagai merek
 Gula pasir = 1 gram
 1,5 gram yeast
 20 mL akuades
 Larutan metilen biru 0,3%.
 Kertas saring yang telah ditimbang
 Tabung reaksi = 3 buah
 Gelas piala 10 ml = 1 buah
 Stopwatch atau jam digital = 1buah
 Spatula = 1 buah
 Neraca

Cara Kerja:
A. Membuat Larutan Asap
1. Buatlah rangkaian alat seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Rancangan Alat Penghisap

2. Siapkan beberapa batang rokok dari berbagai merek.


3. Masukkan 10 ml akuades ke dalam gelas erlenmeyer. Tutup Erlenmeyer
dengan sumbat karet rapat-rapat.
4. Hisaplah sebatang rokok dengan cara menekan dan mengendorkan tekanan
pada karet penghisap berulang-ulang dengan selisih waktu sekitar 10 sampai 15
detik.

6
5. Ambil batang rokok apabila panjangnya kira-kira tinggal 1cm.
6. Ambil sumbat karet dan tutuplah erlenmeyer dengan gabus.
7. Gojoklah erlenmeyer sampai semua asap yang ada larut dalam air.
8. Dinginkan larutan asap dengan cara merendam sekitar 1 cm bagian dasar
erlenmeyer dalam akuades hingga suhunya sama dengan suhu ruang.
9. Larutan asap telah siap untuk digunakan

B. Uji dengan Gula, Ragi (Yeast) dan Aquadest

1. Siapkan 3 tabung reaksi seperti pada Tabel 3. Tabung A berisi Aquadest


(blangko), Tabung B berisi gula+ Ragi (control) Tabung C ( larutan Asap)

Tabel 3 Daftar Perlakuan Percobaan Pengaruh Pencemaran Udara

2. Catat waktu terjadinya perubahan warna ketika ditambah Methylene Blue pada
Tabung B dan Tabung C (sehingga warnanya sama dengan Tabung A)
 Jika Warna Biru Tua dari Methyleen Blue berubah menjadi tidak berwarna
maka terjadi reaksi reduksi. (Pewarna methyleen Blue mengambil elektron
selama proses produksi Adenosin Triphosphat / ATP)
 Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan warna menunjukkan
gerakan elektron dan kecepatan sintesis ATP oleh yeast.
3. Lakukan hal yang sama untuk jenis rokok lainnya dan data pengamatan diisi
pada Tabel 4.

7
Tabel 4. Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Pencemaran Udara

4. Berikan kesimpulan berdasarkan data yang sudah dipraktikan.

Percobaan 4 : Pengukuran Kebisingan

Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melaksanakan cara mengukur kebisingan dengan menggunakan
Sound Level Meter.

Landasan Teori
Bunyi disebut sebagai getaran di udara yang dapat didengar dan gelombang
di udara selaku mediumnya. Frekuensi getaran digunakan untuk menetapkan pitch
dan intensitas bunyi diatur oleh laju energi yang ditransmisikan sepanjang
gelombang.Jadi secara singkat, analisa bunyi disebut juga analisa getaran (Seto et
al., 1997). Dalam penataannya bunyi menganut empat elemen yang harus
diketahui, yaitu sumber bunyi (Sound source), penerima bunyi (receiver), media
dan gelombang bunyi (soundwave) (Satwiko, 2005).
Djalante (2010) menyatakan bahwa penyimpangan pada tekanan atmosfir,
yang disebabkan oleh getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi,
disebut tekanan bunyi. Skala standar, yang digunakan utnuk mengukur tekanan
bunyi dalam akustik fisis mempunyai jangkauan yang luas, sehingga susah
digunakan. Skala tersebut menunjukkan perhitungan, bahwa telinga manusia tidak
tanggap terhadap perubahan tekanan bunyi pada semua tingkat intensitas, apabila
cara tersebut dilakukan dengan sama. Karena alasan tersebut di atas maka untuk
skala diukur secara logaritmik, yang disebut dengan skala decibel (dB), terdapat
kata Bel dituliskan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Intensitas bunyi
adalah banyaknya energi bunyi yang dihasilkan suara per satuan luas, yang
satuannya diukur dengan watt/m2.
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia.
Berdasarkan SK Menteri Negeri Lingkungan Hidup No. Kep.Men-
48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak,
satwa, dan sistem alam. Adapun menurut Permenkes
No.718/Men.Kes/Per/XI/1987, yang dimaksud dengan kebisingan adalah

8
terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau
membahayakan kesehatan.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Efek kesehatan penduduk yang berasal dari kebisingan, antara lain
ketergantungan pola tidur, kardiovaskuler, sistem pernafasan, psikologis,
fisiologis, dan pendengaran. Efek psikologis akibat kebisingan termasuk
hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol dan stress fisiologis
meningkat.
Pengukuran kebisingan dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut Sound Level Meter. Pengukur Sound Level Meter adalah alat pengukur
suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan
menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat
ini. Pengukuran dengan menggunakan SLM dilakukan selama 10 menit, dan
pembacaan dilakukan setiap 5 detik.
Nilai Ambang Batas kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman
untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam /minggu.
Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga dan Koperasi No. 13/Men/X/2011, Nilai
Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan
merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja
adalah sebagai berikut; 16 jam perhari untuk 82 dB, 8 jam perhari untuk 85 dB, 4
jam perhari untuk 88 dB, 2 jam perhari untuk 91 dB, 1 jam perhari untuk 97 dB,
dan ¼ jam perhari untuk 100 dB.

Gambar 2. Arah Kebisingan

9
Apabila pajanan bising diketahui melebihi NAB, maka diperlukan tindakan
pengendalian untuk melindungi kesehatan pekerja. Tindakan tersebut dilakukan
sesuai dengan tata urutan sebagai berikut.

a. Engineering control
Yaitu pengendalian secara teknik. Misalnya adalah dengan mengisolasi sumber
bising, melakukan pemeliharaan mesin, memasang alat peredam suara pada
mesin.

b. Administrative control
Yaitu pengendalian yang dilakukan antara lain dengan mengatur jam kerja,
memberlakukan standar prosedur operasional, melakukan komunikasi hazard
dengan memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai bising dan dampaknya
bagi kesehatan, pengawasan pemakaian alat pelindung telinga, mengatur jarak
antara pekerja dengan sumber bising, serta pemasangan peta bising di area dengan
tingkat bising yang tinggi seperti pada Gambar 2.

c. Personal control
Yaitu pengendalian terhadap pekerja. Antara lain dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan sebelum penempatan pekerja dan melakukan surveilans kesehatan bagi
pekerja berisiko terpajan bising, mewajibkan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
standar prosedur operasional serta mewajibkan penggunaan alat pelindung telinga
yang sesuai dengan tingkat bising di tempat kerja seperti ear plug, ear muff atau
helmet yang dilengkapi dengan pelindung telinga. Jumlah alat pelindung telinga
harus tersedia cukup yaitu dengan jumlah yang sama dengan atau lebih dari
jumlah pekerja yang terpajan bising, serta harus disediakan kemudahan akses
untuk mengganti alat pelindung telinga jika dibutuhkan.

Alat dan Bahan


Alat
a. Sound Level Meter
b. Baterai
c. Stopwatch
d. Alat Tulis
e. Papan Tulis
f. Formulir Data Pengamatan

Cara Kerja
1. Persiapan Pengukuran
a. Mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakan.
b. Mengecek baterai pada Sound Level Meter (SLM).
c. Mengkalibrasi SLM yang akan dipergunakan, dengan cara sebagai berikut :
 Mengatur Switch Function pada posisi Cal (94,0).

10
 Mengatur Switch Range pada posisi Cal.
 Melihat pada layar display, apabila menunjukkan angka 94,0 maka
alat siap dan dapat digunakan.
 Bila tidak menunjukkan angka 94,0 maka putar skrup Cal ke kiri atau
ke kanan yang terletak pada bagian sisi kanan alat sampai
menunjukkan angka 94,0.
 Alat sudah siap untuk dipergunakan.
2. Rencana Pengukuran
a. Menentukan lokasi pengukuran (di pinggir jalan, di parkiran, di dalam
kelas, di laboratorium)
b. Menentukan waktu pengukuran.
c. Menentukan lama pengukuran.
3. Pelaksanaan Pengukuran
a. Mengecek baterai SLM (Sound Level Meter) dan memasang microphone
pada Sound Level Meter
b. Menekan tombol ―POWER‖, lalu menunggu hingga angka pada monitor
menjadi stabil (Perubahan tidak signifikan). Kira-kira selama 1-2 menit.
c. Setelah menganalisis jenis kebisingan yang akan diukur, tekan tombol
―Fast/Slow‖. (pilihan Fast untuk jenis kebisingan kontinyu sedangkan
pilihan Slow untuk jenis kebisingan terputus-putus).
d. Pada tombol ―A/C‖, pilih ―A‖ sebagai tanda bahwa yang akan diukur
merupakan intensitas kebisingan yang sampai ke individu/pekerja.
f. Kemudian pada tombol ―RANGE‖ pilih ―AUTO‖ untuk menujukkan
semua skala pengukuran.
g. Pengukuran dimulai dengan memposisikan microfone setinggi telinga
pekerja (150 cm dari tanah).
h. Setelah 30 detik, tombol ―HOLD‖ ditekan lalu mencatat hasil pengukuran
yang ditunjukkan pada monitor SLM. Kemudian mengulangi langkah ini
sebanyak 10 kali.
i. Catat hasilnya dalam tabel pengamatan
j. Menghitung kebisingan, dengan cara menghitung nilai mean, median, dan
modus hasil pengukuran kebisingan

DATA PENGAMATAN :

Tabel 5. Data Hasil Pengukuran kebisingan


Lokasi Nilai BML Keterangan
Kebisingan

Simpulan :

11
Pertanyaan :

1. Jelaskan pada lokasi manakah nilai desibel yang lebih rendah ? mengapa bisa
lebih rendah?

2. Jelaskan Pengaruh lamanya waktu terhadap perubahan warna pada tabung


blangko dan control?

3. Jelaskan pengaruh jenis rokok terhadap pekatnya warna larutan asap?

DAFTAR PUSTAKA

Djalante, S. 2010. Analisis Tingkat Kebisingan Di Jalan Raya Yang


Menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APIL) (Studi Kasus:
Simpang Ade Swalayan). Jurnal SMARTek. Vol. 8 No. 4. November 2010:
280-300.

Menteri Lingkungan Hidup. 1996. Tentang: Baku Kebisingan. Surat Keputusan


Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/1996/25 November
1996. Jakarta.

Satwiko, P. 2005. Fisika Bangunan 1 (edisi 2). Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Seto, W. W., dan Sebayang, D. 1997. Seri Buku Schaum GETARAN


MEKANIS.Jakarta: Penerbit Erlangga.

12
3. ANALISIS FISIKA AIR

Landasan Teori
A. SUHU
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk
mengukur suhu udara atau derajat panas disebut thermometer. Biasanya
pengukur dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit
(F). Suhu udara tertinggi dimuka bumi adalah didaerah tropis (sekitar ekuator)
dan makin ke kutub semakin dingin. Di lain pihak, pada waktu kita mendaki
gunung, suhu udara terasa terasa dingin jika ketinggian semakin bertambah.
Kita sudah mengetahui bahwa tiap kenaikan bertambah 100 meter maka suhu
akan berkurang (turun) rata-rata 0,6oC. Penurunan suhu semacam ini disebut
gradient temperatur vertikal atau lapse rate. Pada udara kering, lapse rate
adalah 1oC. Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul
suatu benda. Panas adalah energi total dari pergerakan molekul suatu benda.
Jadi panas adalah ukuran energi total, sedangkan suhu adalah energi rata-rata
dari setiap gerakan molekul.
Suhu atau temperatur air tergantung pada sumbernya. Temperatur normal
air di alam (tropis) sekitar 20oC sampai 30oC. Pada umumnya, suhu dinyatakan
dengan satuan derajat Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF). Suhu suatu badan
air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut
(altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, dan kedalaman.
Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Faktor yang mempengaruhi tingginya suhu air diantaranya yaitu faktor
ketinggian tempat, semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang
diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah
suhunya akan semakin tinggi. Suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan
penguapan juga tinggi. Karena suhu air permukaan sangat dipengaruhi banyak
faktor, maka sebaiknya suhu dianalisis secara in situ atau analisis dilakukan di
lokasi pengamatan. Alat untuk mengukur suhu air biasanya digunakan termometer
air raksa/alkohol atau termistor.

Percobaan : Pengukuran Suhu Air dan Udara

Prinsip Kerja
Zat cair dalam tandon termometer berupa air raksa atau alkohol akan
memuai atau mengembang bila dikenai panas. Zat cair yang memuai tersebut akan
masuk ke celah kapiler dan berhenti pada skala suhu tertentu. Skala tersebut
menunjukkan suhu air/benda yang diperiksa dalam derajat celcius. Prinsip kerja
termistor hampir sama dengan termometer, hanya saja yang memuai atau
mengembang adalah berupa bimetal.

