INDONESIA
Fatria Noviani 1, Fina Lestari 2, Komala Mala Hayati3, L. Rahmat Yoshie R.A4, L. Abdullah
Sani5
PEDAHULUAN
Perang antara Rusia dan Ukraina telah mengguncang politik dunia dan pasar
internasional, sehingga krisis global ini menghadirkan tantangan baru bagi hubungan
internasional. Hal ini tentu akan berdampak panjang pada ekonomi global. Invasi Rusia
ke Ukraina telah menjadi peristiwa global dengan implikasi besar bagi semua negara.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 menandai kembalinya perang antar
negara, sesuatu yang belum pernah terjadi di Eropa sejak 1945. Dengan demikian,
perang antara Rusia dan Ukraina berdampak sangat serius pada pasar global,
berpotensi berdampak besar pada ekonomi keliling dunia. Konflik Rusia-Ukraina telah
menciptakan bencana krisis kemanusiaan dan mengancam stabilitas hubungan
geopolitik. Perang telah menambah kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan
global, meningkatnya inflasi dan utang, serta meningkatnya kemiskinan (Orhan, 2022).
Dampak utama konflik Rusia-Ukraina terhadap perekonomian dunia adalah kenaikan
harga energi dan hilangnya kepercayaan di pasar keuangan.
Rusia dan Ukraina adalah pemain utama di pasar minyak, gas, gandum, listrik,
makanan, dan pupuk global. Rusia adalah produsen dan pengekspor minyak terbesar
ketiga di dunia, pengekspor gas alam terbesar kedua, dan pengekspor batu bara
terbesar ketiga. Rusia juga pengekspor gandum terbesar di dunia dan pengekspor
minyak bunga matahari terbesar kedua. Selain itu, Rusia juga mendominasi
perdagangan pupuk dunia dan merupakan pengekspor pupuk terbesar. Ukraina
memainkan peran penting dalam memasok pasar dunia sebagai pengekspor minyak
bunga matahari terbesar, pengekspor jagung terbesar keempat dan pengekspor
gandum terbesar kelima.
Sebagai pemasok utama logam dan mineral, perang antara Rusia dan Ukraina
tentunya akan mengganggu pasokan mineral dan logam, yang tentunya akan
mempengaruhi produksi di sejumlah industri. Hal ini menyebabkan perubahan harga
atau ketersediaan pangan dan energi yang akan berdampak langsung pada masyarakat
dan negara di seluruh dunia. Rusia dan Ukraina memainkan peran penting dalam pasar
energi, pangan, dan pupuk global. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengantisipasi
konflik yang muncul.
Jika salah satu negara yang berkonflik menjadi pemain utama di pasar minyak
dunia, maka perang tersebut akan menimbulkan apa yang disebut dengan “short effect”,
yaitu kenaikan harga minyak karena gangguan pasokan atau gangguan. peningkatan
permintaan (Coleman, 2012; Kilian, 2009; Kilian, 2014). Rusia adalah salah satu
penghasil dan pengekspor minyak dan energi terbesar di dunia. Jika konflik militer
membuat Rusia terkena sanksi internasional dalam bentuk pembatasan
kemampuannya untuk mengekspor minyak dan gas, eskalasi berikutnya pasti akan
menjadi kenaikan harga energi global. Kenaikan harga energi hanya akan mendorong
inflasi. Oleh karena itu, mengingat banyak negara yang berperan sebagai penggerak
ekonomi global seperti China, Jepang, dan Eropa merupakan net importir energi,
kenaikan harga minyak akan membatasi pertumbuhan global. Kecuali Amerika Serikat,
yang swasembada energinya, harga minyak yang tinggi akan menyebabkan transfer
sebagian pendapatan dari konsumen ke produsen, yang pada akhirnya akan
menciptakan potensi negatif di sisi permintaan (Liadze , I. et al. , 2022).
TINJAUAN TEORITIS
Konflik yang terjadi di Rusia dan Ukraina telah menyebabkan harga minyak dunia
meroket, konflik yang berkepanjangan ini telah memaksa beberapa perusahaan asing
untuk keluar dari Rusia yang juga berdampak pada negara lain. Dengan demikian,
Pemerintah Rusia menghadapi ketakutan akan gagal bayar utang publik negaranya.
Akibatnya dari hal tersebut, berdampak terhadap ekonomi global yang tidak mulus.
