Abstrak
Tujuan dari tulisan untuk memahami hubungan antara kewirausahaan social dengan tanggung jawab social
perusahaan dengan studi kasus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat pergeseran paradigma dalam
mengartikan kewirausahaan. Dewasa ini, penggunaan terminology kewirausahaan social tumbuh pesat tidak hanya
dalam lingkaran dunia bisnis, tetapi hal ini telah menciptakan model efisiensi melalui kombinasi sumber-sumber
kewirausahaan tradisional dengan misi untuk merubah kondisi social masyarakat. Di sisi lain,tanggung jawab sosial
perusahaan menyediakan kesempatan untuk perusahaan beraksi layaknya seorang wirausahawan sosial daripada
seorang wirausahawan komersial. Oleh karena itu, untuk menjelaskan kondisi ini, maka pembahasanya akan lebih
bersifat kualitatif tetapi menyajikan bukti empiris atas praktik kewirausahaan social yang dikombinasikan dengan
prinsip-prinsip tanggung jawab social perusahaan terutama dalam menjawab tantangan keterlibatan banyak pihak
dan berdimensi luas.
Kata Kunci: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Kewirausahaan Sosial, Kewirausahaan Komersial
Abstract
This paper aims to understanding the relationship between social entrepreneurship and corporate social
responsibility. There is shifting paradigms on the means of entrepreneurship. Currently, the use of social
entrepreneurship terminology has grown rapidly not only in the line of businesses but it has been created to modeling
efficiency by combining the resourcefulness of traditional entrepreneurship with a mission to change society.
Meanwhile, corporate social responsibility provides an opportunity for corporate to act more likely to be social
entrepreneurs rather than commercial entrepreneurs. Therefore, this study is qualitative in nature but gives evidence
on the social entrepreneurship and CSR practice in regard to multi stakeholders’ participation on those programs.
Keywords: Corporate Social Responsibility, Social Entrepreneurship, Commercial Entrepreneurship
PENDAHULUAN
Perubahan dunia bisnis di tengah perubahan manajemen yang biasanya hanya diterapkan oleh
zaman dan tantangan baru yang muncul akibat perusahaan-perusahaan besar dengan modal
dari perubahan pola pikir, kebijakan, dan yang kuat dan terstruktur secara sitematis,
evaluasi terhadap kondisi masa lalu, secara ke arah sistem ekonomi yang lebih banyak
langsung maupun tidak langsung membawa digerakkan oleh semangat kewirausahaan yang
perubahan yang mendasar pada system manajerial mengedepankan inovasi dan kreativitas meskipun
yang dikembangkan. Peter Drucker dalam dengan sumberdaya yang minim. Pengamatannya
bukunya Innovation and Entrepreneurship (1985) didasarkan pada pengalaman ekonomi Amerika,
menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran dari tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di
kondisi ekonomi yang dikendalikan oleh semangat
103
belahan dunia manapun khususnya di wilayah terhadap pengetahuan akan bisnis, kemampuan
timur Asia, semangat
Sumber: Asifkewirausahaan
et.al, 2011 telah manajerial, dan kapabilitas untuk mewujudkan
mendorong
Gambar 4munculnya usaha-usaha
Integrasi Sistem kecil dan
Manajemen kewirausahaan sosial.
menengah yang berproduksi
dalam CSR secara lokal namun Dengan demikian kewirausahaan sosial
mampu menghasilkan produk yang mengglobal dapat dilihat sebagai bagian dari eksperimen
seperti di Taiwan dan China. Bahkan beberapa dan inovasi yang memiliki potensi baru dalam
negara Asia Tenggara seperti Indonesia, saat disiplin kewirausahaan dan juga menjangkau
inipun mulai menggantungkan perekonomiannya sektor sosial yang lebih luas. Dengan adanya
kepada sektor usaha kecil dan menengah. celah bagi keterkaitan antara kewirausahaan sosial
Di sisi lain, konsep implementasi dengan upaya-upaya implementasi CSR serta
Tanggungjawab Sosial perusahaan atau keterlibatan kelembagaan publik, menawarkan
CSR (Corporate Social Responsibility) juga peluang kerjasama baru terutama dalam
mengalami perubahan paradigma, dari kegiatan menciptakan kreasi nilai-nilai yang mendukung
yang bersifat derma, menjadi kegiatan yang bagi pembangunan yang berkelanjutan.
lebih produktif. Mohr et al. (2001) membedakan
CSR dalam dua kategori; pertama, membahas TUJUAN
relasi CSR dengan pemangku kepentingan
perusahaan dan; kedua, membahas CSR dalam Tujuan dari tulisan ini adalah untuk
kaitannya dengan pemasaran sosial. Mendukung menjawab pertanyaan bagaimana tanggung
kategori kedua, Sellos dan Mair (2005) dalam jawab social perusahaan mampu menjawab
studinya menyimpulkan bahwa keterkaitan antara tantangan multi dimensi dan multi sektor dari
kewirausahaan sosial dengan upaya implementasi penciptaan kewirausahaan sosial dikalangan
CSR dapat menjadi model yang menjanjikan dalam pelaku manajemen perusahaan khususnya Badan
kerangka pencapaian dampak untuk mewujudkan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan studi kasus
tujuan-tujuan dari Millenium Development Goals. PT. Bank Mandiri Tbk
Beberapa bukti juga menunjukkan perbedaan Tulisan ini akan dimulai dari pentingnya
pelaksanaan CSR di negara-negara yang sedang mengkombinasikan bentuk kewirausahaan sosial
berkembang dan negara-negara maju. Saat kedalam program CSR perusahaan. Untuk
ini trend yang berkembang di negara maju, memberikan pengertian yang lebih mendalam
sebagian besar proyek CSR dikonsentrasikan tentang dua terminologi ini dalam kerangka
ke masyarakat khususnya konsumen, dimana teoritis akan dibahas dengan singkat, padat
pencapaian MDGs tidak terlalu menjadi isu kritis dan jelas tentang definisi, perkembangan dan
di negara tersebut. Sedangkan di negara yang model-model yang pernah ada dalam pembahasan
kurang maju atau berkembang, implementasi kewirausahaan sosial dan CSR. Tahapan
CSR lebih banyak difasilitasi dan mungkin lebih berikutnya adalah membahas tentang metodologi
kredible dan efektif jika melalui kolaborasi dengan yang digunakan dalam tulisan ini yang secara
bentuk kewirausahaan sosial lokal. Studi dari garis besar berupa analisa kualitatif. Selanjutnya
Hart dan Christensen (2002) menggarisbawahi tulisan ini akan memberikan pembahasan
bagaimana beberapa perusahaan memulai yang lebih detail terhadap tantangan sinergi
memasuki pasar kebutuhan sosial. Bagaimanapun, multisektor yang dihadapi dalam pengembangan
kewirausahaan individu biasanya lebih baik kewirausahaan sosial yang berbasis pada proyek
dibandingkan perusahaan korporasi khususnya implementasi CSR dengan mengambil beberapa
pada saat melakukan pemilihan terhadap berbagai kasus di Indonesia dan diakhiri dengan penutup
kesempatan dan membangun kekuatan dari dan kesimpulan.
bawah (akar rumput) yang sangat minim modal.