Tujuan : Mengetahui pengaruh suhu udara terhadap suhu air

Alat dan Bahan


Termometer gelas atau termistor

13
Cara Kerja

Pemeriksaan suhu pada permukaan air


a. Lakukan pemeriksaan suhu udara terlebih dahulu di lokasi pengamatan.
Cara memeriksa suhu udara adalah dengan menempatkan termometer atau
termistor di udara dengan menghindarkannya dari cahaya matahari (dapat
dilindungi dengan bayangan tubuh). Termometer juga jangan dipegang
langsung oleh tangan kita karena akan mempengaruhi hasil pengukuran.
Tunggu hingga skala suhu pada termometer atau termistor menunjukkan
angka yang stabil, lalu catat suhu udara.
b. Lakukan pemeriksaan suhu air pada air permukaan dengan cara
mencelupkan termometer langsung ke dalam air sampai batas skala baca,
biarkan 1 – 2 menit sampai skala menunjukkan angka yang stabil, lalu
lakukan pembacaan pada termometer gelas saat termometer masih tercelup
di dalam air.
c. Bandingkan antara suhu udara dan suhu pada air permukaan

B. WARNA
Warna dalam air diakibatkan oleh adanya material yang larut atau koloid
dalam suspensi atau mineral. Air yang mengalir melewati rawa atau tanah yang
mengandung mineral dimungkinkan untuk mengambil warna material tersebut.
Batas intensitas warna yang dapat diterima adalah 5 mg/l. Warna air juga dapat
dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan
senyawa-senyawa organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya organisme
dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian senyawa organik
yang berlangsung secara anaerobik. Warna yang berasal dari bahan-bahan
buangan industri kemungkinan dapat membahayakan kesehatan. Banyak air
permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa-rawa, seringkali berwarna
sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga
maupun untuk keperluan industri, sehingga diperlukan pengolahan air untuk dapat
menghilangkan unsur warna dalam air tersebut.

Percobaan ; Pengukuran Warna Air

Prinsip Kerja :
Penetapan parameter warna dapat dilakukan dengan membandingkan
warna pada sampel air dengan larutan baku warna. Larutan baku yang digunakan
adalah berupa larutan Platina Cobalt, sehingga satuan skala yang digunakan
adalah Pt.Co.

Tujuan : mengetahui warna dari air permukaan


Alat dan Bahan
Alat
a. Tabung Nessler ukuran 50 ml
b. Kertas saring yang berpori 0,45 µm

14
Bahan
a. Sampel air permukaan
b. Larutan induk skala warna 500 mg/L Pt.Co
c. Larutan baku kerja dengan skala warna 5, 10, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50,
60, 70 Pt Co

Cara Kerja
Penetapan warna secara visual
a. Saring sampel air permukaan dengan kertas saring.
b. Masukkan sampel yang telah disaring kedalam tabung nessler 50 ml
c. Bandingkan warna sampel air secara visual dengan larutan baku dimulai
dari yang paling encer. Tabung nessler ditempatkan pada alas yang
berwarna putih.
d. Tetapkan warna sampel sesuai skala warna baku yang paling mendekati
atau berada diantara dua (2) skala larutan baku.
e. Jika warna lebih dari 70 satuan skala Pt.Co, maka lakukan pengenceran
langsung pada tabung nessler

C. KEKERUHAN

Kekeruhan merupakan keadaan mendung atau kekaburan dari cairan yang


disebabkan oleh individu partikel (suspended solids) yang umumnya tidak terlihat
oleh mata telanjang, mirip dengan asap di udara. Salah satu faktor pengujian
kualitas air adalah kekeruhan. Kekeruhan mengacu pada konsentrasi
ketidaklarutan padatan dalam air, padatan tersebut umumnya berasal dari tanah
liat, buangan industri, dan mikroorganisme. Keberadaan partikel dalam air diukur
dalam satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTU). Penting untuk diketahui
bahwa kekeruhan adalah ukuran kejernihan sampel, bukan warna. Alat untuk
mengukur kekeruhan dalam air ialah Turbidimeter.
Kekeruhan dalam air terdiri dari lempung, liat dan bahan organik, dan
mikroorganisme. Kekeruhan terutama disebabkan oleh terjadinya erosi tanah di
Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di saluran/sungai. Tingkat kekeruhan air
biasanya diukur dengan alat yang disebut turbidimeter.
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri. Kekeruhan pada daerah perairan banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus. Tingginya nilai
kekeruhan dapat menyebabkan sulitnya usaha penyaringan dan mengurangi
efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air). Kekeruhan menggambarkan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.
Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan
batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari pelapukan hewan dan
tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang
menambah kekeruhan air. Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan
kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai
kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan

15
tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik
yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.
Pengukuran turbidimeter menggunakan larutan standar dan larutan sampel.
Larutan sampel merupakan larutan yang akan diukur kekeruhannya. Turbidimeter
akan memancarkan cahaya pada media atau sampel, dan cahaya tersebut akan
diserap, diteruskan, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya yang
menembus/diserap media akan diukur dan dikonversi dalam bentuk angka yang
merupakan tingkat kekeruhan dalam satuan NTU. Semakin banyak cahaya yang
diserap maka semakin keruh media tersebut. Perhitungan turbidimeter adalah
sebagai berikut:

Hasil pemeriksaan x NTU Standar x Pengenceran = .....NTU


Kekeruhan larutan standard

Pengujian kualitas air berdasarkan pengukuran kekeruhan berguna untuk


mengetahui indikasi pencemaran air. Air yang kekeruhannya tinggi akan
menghambat sinar matahari masuk dan memperlambat proses fotosintesis
mahkluk hidup didalamnya. Dalam jangka panjang, mahkluk hidup didalam air
akan mati dan ekosistem air akan terganggu. Oleh karena itu, pengujian kualitas
air sangat penting bagi kehidupan mahkluk di ekosistem tersebut dan sekitarnya.

Percobaan Pengukuran Kekeruhan

Prinsip Kerja
Penetapan kekeruhan dengan metode Helligemetri dilakukan dengan
membandingkan intensitas cahaya yang melalui sampel air dengan intensitas
cahaya yang melalui larutan baku standar kekeruhan silica atau formazin

Tujuan Percobaan : Mengetahui kadar kekeruhan dalam air

Alat dan Bahan


Satu unit alat turbidimeter

Cara Kerja
1. Siapkan alat turbidimeter
2. Jika diperlukan, kalibrasi alat dengan cairan 1 dan 20 NTU yang
tersedia di set alat turbidimeter
3. Kocok sampel air dan masukkan kedalam tabung kaca sampai garis
batas, lalu letakkan di tempat yang tersedia di alat
4. Nyalakan alat turbidimeter
5. Tekan tombol READ
6. Angka akan ditampilkan di layar dalam satuan NTU.

16
D. DAYA HANTAR LISTRIK

Daya Hantar Listrik (DHL) adalah kemampuan air untuk menghantarkan


arus listrik yang dinyatakan dalam µmhos/cm (µS/cm). Metode uji DHL air
dengan menggunakan konduktometer atau Multiparameter.

Percobaan : Pengukuran Daya Hantar Listrik


Prinsip Kerja

Prinsip kerja dengan elekroda konduktometer dengan menggunakan larutan


Kalium Klorida (KCl) sebagai larutan baku pada 25 oC. Daya hantar listrik di
dalam air merupakan kemampuan untuk menghantarkan arus listrik, dengan
satuan yang digunakan mikro mhos per cm. Pengukuran daya hantar listrik ini
bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air untuk menghantarkan listrik
serta memprediksi kandungan mineral dalam air.
Berikut ini manfaat pengukuran daya hantar listrik sebagai parameter
kualiatas air:
1. Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat ionisasi
2. Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion
3. Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air
Kation (ion bermuatan positif) dan anion (ion bermuatan negatif) dalam air
merupakan unsur penghantar listrik, jika semakin besar jumlah ion-ionnya maka
semakin besar pula harga daya hantar listriknya. Besarnya daya hantar listrik juga
dapat bergantung pada kandungan ion anorganik (Total Dissolved Solid ) yang
disebut juga materi tersuspensi

Tujuan Praktikum : Mengetahui Daya Hantar listrik dari suatu larutan

Alat dan Bahan


1. Konduktometer atau Multiparameter
2. Labu ukur 1000 ml
3. Termometer
4. Gelas piala 100 ml
5. Akuades dengan DHL < 1 µmhos/cm
6. Larutan baku KCl 0,01 M; Larutan ini pada suhu 25 oC mempunyai
DHL 1413 µmhos/cm.

Cara Kerja
1. Kalibrasi Alat
- Cuci elektroda dengan larutan KCl 0,01 M sebanyak 3 kali
- Atur suhu larutan KCl 0,01 M pada 25oC
- Celupkan eletroda kedalam larutan KCl 0,01 M
- Tekan tombol kalibrasi
- Atur sampai menunjuk angka 1413 µmhos/cm

2. Penetapan DHL
- Bilas elektroda dengan sampel sebanyak 3 kali

17
- Celupkan elektroda kedalam sampel sampai konduktometer atau
multiparameter menunjukkan pembacaan yang tetap
- Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan alat dan
catat suhu sampel
- Hitung nilai RPD, jika RPD > 5 %, lakukan pengukuran ketiga

Keterangan:
X1 = Nilai DHL pada pengukuran pertama
X2 = Nilai DHL pada pengukuran kedua

E. TOTAL SOLID

Prinsip Kerja
Pengujian Total Solid atau residu total dilakukan dengan cara menimbang
berat contoh yang telah dikeringkan pada suhu 103 – 105oC hingga diperoleh
bobot tetap.

Tujuan Praktikum : Mengetahui kadar total solid dalam larutan

Alat dan Bahan


1. Pinggan penguap yang terbuat dari porselen atau platina atau silica berkualitas
tinggi
2. Penangas air
3. Oven untuk pemanasan pada suhu 103 – 105oC
4. Desikator
5. Neraca analitik
6. Pipet volumetrik 25 ml
7. Penjepit

Cara Kerja
1. Timbang pinggan penguap kosong yang telah dipanaskan di oven
menggunakan neraca analitik
2. Kocok sampel air permukaan
3. Pipet 25 ml sampel air dan masukkan ke dalam pinggan penguap kosong
yang telah ditimbang
4. Panaskan dengan penangas air hingga kering, setelah kering lap bagian luar
pinggan penguap dengan alkohol
5. Masukkan pinggan penguap kedalam oven dan panaskan pada suhu 103 –
105oC selama 1 jam
6. Keluarkan pinggan penguap dan masukkan kedalam desikator selama 15
menit atau sampai dingin
7. Timbang pinggan penguap yang sudah dingin.

18
Perhitungan :

Keterangan:
A = Berat cawan berisi residu (mg)
B = Berat cawan kosong (mg)
1000 = konversi dari mL ke L

F. TOTAL DISSOLVED SOLID

Prinsip Kerja
Analisis Total Dissolved Solid atau residu terlarut dalam air permukaan
dilakukan dengan cara menimbang berat residu sampel yang lolos dari kertas
saring berpori < 0,45 µm dan telah dikeringkan pada suhu 103 – 105oC hingga
diperoleh bobot tetap.

Tujuan Praktikum : Mengetahui kadar Total Dissolved solid dalam larutan

Alat dan Bahan


1. Pinggan penguap yang terbuat dari porselen atau platina atau silica
berkualitas tinggi
2. Penangas air
3. Oven untuk pemanasan pada suhu 103 – 105oC
4. Desikator
5. Neraca analitik
6. Pipet volumetrik 25 ml
7. Cawan Goch atau alat penyaring lain yang dilengkapi pengisap atau
penekan
8. Kertas saring berpori 0,45 µm
9. Tempat khusus untuk menaruh kertas saring
10.Penjepit

Cara Kerja
1. Timbang pinggan penguap kosong yang telah di pansakan di oven
menggunakan neraca analitik
2. Kocok sampel air permukaan
3. Saring sampel air
4. Pipet 25 ml filtrat hasil penyaringan dan masukkan ke dalam pinggan
penguap kosong yang telah ditimbang
5. Panaskan dengan penangas air hingga kering, setelah kering lap bagian luar
pinggan dengan alkohol
6. Masukkan pinggan penguap ke dalam oven dan panaskan pada suhu 103 –
105oC selama 1 jam
7. Keluarkan pinggan penguap dan masukkan ke dalam desikator selama 15
menit atau sampai dingin
8. Timbang pinggan penguap yang sudah dingin.

19
Perhitungan

Keterangan:
A = Berat cawan berisi residu terlarut (mg)
B = Berat cawan kosong (mg)
1000 = Konversi dari mL ke L

DATA PENGAMATAN:

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Analisis Fisika Parameter Lingkungan

Sampel Parameter Bobot Bobot Volume Nilai satuan BML Keterangan


awal akhir sampel

Simpulan :

Pertanyaan:
1. Jelaskan hubungan antara kekeruhan dengan nilai TSS?
2. Jelaskan hubungan antara nilai DHL dengan nilai TDS?
3. Mengapa warna perlu kita ukur sebagai parameter lingkungan?

DAFTAR PUSTAKA

A. Tresna Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.


Alaerts, G dan Santika SS. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional
Asmadi dan Suharno. 2012. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.
Yogyakarta:Gosyen Publishing
Sugiharto. 2008. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

20
4. ANALISIS KIMIA AIR

Landasan Teori
A. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasamaan atau pH adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga merupakan
suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+.
Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai
pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ion
hidrogen dalam moles per liter. Air murni pada 24oC diukur berkenaan dengan
ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10 -7 moles per liter. Dengan
demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat basa, dan pH di
bawah 7 bersifat asam. Nilai pH air dapat diukur dengan Potensiometer, yang
mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion OH+, atau dengan bahan
celup penunjuk warna, misalnya metil orange atau fenolftlaein

pH = -log[H+]

Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral


Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam.
Jikanilai pH > 7, maka larutan bersifat basa.

Pengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan kertas pH atau


kertas indikator pH, agar lebih akurat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan pHmeter. Umumnya air di alam agak sedikit basa (pH < 7), air
sungai dan air tanah mempunyai pH berkisar dari 6 sampai 8,5. Adapun air yang
tercemar oleh limbah tambang, industri, dan mata air panas dapat menyebabkan
air bertambah asam dengan (pH < 5). Tinggi rendahnya pH pada air tidak
berpengaruh pada kesehatan, akan tetapi untuk air dengan (pH < 6) akan
menyebabkan korosi pada metal (misalnya pada pipa saluran air minum) yang
melarutkan logam timbal, tembaga, dan logam lainnya yang bersifat racun.
Demikian pula jika (pH > 8,5) dapat membentuk endapan pada pipa air atau
peralatan pabrik yang terbuat dari metal yang kemudian menghasilkan senyawa
yang bersifat racun.

