Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA SCROTALIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Stase Keperawatan Medikal Bedah


CI Klinik: Gunawan, S.Kep., Ns

Disusun Oleh :

IRNA KARUNIA MIN ALLOOH

I4B019058

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia berasal dari bahasa latin, herniae, artinya penonjolan isi suatu rongga
melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut. Dinding rongga
yang lemah itu membentuk kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering
terjadi di perut dengan isi yang keluar berupa bagian usus. Hernia inguinalis lateralis
(indireek), ialah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak disebelah
lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut
melalui anulus inguinalis eksternus. Pada pria normal kanalis inguinalis berisi fasikulus
spermatikus, vasa spermatika, nervus spermatikus, muskulus kremaster, prosesus
vaginalis peritonei, dan ligamentum rotundum. Sedangkan pada wanita kanalis ini hanya
berisi ligamentum rotundum.
Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Hernia
inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis (indirek) dan hernia ingunalis
medialis (direk) dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga
dari hernia ingunalis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis medialis. Hernia
ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan pada wanita
lebih sering terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia
ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur. Hernia
scrotalis menimbulkan berbagai ketidaknyaman bagi pasien. Ketidaknyamanan tersebut
dialami baik sebelum dilakukan tidakan pre operative maupun setelah tindakan pre
operative. Oleh kaerna itu, sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat bertugas untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara utuh dan holistic. Tulisan ini membahas mengenai
hernia scrotalis dan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian hernia scrotalis
2. Mengetahui etiologi dan faktor resiko hernia scrotalis
3. Mengetahui klasifikasi hernia
4. Mengetahui manifestasi klinis hernia scrotalis
5. Mengetahui patofisiologi hernia scrotalis
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang hernia scrotalis
7. Mengetahui penatalaksanaan hernia scrotalis
8. Mengetahui komplikasi hernia scrotalis
9. Mengetahui asuhan keperawatan hernia scrotalis
BAB II ISI
A. Pengertian
Secara umum, hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut
(usus) menonjol melalui defek pada lapisan musculo-aponeurotik dinding perut melewati
canalis inguinalis dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis
adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum.
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab terjadinya hernia scrotalis yaitu (Monarchi, Rakhmat & Ismail 2013):
1. Kongenital atau bawaan sejak lahir di mana tidak terjadi penutupan processus
vaginalis yang menghubungkan rongga peritoneum dengan scrotum.
2. Dapatan, seperti
a. Kelainan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen seperti batuk
kronis, hipertrofi prostat, ascites, dan konstipasi
b. Kelemahan dinding abdomen karena faktor usia
c. Hernia iunginal inderec, terjadi pada suatu kantung kongenital sisa dan
proseus vaginalis
d. Keja otot yang terlalu kuat
e. Mengangkat beban yang berat
f. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi
g. Obesitas
(Antara, Dengan & Hernia 2014)
C. Klasifikasi
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut dengan
sendirinya. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring
atau didorong masuk ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum
kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong
terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi
gangguan pasase seperti muntah, tidak bisa flatus maupun buang air besar. Secara
klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan
gangguan pasase.
4. Hernia Strangulata
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada keadaan
sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan
berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis (Amrizal 2015).
D. Manifestasi Klinis
Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun termasuk
penonjolan pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel penonjolan jelas
terlihat pada lokasi hernia akan tetapi tidak menimbulkan keluhan seperti nyeri dan
defans muskular. Pada hernia inkarserata, tampak penonjolan pada lokasi hernia dengan
disertai rasa nyeri dan tanda-tanda obstruksi saluran cerna seperti muntah, sulit flatus,
sulit buang air besar, dan peningkatan bising usus. Pada hernia strangulata tampak gejala
seperti pada hernia inkarserata namun pasien tampak lebih toksik. Keadaan toksik ini
kemungkinan disebabkan oleh isi hernia yang telah mengalami iskemia atau bahkan
nekrosis
E. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah factor
congenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang
dapat menyebabkan masuknya isi rongga perutmelalui kanalis inguinalis faktor yang
kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat
benda berat dan factor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis,
jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari annulus ingunalis ekstermus.
Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal
inguinalis berisi talis perma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia (Qomariah,
2016).
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad
ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen
yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis
merupakan evaginasi diverticular peritoneum yang membentuk bagian ventral
gubernaculum bilateral. Pada pria testis awalnya terletak retroperitoneal dan dengan
adanya processus vaginalis, testis akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum
akibat adanya kontraksi pada ligamentum gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi
penurunan terlebih dahulu sehingga angka kejadiannya lebih banyak pada sebelah kanan.
Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya processus vaginalis. Jika processus
vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Akan
tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus
vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis
proseccus vaginalisnya telah menutup sempurna
Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada
yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi
perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak
dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan
atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap
cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate
yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga
menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya
suplai oksigen yangbisa menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan menjadi
nekrosis. Jika kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltikusus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala lleus yaitu perut
kembung, muntahdan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan
kontinyu, daerah benjolanmenjadi merah (Amrizal 2015).
F. Pathway
Pekerjaan berat, riwayat jatuh, Riwayat
BBL
batuk lama, mengejan pembedahan
abdomen
Prosesus vaginalis peritonel
tidak berobiliterasi ↑ tekanan intra
abdomen
Kanalis inguinalis Otot dinding abdomen
terbuka Fasia abdomen tidak tipis/ mengalami
mampu menahan tekanan kelemahan
Peritoneum tertarik
kedalam scrotum Fasia terkoyak