Dengan mengunakan dana dari perusahaan baik
yang bersifat pinjaman modal maupun dana-dana
hibah, wirausahawan dapat memulai memasuki
pasar bisnis dengan mendapatkan tambahan
104 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
LANDASAN TEORI sosial menurut Austin et.al, (2006) didefinisikan
sebagai “inovasi dalam penciptaan nilai sosial
Kewirausahaan Komersial versus yang dapat terjadi di dalam sebuah bisnis non-
Kewirausahaan Sosial dan Aspek profit, profit, maupun sektor pemerintahan”.
Multidimensi Beberapa indikator dan faktor yang membedakan
Kewirausahaan sosial menjadi trend dalam kewirausahaan sosial dan kewirausahaan
dekade terakhir, indikasi nyata terlihat dari komersial secara teoritis setidaknya meliputi
pertumbuhan organisasi non-profit sepanjang empat aspek seperti yang tersaji dalam tabel 1
tahun 1987 – 1997 sebesar 31 persen, yang berikut ini.
melebihi pertumbuhan bisnis formal sebesar Tabel 1. Analisa Komparatif Kewirausahaan Sosial
26% di periode yang sama. Berbeda dengan dengan Kewirausahaan Komersial
kewirausahaan komersial, kewirausahaan sosial Indikator/ Kewirausahaan Kewirausahaan Komersial
secara definitif memiliki jangkauan yang luas Faktor Sosial
hingga sempit, sebelumnya kewirausahaan sosial Kegagalan Salah satu teori Tekanan pasar komersial
Pasar yang mendasari seringkali tidak sejalan dengan
selalu diidentikkan dengan aktivitas inovatif keberadaan kebutuhan sosial jterutama
dengan tujuan sosial baik yang berorientasi organisasi untuk barang-barang publik
sosial adalah atau disebut sebagai kontrak
profit maupun tidak (Dess and Anderson, 2003; munculnya kegagalan pasar.
Emerson & Twersky, 1996; Austin, et al., 2006). kegagalan pasar (Weisbrod, 1975; Nelson &
untuk aspek- Krashinsky, 1973).
Sedangkan secara lebih spesifik, kewirausahaan aspek sosial.
sosial didefinisikan sebagai penerapan keahlian
Kegagalan pasar akan menciptakan kesempatan
bisnis yang didasarkan pada mengolah kondisi wirausaha yang berbeda untuk kewirausahaan
pasar di area yang tidak menguntungkan seperti sosial dan kewirausahaan komersial.
Misi T u j u a n Kewirausahaan komersial
ketika sektor yang berorientasi non-profit fundamental dari bertujuan menciptakan
membuat kegiatan yang dapat menghasilkan k e w i r a u s a h a a n keuntungan sebagai hasil
sosial adalah operasionalisasi usaha
keuntungan (Reis, 1999; Thompson, 2002). Dari m e n c i p t a k a n swasta. Kewirausahaan
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari nilai sosial untuk sosial tidak menguntungkan
barang publik. bagi masyarakat dalam
kewirausahaan sosial adalah “menciptakan nilai bentuk jasa dan barang yang
sosial daripada menciptakan kekayaan pribadi baru, bahkan pekerjaaan,
tetapi dapat mentransformasi
maupun pemegang saham, yang karakteristiknya ke dalam dampak sosial
seperti mendorong motivasi
diwarnai oleh faktor inovasi yang mampu wirausahawan komersial
mengatasi beragam masalah sosial yang dihadapi untuk menghasilkan
keuntungan yang lebih besar.
oleh masyarakat” (Zadek dan Thake, 1997). Perbedaan dalam misi akan berdampak
Senada dengan yang disampaikan sebelumnya pada perbedaan fitur fundamental antara
kewirausahaan sosial dan komersial yang
Timmons dan Spinelliv (2006) membuat merupakan perwujudan dari beragamnya area
bahasan manajemen perusahaan dan motivasi
pengelompokan yang diperlukan untuk tindakan personal.
kewirausahaan dalam enam (6) hal, yakni: 1. Mobilisasi Hambatan terhadap Mudah dalam
Komitmen dan determinasi; 2. Kepemimpinan; Sumberdaya distribusi surplus m e n d i s t r i b u s i k a n
sumber daya, sumberdaya untuk
3. Obsesi pada peluang; 4. Toleransi pada kesulitan dalam menjaga keseimbangan
risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian; 5. m e m b e r i k a n kelebihan dan kekurangan,
k o m p e n s a s i kompensasi bersifat
Kreativitas, keandalan, dan daya beradaptasi; 6. yang kompetitif, materi sehingga mudah
k o m p e n s a s i menentukan besaran
Motivasi untuk unggul. Karena luasnya cakupan seringkali berbentuk kompensasi secara
kewirausahaan sosial maka banyak kalangan nilai-nilai daripada kompetitif.
berupa materi.
sepakat bahwa kewirausahaan sosial seharusnya Sumberdaya manusia dan keuangan akan
tidak didefinisikan dalam bentuk hukum formal, menentukan perbedaan pendekatan fundamental
dalam pengelolaan sumberdaya manusia dan
karena implementasi kewirausahaan sosial dapat keuangan. Dimensi komersial dan sosial dalam
menggunakan sembarang kendaraan untuk perusahaan dapat menjadi sumber ketegangan
bagi mobilitas sumber daya.