Percobaan Pengukuran pH

Prinsip Kerja
Metode pengukuran pH didasarkan pada pengukuran aktivitas ion hidrogen
secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter atau
Multiparameter.

Tujuan Praktikum : Mengetahui pH dari suatu larutan

21
Alat dan Bahan
1. pH meter atau multiparameter
2. Larutan penyangga buffer pH 4, 7 dan 10
3. Pengaduk gelas/magnetik
4. Neraca analitik
5. Termometer
6. Kertas tissue
7. Akuades

Cara Kerja
1. Lakukan kalibrasi pada alat pH meter dengan menggunakan larutan
penyangga
2. Untuk sampel yang memiliki suhu tinggi, kondisikan sampel uji sampai
sama dengan suhu kamar
3. Bilas elektroda dengan akuades dan keringkan dengan tissue
4. Bilas elektroda dengan sampel
5. Celupkan elektroda ke dalam sampel sampai pH meter menunjukkan
pembacaan skala atau angka pada tampilan pH meter.

Data Pengamatan
Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Pengukuran pH

Sampel Nilai pH BML Keterangan

B. DISSOLVED OXYGEN (DO)

Tujuan Praktikum : Mengetahui kadar DO dalam larutan

Alat dan Bahan:


 Tabung Alkali
 Beker gelas 100 ml
 Gelas ukur
 Batang pengaduk
 Pipet tetes
 Stopwatch
 Aquadest
 Susu bubuk
 Ragi
 Metilen Biru

Cara Kerja:
1) Pengujian pada akuades
Masukkan 3 ml akuades ke dalam tabung alkali kemudian tambah 10 ml
Metilen Biru. Campurkan
 Jika berwarna biru : mengandung oksigen

22
 Jika nampak pucat : tidak terdapat oksigen
2) Ke dalam gelas piala 1 (POLUTAN) : Masukkan 20 ml akuades lalu
tambahkan satu sendok teh susu bubuk lalu aduk
3) Ke dalam gelas piala 2 (PENGURAI) : Masukkan 20 ml akuades lalu
tambahkan 1 sendok teh ragi bubuk. Aduk, diamkan 2 menit lalu aduk kembali
4) Buat kontrol:
 Tabung 1 : masukkan 5,5 ml akuades + 0,5 ml larutan polutan
 Tabung 2 : masukkan 3 ml akuades + 3 ml larutan polutan
 Tabung 3 : tanpa penambahan akuades + 6 ml larutan polutan
5) Pengujian :
a) Siapkan 3 buah tabung :
 Tabung 4 : masukkan 5,5 ml akuades + 0,5 ml larutan polutan
 Tabung 5 : masukkan 3 ml akuades + 3 ml larutan polutan
 Tabung 6 : tanpa penambahan akuades + 6 ml larutan polutan
b) Tambahkan 20 tetes methylen blue pada semua tabung, campurkan
c) Tambahkan 3 ml larutan pengurai pada tabung 4, 5 dan 6.
d) Amati perubahannya dan catat waktunya
e) Bandingkan dengan control seperti yang tertera pada Tabel 8.

DATA PENGAMATAN
Tabel 8. Perbandingan Uji dan Kontrol Percobaan DO

Percobaan :
Catat waktu dan perubahan yang terjadi pada Tabel 9 pengamatan.
Tabel 9. Data Pengamatan Percobaan DO

23
Simpulan :

Pertanyaan :

1. Jelaskan pengaruh penambahan yeast, metilen biru dan Susu terhadap kadar
DO?
2. Jelaskan perubahan kadar DO seiring dengan peningkatan waktu?
3. Jelaskan hubungan BOD dengan DO?
4. Jelaskan perbedaan dan persamaan penetapan kadar COD dan BOD?

C.Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD)

Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan sampel air limbah untuk pengujian
COD.

Dasar Teori
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena
bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator
perak sulfat, sehingga semua bahan organik, baik yang mudah terurai maupun
yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD menggambarkan
jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990).
Prinsip analisa COD yaitu sebagian zat organik melalui tes COD ini
dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Bahan
buangan organik akan dioksidasi oleh kalium dikromat menjadi gas CO 2 dan H2O
serta sejumlah ion krom (III). Kalium dikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan
mengikuti reaksi berikut ini:

CnHaObNc + dCr2O72- + (8d+c) H+ → nCO2 + H2O + 2dCr3+ + cNH4+

Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2 jam pada suhu
°
105 C menggunakan alat COD reaktor yang berfungsi agar zat organik volatil
tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO 4) sebagai
katalisator untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik
diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu
ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan klorida tersebut.

24
Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang
diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara
benar. Penambahan merkuri sulfat berfungsi untuk mengikat ion klorida menjadi
merkuri klorida mengikuti reaksi berikut ini:

Hg2+ (aq) + 2Cl- (aq) → HgCl2 (s)

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik


sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Apabila reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium dikromat yang
digunakan pada reaksi tersebut. Semakin banyak kalium dikromat yang dipakai
pada reaksi oksidasi, maka semakin banyak oksigen yang diperlukan. Hal ini
berarti bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan
organik.
Penetapan chemical oxygen demand (COD) digunakan untuk mengukur
banyaknya oksigen setara dengan bahan organik yang ada di dalam sampel air,
yang mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. COD merupakan
banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam
air, dihitung sebagai mg/L O2 (Tresna, 2000).
Besarnya nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikhromat K2Cr2O7, untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD merupakan suatu cara
untuk mengetahui jumlah bahan organik yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu
berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan (Fardiaz, 1995). Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen trelarut dalam air (Alaerts dan Santika, 1987). Air dengan kadar COD
yang tinggi dapat mengurangi tingkat oksigen terlarut sehingga mempengaruhi
kelangsungan hidup organisme akuatik.
Kadar COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/L, sedangkan pada perairan tercemar lebih dari 200 mg/L dan pada limbah
industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1991 dalam
Warlina, 2004). Penentuan kadar COD dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV-Vis. Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (COD)
menurut SNI 6989.2:2009 adalah senyawa organik dan anorganik, terutama
organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup
menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen
oksigen (O2 mgL-1) diukur secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 420 nm.

Bahan dan Alat


Bahan
 Serbuk K2Cr2O7
 FaS 0.02 N
 Ag2SO4
 H2SO4 pekat

25
 Indikator feroin
 Batu didih

Alat :
 COD reaktor
 Tabung sampel
 Perangkat Titrasi
 Erlenmeyer

Cara Kerja :
Sebanyak 2 mL larutan campuran kalium dikromat merkuri sulfat dipipet
dan dimasukkan ke dalam tabung bersama 2 ml sampel. Selanjutnya 2 mL larutan
campuran asam sulfat perak sulfat ditambahkan ke dalam sampel dan campuran
diaduk di dalam tabung, kemudian tabung ditutup. Ulangi cara tersebut terhadap 2
mL air suling untuk blangko. Selanjutnya dimasukkan ke dalam COD reaktor
pada suhu 150 ºC selama dua jam, lalu dipindahkan campuran dari tabung ke
dalam labu Erlenmeyer 100 mL dan tabung dibilas dengan 5 mL air suling. Tiga
tetes indikator feroin ditambahkan ke dalam sampel lalu dititrasi dengan larutan
fero amonium sulfat 0.02 N sampai terjadi perubahan warna oranye menjadi
merah coklat

Perhitungan :

COD (mg O2/L) = { (A – B) x N x 8000 } x p


Volume sampel
Keterangan
A = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi blanko
B = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi sampel
N = kenormalan larutan fero amonium sulfat
p = pengenceran sampel

Data Pengamatan :
Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Pengukuran COD

Sampel Volume Volume Volume Normalitas Nilai satuan BML


FAS FAS sampel FAS COD
blangko Sampel

26
D.Biological Oxygen Demand (BOD)

Tujuan Praktikum:
Menganalisis peran mikroorganisme dalam air

Dasar Teori :
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam
waktu tertentu pada suhu 20 oC. Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang
lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna. Dalam waktu 20 hari,
oksidasi mencapai 95-99 % sempurna dan dalam waktu 5 hari seperti yang umum
digunakan untuk mengukur BOD yang kesempurnaan oksidasinya mencapai 60–
70 %. Suhu 20 oC yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan
arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil yang
berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia
tergantung dari suhu.
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. BOD merupakan
parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan
organik pada air limbah. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara
biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987). Adanya bahan organik yang cukup
tinggi (ditunjukkan dengan nilai BOD dan COD) menyebabkan mikroba menjadi
aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi senyawa
asam-asam organik.
Peruraian ini terjadi disepanjang saluran secara aerob dan anaerob. Timbul
gas CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk (Djarwanti dkk, 2000). Uji BOD ini
tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang
sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.
Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan
bahan-bahan organik di dalamnya.
Salah satu variabel penentu yang menentukan kualitas air sehingga kita
dapat menggolongkannya ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan
kandungan bahan organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD.
Untuk golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40. Untuk
golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100. Untuk golongan
C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300. Adapun untuk golongan
D, nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600.
Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen tidak terkecuali organisme
yang hidup dalam air. Kehidupan akuatik seperti ikan mendapatkan oksigennya
dalam bentuk oksigen terlarut yang sebagian besar berasal dari atmosfer. Tanpa
adanya oksigen terlarut pada tingkat konsentrasi tertentu banyak jenis organisme
akuatik tidak akan ada dalam air. Banyak ikan akan mati dalam perairan tercemar
bukan diakibatkan oleh toksitasi zat pencemar langsung, tetapi karena kekurangan
oksigen sebagai akibat dari digunakannya gas tersebut pada proses
penguraian/penghancuran zat pencemar (Achmad, 2004). Di dalam lingkungan
bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak yang

27
membentuk organisme hidup dan senyawa-senyawa lainnya yang merupakan
sumber daya alam yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Secara
normal, bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal
mengandung N, S, P, dan Fe (Tresna, 2000).
Senyawa-senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah
dioksidasi secara biologis atau kimia menjadi senyawa stabil, antara lain menjadi
CO2 dan H2O. Proses inilah yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut
dalam perairan menurun dan hal ini menyebabkan permasalahan bagi kehidupan
akuatik. Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis
(KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan
(mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat
air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organis
adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik,
bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi
tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan
menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air. Pemeriksaan BOD
didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi
akan terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai
berikut :

CnHaObNc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O2 — a nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H2O + cNH3

Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50%
reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka
pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat
organis. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia
(KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat –
zat organis yang ada dalam 1 L sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat – zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan
melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
di dalam air.
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan
diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda
derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka
menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen
terlarut berarti beban pencemaran meningkat sehingga koagulan yang bekerja
untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan – polutan
dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah seperti yang tertera dalam Tabel 9.

28
Tabel 11. Makna Parameter DO, BOD dan COD

Metode Analisa BOD

Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (titrasi di


laboratorium). Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang
akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH-KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang
dibebaskan ini selanjutnyadititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena
adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2
hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100%
reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi
secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama
5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air
tersebut.
Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk
proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan
segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya
belum selesai.
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah
penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat,
diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler
digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian
dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam
penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali
iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator
amilum (Alaerts dan Santika, 1987).

29
1. Metoda Titrasi dengan Cara Winkler
Prinsip analisa BOD sama dengan penganalisaan Oksigen Terlarut salah
satunya adalah metode winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan
MnCl2 dan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan
menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan
juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :

MnCI2 + NaOH  Mn(OH)2 + 2 NaCI


2 Mn(OH)2 + O2  2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3  Na2S4O6 + 2 NaI

2. Metoda Elektrokimia
Metode Elektrokimia adalah menggunakan peralatan DO Meter. Untuk
menganalisa kadar BOD dengan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO
hari 0 dan selanjutnya menganalisa kadar DO hari ke 5. Selanjutnya kadar BOD
dapat dianalisa dengan mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen
terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan
oksigen terlarut dengan alat DO meter.
Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari
katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter,
probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara
keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi
permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :

Katoda : O2 + 2 H2O + 4e  4 HO-


Anoda : Pb + 2 HO-  PbO + H2O + 2e

Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis BOD


a. Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan
oksigen terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih analitis, teliti
dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu
diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,
standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti
prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Adapun cara DO meter, harus
diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan
kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan
pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih
dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

30
Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat
kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)
adalah dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amylum harus
dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus
iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa
semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan
karena I2 mudah menguap. Hal yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang
biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I 2, oksidasi
udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

Metoda Elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak lebih
akurat dibandingkan metode winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi
keseluruhan nilai oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini
adalah alat ini mudah digunakan dan hasil yang diperoleh relatif cepat.