Hernia inguinalis Hernia inguinalis


lateralis kongenital lateralis akuisisi

Hernia

Massa melewati kanalis inguinalis

Masuk scrotum

Perubahan status kesehatan HERNIA INGUINALIS COMPLETE


(HERNIA SCROTALIS)
↑ stressor

Dx Ansietas
Dx Risiko
↑ isi abdomen (usus) masuk Pembedahan perdarahan
ke kantong hernia

↑ Tekanan Luka insisi Anestesi

Inkontinuitas Penurunan Mual, muntah


Salurnan limfe terbendung Kantong hernia
jaringan motorik
semakin sempit
Oedema
Dx Hambatan Dx Mual
Usus terjepit Port de Pelepasan Mobilitas
Suplai darah terhenti mediator Fisik
entry
Peristaltik usus nyeri
Iskemik jaringan terganggu Dx kerusakan
Dx Risiko integritas
Nyeri
infeksi jaringan
Pelepasan Nekrotis Dx Disfungsi
mediator nyeri Motilitas Dx Nyeri
Gastrointestinal
Respon inflamasi
Nyeri

Fagositosis leukosit
Dx Nyeri

Stasis cairan tubuh

Dx Risiko Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiografi abdomen
Sejumlah gas terdapat dalam usus, enema barium menunjukkan tingkat obsruksi
2) CT Scan
Dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil adanya protrusi ductus
intervertebralis
3) Lab darah: hematologi rutin, BUN, kreatinin, elektrolit darah. Hitung darah lengkap
dan seru elektrolit dapat menunjukan hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit)
peningkatan sel darah putih (leukosit > 10.000-18.000 mm3) dan ketidakseimbangan
elektrolit.
G. Penatalaksanaan
1) Konservatif
a. Reposisi spontan
 Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan
pasien. Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen.
 Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut
pasien.
 Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah
daripada kaki (Trandelenburg).
 Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal
rotasi maksimal (seperti kaki kodok).
 Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin
untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.
 Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan
secara elektif
b. Reposisi bimanual
 Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan
kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan
menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan pada apeks
hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin
hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba
sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.
2) Pembedahan
Indikasi pembedahan:
 Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan
 Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk
 Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi
Hernia pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan, karena
adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi, yang termasuk
gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan
rekurensi yang mengikuti tindakan operatif. Pada pria dewasa, operasi cito terutama
pada keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat
bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas
lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada anak-anak pembedahan dilakukan
dengan memotong cincin hernia dan membebaskan kantong hernia (herniotomy).
Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy dan hernioraphy, selain
dilakukan pembebasan kantong hernia juga dilakukan pemasangan fascia sintetis
berupa mesh yang terbuat dari proline untuk memperbaiki defek. Kedua tindakan
herniotomy dan hernioraphy disebut juga dengan hernioplasty (Wahid et al. 2019).
H. Komplikasi
Komplikasi saat pembedahan antara lain:
 Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.
 Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis.
 Lesi vas defferens, buli buli, usus
Komplikasi segera setelah pembedahan:
 Hematome
 Infeksi
Komplikasi lanjut:
 Atrofi Testis
 Hernia residif
I. Pengkajian