mewujudkannya. Sehingga untuk membedakan
lebih nyata antara kewirausahaan sosial dan
kewirausahaan komersial maka kewirausahaan
106 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
usaha non-profit. Hasil penelitian menunjukkan dengan perilaku perusahaan yang berorientasi
bahwa konsep multidimensional kewirausahaan untuk mencari laba. Seorang wirausahawan dalam
sosial merupakan satu kesatuan konsep inovasi, literatur memiliki fungsi utama sebagai pengelola
proaktif dan manajemen resiko disatu sisi resiko dan pengambil resiko yang berujung
dimensi yang antara satu atribut dengan atribut pada keuntungan setinggi-tingginya, sehingga
lainnya saling terkait berda dalam satu domain inilah yang membedakan antara wirausahawan
multidimensi (Law, Wong, & Mobley, 1998; dan manajer yang hanya berfungsi mengelola
Weerawardana dan Mort, 2006). Oleh karena itu, perusahaan sebatas besaran gaji dan tanggung
kewirausahaan sosial merupakan keseluruhan jawabnya tanpa memperhitungkan resiko dan
abstraksi dari inovasi, proaktif, dan resiko memiliki kemampuan atau kewenangan dalam
manajemen yang dibatasi oleh hambatan- pengambilan keputusan. Berbeda dengan
hambatan dalam lingkungan, keberlanjutan usaha wirausahawan sosial yang melihat resiko sebagai
dan misi sosial. Dalam model ini setiap manajer tantangan terbesar bagi mereka untuk mencapai
diharuskan fokus, responsif dan proaktif terhadap tujuan akhir keberlanjutan organisasi.
setiap perubahan lingkungan dalam perumusan Beberapa catatan dari pelaku kewirausahaan
strategi manajerialnya untuk memenangkan sosial selama ini bahwa dengan semakin radikal
persaingan dengan setiap organisasi nirlaba dalam gagasan untuk menghadirkan inovasi, makin besar
menjaring pasar yang justeru mereka cenderung pula sumber daya yang diperlukan. Hambatan yang
lebih inisiatif. Manajer juga diharapkan terus harus dihadapi untuk suatu inovasi sosial yang
dapat memantau setiap strategi manajemen radikal adalah tembok birokrasi dan kenyamanan
secara terus-menerus untuk meningkatkan dari pelaku dalam sistem yang telah ‘mapan’ saat
transparansi dan kompetisi. Setiap pantauan ini. Di negaranya, Bangladesh, Mohammad Yunus
yang dilakukan selalu membutuhkan ide-ide menghadapi sistem lintah darat. Ia menghadirkan
baru yang mensyaratkan unsur inovasi, proaktif sistem perbankan baru bagi masyarakat miskin,
dan pengelolaan resiko manajemen yang mampu khususnya kaum perempuan. Di Indonesia,
menciptakan nilai-nilai sosial dalam aktivitas seorang wirausahawan sosial Sofyan Tan (peraih
operasional bisnis perusahaan (lihat gambar 2). Ashoka Fellowship) menghadapi pesimisme
masyarakat yang terbiasa mengenali adanya
sekolah unggulan bagi masyararakat mampu di
tanah kelahirannya Medan, bukan masyarakat
miskin, sehingga ia mengalami banyak kesulitan
dalam mendapatkan sponsor.
Contoh lainnya dialami oleh kelompok tani
wanita Menur, yang berupaya mengamankan
ketahanan pangan di desa Wareng, Kabupaten
Gunung Kidul, Provinsi DI. Yogyakarta. Ketika
lahan pertanian sempit dan kurang subur serta
tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga,
para bapak tani lantas bekerja di luar pertanian
(dagang, buruh, tukang, dan sebagainya). Lahan
Sumber: Weerawardena and Mort (2006, hal. 32). pertanian kemudian diambil alih dan dikelola
oleh para ibu tani. Mereka membentuk kelompok
Gambar 2 Lingkaran Model Multidimensional Kewi-
dengan berbagai kegiatan, seperti mengelola
rausahaan Sosial
pertanian, koperasi, lumbung pangan kelompok,
dan industri rumah tangga. Kegiatan diversifikasi
Lebih lanjut hasil penelitian Weerawardana pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga
dan Mort (2006) menyimpulkan bahwa perilaku ini menghasilkan pendapatan baru yang mampu
kewirausahaan sosial yang dihadapkan pada mengentaskan mereka dari kemiskinan (Winarto,
pengambilan resiko secara substansi berbeda 2008). Meskipun demikian, kewirausahaan sosial
108 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
sukarela (voluntary and involuntary) 1. Ada Rodrigues, 2006). Meskipun perhatian terhadap
pula yang membaginya menurut kepentingan karyawan begitu sedikit, dalam kaitannya dengan
terhadap finansial perusahaan, sehingga implementasi CSR, harapan, pandangan, perilaku
pemangku kepentingan perusahaan dapat dibagi dan ekspektasi karyawan adalah sama, yaitu
menjadi kelompok fiduciary dan non-fiduciary mendapatkan kesetaraan dan perhatian lebih
stakeholders.2 Pembagian yang paling umum dalam skema CSR perusahaan dimana mereka
dibahas dalam literatur adalah pembedaan antara mengabdi.
pemangku kepentingan internal dan eksternal. Dari sisi konsumen, menginginkan bahwa
Perbedaan diantara keduanya hanya sebatas pada konstruksi CSR tidak termasuk didalamnya,
batasan hukum dan administrasi yang terkait yang hanya akan membebani konsumen atas
dengan organisasi (Cavanagh dan McGoven, kenaikan harga produk (Garcia et al., 2005).
1988; Mitroff, 1983). Namun, harus disadari bahwa manajemen
Tenaga kerja misalnya dianggap sebagai tanggung jawab sosial tidak hanya terkait
kelompok pemangku kepentingan internal dengan keuntungan, sehingga dalam pandangan
perusahaan. Menurut Mitchell et al. (1997), dalam konsumen, CSR lebih berkorelasi dengan
tingkat yang lebih besar maupun kecil karyawan komersialisasi produk (Graafland et al., 2004).
memiliki setidaknya tiga karakteristik yang dapat Dari sisi marketing melakukan praktek CSR
memposisikan peran mereka sebagai pemangku diharapkan dapat menjaring konsumen dalam
kepentingan perusahaan yaitu legitimasi, urgensi jumlah yang besar. Reaksi konsumen terhadap
dan kekuasaan. Bahkan Drucker (2001); Handy praktek CSR perusahaan biasanya didasari pada
(2001) mengklaim bahwa karyawan dalam isu-isu strategis yang mempengaruhi manajerial
masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan perusahaan seperti isu tenaga kerja (pekerja
tinggi dianggap sebagai pemangku kepentingan anak, maupun pekerja ilegal), dampak produksi
yang lebih penting daripada modal (money dan konsumsi barang terhadap lingkungan,
capital) perusahaan. penggunaan binatang dalam uji coba produk juga
Namun sayangnya, dalam implementasi menjadi isu yang mulai penting terhadap etika
CSR perhatian untuk mereka sangatlah kecil, bisnis perusahaan (Yaumidin, 2011).