Dampak ekonomi dari perang Rusia melawan Ukraina telah banyak sekali mengguncang
perekonomian dunia, yaitu sebagai berikut:
Harga minyak dan gas naik karena masalah pasokan, dengan Rusia menjadi salah satu
produsen dan pengekspor bahan bakar fosil terbesar di dunia. Brent Laut Utara,
menurut standar internasional, mencapai $90 per barel pada Februari 2022. Pada 7
Maret 2022, harga melonjak menjadi $139,13, mendekati level tertinggi dalam 14
tahun, dan harga tetap sangat fluktuatif. Harga gas juga meroket, dengan patokan Eropa
TTF Belanda mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 345 euro pada 7 Maret
2022. Pemerintah Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Inggris Raya telah mengumumkan
larangan gas Rusia. Sementara itu, Uni Eropa (UE) menghindari sanksi terhadap sektor
energi Rusia, karena negara-negara seperti Jerman sangat bergantung pada pasokan gas
Rusia. Bahan baku lain yang diproduksi secara massal di Rusia telah melonjak, termasuk
nikel dan aluminium. Rantai pasokan industri otomotif menghadapi gangguan karena
suku cadang penting yang berasal dari Ukraina.
Ancaman Pangan
Di era globalisasi saat ekonomi mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19,
dunia kembali dikejutkan dengan deklarasi konflik antara Rusia dan Ukraina,
ketegangan ini akan merugikan ekonomi internasional dan menghambat pemulihannya.
khususnya di Indonesia. Konflik ini dapat menurunkan ekspor nonmigas Indonesia dan
menghambat impor bahan pokok, yang dapat menyebabkan peningkatan beberapa
produk penting salah satunya BBM.
Dalam massa dewasa ini, isu-isu politik dan ekonomi telah berkembang
sedemikian rupa seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan dalam hal ini tidak
dapat dipahami dengan baik tanpa menghargai perkembangan historis pemikiran,
gagasan dan lembaga yang ada. Menurut Clark (1998), sebelum mulai mengkaji
ekonomi politik, harus diingat bahwa semua sejarah pada akhirnya bergantung pada
interpretasi dan tidak ada interpretasi tunggal sejarah ekonomi politik yang bersifat
universal. Demikian pula yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, berdampak negatif
terhadap perekonomian dunia semua negara, termasuk juga negara Indonesia.
Hubungan ekonomi antara negara Rusia dan Indonesia berkembang perlahan sejak
berakhirnya Perang Dingin sampai saat ini .
Pada tahun 2016, total omzet perdagangan antara kedua negara mencapai $2,6
miliar. Ini adalah minyak, gas, dan petrokimia yang menyumbang 64% dari ekspor
Rusia ke Indonesia. Kemudian, pada 2015, karet dan pangan menjadi impor utama
Rusia. Kedua negara juga secara aktif mengejar sejumlah proyek energi bersama dalam
beberapa tahun terakhir, termasuk pengembangan ladang minyak lepas pantai di Laut
Jawa. Selain itu, Rusia juga membahas proyek pembangunan pembangkit listrik 1,8
gigawatt di Indonesia senilai $2,8 miliar. Kemudian, pada November 2017, Rosneft dan
Pertamina, sebuah perusahaan energi Indonesia, menandatangani kesepakatan besar
baru senilai $15 miliar untuk mengembangkan kompleks petrokimia dan minyak baru
di Jawa Timur. Kemitraan ini diharapkan menjadi pusat distribusi minyak regional
utama di seluruh Asia Tenggara. Kedua negara ini juga membahas kemungkinan kerja
sama pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir tradisional untuk Indonesia.
Maka setelah terjadinya perang rusia dan ukraina banyak sekali permasalah dalam
perekonomian dalam negara indonesia seperti naiknya harga produksi.
Akibat konflik dari Rusia-Ukraina, akan mempersulit bagi para perusahaan dan
penjual minyak Eropa untuk mendapatkan sumber energi dari Rusia. Rusia adalah
produsen minyak terbesar kedua di dunia, menjual sebagian besar minyak mentahnya
ke kilang Eropa dan memasok dua perlima pasokan gas Eropa. Oleh karena itu, dapat
diprediksikan bahwa konflik Rusia-Ukraina akan menimbulkan guncangan pasokan
energi dan berujung pada kenaikan harga energi global (Ozil, P.K., 2022). Rusia adalah
produsen minyak dan gas terbesar di dunia, dan tindakan internasional yang
memberlakukan pembatasan perdagangan terhadap Rusia telah menyebabkan
kenaikan harga minyak dan gas dunia (Khudaykulova, M. et al., 2022). Kenaikan harga
minyak dunia yang tiba-tiba disebabkan oleh dampak perang di Eropa antara Rusia dan
Ukraina, yang menyebabkan goncangan ekonomi yang signifikan terhadap ekonomi
global. Buntut dari perang ini adalah dampak dari kenaikan harga minyak di sebagian
besar dunia termasuk juga negara indonesia. Ledakan minyak global dinilai
berpengaruh signifikan terhadap kondisi ekonomi di Indonesia. Harga minyak yang
tinggi ternyata tidak menguntungkan bagi negara manapun, termasuk di belahan dunia
mana pun di Asia, apalagi di negara kita. Kenaikan harga BBM disebabkan tingginya
harga bensin dunia serta pasokan dalam negeri yang tidak mencukupi dibandingkan
permintaan. Besaran subsidi harga BBM yang hampir mencapai VND 520 triliun ini
sangat besar dan menguras APBN, sehingga Pemerintah menilai sangat mendesak untuk
menaikkan harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi. membuat perhitungan yang sangat
hati-hati dan akurat dalam menghitung kenaikan harga bensin domestik. Dengan
semakin meningkatnya dampak kenaikan harga BBM maka akan terjadi dampak secara
simultan dan eksponensial terhadap inflasi harga yang akan mempengaruhi
fundamental ekonomi makro Indonesia.