Alat Dan Bahan


Alat :
 Botol Winkler 100 ml
 Pipet mohr 5 mL
 Piala gelas 400 dan 800 mL
 Buret
 Klem dan statif
 Erlenmeyer asah
 Labu semprot plastik
 Pipet tetes
 Wadah penampung sampel
 Inkubator
 Corong
 Kaca arloji
 Neraca digital
 Pengaduk
 Labu ukur 100 mL
 Gelas ukur
 Kertas saring
 Kertas penggganjal
 Bulb
 Alas titar dan pembaca buret

Bahan:
 Sampel air
 Air suling
 Larutan MnSO4
 Larutan Alkali Iodide Azida
 Larutan Na2S2O3 0,02 N
 Larutan H2SO4 4 N
 Indikator kanji

31
 Larutan KI 10%
 Larutan H2SO4 pekat

Cara Kerja
Penetapan Kadar BOD Metode Titrasi dengan Cara Winkler
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
2. Disiapkan sampel di dalam botol winkler pada hari ke nol
3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler
(dasar botol) lalu dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat
pelan – pelan,
4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan
larutan MnSO4,
5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu 10
menit
6. ditambahkan asam sulfat pekat 2 mL dari atas botol winkler, kemudian
botol ditutup dan dihomogenkan
7. campuran dituangkan dalam erlenmeyer asah,
8. Dititar dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga berwarna
kuning muda seulas,
9. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah
warna menjadi biru,
10. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga tidak
berwarna, dan
11. Pekerjaan dilakukan duplo.
12. Disiapkan sampel di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5
hari pada suhu 200C,
13. Lakukan hal yang sama seperti yang dikerjakan untuk sampel hasil ke nol

Rumus BOD (mg/L) tanpa Pengenceran = DO0-DO5

Blangko (jika ada pengenceran)


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
2. Disiapkan air suling yang sudah diaerasi dan diberi nutrisi (FeCl3, MgCl2,
CaCl2) di dalam botol winkler pada hari ke nol
3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler
(dasar botol) lalu dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat
pelan – pelan,
4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan
larutan MnSO4,
5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu
selama 10 menit
6. ditambahkan asam sulfat pekat 2 mL dari atas botol winkler, kemudian
botol ditutup dan dihomogenkan
7. campuran dituangkan dalam erlenmeyer asah
8. kemudian dituangkan ke dalam erlenmeyer asah ,

32
9. Dititar dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga berwarna
kuning muda seulas,
10. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah
warna menjadi biru,
11. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na2S2O3 0,02 N hingga tidak
berwarna, dan
12. Pekerjaan dilakukan duplo.
13. Disiapkan air suling yang sudah diaerasi dan diberi nutrisi (FeCl3, MgCl2,
CaCl2) di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5 hari pada
suhu 200C
14. Lakukan hal yang seperti untuk blangko hari ke nol

Keterangan
D0 sampel = nilai DO sampel pada hari ke 0
D5 sampel = nilai DO sampel pada hari ke 5
D0 blangko = nilai DO blangko pada hari ke 0
D5 blangko = nilai DO blangko pada hari ke 5
Vbotol = volume botol Winkler
4 mL = 2 mL MnSO4 + 2 mL Alkali Iodida Azida
a = Vp untuk D0 sampel
b = Vp untuk D5 sampel
c = Vp untuk D0 blangko
a = Vp untuk D5 blangko
Bst O2 =8

DATA PENGAMATAN :
Tabel 12. Data Hasil Pengamatan Pengukuran BOD

Sampel Volume Volume Volume Normalitas Normalitas Nilai BML


Na2S2O3 Na2S2O3 sampel Na2S2O3 hari Na2S2O3 hari BOD
DO hari DO hari ke nol kelima (ppm)
ke nol kelima

33
DAFTAR PUSTAKA :

A. Tresna Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.


Alaerts, G dan Santika SS. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional
Asmadi dan Suharno. 2012. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.
Yogyakarta:Gosyen Publishing
Sugiharto. 2008. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

34
5. ZAT BERBAHAYA DALAM LINGKUNGAN

Landasan Teori:
Senyawa organik dan senyawa anorganik yang terdapat dalam air dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya air, meskipun untuk keperluan
industri mungkin air tersebut belum dikatakan tercemar. Sampah dan buangan-
buangan kotoran dari rumah tangga, pertanian, dan pabrik/industri dapat
mengurangi kadar oksigen dalam air yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan
dalam air. Di bawah pengaruh bakteri anaerob senyawa orgnik akan terurai dan
menghasilkan gas-gas NH3 dan H2S dengan bau busuknya. Penguraian senyawa-
senyawa organik juga menghasilkan gas-gas beracun dan bakteri-bakteri patogen
yang akan mengganggu kesehatan air. Deterjen tidak dapat diuraikan oleh
organisme lain kecuali oleh ganggang hijau dan yang tidak sempat teruraikan ini
akan menimbulkan gangguan pencemaran air. Senyawa-senyawa organik seperti
pestisida, DDT, juga merupakan bahan pencemar lingkungan khususnya air. Sisa-
sisa penggunaan pestisida yang berlebihan akan terbawa aliran air pertanian dan
akan masuk ke dalam rantai makanan dan masuk dalam jaringan tubuh makhluk
hidup yang memakan makanan itu (Cahyadi, 2008).
Bahan pencemar lingkungan yang paling berbahaya adalah air raksa.
Senyawa-senyawa air raksa, berasal dari pabrik kertas, lampu merkuri. Karena
pengaruh bakteri anaerob garam anorganik Hg dengan adanya senyawa
hidrokarbon akan bereaksi membentuk senyawa dimetil merkuri, (CH 3)2Hg yang
larut dalam air tanah dan masuk dalam rantai makanan yang akhirnya dimakan
oleh manusia.
Energi panas juga dapat menjadi bahan pencemar lingkungan, misalnya
penggunaan air sebagai pendingin dalam proses di suatu industri atau yang
digunakan pada reaktor atom, menyebabkan air menjadi panas. Air yang menjadi
panas, selain mengurangi kelarutan oksigen dalam air juga dapat berpengaruh
langsung terhadap kehidupan dalam air.
Selain itu zat berbahaya dalam lingkungan lainnya adalah zat aditif yang
ditambahkan secara berlebihan ke dalam makanan dan minuman, misalnya zat
pengawet, pewarna, pemanis, dan zat pengemulsi. Apabila kadarnya melebihi dari
batas yang ditetapkan maka akan membahayakan kesehatan manusia.

Zat Aditif Pada Makanan dan Minuman

Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menentukan zat aditif yang ada pada bahan makanan dan
minuman

Landasan Teori :
Untuk mempertahankan hidupnya, manusia tidak lepas dari makanan. Guna
makanan untuk mendapatkan energi, memperbaiki sel-sel yang rusak,
pertumbuhan, menjaga suhu dan menjaga agar badan tidak terserang penyakit,
makanan yang bergizi merupakan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral dan air. Untuk maksud tersebut kita memerlukan zat
aditif. Zat aditif pada makanan adalah zat yang ditambahkan dan dicampurkan

35
dalam pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Jenis jenis zat aditif antara
lain pewarna, penyedap rasa, penambah aroma, pemanis, pengawet, pengemulsi
dan pemutih (Brackle, 1985).
Zat aditif pada makanan ada yang berasal dari alam dan ada yang buatan
(sintetik). Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek samping. Lain
halnya dengan zat aditif sintetik. Penggunaan zat aditif memiliki keuntungan
meningkatkan mutu makanan dan pengaruh negatif bahan tambahan pangan
terhadap kesehatan. Agar makanan dapat tersedia dalam bentuk yang lebih
menarik dengan rasa yang enak, rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka
perlu ditambahkan bahan makanan atau dikenal dengan nama lain ―food additive‖.
Penggunaan bahan makanan pangan tersebut di Indonesia telah ditetapkan
oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan
lain-lain disertai dengan batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU
Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya
erat kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk
melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut benar-
benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan. Namun demikian
penggunaan bahan tambahan makanan tersebut yang melebihi ambang batas yang
ditentukan ke dalam makanan atau produk-produk makanan dapat menimbulkan
efek samping.

Bahan pengawet
Pengawet adalah bahan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan
mikroorganisme. Zat pengawet dimaksudkan untuk memperlambat oksidasi yang
dapat merusak makanan. Ada dua jenis pengawet makanan yaitu alami dan
sintetik (buatan). Pengawet yang paling aman adalah bahan-bahan alam, misalnya
asam cuka (untuk acar), gula (untuk manisan), dan garam (untuk asinan
ikan/telur). Selain itu beberapa bahan alam misalnya saja penambahan air jeruk
atau air garam yang dapat digunakan untuk menghambat terjadinya proses reaksi
waktu coklat (browing reaction) pada buah apel.

Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin dalam sehari-hari merupakan
salah satu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menghasilkan flavour
atau cita rasa yang lebih enak dan lebih nyaman ke dalam masakan yang banyak
menimbulkan kontroversi karena sebagian masyarakat percaya bila
mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG sering menimbulkan gejala-
gejala alergi, di Cina dikenal dengan nama Chinise Restaurant Syndrome (CRS).
Dari hasil penelitian Dr. John Alney dari fakultas Kedokteran Universitas
Washington, St. Louis pada tahun 1969 menunjukkan bahwa penggunaan vetsin
dalam dosis yang tinggi (0,5 mg/kg berat badan setiap hari atau lebih) diberikan
sebagai makanan kepada bayi-bayi tikus putih menimbulkan kerusakan beberapa
sel syaraf di dalam bagian otak yang disebut Hypothalamus. Bagian otak inilah
yang bertanggung jawab menjadi pusat pengendalian selera makan, suhu dan
fungsi lainnya yang penting. Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan
mengkonsumsi MSG dalam jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata

36
ditemukan MSG dua kali lebih banyak dibanding dalam serum darah ibunya. Hal
ini berarti jabang bayi mendapat masukan MSG dua kali lebih besar.

Sakarin dan Siklamat


Sakarin dan siklamat merupakan bahan pemanis sintetik yang digunakan
untuk konsumen yang mengkonsumsi makanan berkadar kalori rendah dan
penderita diabetes melitus dengan kadar maksimum 300 mg/kg untuk sakarin dan
3 g/kg untuk siklamat. Sakarin dan siklamat diduga bersifat kartinogen karena
hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksilamina mempunyai sifat karsinogenik
kuat. Siklamat yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan enak rasanya
tanpa rasa pahit walaupun tidak berbahaya dan digunakan secara luas dalam
makanan dan minuman selama bertahun-tahun, keamanannya mulai diragukan
karena dilaporkan dari hasil penelitian pada tahun 1969 bahwa siklamat dapat
menyebabkan timbulnya kankaer kandung kemih pada tikus yang diberi ransum
siklamat. Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksilamina mempunyai sifat
karsinogenik. Tingkat peracunan siklamat melalui mulut pada tikus percobaan
yaitu LD50 (50% hewan percobaan mati) sebesar 12,0 g/kg berat badan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi yaitu
terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom (Tranggono, 1990).

Zat Antioksidan
BHA (butil hidroksianisol) dan BHT (butil hidroksi toluen) adalah zatanti-
oksidan yang dipergunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
laporan penelitian menunjukkan bahwa BHA pada kadar diet yang sangat tinggi
dapat menginduksi hiperplasia dan tumor dalam perut depan tikus. Pada hewan
lain yaitu babi, BHA menginduksi hiperhidrosis dan meningkatkan laju mitosis
pada esofagus. Penelitian lain melaporkan bahwa terjadi suatu peningkatan dalam
adenama hepatoseluler dan karsinoma. BHA dari penelitian-penelitian lain
menunjukkan memberikan hasil yang negatif. Oleh karena itu penggunaan BHA
dan BHT sebagai zat antioksidan masih diizinkan (Wirakartakusumah, 1986).

Tartrazin
Tartrazin adalah zat pewarna sintetik yang berwwarna kuning diketahui
dapat menginduksi reaksi alergi. Asam benzoat aalah zat pengawet dengan jumlah
maksimal penggunaannya 1 g/kg bahan. Berdasarkan bukti-bukti penelitian asam
benzoat menunjukkan toksisitas yang rendah terhadap manusia dan hewan.

Natrium Nitrit atau Sodium Nitrit


Natrium nitrit merupakan zat tambahan pangan yang digunakan sebagai
pengawet pada pengolahan daging. Natrium nitrit sangat penting dalam mencegah
pembusukan terutama untuk keperluan penyimpanan, transportasi dan ditribusi
produk-produk daging. Natrium nitrit juga berfungsi sebagai bahan pembentuk
faktor-faktor sensori yaitu warna, aroma, dan cita rasa. Oleh karena itu dalam
industri makanan kaleng penggunaan zat pengawet ini sangat penting karena
dapat menyebabkan warna daging olahannya menjadi merah atau pink dan
nampak segar sehingga produk olahan daging tersebut disukai oleh konsumen.

37
Praktikum :

Ambil beberapa produk makanan atau minuman yang mencantumkan komposisi


zat yang terkandung di dalamnya, lalu catat dan tentukan jenis zat aditifnya dan
dimasukan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Data Pengamatan Zat Aditif pada Makanan

Simpulan :

Pertanyaan :
1. Jelaskan bahaya zat aditif pada makanan?
2. Sebutkan zat aditif yang bukan peruntukan makanan ?

DAFTAR PUSTAKA :

Brackle K.A, Edwards R.A., Fleet G.H, Wooton M. Terjemahan:Purnomo H.


1985. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.

Cahyadi,W. 2008. Zat Tamzat Pangan‖ Analisis & Aspek Kesehatan. Edisi II.
Bumi Aksara. Bandung.

Tranggono, Sudarmadji S., dan Rahayu K. 1990. Zat Tambahan Zat Pangan.
Cetakan I, PAU Pangan dan Gizi UGM Yogyakarta.

Wirakartakusumah,M.A., dan Syarief, H.,1986. Penggunaan Zat Tambahan zat


Kimiawi. Dalam Risalah Seminar Zat Tambahan Zat Kimiawi (Food
Additives) Perhimpunana Ahli Tekonologi Pangan Indonesia. Gabungan
Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, PAU Pangan dan
Gizi IPB, Bogor-Jakarta.

38
6. PENCEMARAN TANAH

Landasan Teori
Pencemaran Tanah adalah keadaan ketika bahan kimia buatan manusia
masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi
karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial;
penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan
sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau
limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
kerusakan tanah untuk produksi bio massa: Tanah adalah salah atu komponen
lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan
organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan
menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akan tetapi apa yang
terjadi, akibat kegiatan manusia, menyebabkan banyak terjadi kerusakan tanah. Di
dalam PP No. 150 tahun disebutkan bahwa kerusakan tanah untuk produksi
biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku
kerusakan tanah. Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan
tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi: pencemaran air,
pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran suara. Untuk mengetahui
tanah maka harus diketahui sifat-sifat dari tanah, sifat tanah dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar yaitu sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan sifat biologi tanah.