bahkan di tingkat pembahasan secara literatur Hasil penelitian Perez dan kawan-kawan
dibandingkan dengan perhatian terhadap UMKM, (2009) membuktikan bahwa implementasi CSR
pemerintah daerah, masyarakat terpencil dan ternyata mendorong konsumen untuk berperilaku
juga konsumen. Hal ini sangat mengejutkan, lebih baik terhadap produk yang dihasilkan
karena keahlian karyawan, loyalitas terhadap perusahaan dan tentunya akan memperbesar
perusahaan, dan motivasi karyawan acap kali keinginan konsumen untuk membeli produk
hanya digunakan sebagai sumber kompetisi tersebut. Sebagaimana layaknya diketahui
yang menguntungkan perusahaan, sehingga hal secara umum, bahwa banyak perusahaan selalu
ini pula yang menjadikan alasan CSR sebagai menciptakan brand image yang positif terhadap
ajang kompetisi antar perusahaan (Branco dan produknya. Meskipun image perusahaan dapat
1
diidentifikasikan secara multidimensional. Tetapi,
Pemangku kepentingan sukarela adalah mereka yang
telah berani mengambil resiko dengan menginvestasikan
dua dimensi penting yang bisa mewakili ini adalah
sejumlah uang yang banyak, tenaganya, teknologinya dan ”corporate social and commercial responsibilities
sumber daya lainnya dalam sebuah perusahaan. Sementara (Brown dan Dacin, 1997; Berens et al., 2005; Sen
pemangku kepentingan non-sukarela adalah sekelompok dan Bhattacharya, 2001).
orang yang tertarik dengan perusahaan karena kegiatan
perusahaan tersebut meskipun mereka tidak berniat untuk Dimensi lain yang ingin didekati dengan
itu (dalam arti mereka tidak menikmati keuntungan dengan penerapan CSR ini adalah keterkaitan antara
keterlibatan mereka dalam aktivitas perusahaan).
CSR dengan UMKM, studi yang dilakukan oleh
2
Goodpaster (1991) menunjukkan perbedaan antara pe-
CERFE group (2001) di Eropa menemukan
mangku kepentingan fidusia dan non-fidusia berdasarkan
penetapan kelompok-kelompok seperti kelompok peme- bahwa:
gang saham (fidusia) dan kelompok non pemegang saham a. raktek dan kebijakan UMKM secara umum
(non fidusia).
lebih banyak ditujukan untuk mengatasi
110 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
dalam jangka panjang harus berubah menjadi dan tanggung jawab sosial perusahaan diperoleh
Corporate Sosial Investment (CSI). dari berbagi studi literatur dan data sekunder yang
Berdasarkan hasil kajian tentang CSR dan bersumber dari berbagai terbitan baik laporan
kewirausahaan sosial, muncullah beberapa keberlanjutan perusahaan, kertas kerja maupun
gagasan yang mengilhami untuk menjembatani artikel dalam jurnal maupun majalah ilmiah.
keterbatasan pelaksanaan CSR yang bersifat Analisis kualitatif mendominasi
altruistik sebelumnya menjadi program kegiatan pemaparan paper ini, yang ditunjang oleh bukti
yang lebih produktif dan memiliki tingkat empiris yang didasarkan pada pengalaman penulis
keberlanjutan dalam jangka panjang. Sementara dalam memandu berjalannya sinergi konsep
dari sisi pengembangan kewirausahaan yang kewirausahaan sosial dan tanggung jawab sosial
tradisional dan statis yang berupaya menekan perusahaan di daerah observasi Desa Taman
resiko untuk mendapatkan keuntungan sebesar- Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor
besarnya dalam jangka pendek tetapi tidak di tahun 2012 dalam kerangka kerja Program
memiliki kemampuan bertahan dalam jangka Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT.
panjang. Dalam pandangan wirausahawan Bank Mandiri, Tbk.
tradisional keberlanjutan bisnis bukanlah
tujuan utama, keuntungan dalam jumlah besar PEMBAHASAN
adalah tujuan akhirnya. Tetapi, konsep ini
mulai ditinggalkan dan seorang wirausahawan
modern mulai di tuntut mampu mengelola resiko Perkembangan Praktek Kewirausahaan dan
demi tujuan keberlanjutan usaha dalam jangka Tanggung Jawab Sosial di Indonesia
panjang, dan inilah inti dari kewirausahaan Perekonomian Indonesia yang tumbuh pasti
sosial. Senada dengan praktek CSR yang di tengah badai krisis ekonomi yang melanda
ditujukan untuk mewujudkan keberlanjutan belahan negara Eropa, Amerika dan sebagian
usaha. Oleh karena itu, sinergi melalui perubahan China, menjadi perhatian penting oleh ekonom-
praktek CSR yang bersifat derma, dialihkan ekonom dunia. Majalah The Economist (2012)
menjadi praktek CSR yang didasarkan pada misalnya menyebut ekonomi Indonesia sebagai
kewirausahaan sosial menjadi alternative ekonomi Komodo. Hal ini dimaksudkan untuk
solusi dari kelemahan masing-masing program. menggambarkan perekonomian yang lincah, ulet,
Sehingga, tantangan multidimensional yang mengambang dan (ternyata) tangkas.
dihadapi dalam pelaksanaan kewirausahaan social Menurut Budiono (Diplomasi, 2012)
dan tantangan multisektor yang dihadapi dalam pencapaian ini bukanlah sebuah keberuntungan,
praktek CSR harus mendapatkan prioritas serius melainkan hasil dari kerja ke ras pemerintah
dalam penangannya. Melalui pengintegrasian dan sektor swasta. Privatisasi BUMN dianggap
program CSR dan kewirausahaan sosial untuk berhasil dalam meningkatkan tata kelola dan
peningkatan kapasitas UKM dalam kerangka profesionalisme perusahaan. Indikator utamanya
system manajemen integratif perusahaan besar adalah enam BUMN Indonesia berhasil masuk
dan didukung tata kelola yang baik dari semua sebagai kelompok 500 perusahaan global terkaya.