Konflik di Rusia dan Ukraina telah menyebabkan harga minyak dunia meroket, konflik
yang berkepanjangan ini telah memaksa beberapa perusahaan asing untuk keluar dari
Rusia, yang juga berdampak pada negara lain. Pemerintah Amerika Serikat (AS),
Kanada, dan Inggris Raya telah mengumumkan larangan minyak Rusia. Bahan baku lain
yang diproduksi secara massal di Rusia telah melonjak, termasuk nikel dan aluminium.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau FAO mengatakan
jumlah orang yang kekurangan gizi bisa meningkat dari 8 menjadi 13 juta tahun ini dan
tahun depan. Konflik ini dapat menurunkan ekspor nonmigas Indonesia dan
menghambat impor bahan pokok, yang dapat menyebabkan peningkatan beberapa
produk penting. Pada tahun 2016, total omzet perdagangan antara kedua negara
mencapai $2,6 miliar. Ini adalah minyak, gas, dan petrokimia yang menyumbang 64%
dari ekspor Rusia ke Indonesia. Membahas masalah ekonomi pembangunan dan
ekonomi politik di NSB (negara berkembang), termasuk negara Indonesia yang lahir
setelah Perang Dunia II. Rusia adalah produsen minyak terbesar kedua di dunia,
menjual sebagian besar minyak mentahnya ke kilang Eropa dan memasok dua perlima
pasokan gas Eropa. Kenaikan harga minyak dunia yang tiba-tiba disebabkan oleh
dampak perang di Eropa antara Rusia dan Ukraina, yang menyebabkan goncangan
ekonomi yang signifikan terhadap ekonomi global. Harga minyak yang tinggi ternyata
tidak menguntungkan bagi negara manapun, termasuk di belahan dunia mana pun di
Asia, apalagi di negara kita, Indonesia. Dampak negatif dari konflik Rusia-Ukraina
terhadap Indonesia antara lain harga gandum yang lebih tinggi, harga minyak yang
lebih tinggi, nilai tukar rupiah yang turun, dan ekspor impor yang turun. Konflik antara
Rusia dan Ukraina telah mempengaruhi penurunan perdagangan Indonesia dengan
kedua negara tersebut, meskipun dikatakan bahwa perdagangan Indonesia dengan
Rusia dan Ukraina terlalu kecil. Karena perdagangan diatur dengan penegakan aturan
melalui peraturan pemerintah berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020, sejumlah langkah
harus diambil untuk menciptakan lapangan kerja di sektor perdagangan terkait dengan
pertukaran barang dan jasa. tujuan maupun dalam suatu negara. bangsa. . Dari sisi
impor Ukraina ke Indonesia, produk yang paling banyak diimpor oleh Indonesia adalah
gandum, serta mesin dan peralatan mekanik.
DAFTAR PUSTAKA
Bakrie, C. R., Delanova, M. O., & Yani, Y. M. (2022). Pengaruh Perang Rusia Dan Ukraina
Terhadap Perekonomian Negara Kawasan Asia Tenggara. Caraka Prabu: Jurnal
Ilmu Pemerintahan, 6(1), 65-86.
Damanhuri, D. S. (2010). Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik dan Solusi bagi
Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. PT Penerbit IPB Press.
Ekici, F., Orhan, G., Gümüş, Ö., & Bahce, A. B. (2022). A policy on the externality problem
and solution suggestions in air transportation: The environment and
sustainability. Energy, 258, 124827.
Hamsyir, H., Setyoko, B., & Marihot, M. (2022). STUDI KASUS PERANG MODERN
ANTARA RUSIA DAN UKRAINA TAHUN 2014: TINJAUAN ASPEK STRATEGI DAN
HUBUNGAN INTERNASIONAL. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan
Sosial, 9(1), 248-254.
Suryana, A. T., Fariyanti, A., & Rifin, A. (2014). Analisis perdagangan kakao Indonesia di
pasar internasional. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 1(1), 29-40.
Wardani, W., Suriana, S., Arfah, S. U., Zulaili, Z., & Lubis, P. S. (2022). Dampak kenaikan
Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan Implikasinya Terhadap
Makroekonomi di Indonesia. AFoSJ-LAS (All Fields of Science Journal Liaison
Academia and Society), 2(3), 63-70.
Slawomir Turkowski, Hybrid Warfare, The Essence, Struktur and Course of The Cobflict,
Warsaw 2021PP.
Agustin Vidya. (2013). Paper tentang Perekonomian Indonesia dalam Era Globalisasi.