1. Sifat Fisik Tanah


Kualitas tanah dapat dilihat secara sifat fisik dari tanah. Sifat fisik tanah
merupakan sifat tanah yang dilihat dari tektur, struktur, konsistensi tanah, warna
tanah, temperatur tanah. Untuk menetapkan tektur tanah dapat dilakukan secara
kualitatif dengan melihat langsung lapangan dan secara kuantitatif dengan
melakukan pemeriksaan di laboratorium. Sifat fisik tanah dapat dilihat dari :

a. Tekstur Tanah
Salah satu sifat fisik tanah adalah tekstur tanah, dimana tekstur
tanahtersusun dari tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah,
terutama perbandingan antarafraksi-fraksi lempung (clay) dan fraksi pasir (sand)
dan debu (dust). Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur,
yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya tekstur adalah
perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat.Tanah terdiri dari butir-butir tanah
berbagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm sampai lebih kecil
dari pedon disebut fragmen batuan (rock fragment) atau bahan kasar (kerikil
sampai batu). Bahan-bahan tanah yang lebih halus(< 2 mm) disebut fraksi tanah
halus (fine earth fraction) dan dapat dibedakan menjadi:

39
Pasir : 2 mm – 50µm

Debu : 50µm - 2µm


Liat : kurang dari 2µm

b. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan
mineral) dan bahan organik serta oksida, membentuk agregat sekunder. Struktur
tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah.

c. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah, atau
daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Konsistensi tanah sangat
dipengaruhi oleh kandungan air tanah (basah, lembab, kering). Untuk mengetahui
secara fisik di lapangan cukup dilakukan dengan memijit-mijit tanah basah,
lembab atau kering dengan menggunakan jari-jari tangan.
d. Warna Tanah
Warna merupakan salah satu ciri tanah yang jelas dan paling menonjol
sehingga mudah terlihat dan lebih sering digunakan dalam memberikan gambaran
tanah dari pada ciri tanah lain. Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat
tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam
tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya oleh
perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik,
warna tanah semakin gelap. Di lapisan bawah dengan kandungan bahan organik
umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya
senyawa Fe yang didapat. Di daerah berdrainase buruk yaitu daerah yang selalu
tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam
keadaan reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak
pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe 3+) misalnya dalam
senyawa Fe2O3 (Hematit) yang berwarna merah atau Fe2O3.3H2O (limonit) yang
berwarna kuning cokelat. Bila tanah kadang-kadang basah dan kadang-kadang
kering maka disamping waran abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula
becak-becak karatan merah atau kuning yaitu ditempat-tempat dengan udara dapat
masuk sehingga terjadi oksidasi besi di tempat tersebut. Beberapa jenis mineral
seperti kuarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.

e. Suhu
Suhu tanah juga menentukan kualitas tanah tersebut. Suhu tanah merupakan
salah satu sifat fisik tanah yang mempengaruhi proses-proses yang terjadi didalam
tanah seperti pelapukan, penguraian bahan tanah, reaksi-reaksi kimia dan lain-lain
dan dapat mempengaruhi langsung pada pertumbuhan tanaman melalui percobaan
kelembaban tanah, aerasi, aktivitas mikroba, ketersediaan unsur hara tanaman, dan
lain-lain.

40
2. Sifat Kimia Tanah
Sifat Kimia tanah menggambarkan karakteristik bahan kimia tanah dalam
lingkungannya yang sangat penting untuk memprediksi fungsi tanah dari sudut
pandang kelarutan dan ketersediaan unsur dalam tanah. Sifat kimia tanah dapat
dilihat dari:

a. Derajat Keasaman (pH)


Reaksi yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin
masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula
ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah-
tanah asam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH, sedangkan pada tanah alkalis
kandungan OH lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH-,
maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7.

b. C-Organik
Bahan organik merupakan unsur yang berperan dalam meningkatkan
kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Bahan organik tanah sangat
menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah.
Kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan
tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak
menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu
pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.

c. Fosfor
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan
mineral-mineral didalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada
pH sekitar 6-7. Di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan
fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas
yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik
kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Jika kekurangan
fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.

d. Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+.
Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang
disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya.

e. Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun litosfer yaitu 2,75% yang berperan
penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman
terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena
tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika Kapasitas Tukar
Kation (KTK) atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na,

41
yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam
larut yang ada.

f. N-Total
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro esensial, menyusun
sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Sumber primer N berasal dari atmosfer dan lainnya berasal dari aktifitas didalam
tanah sebagai sumber sekunder. Kandungan N total umumnya berkisar antara
2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya
kurang 3 % dari jumlah tersebut. Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan
klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain. Nitrogen terdapat di
dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik
meliputi NH4+, NO3-, NO2-, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini
terutama dalam bentuk NO3-, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah
NH4+, dan urea (NH₂)₂CO.dalam bentuk NO3-.

g. Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
Magnesium dan Belerang. Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan
pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu
keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas
beberapa enzim.

h. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa unsur hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan
warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum
waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium.

i. Kapasitas Tukar Kation (KTK)


Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir.

j. Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa dan pH terdapat hubungan yang positif. Kejenuhan basa
adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas
tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis.
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan
sesuatu tanah. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan
sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa <
50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan

42
membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan
kejenuhan basa 50%.

3. Sifat Biologi Tanah


Tanah yang sehat akan banyak mikroorganisme yang beraktifitas dana hidup
di dalam tanah, namun bila tanah tidak sehat maka banyak mikroorganisme yang
mati. Biologi tanah merupakan studi tentang biota (organisme) yang hidup dan
beraktivitas di dalam tanah, yang melalui aktivitas metaboliknya, peranannya
dalam aliran energi dan siklus hara berkaitanerat dengan produksi bahan organik
primer (tanaman). Sifat biologi tanah dapat dilihat dari :

a. Total Mikroorganisme Tanah


Jumlah total mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah digunakan
sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa mempertimbangkan hal-
hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang
tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup
ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup,
kondisi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah
tersebut.

b. Jumlah Fungi Tanah


Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil
sehingga mereka menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan
organik. Fungi dibedakan dalam tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur.
Kapang dan jamur mempunyai arti penting bagi pertanian.

c. Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat


Bakteri pelarut fosfat pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar
perakaran yang jumlahnya berkisar 103 – 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat
menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat
melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan. Fungsi bakteri
tanah yaitu turut serta dalam semua perubahan bahan organik, memegang
monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu nitrifikasi dan pelarut fosfat. Jumlah
bakteri dalam tanah bervariasi karena perkembangan mereka sangat bergantung
dari keadaan tanah. Pada umumnya jumlah terbanyak dijumpai di lapisan atas.
Jumlah yang biasa dijumpai dalam tanah berkisar antara 3 – 4 miliar tiap gram
tanah kering dan berubah dengan musim.

d. Cacing Tanah
Cacing Tanah merupakan makrofauna tanah yang berperan penting sebagai
penyelaras dan keberlangsungan ekosistem yang sehat, baik bagi biota tanah
lainnya maupun bagi hewan dan manusia. Secara umum peran cacing tanah telah
terbukti sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah
terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti
ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral,struktur, aerasi,

43
formasi agregat drainase, dan lain-lain sehingga mampu meningkatkan
produktivitas tanah.

4. Baku Mutu Tanah


Baku mutu tanah (soil quality standard) belum tersedia karena sulit untuk
didefinisikan dan dikuantitatifkan serta dikonsumsi langsung oleh manusia dan
hewan. Akibatnya di Indonesia, pemantauan dan pemulihan mutu lingkungan
tidak terlaksana secara terpadu karena hanya ada baku mutu udara dan air.
Masalah utama yang dihadapi dalam menentukan mutu tanah adalah tanah
mempunyai banyak fungsi sehingga kalau baku mutu tanah ditetapkan hanya
berdasarkan suatu fungsi dapat bertentangan dengan fungsi yang lain.
Pusat Penelitian Tanah dari Departemen Pertanian (1983) telah mengajukan
kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan sifat umum tanah yang didapat
secara empiris. Kriteria penilaian sifat kimia tanah tersebut disajikan pada gambar
Tabel 14 berikut:
Tabel 14. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

44
5. Ciri-ciri Tanah Subur
Kesuburan tanah dapat berubah ubah tergantung dari faktor faktor yang
mempengaruhinya seperti penghanyutan lapisan tanah atau erosi tanah,
penyerapan salah satu unsur hara oleh satu jenis tanaman, penguapan elemen hara
seperti nitrogen ke atmosfer yang akan menyebabkan kesuburan tanah menurun.
Tindakan intervensi manusia seperti pemberian pupuk organik, melakukan rotasi
tanaman membuat drainase dan tindakan lainnya juga dapat memberikan dampak
positif bagi tanah. Tanah yang subur merupakan impian semua manusia, tidak ada
seorang pun menghendaki tanah tempat bercocok tanam menjadi tidak subur,
untuk itu diperlukan pengetahuan untuk mengenal ciri ciri tanah subur yang
penjelasannya sebagai berikut.

a. Memiliki Lapisan Humus Tebal


Suatu tanah yang subur dapat diketahui dengan melihat ketebalan bunga
tanah atau humus. Semakin tebal maka menandakan tanah tersebut kaya dengan
bahan organik dan unsur hara sehingga tanaman dapat menyerap zat hara tersebut
sebagai bahan baku untuk melakukan proses fotosintesis. Ketersediaan humus
juga sebagai tanda bahwa sistem drainase lahan sekitar yang baik. Humus yang
tebal akan meningkatkan daya hisap tanah terhadap air, hal ini disebabkan struktur
lapisan humus berongga sehingga memungkinkan air untuk masuk lebih banyak.

b. Memiliki pH yang Netral


Tanah yang baik haruslah memiliki tingkat keasaman yang seimbang, perlu
diketahui pH normal tanah berada pada kisaran 6 hingga 8 atau pada kondisi
terbaik memiliki pH 6.5 hingga 7.5. Tanah dengan tingkat pH yang netral
memungkinkan untuk tersedianya berbagai unsur kimiawi tanah yang seimbang.
Itulah kenapa pada kondisi tanah yang terlalu asam perlu dilakukan proses
pengapuran yang tujuannya yaitu untuk mengembalikan pH tanah ke kondisi
netral. Begitu juga ketikatanah bersifat terlalu basa (>pH 8) perlu diberikan Sulfur
atau belerang yang terkandung pada pupuk ZA (Amonium Sulfat). Dengan pH
yang netral, tumbuhan akan lebih mudah menyerap ion-ion unsur hara dan
menjaga perkembangan mikroorganisme tanah.

c. Memiliki Tekstur Lempung


Tanah yang subur akan berstruktur lempung yang berfungsi untuk mengikat
berbagai mineral sehingga tidak mudah hanyut terbawa air. Namun kadar
lempung haruslah normal dan biasanya terletak pada lapisan tanah tengah. Selain
itu juga memiliki kandungan pasir yang mencukupi, manfaatnya supaya
memungkinkan terjadinya drainase dan air dapat terserap ke dalam tanah dengan
baik.

d. Kaya Dengan Biota Tanah


Kehadiran sejumlah makhluk hidup berukuran kecil penghuni tanah sebagai
tanda bahwa di dalam tanah tersebut tersedia berbagai bahan organik yang juga
dibutuhkan mikroorganisme untuk menunjang hidupnya. Jadi mikrofauna dan
mikroflora berperan sebagai indikator kesuburan tanah.

45
e. Dapat Ditumbuhi Berbagai Macam Tanaman
Salah satu tanda atau ciri suatu tanah dikatakan subur dengan
memperhatikan vegetasi yang tumbuh diatasnya. Semakin banyak dan beragam
jenis tanaman yang tumbuh maka semakin baik kualitas tanah tersebut. Ibaratnya
seperti jika banyak gula maka akan semakin banyak semut, begitulah
perumpamaan untuk mempermudah pemahaman mengenai hubungan antara
kesuburan tanah dengan vegetasi.

Percobaan I
Pengukuran pH Tanah menggunakan pH Indikator Universal

Tujuan
Untuk mengetahui kualitas pH tanah

Alat dan Bahan


1. Alat
Kertas pH Indikator Universal, gelas, sendok teh.

2. Bahan
Sampel tanah, air destilasi (air bening)

Cara Kerja
1. Ambil sedikit sampel tanah dari 5 titik yang berbeda, yaitu 4 titik pada ujung
lahan dan 1 titik di tengah-tengah lahan
2. Semua sampel tanah dijadikan satu dalam wadah dan dibasahi dengan air
dengan perbandingan 1:1, kemudian diaduk hingga tercampur merata

3. Biarkan beberapa menit hingga campuran air dan tanah tadi terpisah (tanah
mengendap)

4. Celupkan ujung kertas pH Indikator Universal pada air selama 1 menit dan
jangan sampai menyentuh tanah

5. Segera angkat jika warna kertas pH Indikator Universal ini stabil.


6. Cocokkan warna dan skala kertas pH Indikator Universal tersebut dengan skala
7. Lihat warna tersebut pada skala berapa
8. Bandingkan dengan kriteria penilaian sifat kimia dan fiska tanah

46
DATA HASIL PENGAMATAN :

Tabel 15. Data Pengamatan pH Tanah

Lokasi Warna Tekstur Skala pH Keterangan


Tanah Tanah

Kesimpulan :

Pertanyaan :
1. Jelaskan hubungan antara lokasi sampling dengan pH tanah yang didapat ?
2. Jelaskan pengaruh warna dan tekstur tanah dengan pH tanah?

DAFTAR PUSTAKA
Pawhestri, S.W, dan Ermiyuli, L. 2021. Modul Praktikum Pencemaran Tanah.
Pendidikan Biologi Fakultas Terbiyah Dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung
Departemen Pertanian, 1993. Pemilihan Indikator Baku Mutu Tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

47
7. PENCEMARAN AIR

Landasan Teori
Air terdapat di mana-mana, sekitar 97 % air di bumi kita ini terdapat di
laut/lautan yang sudah tercampur dengan bermacam-macam garam sebagai
pencemar, 1,3 % berupa air tawar/segar (antara lain es yang berada di kutub), air
permukaan tanah (air sungai, air danau, air selokan, air payau), air tanah (air
sumur, air artetis, kantung-kantung air dalam tanah), air di atmosfer (kabut,
awan). Air tersebut kondisinya belum tentu bersih, melainkan sudah tercampur
dengan bermacam-macam kotoran bergantung pada daerah tempat sumber air itu
berada dan pada daerah yang dilaluinya.