entitas organisasi yang bersinergi, maka tujuan Sejak tahun 2011, BUMN berjumlah kurang
akhir yaitu keberlanjutan usaha dan keberlanjutan lebih 135 perusahaan atau hanya 6 persen dari
pembangunan akan terwujud. total perusahaan yang beroperasi di Indonesia
(221.875 perusahaan). Prestasi yang ditorehkan
METODOLOGI PENELITIAN perusahaan BUMN tidak hanya sebatas pada
peningkatan tata kelola tetapi juga perolehan laba
Untuk menjawab tujuan dari paper ini, maka
yang cukup signifikan. Hampir 83 persen BUMN
paper ini di susun dengan pendekatan penelitian
berkontribusi memberikan laba dengan akumulasi
ekploratif, dengan menggali sedalam-dalamnya
laba sekitar Rp 115,6 Triliun. Angka ini terus
informasi mengenai praktek tanggung jawab
meroket di tahun 2012, dimana laba bersih BUMN
sosial perusahaan dan kewirausahaan sosial.
meningkat 10,69 persen dari tahun sebelumnya
Konsep dan pengembangan kewirausahaan sosial
112 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
12 PT Industri Kereta Api (Persero) 9 PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero)
13 PT Industri Sandang Nusantara (Persero) 10 PT Kawasan Industri Makasar (Persero)
PT Industri Telekomunikasi Indonesia 11 PT Kawasan Industri Medan (Persero)
14 (Persero) PT Kawasan Industri Wijaya Kusuma
15 PT Kimia Farma (Persero) Tbk 12 (Persero)
16 PT Krakatau Steel (Persero) Tbk 13 PT Kereta Api Indonesia (Persero)
17 PT LEN Industri (Persero) 14 PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
18 PT Pindad (Persero) 15 PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
19 PT Semen Baturaja (Persero) 16 PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
20 PT Semen Gresik (Persero) Tbk 17 PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas 18 PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero)
d dan Udara Dingin 19 PT Pos Indonesia (Persero)
1 PT Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk 20 PT Varuna Tirta Prakasya (Persero)
2 PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Penyediaan Akomodasi dan Makan
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, dan i Minum
Daur Ulang, Pembuangan Pembersihan 1 PT Hotel Indonesia Natour (Persero)
e Limbah dan Sampah J Informasi dan Komunikasi
1 Perum Jasa Tirta I 1 Perum LKBN ANTARA
2 Perum Jasa Tirta II 2 PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
f Konstruksi K Jasa Keuangan dan Asuransi
1 Perum Pembangunan Perumahan Nasional 1 Perum Jamkrindo
2 PT Adhi Karya (Persero) Tbk 2 PT Asabri (Persero)
3 PT Amarta Karya(Persero) 3 PT Askrindo (Persero)
4 PT Brantas Abipraya (Persero) 4 PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero)
5 PT Hutama Karya (Persero) 5 PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)
6 PT Istaka Karya(Persero) 6 PT Asuransi Jasa Rahardja (Persero)
7 PT Nindya Karya (Persero) 7 PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
8 PT Pembangunan Perumahan (Persero) 8 PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero)
9 PT Pengerukan Indonesia (Persero) 9 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
10 PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 10 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 11 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
g dan Perawatan Mobil dan Motor
12 PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
1 Perum Bulog
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 13 PT PANN Multi Finance (Persero)
2 (Persero) 14
PT Pegadaian(Persero)
3 PT PP Berdikari (Persero) 15
PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
4 PT Sarinah (Persero) 16
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)
h Transportasi dan Pergudangan 17
PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero)
1 Perum DAMRI 18
PT Taspen (Persero)
2 Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta 19
PT Jamsostek
3 PT Angkasa Pura I (Persero) L Real Estate
PT Bali Tourism & Development
4 PT Angkasa Pura II (Persero) 1 Corporation
5 PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) PT TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu
6 PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) 2 Boko
7 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis
8 PT Jasa Marga (Persero) Tbk 1 PT Bina Karya (Persero)
114 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
pemerintah yang paling ramah terhadap bisnis. siapa saja seperti masyarakat, pemerintah daerah,
Bahkan laporan ini juga mencatat bahwa kalangan media, LSM bahkan konsumen; Kedua,
pertumbuhan bisnis yang paling menjanjikan inisiator CSR akan berimplikasi terhadap bentuk
(hampir 1/3) investasi dunia tertuju pada program, tujuan hingga target dan pengawasan
kawasan Afrika Selatan, sementara itu negara CSR itu sendiri; Ketiga, seluruh pemangku
dengan perbaikan iklim investasi tercepat kepentingan harus memiliki visi dan misi yang
adalah Mongolia. sama tentang CSR, sehingga memudahkan dalam
tahapan proses identifikasi masalah, pelaksanaan
program dan eksekusi setiap problem hingga
tahapan keberlanjutannya (Yaumidin, 2012).
Untuk itu pembentukan forum CSR yang
beranggotakan representasi dari setiap pemangku
kepentingan menjadi satu keharusan yang ada
dalam kelembagaan yang mengedepankan
sinergi multisektor dan integrasi program yang
berdimensi multidimensi.
Secara konseptual kegiatan CSR diharapkan
menjadi satu alur simultan yang terintegrasi dengan
bisnis inti yang dimiliki oleh perusahaan, hal ini
penting untuk menjaga keberlanjutan usahanya.
Sumber: World Bank, 2013. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan proses
Gambar 3 Batasan Jarak Rating Investasi dan Bisnis integrasi top-down dan integrasi bottom up CSR.
dari tahun 2005 - 2013. Pendekatan top-down difokuskan pada identifikasi
kebutuhan stakeholder dan integrasi CSR dengan
Berdasarkan hasil laporan dari Bank Dunia sistem manajemen internal. Pendekatan integrasi
tersebut, maka seharusnya pengembagan Usaha top-down mencakup pengembangan indikator
Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia internal seperti kesehatan dan keselamatan
tidak bisa dianggap sambil lalu, perlu peran karyawan, dampak lingkungan, dan isu keadilan.
mitra penggiat baik yang berasal dari kalangan Kebutuhan untuk integrasi ‘top-down’ ini sejalan
perusahaan besar, maupun pemangku kepentingan dengan kebanyakan literatur yang menyerukan
lainnya seperti masyarakat. Sehingga penumbuhan dimensi integrasi sosial dan lingkungan ke
kewirausahaan baru di kalangan pelaku UKM harus dalam proses bisnis. Selain itu, pendekatan ini
terus dikembangkan bukan hanya kewirausahaan juga diperlukan di tingkat struktural organisasi,
komersial tetapi juga kewirausahaan sosial. terutama untuk mendefinisikan CSR, dan membuat
Sejalan dengan perkembangan kewirausahaan arus komunikasi dan informasi berjalan efektif,
sosial, tanggung jawab sosial perusahaan yang dengan kata lain pendekatan ini secara sitematis
berlaku di Indonesiapun memiliki perkembangan mampu menerjemahkan tujuan strategis CSR dan
yang cukup masif tidak hanya dalam tataran mengintegrasikan pemangku kepentingan yang
konsep tetapi juga dalam tataran praktik. berbeda dalam proses bisnis.
Meskipun disadari bahwa tidak ada aturan yang Sementara itu, indikator pendekatan bottom-
baku yang mengatur pelaksanaan tanggung up sangat terkait dengan konsultasi antara pihak
jawab sosial perusahaan, setidaknya terdapat manajemen dengan pemangku kepentingan
beberapa pola ataupun model yang sama dalam khususnya masyarakat terutama dalam
implementasinya. mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat,
Bagian berikut ini akan merangkum tahapan dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan
pelaksanaan tanggung jawab sosial yang dilakukan masyarakat, kontribusi perusahaan terhadap
oleh perusahaan yang ada di Indonesia. Pertama, pengembangan sosial ekonomi masyarakat, dan
adalah inisiator CSR, tidak selamanya berasal dari tentunya indikator-indikator yang terkait dengan
pihak manajemen melainkan bisa berasal dari peningkatan kualitas hidup masyarakat. Intinya
116 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
operasionalisasi bisnis perusahaan, meskipun yang benar-benar mampu mendesain program
sebenarnya etika bisnis yang dibangun dapat hingga melakukan evaluasi terhadap kegiatan
dijadikan sebagai upaya –perusahaan untuk CSR. Acapkali LSM yang selaku “konsultan”
menciptakan branding dan image yang mungkin CSR berpindah-pindah perusahaan dan tidak
harganya jauh lebih murah dibandingkan biaya konsisten. Hal ini menyebabkan tumpang tindih
iklan produk yang mereka hasilkan melalui media kegiatan CSR yang mungkin memang menjadi
komunikasi. Oleh karena itu, mengintegrasikan replika dari kegiatan sejenis tetapi seringkali
program CSR kedalam system manajemen tidak sesuai dengan visi dan misi serta budaya
semakin memperjelas posisi program CSR perusahaan. Hasil akhirnya seringkali program
sebagai bagian dari etika bisnis perusahaan yang CSR nampak kemilau di luar tetapi rapuh di
berorientasi pada keberlanjutan bisnis bukan dalam karena keterlibatan stakeholder internal
‘bisnis seperti biasanya’. yang minim. Atau sebaliknya CSR hanya
Sebagian besar orang berfikiran jika dana indah di dalam namun tak nyata di luar, karena
CSR ini optimal penggunaannya dan tepat perusahaan hanya terfokus pada pencapaian
sasaran, seharusnya kemiskinan sudah enyah dari kinerja internal perusahaan dan mengabaikan
bumi Indonesia. Beragam upaya dilakukan oleh stakeholder eksternal.Setidaknya terdapat tiga tiga
pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan karakter mendasar yang menyebabkan kegagalan
dana CSR bagi pengentasan kemiskinan, namun pelaksanaan CSR yaitu:
masih menuai pro dan kontra. Belum adanya 1. Lemahnya hubungan antar pemangku kepent-
kerangka pikir yang jelas yang tertuang dalam ingan; Keberdaan forum komunikasi antar
petunjuk teknis menyebabkan tidak semua pemangku kepentingan yang masih sangat ter-
perusahaan mampu menjalankan program CSR batas menyebabkan kerjasama dan pertukaran
yang notabene bukan bagian tupoksi dan deskripsi informasi menjadi sangat terbatas dilakukan.
kerja mereka. Sementara, tidak banyak juga ahli Demikian pula dengan ego sektoral yang masih
yang benar-benar mampu mendesain program tinggi secara langsung menimbulkan sulitnya
hingga melakukan evaluasi terhadap kegiatan membangun kepercayaan antar pemangku ke-
CSR. Acapkali LSM yang selaku “konsultan” pentingan ataupun dalam membentuk forum
CSR berpindah-pindah perusahaan dan tidak komunikasi. Disisi lain penghargaan terhadap
konsisten. Hal ini menyebabkan tumpang tindih pelaksanaan CSR maupun pemahaman yang
kegiatan CSR yang mungkin memang menjadi menyeluruh mengenai kegiatan CSR menjadi
replika dari kegiatan sejenis tetapi seringkali faktor penentu dalam kualitas hubungan dan
tidak sesuai dengan visi dan misi serta budaya kerjasama antar pemangku kepentingan.
perusahaan. Hasil akhirnya seringkali program 2. Terbatasnya dokumen perencanaan dan pen-
CSR nampak kemilau di luar tetapi rapuh di dalam gelolaan CSR yang terintegrasi; Kondisi ini
karena keterlibatan stakeholder internal yang terbentuk akibat beberapa faktor seperti: 1)
minim. Atau sebaliknya CSR hanya indah di terbatasnya data perusahaan yang aktif berop-
dalam namun tak nyata di luar, karena perusahaan erasi di wilayah tersebut; 2) terbatasnya data
hanya terfokus pada pencapaian kinerja internal lengkap dan terintegrasi melingkupi berbagai
perusahaan dan mengabaikan stakeholder karakteristik daerah, baik yang bersifat sosial,
eksternal. demografi, ekonomi maupun data-data fisik
Beragam upaya dilakukan oleh pemerintah dan spasial; 3) terbatasnya studi atas dampak
untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana kegiatan perusahaan.
CSR bagi pengentasan kemiskinan, namun 3. Beragamnya karakteristik geografis, social,
masih menuai pro dan kontra. Belum adanya ekonomi dan politik wilayah. Kondisi ini
kerangka pikir yang jelas yang tertuang dalam berpengaruh pada keterjangkauan, kapasitas
petunjuk teknis menyebabkan tidak semua daerah, terbatasnya infrastruktur, ketergan-
perusahaan mampu menjalankan program CSR tungan terhadap alam yang tinggi, kerusakan
yang notabene bukan bagian tupoksi dan deskripsi lingkungan maupun kepedulian terhadap
kerja mereka. Sementara, tidak banyak juga ahli kehidupan disekitarnya.