1. Sumber dan Macam Bahan Pencemar Air


Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau
kondisi (misal : Panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah
ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu
sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan
pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu,
Sebagai contoh suatu sumber air yang mengandung logam berat atau mengandung
bakteri penyakit masih dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai
pembangkit tenaga listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan
rumah tangga (keperluan air minum, memasak, mandi dan mencuci).

Sumber penyebab terjadinya Pencemaran Air


Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain apabila air
terkontaminasi dengan bahan pencemar air seperti sampah rumah tangga, sampah
lembah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah
rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat hasil kebakaran
hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat
yang dilaluinya.
Bahan Pencemar air
Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan menjadi:

a) Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen


yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri
makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan),
kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati.
Untuk proses penguraian sampah-sampah tersebut memerlukan banyak oksigen,
sehingga apabila sampah-sampah tersbut terdapat dalam air, maka perairan
(sumber air) tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam
air akan mati kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang
mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H 2S yang berbau
busuk, sehingga air tidak layak untuk diminum atau untuk mandi.
C, H, S, N, + O2 CO2 (g)+ H2O(l) + H2S(g) + NO + NO2(g)
Senyawa organik

48
b) Bahan Pencemar Penyebab Terjadinya Penyakit,
Yaitu bahan pencemar yang mengandung virus dan bakteri misal bakteri
coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (disentri, kolera, diare,
types) atau penyakit kulit. Bahan pencemar ini berasal dari limbah rumah tangga,
limbah rumah sakit atau dari kotoran hewan/manusia. c) Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan
pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya
melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti ginjal,
hati, limpa saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh
tersebut. d) Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer
seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak. Bahan
pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan
menggunung dimana-mana dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan
makhluk hidup.

c) Bahan Pencemar Berupa Makanan Tumbuh-Tumbuhan


Seperti senyawa nitrat, senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga
(ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu akan
mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena
kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini disebabkan oksigen dan sinar
matahari yang diperlukan organisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan
tidak dapat masuk ke dalam air.

d) Bahan Pencemar Berupa Zat Radioaktif,


Bahan pencemar ini dapat menyebabkan penyakit kanker, merusak sel dan
jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari
percobaan-percobaan nuklir lainnya.

e) Bahan Pencemar Berupa Endapan/Sedimen Seperti Tanah Dan lumpur


Tanah dan lumpur akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat
padat/lahar yang disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, menyebabkan air
menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang mampu
mengasimilasi sampah.

f) Bahan Pencemar Berupa Kondisi (Misalnya Panas),


Berasal dari limbah pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang
menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan
suhu air meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan
tanaman dalam air). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan terurai
menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa organik ini
memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam air.

2. Pengaruh Pencemaran Air terhadap Kehidupan Akuatik, Hewan dan


Tumbuh-tumbuhan Darat dan Tubuh Manusia
Pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan akuatik Bahan macam
makhluk yang hidup dalam air antara lain bermacam-macam ikan, buaya, penyu,

49
katak, mikroorganisme, ganggang, tanaman air dan lumut. Kesemuanya termasuk
dalam kehidupan akuatik. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar,
maka siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik
akan terganggu pula. Misal organisme yang kecil/lemah seperti plankton banyak
yang mati karena banyak keracunan bahan tercemar, ikan-ikan kecil pemakan
plankton banyak yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikan-ikan
yang lebih besar pemakan ikan-ikan kecil bila kekurangan makanan akan mati.

Kehidupan akuatik dapat pula terganggu karena:


a) Perairan kekurangan kadar oksigen atau sinar matahari yang disebabkan air
menjadi keruh oleh pencemaran tanah/lumpur.
b) Permukaan perairan tertutup oleh lapisan bahan pencemar minyak atau busa
deterjen, sehingga sinar matahari dan oksigen yang diperlukan untuk
kehidupan akuatik tidak dapat menembus permukaan air masuk ke dalam air.
c) Berkurang/habisnya kadar oksigen dalam proses pengairan bahan pencemar
senyawa organik.
d) Permukaan air tertutup oleh tanaman air seperti enceng gondok sebagai bahan
pencemar yang tumbuh subur oleh adanya bahan pencemar berupa makanan
penyubur tanaman seperti senyawasenyawa fosfat, nitrat.
e) Peningkatan suhu air karena adanya bahan pencemar panas dari industri-
industri yang menggunakan air sebagai pendingin, atau sebagai air bangunan
dari pembangkit tenaga listrik.

3. Pengaruh Pencemaran Air Terhadap Hewan, Tumbuh-Tumbuhan Dan


Tubuh Manusia
Diantara sekian banyak bahan pencemar air ada yang beracun dan
berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Telah anda pelajari bahwa bahan
pencemar air antara lain ada yang berupa logam-logam berat seperti arsen (As),
kadmium (Cd), berilium (Be), Boron (B), tembaga (Cu), fluor (F), timbal (Pb), air
raksa (Hg), selenium (Se), seng (Zn), ada yang berupa oksida-oksida karbon (CO
dan CO2), oksida-oksida nitrogen (NO dan NO2 ), oksida-oksida belerang (SO2
dan SO3), H2S, asam sianida (HCN), senyawa/ion klorida, partikulat padat seperti
asbes, tanah/lumpur, senyawa hidrokarbon seperti metana, dan heksana. Bahan-
bahan pencemar ini terdapat dalam air, ada yang berupa larutan ada pula yang
berupa partikulat-partikulat, yang masuk melalui bahan makanan yang terbawa ke
dalam pencernaan atau melalui kulit. Bahan pencemar unsur-unsur di atas terdapat
dalam air di alam ataupun dalam air limbah. Walaupun unsur-unsur diatas dalam
jumlah kecil esensial/diperlukan dalam makanan hewan maupun
tumbuhtumbuhan, akan tetapi apabila jumlahnya banyak akan bersifat racun,
contoh tembaga (Cu), seng (Zn) dan selenium (Se) dan molibdium esensial untuk
tanaman tetapi bersifat racun untuk hewan. Air merupakan kebutuhan primer bagi
kehidupan di muka bumi terutama bagi manusia. Oleh karena itu apabila air yang
akan digunakan mengandung bahan pencemar akan mengganggu kesehatan
manusia, menyebabkan keracunan bahkan sangat berbahaya karena

50
dapatmenyebabkan kematian apabila bahan pencemar itu tersebut menumpuk
dalam jaringan tubuh manusia. Bahan pencemar yang menumpuk dalam jaringan
organ tubuh dapat meracuni organ tubuh tersebut, sehingga organ tubuh tidak
dapat berfungsi lagi dan dapat menyebabkan kesehatan terganggu bahkan dapat
sampai meninggal.
Selain bahan pencemar air seperti tersebut di atas ada juga bahan pencemar
berupa bibit penyakit (bakteri/virus) misalnya bakteri coli, disentri, kolera, typhus,
para typhus, lever, diare dan bermacam-macam penyakit kulit. Bahan pencemar
ini terbawa air permukaan seperti air sungai dari buangan air rumah tangga, air
buangan rumah sakit, yang membawa kotoran manusia atau kotoran hewan.

4. Penanggulangan Terhadap Terjadinya Pencemaran Air Dan Pengolahan


Limbah Penanggulangan Terjadinya Pencemaran Air
Untuk mencegah agar tidak terjadi pencemaran air, dalam aktivitas kita
dalam memenuhi kebutuhan hidup hendaknya tidak menambah terjadinya bahan
pencemar antara lain tidak membuang sampah rumah tangga, sampah rumah
sakit, sampah/limbah industry secara sembarangan, tidak membuang ke dalam air
sungai, danau ataupun ke dalam selokan. Tidak menggunakan pupuk dan
pestisida secara berlebihan, karena sisa pupuk dan pestisida akan mencemari air
di lingkungan tanah pertanian. Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena
senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok
yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Pencemaran air yang telah terjadi secara alami misalnya adanya jumlah
logam-logam berat yang masuk dan menumpuk dalam tubuh manusia, logam
berat ini dapat meracuni organ tubuh melalui pencernaan karena tubuh memakan
tumbuh-tumbuhan yang mengandung logam berat meskipun diperlukan dalam
jumlah kecil. Penumpukan logam-logam berat ini terjadi dalam tumbuh-tumbuhan
karena terkontaminasi oleh limbah industri. Untuk menanggulangi agar tidak
terjadi penumpukan logam-logam berat, maka limbah industri hendaknya
dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan.
Deterjen dan bahan aditif yang ada dalam deterjen dapat menyebabkan
masalah lingkungan. Apa yang terjadi bila deterjen dalam jumlah relatif besar
berada di lingkungan? Pelajarilah hal ini melalui kegiatan berikut. Kegiatan #6.
Efek deterjen pada pertumbuhan kacang-kacangan. Dalam kegiatan ini anda akan
mengamati dan mempelajari efek larutan deterjen pada pertumbuhan kacang-
kacangan.

Percobaan Pengaruh Detergen Pada Lingkungan


Tujuan Praktikum:
Menganalisis hubungan antara konsentrasi larutan detergen dengan pertumbuhan
biji kacang hijau.

Prinsip Kerja :
Baik sabun maupun deterjen adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih.
Namun, lebih banyak pengguna deterjen dari pada sabun. Beberapa alasan
mengapa ibu rumah tangga lebih menyukai deterjen dari pada sabun adalah:

51
1) Sabun lebih sukar membuih dibandingkan deterjen.
2) Sabun menyebabkan scum bila digunakan untuk mencuci menggunakan air
sadah. Ion Ca2+ dan Mg2+ dalam air sadah bereaksi dengan molekul sabun dan
membentuk endapan yang tak larut atau scum. Kadang-kadang scum
mengambang atau menempel di dinding ember sehingga air nampak kotor.

2CH3(CH2)17COO-Na+ + Ca2+ → [CH3(CH2)17COO-Na+]2Ca2+ + 2Na+


sabun ion Ca scum
(natrium stearat) (dari air sadah) (kalsium stearat)

3) Asam yang berasal dari perspiration yang menempel pada pakaian bereaksi
dengan sabun membentuk asam lain yang sukar larut dalam air dan dapat
mengurangi daya pembersih dari sabun.

2CH3(CH2)17COO-Na+ + H+ → [CH3(CH2)17COO-Na+]2H+ + Na+


Sabun ion H asam baru
(natrium stearat) (dari asam) (asam stearat)

Deterjen dan bahan aditif yang ada dalam deterjen dapat menyebabkan masalah
lingkungan. Apa yang terjadi bila deterjen dalam jumlah relatif besar berada di
lingkungan?

Alat dan Bahan:


 Biji kacang hijau
 Detergen
 Aquades
 cawan petri
 bekergelas 250 ml
 gelas ukur 100 ml

Cara Kerja:
1. Buatlah 2 larutan detergen yaitu:
 Larutan A : 1 mL atau 0,36 gr detergen ke dalam 99 mL aquadest (larutan
detergen 1%)
 Larutan B : 5 ml atau 1.8 gr detergen ke dalam 95 ml aquadest (Larutan
detergen 5%)
2. Siapkan 3 cawan petri:
 Cawan 1 : masukkan 10 ml aquadest
 Cawan 2 : masukkan 10 ml larutan detergen 1%
 Cawan 3 : masukkan 10 ml larutan detergen 5%
3. Masukkan 10 biji kacang hijau pada masing – masimh cawan. Aturlah sehingga
biji kacang hijau tidak berdekatan. Tutup dan simpan
4. Amati perubahan pada biji kacang hijau setiap hari selama 3 hari. Catat juga
jumlah biji yang mengalami perubahan setiap harinya.

5. Catat perubahan pada biji kacang hijau dan isikan pada Tabel 16 pengamatan
percobaan pengaruh deterjen.

52
Data Pengamatan :
Tabel 16. Data Pengamatan Biji Kacang Hijau dalam Percobaan Deterjen

Pengamatan Biji Perendaman Biji Perendaman Biji Perendaman Biji


Kacang Hijau Kacang Hijau Kacang Hijau Kacang Hijau
dalam Larutan dalam Larutan dalam Larutan
Aquades Deterjen 1% Deterjen 5%
Hari ke 0

Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

Kesimpulan

Pertanyaan:
1. Jelaskan pengaruh adanya deterjen terhadap perubahan pertumbuhan biji
kecambah
2. Jelaskan pengaruh kadar deterjen terhadap perubahan pertumbuhan biji
kecambah

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi.
A.S. Wasilah, dkk, 2002. Kimia Lingkungan, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Bailey, RA. Et al. 1978. Chemical of The Environmet, Academic Press, Newyork.
Jonathan Turk & Amos Turk, 1984.Environmental Science‖, third edition.
Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan, Jakarta: Djambata

53
8. PROSES PENGOLAHAN AIR SECARA FISIKA

Landasan Teori
Unit pengolahan air limbah pada umumnya bertujuan untuk menghilangkan
kandungan padatan tersuspensi, koloid, dan bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut. Pengolahan artifisial sangat efektif untuk mengurangi
jumlah zat-zat yang berbahaya bagi ekologi dalam badan air penerima, antara lain
zat-zat yang mengendap.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan
polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan
air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3
metode pengolahan:
1. Pengolahan secara fisika
2. Pengolahan secara kimia
3. Pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut
dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi

1. Pengolahan Secara Fisika


Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air
buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang
mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Proses
flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung
seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya.
Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan
memberikan aliran udara ke atas (air flotation). Proses filtrasi di dalam
pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi
atau proses reverseosmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak
mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses
adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan
senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya,
terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit
pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan
kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan
dengan menggunakan screen, sieves, dan filter; pemisahan dengan memanfaatkan
gaya gravitasi (sedimentasi atau oil/water separator); serta flotasi, adsorbsi, dan
stripping seperti yang terdapat pada Gambar 3.