118 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
wirausahawan sosial melalui program CSR mandiri program-program CSR yang dilakukan
yang bermitra dengan lembaga nirlaba. Group oleh Bank Mandiri tidak hanya mendukung
Nuevo (2009) misalnya perusahan yang bergerak bagi penciptaan wirausahawan baru tetapi juga
di bidang sistem irigasi, perumahan, bahan ditujukan untuk mendidik kemandirian bangsa.
bangunan, kayu dan produk pertanian, serta sistem Tercatat selama kurun waktu 2010, peserta
perpipaan untuk air minum dan limbah yang program pendampingan dan pembinaan
berdomisili di Meksiko, dan beroperasi di hampir berwirausaha mencapai 3.294 orang atau
25 negara Amerika latin terinspirasi tentang terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun
investasi Ashoka dalam kewirausahaan sosial. sebelumnya sebesar 96%. Dengan capaian
Pihak manajemen memutuskan untuk ini telah menempatkan Bank Mandiri sebagai
membuat tanggung jawab sosial perusahaan dan posisi runner up untuk penghargaan Best CSR
pembangunan berkelanjutan sebagai elemen Disclosure in Annual Report pada kegiatan
kunci dari strategi Grupo Nueva. Group ini Indonesia Sustainability Report Award 2010
kemudian menjadi mitra strategis Ashoka dalam yang diselenggarakan oleh National Center
jangka panjang sebelum akhirnya mendirikan for Sustainability Reporting (NCSR), dan
kelompok sendiri yang disebut Avina. Avina serangkaian penghargaan lainnya. Tahun 2012
adalah sebuah organisasi yang berinvestasi di Bank Mandiri turut berpartisipasi dalam program
bidang sosial yang menaungi ribuan pengusaha pemerintah untuk pengembangan desa mandiri.
di Amerika Latin dan Semenanjung Iberia. Desa Mandiri secara umum memiliki makna
Tujuannya adalah untuk menciptakan kemitraan yang luas, tetapi secara harfiah diartikan sebagai
di Amerika Latin dengan masyarakat perintis kemampuan desa dalam memenuhi kebutuhannya
dan duniabisnis, dan mendukung upaya mereka sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Disisi
dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. lain, dinamika pembangunan desa tidak hanya
Hal yang menarik dari operasional Avina tidak terkait dengan masalah ekologi dan agraria, tetapi
hanya menguntungkan pemegang saham, tetapi lebih dari itu pengaruh masuknya budaya modern
juga masyarakat, sebagai hasil dividen yang perlahan namun pasti akan merubah struktur
diinvestasikan kembali dalam arena sosial. Ini sosial maupun budaya tradisional masyarakat
jelas merupakan solusi baru dan konkret yang desa (Gambar 6).
harusmenginspirasi orang-orang bisnis yang
mencari untuk menyelaraskan tanggung jawab
sosial dengan tujuan bisnis tradisional.
Tantangan Multi-dimensi dan Multi-
sektoral Tanggung Jawab Sosial berbasis
Kewirausahaan Sosial
Di Indonesia, hampir setiap perusahaan
yang memiliki kesamaan bisnis mencoba
bersinergi melaksanakan kegiatan CSR melalui
forum komunikasi CSR. Forum komunikasi Sumber: Yaumidin, 2012
CSR yang tadinya dibentuk hanya berdasarkan
Gambar 6. Program Desa mandiri - Bina Lingkun-
kesamaan jenis usaha, dan ternyata kurang efektif. gan PT. Bank Mandiri
Saat ini forum komunikasi CSR beranggotakan
tidak hanya perusahaan sejenis, melainkan lebih Pola yang dikembangkan untuk membentuk
didasarkan pada kesamaan konsep dan program desa mandiri dimulai dari pengembangan desa
CSR sehingga tidak terjadi tumpang tindih mandiri pangan, kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan bahkan dapat menjadi komplementer dari mandiri di bidang energi dan terakhir mandiri di
berbagai kegiatan CSR. Salah satu program CSR bidang lingDalam kegiatan ini tentunya Bank
yang mengkombinasikan kegiatan kewirausahaan Mandiri tidak dapat bekerja sendiri tanpa
sosial adalah CSR yang dilakukan oleh PT. Bank melibatkan pemangku kepentingan lainnya,
Mandiri Tbk, melalui pengembangan wirausaha dengan tema “Internalisasi Teknologi Tepat
Sumber:Yaumidin, 2012
Gambar 7. Integrasi Sistem Manajemen Program Bina Lingkungan PT. Bank Mandiri
120 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
Pengkombinasian program CSR untuk dengan bisnis inti perusahaan. CSR seharusnya
pengembangan UKM melalui basis kewirausahaan dapat dioptimalkan sesuai dengan peruntukannya
tidak selamanya berjalan mulus, mengingat untuk melanggengkan bisnis perusahaan melalui
tantangan multidimensi yang harus dihadapi peningkatan kapasitas dan kapabilitas lingkungan
penyelenggara dalam pelaksanaannya. Setidaknya sekitar perusahaan. Dengan kata lain CSR
tim CSR Bank Mandiri mencatat tantangan yang dapat dijadikan sebagai model investasi sosial
paling berarti adalah: perusahaan yang terintegrasi kedalam sistem
1. Faktor lingkungan bisnis, meskipun kom- manajerial perusahaan.
petisi yang tercipta diantara UKM tersebut Di sisi lain perkembangan kewirausahaan
relatif baik, tetapi pembagian kelompok kerja sosial di tingkat global semakin menarik perhatian
acapkali diwarnai oleh unit bisnis keluarga. tidak hanya bagi pelaku organisasi nirlaba,
2. Sementara aspek misi sosial yang dikem- tetapi dapat dikembangkan menjadi bagian
bangkan dengan tujuan untuk pengentasan dari kewirausahaan komersial (tradisional)
kemiskinan anak (daerah tujuan CSR ini yang biasanya dilakukan oleh pebisnis yang
memiliki jumlah anak-anak miskin dan drop berorientasi profit. Kewirausahaan sosial yang
out dari sekolah cukup besar), ternyata tidak mengedepankan penciptaan nilai-nilai abstrak
dikembangkan atas kinerja kelompok, tetapi seperti kesejahteraan, keamanan, kenyamanan,
pihak yang memiliki akses terhadap modal inovasi dan keberlanjutan seringkali mengalami
cenderung memberlakukan mereka sebagai permasalahan dalam konsep pengukuran capaian
pekerjanya. kinerja. Sementara kewirausahaan komersial
yang mengedepankan ukuran-ukuran kuantitas,
3. Keberlanjutan UKM sangat ditentukan oleh
belum dapat dikatakan layak seluruhnya untuk
inovasi dan kreatifitas kelompok yang mampu
meraih tujuan, visi, misi dan penciptaan budaya
memanfaatkan peluang dan bantuan dengan
kerja perusahaan.
sebaik-baiknya. Tetapi ternyata tidak berlaku
untuk semua kelompok, perbedaan sosial P T. B a n k M a n d i r i b e r u p a y a u n t u k
ekonomi ternyata mempengaruhi budaya mengadopsi konsep kewirausahaan sosial dalam
bisnis mereka, kelompok yang relatif rendah skema kerengka kerja tanggung jawab sosial
kepemilikan modalnya cenderung bersifat perusahaannya untuk membantu peningkatan
pasif dan tidak mau melakukan terosbosan kualitas kelompok petani jamur wanita di wilayah
inovatif untuk menggadakan dan menciptakan Kabupaten Bogor dengan melibatkan partisipasi
nilai tambah dari bantuan yang diperolehnya multisektor dengan konsep kewirausahaan
melalui CSR. sosial yang multidimensional sebagai salah satu
alternatif optimalisasi pelaksanaan program CSR,
Dengan demikian kelemahan pelaksanaan
sekaligus mendorong munculnya wirausahawan
CSR yang diantisipasi dengan penerapan
baru sebagai mesin pertumbuhan ekonomi
kewirausahaan sosial dapat dilaksanakan dalam
dan pembangunan nasional. Dalam tataran
jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang,
implementasi konsep ini mudah direplikasikan
perlu adanya sentuhan dari perusahaan untuk
ke dalam beragam bentuk program kegiatan yang
melakukan pendampingan dan memelihara
memiliki tujuan yang sama.
kondisi yang sudah diciptakan secara intensif
dengan melibatkan mereka menjadi mitra binaan,
dan lebih jauh lagi menjadikan mereka masuk
ke dalam rangkaian supply chain maupun value
chain perusahaan.
KESIMPULAN
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
sejatinya bukan membebani perusahaan sebagai
biaya transaksi yang berlebih yang tidak sesuai
122 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 1, Juli 2013
Reis, T. 1999. unleashing the new resources and World Business Council for Sustainable Development,
entrepreneurship for the common good: A scan, 2005. Corporate Social Responsibility: the
synthesis and scenario for action. Battle Creek, WBCSD’s Journey, Switzerland.
MI: W.K. Kellogg Foundation. Yaumidin, UK. 2011. Konsumen Dalam Kerangka
Sellos Christian and Johanna Mair, 2005. Social Teori Dan Implementasi Program Tanggung
Entrepreneurship: Creating New Business Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan, dalam
Models to Serve the Poor. Business Horizons Tanggung Jawab Social Perusahaan Dalam
Vol 48, page 241-246. Indiana University Perspektif Pemangku Kepentingan, Umi
Kelley School of Business. Karomah Yaumidin (eds), LIPI Press, Jakarta.
Sen, S. and C. B. Bhattacharya, 2001. “Does doing ________ Diah Setiari Suhodo, Bahtiar Rifai, 2012.
good always lead to doing better? Consumer Dokumen Perencanaan dan Pengelolaan
reactions to corporate social responsibility”, Tanggung Jawab Sosial Kabupaten Belitung,
Journal of Marketing Research 38(2), 225-243 Pemerintah Kabupaten Belitung, tidak
Stevenson, H., 1983. “A PerspectiveOn dipublikasikan.
Entrepreneurship”, Harvard Business School _______ dan Bahtiar Rifai, 2012. Proposal
Working Paper 9-384-131. Internalisasi Teknologi Tepat Guna dalam
Stevenson, HH and Jarillo, J.C. 1991. A New Pengembangan Usaha Kelompok Tani,
Entrepreneurial Paradigm. In Socioeconomics: Program Bina Lingkungan Commercial Risk
Toward a New Synthesis, eds. A. Etzioni and Group PT. Bank Mandiri Tbk, di Desa Taman
P.R. Lawrence, 185-208. Armonk, NY: M.E. Sari, Kecamatan Taman Sari KAbupaten Bogor
Sharpe, Inc. tahun 2012, tidak dipublikasikan
Thompson, N, 2002. ‘Social Work with Adults’ ________ Diah Setiari Suhodo, Bahtiar Rifai, Inne
in (eds) Adams, R, Dominelli, L and Payne, Dwiastuti, Gusnelly, 2012. Memodelkan Sinergi
M Social Work: Themes, Issues and Critical Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, laporan
Debates, Hampshire and New York: Palgrave/ penelitian program kompetitif Ketahanan
Open University Wilayah dan Masyarakat Pesisir,tahun 2011,
The Economist, 2012. Indonesia: The Komodo tidak dipublikasikan.
Economy, Workers’ protests dampen Zadek, S. and Thake, S. 1997. Send in the Social
news of aratings upgrade,Feb 18th Entrepreneurs. New Statesman, 26, June 20,
2012 | JAKARTA |From the print edition 1997.
Timmons Jeffry A. and Stephen Spinelli, 2006. New
Venture Creation for the 21st Century, 7th ed.
New York: McGraw Hill.
Todaro, Michael P and Stephen C. Smith, 2002.
Pembangunan Ekonomi Jilid 1 Edisi
Kesembilan, Erlangga, Jakarta
Weerawardena Jay and Gillian Sulivan Mort, 2006.
Investigating social entrepreneurship: A
multidimensional model, Journal of World
Business 41 (2006) 21-35
Weisbrod, B., 1975. Toward a theory of the voluntary
sector in a three-sector economy. In E.S.
Phelps (Ed.),Altruism, morality and economic
theory (pp. 171-195). New York: Russell Sage
Foundation.
Winarto V., 2008. Membangun Kewirausahaan
Sosial: Meruntuhkan dan Menciptakan Sistem
Secara Kreatif, Makalah untuk seminar,
Yogyakarta, 22 Februari 2008.
World Bank, 2013. Doing Business: Smarter
Regulation for Small and Medium Entreprises,
Washington D.C