54
Gambar 3. Skema Pengolahan Air secara Fisika

Pemisahan padatan-padatan dari cairan atau air limbah merupakan


tahapan pengolahan yang sangat penting untuk mengurangi beban dan
mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat serta mengurangi risiko rusaknya
peralatan akibat adanya kebuntuan (clogging) pada pipa, valve, dan pompa. Proses
ini juga mengurangi abrasivitas cairan terhadap pompa dan alat ukur, yang dapat
berpengaruh secara langsung terhadap biaya operasi dan perawatan peralatan. Ada
dua prinsip utama yang dapat diterapkan dalam pemisahan padatan, yaitu;

a. Screening
Screening biasanya merupakan tahap awal proses pengolahan air limbah.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan
sebagainya. ―Screen‖ terdiri dari atas batangan-batangan besi yang berbentuk
lurus atau melengkung dan biasanya dipasang dengan tingkat kemiringan 75 o– 90o
terhadap horizontal.
Efektivitas proses tergantung pada jarak antarbar. Pada screen halus jarak
antarbar berkisar antara 5 mm – 15 mm, medium screen 15 mm – 50 mm, dan
screen kasar lebih dari 50 mm.
Pembersihan screen dapat dilakukan secara manual (menggunakan garpu
tangan) atau dengan menggunakan alat pembersih mekanis yang dilengkapi
dengan motor elektrik. Bar screen mekanik otomatis sering kali dilindungi dengan
pre-screening, yang dipasang pada jarak 100 mm dari sistem by pass untuk
mengatasi kemungkinan tidak beroperasinya screen utama. Macam-macam
screening yaitu:
 Bar Screen dengan Pembersihan Manual
 Curved Screen
 Straight Screen Otomatis
 Basket Screen
 Screening Press
 Compact Screen dengan Kombinasi Screening Press

b. Grit Chamber

55
Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel –
partikel lain yang dapat mengendap didalam saluran dan pipa-pipa serta untuk
melindungi pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan
overloading. Grit removal digunakan untuk mengambil padatan-padatan yang
memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 0,2 mm.
Macam - macam grit yaitu:
 Grit Removal Sederhana
 Circular Grit Removal
 Aerated Grit Chamber

c. Sieves atau Strainer


Berbeda dengan screen yang menggunakan bar, Sieve menggunakan
anyaman kawat logam atau plastik, ataupun pelat berlubang (perforated plate).
Ukuran bukaan biasanya berkisar antara 0,02 mm atau lebih kecil. Peralatan ini
biasa digunakan untuk mengembalikan bahan-bahan yang masih bermanfaat.
Macam – macam jenis strainer, yaitu:
 Curved Strainer
 Rotary Strainer
 Spiral Sieves
 Band Strainer

d. Ekualisasi
Ekualisasi laju air digunakan untuk menangani variasi laju alir dan
memperbaiki performance proses – proses selanjutnya. Disamping itu, ekualisasi
juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya. Pada dasarnya ekualisasi
dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah sehingga dapat masuk ke dalam air
IPAL secara konstan.
Secara ringkas, hal-hal penting dalam proses ekualisasi adalah sebagai
berikut:
a. Lokasi ekualisasi tergantung pada jenis pengolahan dan karakteristik air
limbah, biasanya sebelum bak pengendapan awal dan aerasi.
b. Dalam pelaksanaan ekualisasi dibutuhkan pengadukan untuk mencegah
pengendapan dan aerasi untuk menghilangkan bau.
c. Ekualisasi biasanya dilaksanakan bersamaan dengan netralisasi.

i. Sedimentasi
Beberapa hal mengenai sedimentasi primer yang penting untuk
diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Sedimentasi bertujuan untuk memisahkan padatan – padatan
b. Proses ini mengurangi beban air limbah sebesar 50% - 70% SS dan 30% -
40% BOD5 (typically)
c. Sedimentasi dapat dilakukan dengan ataupun tanpa bahan kimia
d. Jenis – jenis sedimentasi antara lain horizontal flow, solid contact, atau
inclined surface
e. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam sedimentasi adalah
overflow rate, detention time, weir loading rate, bentuk dari sedimen bak,
struktur air masuk dan air keluar, serta sistem pengambilan lumpur

56
Percobaan
A.Pengolahan air limbah deterjen secara Fisika dengan metode Filtrasi

Tujuan

Mengetahui prinsip pengolahan air limbah deterjen secara fisika

Alat dan Bahan


1. Pasir
2. Serbuk Kapur
3. Kapas
4. Corong
5. Air detergen
6. Beker gelas
7. Gelas Ukur

Cara Kerja
1. Isilah corong dengan kapas, serbuk kapur dan pasir
2. Buatlah larutan detergen dan amati warna dan kekeruhan larutan
tersebut
3. Tuang 10 ml larutan detergen kedalam corong, tampung filtratnya pada
beker gelas
4. Amati dan bandingkan dengan air yang belum dan sudah disaring

Data Pengamatan

Tabel 17. Data Pengamatan Hasil Pengolahan Air secara Fisika


Perubahan yang Penyaringan
Terjadi pada
parameter Sebelum Sesudah

pH

TDS

DHL

Kekeruhan

57
B.Pengolahan air dengan Proses Filtrasi dengan Alat Penjernih Air
Sederhana
Tujuan

Mengetahui prinsip pengolahan air limbah secara fisika dengan metode filtrasi

Alat
1. Pengaduk
2. Botol Air Mineral Bekas
3. Multiparameter
4. Turbidimeter
5. Indikator universal
6. Ember
Bahan
1. Air sungai kotor
2. Air demin
3. Kerikil sedang
4. Kerikil kecil
5. Ijuk
6. Arang
7. Pasir kasar
8. Pasir halus
9. Kapur
10. Tawas
11. Kaporit

Cara Kerja
1. Menyusun material yang sudah disiapkan (Gambar 4), dan
memasukkan ke dalam botol plastik, dari bawah ke atas mulai dari
 Kerikil sedang
 Kerikil kecil
 Ijuk
 Arang
 Pasir kasar
 Pasir halus

Gambar 4. Susunan Alat Penjernih Air

58
2. Menuangkan air demin kira-kira 1 liter ke dalam alat penyaring yang
baru dirakit tujuannya untuk membilas
3. Menyiapkan kira-kira 1 liter air sungai (air kotor) dalam sebuah ember
lain.
4. Mengukur pH air kotor, DHL, TDS dan turbidity
5. Selanjutnya tambahkan tawas kira-kira 100 mg,mengaduk dengan
cepat kira-kira 3 menit ke dalam air sungai yang kotor. mendiamkan
air yang sudah diaduk dengan tawas selama kira-kira 15 menit
sehingga koagulan yang terbentuk mengendap.
6. Menuangkan secara perlahan air tawas yang sudah diaduk ke dalam
botol penyaring (endapan jangan ikut). Kemudian menampung air
hasil penyaringan.
7. Mengukur pH air bersih yang diperoleh.
8. Menambahkan kapur sebanyak ±25 mg ke dalam air bersih yang
diperoleh, sehingga pH air menjadi sekitar 7.
9. Terakhir, menambahkan sebanyak ± 25mg kaporit dan diaduk sampai
larut.
10. Dilakukan pengukuran pH, DHL, TDS dan Kekeruhan.

DATA PENGAMATAN

Tabel 18. Data Pengamatan Parameter Lingkungan Hasil Pengolahan


No. Parameter Sampel sebelum Sampel setelah
diolah diolah

1 pH

2 TDS

3 DHL

4 Kekeruhan

Kesimpulan

Pertanyaan
1. Mengapa sampel air sungai harus pH, DHL, TDS, dan kekeruhannya
sebelum diolah?
2. Jelaskan perbedaan hasil pengukuran air sebelum dan sesudah
penyaringan!

59
3. Mengapa air yang setelah diberi tawas dan disaring lebih jenih
dibandingkan sebelum disaring?

DAFTAR PUSTAKA

Droste, Ronald L. 2006. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment,
John Wiley & Sons, Inc., New York.

Fair, G. M . .J. C. Geyer, D. A. Okun. 2005. Elements of Water Supply And


Wastewater Disposal , edisi kedua, John Wiley and Sons Inc., New York

Hadi, Wahyono, 2000, ―Diktat Perencanaan Bangunan Pengolahan Air


Minum‖,Jurusan Teknik Lingkungan ITS, Surabaya

Homig, H. E. 2002. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag.


University of California. 202 h.

Huisman, L. 1999. Sedimentation and Flotation. Delft University Of Technology,


hal.3-2:3-40.

Salvato, J. A. 1999. Environmental engineering and Sanitation, Wiley-


Interscience. University of California. 919 h.

Sawyer, Clair N., Perry L. McCarty. 2001. ―Chemistry for


EnvironmentalEngineering‖, edisi ketiga, Mc Graw Hill Book Company,
New York

Schulz, C.R., D. A. Okun. 2000. Surface Water Treatment for Communities in


Developing Countries, John Wiley and Sons Inc., New Yor

60
9. PROSES PENGOLAHAN AIR SECARA KIMIA
PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI

Landasan Teori
Pengolahan Secara Kimia Pengolahan air buangan secara kimia biasanya
dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan
tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan
(flokulasikoagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan
dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan
logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada
pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom
hidroksida [Cr(OH)3 ], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4 , SO2 , atau Na2 S2 O3 ). Penyisihan bahan-bahan
organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan
dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2 ), kalsium permanganat, aerasi, ozon
hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan
pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena
memerlukan bahan kimia. Berikut Gambar 5. Skema pengolahan air secara kimia.

Gambar 5. Skema Pengolahan Air Secara Kimia

61
1.Koagulasi
Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memliki
kemampuan untuk menjadikan partikel kolid tidak stabil sehingga partikel siap
membentuk flok (gabungan partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses
pembentukan dan penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang
menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Proses
koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan jar
test. Beberapa senyawa koagulan yang biasa digunakan adalah tawas, senyawa
besi, PAC (poli alumunium klorida) dan lain-lain.
Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori
fisika. Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada
permukaannya oleh ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi
kimia di antara partikel koloid dan koagulan. Muatan partikel-partikel koloid
penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan
ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan
daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan muatan sejenis.
Adapun teori fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan
listrik ganda dan adsorbsi counter ion di mana koagulasi terjadi melalui
pengurangan gaya sebagaimana halnya beda potensial. Partikel koloid menyerap
ion-ion positif, ion-ion ini kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang
diserap lebih sedikit dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan listrik
ganda. Antara permukaan partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial
elektrokinetik, sedangkan ion-ion positif dan negatif di luar lapisan listrik ganda
dapat bergerak bebas di dalam larutan.
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah
alum(tawas), feri sulfat, feri klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan
yang bersifat basa dan membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut
dan mengkoagulasi partikel koloid. Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan
membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium karbonat yang
tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk
meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan
dalam limbah dan meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada
dalam limbah tersebut. Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada
limbah peternakan menunjukkan hasil yang layak secara teknis dan ekonomis.
Pada limbah-limbah peternakan setiap penambahan padatan tersuspensi antara
0,5-1,0 mg/L akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1 mg/L.
Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat
mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-
partikel koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi
partikel besar yang disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat
mengendap karena gaya gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan
disebut juga flokulan. Beberapa koagulan anorganik yang banyak digunakan
dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum),
polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain.
Selain koagulan anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik
alami dari tanaman yang mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan
aman bagi kesehatan manusia. Biji kelor telah dilaporkan efektif sebagai koagulan

62
untuk menurunkan kekeruhan pada limbah cair kelapa sawit. Biji kelor juga tidak
mengandung senyawa toksik sehingga aman bagi kesehatan. Pemanfaatan bahan-
bahan koagulan alami seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan bahan
koagulan sintetis seperti alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan industri dapat teratasi.
Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif
pada permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan.
Pemisahan koloid semacam ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu.
Proses tersebut dinamakan koagulasi.
Tawas adalah senyawa kimia berupa garam sulfat yang memiliki banyak
sekali ragamnya salah satunya yang paling populer adalah Aluminum Sulfat yang
banyak digunakan oleh PDAM untuk memproses air sungai menjadi air bersih
(oleh sebab itu disebut juga dengan nama populer Alum).
Proses koagulasi adalah suatu proses pertumbuhan dan pencampuran
dilakukan secara tepat dari suatu proses koagulan, stabilitas dan partikel – partikel
koloid tersuspensi, serta agregasi awal dari partikel–partikel terstabilitasi.
Partikel – partikel koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk
dihilangkan jika hanya dengan pengendapan gravitasi. Akantetapi apabila koloid –
koloid tersebut distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel
lebih besar maka koloid – koloid terssebut dihilangkan dengan cepat.

2. Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan dan penggabungan flok dari
partikel – partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan ukurannya lebih besar
sehingga mudah mengendap. Flokulan yang digunakan untuk penjernihan air
yaitu NaOH. Hal ini pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan
penambahan polimer yang bersifat negative dapat mengikat flok lebih besar dan
proses pengendapan lebih cepat.
Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil
dalam sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut
flok. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia
yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu
flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik,
garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak
digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan
alami. Flokulan sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air
seperti polyacrylamide, poly (acrylic acid), poly (diallyl dimethil ammonium
chloride), poly (styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa,
alginic acid, dan guar gum adalah polimer alami yang sangat sering digunakan
sebagai flokulan.
Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar
yang kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi
objektif, sebagai proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan
antara partikel kecil. Setelah pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan
menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal, tumbuh beberapa
ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi.
Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko

63
beberapa redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk
menyalahkan identitas itu sendiri.

Percobaan Pengolahan Kimia:


Tujuan
1. Mengetahui metode pengolahan kimia melalui proses koagulasi dan
flokulasi.
2. Mengetahui peranan tawas dalam penjernihan air

Prinsip

Proses penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel –


partikel dalam koloid. Stabilitas partikel – patikel bahan pencemar ini disebabkan
oleh:
1. Partikel – partikel kecil ini terlalu ringan mengendap dalam waktu yang pendek
(beberapa jam).
2. Partikel – partikel tidak dapat menyatu bergabung dan berat, karena muatan
elektris pada permukaan, elector statis antara muatan partikel satu dan yang
lainnya. Stabilitas partikel – partikel bahan pencemar ini dapat dengan
pembubuh koagulan. Dalam proses penjrnihan air secara kimia melibatkan dua
proses yaitu koagulasi dan flokulasi (Aleart & Santika, 1984).

Alat
1. Gelas piala 500 ml 5 buah
2. Gelas piala 500 ml 2 buah untuk wadah NaOH dan HCl
3. Pipet tetes
4. Pipet ukuran 10 ml dan pipet biasa
5. Kertas indikator, pH, Turbidimeter

Bahan
1. Larutan koagulan Tawas 1 %: Dilarutkan 10 gram koagulan tawas di
dalam 1 liter aquadest
2. NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N
3. Sampel air limbah
4. Spatula
5. Tisu

Cara Kerja
1. Ke dalam 6 buah gelas piala 500 ml dimasukan contoh air limbah 500
mL,
2. pH air limbah pada masing-masing gelas piala dibuat menjadi
5,6,7,8,9,10 dengan cara menambahkan NaOH dan HCl dan dicek
dengan indikator universal
3. Tambahkan tawas 1 % sebanyak 1 ml tawas berturut – turut ke dalam
masing-masing gelas piala tersebut,

64
4. Setelah selesai penambahan tawas pada masing – masing gelas piala,
aduk cepat sebesar 60 x putaran per menit selama 1 menit. Kemudian
aduk pelan sebesar 20 x putaran selama 10 menit.
5. setelah selesai angkat pengaduk dan biarkan larutan mengendap
sempurna.
6. Tentukan turbidity contoh air pada tiap gelas piala
7. Setelah diketahui pada pH berapa, air limbah mempunyai turbidity yang
paling rendah.
8. Dibuat air limbah pada pH yang telah ditentukan
9. Masukkan air limbah yang telah dibuat ke dalam 6 gelas piala 500 ml
10. Tambahkan 1 % tawas ke dalam masing-masing gelas piala berturut-
turut sebanyak 1 ml, 2 ml 3 ml, 4 ml, 5 ml dan 6 ml.
11. Setelah selesai penambahan tawas pada masing – masing gelas piala,
aduk cepat sebesar 60 x putaran per menit selama 1 menit. Kemudian
aduk pelan sebesar 20 x putaran selama 10 menit.
12. Setelah selesai angkat pengaduk dan biarkan larutan mengendap
sempurna.
13. Tentukan turbidity contoh air pada tiap gelas piala

DATA PENGAMATAN

Tabel 19. Pengamatan Hasil Jartes

Pengamatan Variabel Gelas Gelas Gelas Gelas Gelas Gelas


Piala 1 Piala 2 Piala 3 Piala 4 Piala 5 Piala 6

Penentuan pH 5 6 7 8 9 10
pH Turbidity

Penentuan Volume
Dosis Tawas
koagulan Turbidity
pada pH
optimum

Kesimpulan

Pertanyaan
1. Pada pH berapa air limbah jernih dengan dosis yang tetap?
2. Pada Dosis koagulan berapa air limbah jernih pada pH yang optimum?

65
DAFTAR PUSTAKA
Besselierre Edmund, Schwortz Max, The Treatment of Industrial Wastes second
edition,Mc Graw Hill Kogakusha, Tokyo.

B.P.P.T, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan


Penerapan Teknologi Lingkungan B.P.P.T & BAPEDALDA Samarinda.
Herlambang, Arie., 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT), Jakarta,
Metcalf & Eddy, 1991.Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse , Mc
Graw-Hill International Edition, Singapore,
Siregar, S.A., 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius, Yogyakarta,.
Suhardi, 1990Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan Penanganan Limbah, UGM
Yogyakarta,.
Sugiharto, 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah, UI-Press, Jakarta,

66
10. MIKROBIOLOGI SEBAGAI KATALIS
REAKSI DI DALAM LINGKUNGAN

LANDASAN TEORI
Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam
daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-
unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang
dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh
tumbuhan tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses
dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat
fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan yang memiliki peran penting
dalam proses dekomposisi seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan
kelembapan tempat proses dekomposisi berlangsung (Rafiuddin dkk, 2017).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar nama tanah di sekitar
kita diantaranya adalah tanah humus. Kata tanah humus seringkali kita dengar di
telinga kita. Humus merupakan tanah yang dikenal sebagai tanah yang paling
subur. Tanah humus ini adalah tanah yang dikenal sebagai tanah yang gembur dan
paling banyak digunakan dalam bidang pertanian. Tanah humus merupakan tanah
yang paling subur untuk tumbuh-tumbuhan karena memiliki komposisi yang
mirip dengan pupuk kompos. Hal ini karena tanah humus merupakan tanah yang
terbentuk dari pelapukan-pelapukan dedaunan dan juga batang pohon, serta ada
percampuran dari kotoran hewan. Humus juga dikenal sebagai sisa- sisa dari
tumbuhan dan juga hewan-hewan yang mengalami perombakan oleh organisme
yang ada di dalam lapisan tanah yang biasa disebut dekomposisi.
Proses dekomposisi sangat berperan dalam perngolahan serasah yang
dihasilkan di alam. Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan
reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik
(misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya, kematian, serta kerusakan
dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim. Dalam proses alamiahnya, serasah tersebut
akan mengalami proses dekomposisi yang pada umumnya terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Proses dekomposisi dalam keadaan alamiahnya yang
berlangsung cukup lama dapat kita percepat melalui beberapa tindakan khusus
tanpa merusak ekologi yang ada.

1. Tujuan Dan Kegunaan


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi
daun dari beberapa vegetasi pohon.
Adapun kegunaan dari percobaan ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman tentang proses dekomposisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
laju dekomposisi bahan tanaman.

2. Dekomposisi Secara Umum


Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana
oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya) yang disebut
dekomposer/pengurai. Dekomposisi juga dikenal dengan istilah mineralisasi, yaitu

67
proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman
menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Arisandi, 2002).
Sampah daun, ranting-ranting dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk
dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui
aktivitas organisme tanah. Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada
setiap bahan organik (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya
hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat
dekomposisinya. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan.
tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat
pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil
sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi
bakteri methanoigenesis tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
Menurut (Lutfi, 2006) reaksi dekomposisi dapat terjadi akibat panas, cahaya,
atau aliran listrik.
a. Dekomposisi karena panas (Dekomposisi termal)

Pada dekomposisi termal, senyawa yang dipanaskan terurai menjadi zat lain.
Sebagai contoh lilin yang menyala akan terurai menjadi karbon dioksida
(CO2) dan uap air (H2O).
b. Dekomposisi karena aliran listrik (elektrolisis)
Aliran listrik dapat menyebabkan terjadinya peruraian zat, syaratnya zat
harus berupa lelehan atau berada dalam bentuk larutan. Sebagai contoh
adalah peruraian air menjadi gas oksigen dan gas hydrogen.
1. Cahaya dapat menyebabkan suatu zat terurai sebagai contoh adalah
peruraian perak bromide menjadi perak dan bromin.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dekomposisi


Menurut indriani (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi
adalah:
a. Kadar air
Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang
dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila lebih dari 60%
akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air dapat diukur dengan cara yang
mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang
terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes.
b. Aerasi

Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan.


Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat berjalan. Agar tidak

68
kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal seminggu sekali.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration, yaitu menghembuskan
udara memakai kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan
udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan
pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan.

c. Suhu
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 60° C selama tiga minggu.
Pada suhu tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan terjadi penurunan
C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma.
Osono dan takeda (2006) menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi
serasah daun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lain yaitu:
1. Tipe serasah

Kandungan senyawa yang terkandung di dalam seresah seperti kandungan lignin,


selulosa, dan karbohidratnya. Tipe seresah mempengaruhi kemampuan suatu
mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang terkandung di
dalam seresah, dimana lignin akan lebih susah untuk didekomposisi, selanjutnya
selulosa dan gula sederhana adalah senyawa berikutnya yang relatif cepat
didekomposisi.
b. Pengaruh pH
Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH
optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi
lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim.
Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat
ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan.

c. Tipe Penggunaan Lahan


Tipe penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber bahan
organik yang baik bagi lahan tersebut yaitu ditumbuhi tanaman yang dapat
mengalami proses dekomposisi.
d. Bentuk Lahan
Hal ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan bahan-bahan organik
tersebut yaitu pada saat pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang pada
daerah yang tidak terjal dimana bahan akan tertampung sedangkan pada daerah
yang mempunyai keemiringan tinggi kemungkinan bahan akan ikut dengan air
hujan menuju ke bawah.
e. Adanya Kegiatan Manusia
Adanya kegiatan manusia ini pun akan sangat berpengaruh pada terjadinya proses
dekomposisi, manusia berperan sebagai organisme yang mempercepat proses
dekomposisi yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mempercepat
proses dekomposisi.

69
3. Proses Dekomposisi Beserta Manfaat Dekomposisi
Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau
pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai
(scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivora
terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang
selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil.
Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang
melakukan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil
proses fragmentasi. Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi
bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui
mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan
molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan
dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan
digunakan oleh dekomposer (Saunder, 1980 dalam Sunarto, 2004).

Menurut Subowo G (2010) manfaat dekompisisi yaitu diantaranya :


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman


7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

4. Laju Dekomposisi
Berkurangnya berat serasah dan pelepasan hara dihitung dengan cara yang
yang dilakukan oleh Guo & Sims (2001) dalam Sulistyanto (2005) yaitu:
L (%) = (Wo – Wt) x 100 /Wo
Dan
R (%) = (WoCo – WtCt) x 100/ WoCo
Dimana :

L : hilangnya berat serasah,


Wo : berat serasah sebelum penelitian dimulai,
Wt : berat kering serasah yang tertertinggal setelah waktu t time.
R : hara yang terlepas.

70
Co : konsentrasi hara (mg kg-1) pada serasah awal.

Ct : konsentrasi hara (mg kg-1) pada serasah yang masih tertinggal.


Kebanyakan peneliti yang melakukan penelitian tentang dekomposisi
mengasumsikan bahwa berat serasah yang hilang terjadi secara eksponensial
(Sulistyanto 2005). Yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Wt = Wo e –k t
Dimana :
Wt : berat kering pada waktu t,
Wo : berat kering serasah sebelum penelitian dimulai;
k : konstanta laju dekomposisi

Percobaan Pencemaran Tanah


Tujuan : mengetahui efek polutan terhadap tanah

Alat :
Alat-alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi adalah cangkul, sekop,
cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis.

Bahan :
Adapun bahan yang digunakan pada pelaksanaan adalah 3 jenis daun vegetasi
pohon yaitu daun pisang (Musa paradisiaca), daun bamboo (Bambusa sp), daun
singkong (Manihot utillisima), polybag ukuran (30 × 40) cm sebanyak 6 buah,
kertas label, plastik gula, dan tanah.

Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1. Menyiapkan polybag berisi tanah ½ bagian
2. Menyiapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3. Mencacah dan menimbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik
yang telah dilubangi, masing-masing 2 kantong .
4. Memperhatikan sifat fisik daun tersebut sebelum dicacah
5. Masukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan( tanah, tanah dan
plastic gula) lalu timbun dengan tanah hingga penuh.
6. Setelah 1 minggu, mengambil kantong pertama pada setiap polybag,
perhatikan kembali sifat fisik daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7. Setelah 2 minggu, mengambil kantong kedua pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya..
8. Mengamati komponen yang diamati adalah % hilangnya serasah

71
DATA PENGAMATAN :
Tabel 20. Data Pengamatan Percobaan Pencemaran Tanah

Tanggal Sampel Pengamatan % Keterangan


Fisika Hilangnya
(Pertumbuhan serasah
Daun, Tinggi
Batang)

Sebelum Sesudah

Vegetasi 1
Kantong 1
Vegetasi 1
Kantong 2
Vegetasi 2
Kantong 1
Vegetasi 2
Kantong 2
Vegetasi 3
Kantong 1
Vegetasi 3
Kantong 2

Kesimpulan

Pertanyaan
1. Jelaskan pengaruh adanya plastik gula terhadap pengamatan fisik dan %
hilangnya serasah daun?
2. Jelaskan pengaruh jenis vegetasi terhadap pengamatan fisik dan % hilangnya
serasah daun pada jenis kantong 1 dan kantong 2

72
DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, P. 2002. Dekomposisi Serasah Mangrove. Lembaga Kajian Ekologi Dan


Konservasi Lahan Basah-ECOTON

Indriani, Y.H. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lutfi, A. 2006. Meningkatkan Kualitas kompos. PT Agro Media Pustaka, Jakarta.

Osono, T & Takeda, H. 2006. Fungal Decompocition of Abies Needle and Betula
Leaf Litter. Mycologia 98: 172-179.

Rafiuddin, dkk. 2017. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ekologi. Fakultas


Pertanian Universitas Hasanuddin.

Rock, Janet. 2013. Rahasia Daun Mengubah Warnanya. National Geographich.


United State Of America.

Subowo G. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan


dan Produktivitas Tanah Melalui Pemberdayaan Sumber Daya Hayati Tanah
Vol. 4 No. 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulistyanto. 2005. Laju Dekomposisi dan Pelepasa Hara dari Serasah pada Sub-
tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika 11(2) : 1-14.

Sunarto. 2004. Peranan Dekomposisi dalam proses Produksi pada Ekosistem Laut.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

73

Anda mungkin juga menyukai