1. Pengkajian
Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010), hal yang perlu di kaji pada penderita
hernia inguinalis adalah memiliki riwayat pekerjaan mengangkat beban berat, duduk
yang terlalu lama, terdapat benjolan pada bagian yang sakit, nyeri tekan, klien
merasa tidak nyaman karena nyeri pada perut.
a. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama penanggung jawab,
pekerjaan dll. Biasanya hernia Ditemukan 80 % pada pria dan prosentase yang lebih
besar pada pekerja berat.
b. Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien hernia untuk datang ke rumah sakit
adalahbiasanya pasien datang dengan benjolan di tempat hernia, adanya rasa nyeri
pada daerah benjolan
c. Riwayat penyakit sekarang
Diawali timbulnya/munculnya benjolan yang mula mula kecil dan hilang dengan
istirahat,berlanjut pada fase benjolan semakin membesar dan menetap,benjolan tidak
hilang meskipun dengan istirahat.Benjolan yang menetap semakin membesar oleh
karena tekanan intra abdominal yang meningkat mengakibatkan benjolan semakin
membesar yang berakibat terjadinya jepitan oleh cincin hernia. Biasanya klien yang
mengalami nyeri. Pada pengkajian nyeri (PQRST)
P: klien mengatakan ke rumah sakit dengan keluhan ada benjolan pada bagian perut
bawah yang di sebab kankarna ada bagian dinding abdomen yang lemah.
Q: benjolan tersebut menimbulkan rasa nyeri di daerah bagian bawah perut/ sesuai
tempat terjadinya hernia, klien mengatakan rasa nyeri seperti di tusuk –tusuk
jarum.
R: nyeri tersebut sangat terasa di bagian perut bagian bawah.
S: skala nyeri 4-8.
T: nyeri terasa hebat saat di bawa beraktivitas dan nyeri berlangsung selama ± 3
menit ada gejala mual-muntah bila telah ada komplikasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi Hernia tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
di dalam rumah.
e. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita Hernia, keluhan pada masa kecil, hernia dari organ lain, dan
penyakit lain yang memperberat Hernia seperti diabetes mellitus. Biasanya
Ditemukan adanya riwayat penyakit menahun seperti: Penyakit Paru Obstruksi
Kronik, dan Benigna Prostat Hiperplasia.
f. Riwayat pisikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan
bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya. Biasanya
pasien mengalami cemas, dan penurunan rasa percaya diri.
g. Pengkajian pola fungsional
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekuensinya). Biasanya pada hernia reponibilis dan irreponibilis
belum dijumpai adanya gangguan dalam pemenuhan kebutuhan makan dan
minum. Peristaltic usus biasanya lebih dari batas normal (>10x/menit).
2) Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya Pada hernia reponibilis dan irreponibilis tidak dijumpai gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur. Namun pada hernia inkarcerata dan strangulata
ditemukan adanya gejala berupa nyeri hebat yang mengakibatkan gangguan
pemenuhan istirahat tidur
3) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri akibat
penonjolan hernia.
4) Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
5) Pola kognitif
Penglihatan, perabaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa
lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
7) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
8) Neurosensori
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri yang meningkat bila digunakan
beraktivitas. Biasanya nyeri seperti tertusuk yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat, defekasi,
mengangkat kaki. Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan
(Soeparman, 2011).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik focus hernia yaitu pemeriksaan abdomen meliputi :
a) Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda
infeksi( merah, bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
b) Auskultasi
Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan pasien
tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
c) Perkusi
Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen
d) Palpasi
 Akan teraba benjolan abnormal yang dapat teraba adanya fluktuasi, tegas atau
keras, tergantung isi hernia dan tekanan. Isi hernia yang berupa omentum, atau
colon sigmoid, yang mengandung feses akan teraba liat, sedang usus yang
mengandung gas akan teraba lembut dan dapat ditekan atau tegang tergantung
derajat incarcerasinya. Kecuali bila mengalami incarcerasi, masa hernia dapat
dalam posisi supinasi.
 Benjolan yang dapat dilihat di atas lipat paha menunjukkan hernia inguinalis,
sedang di bawah lipat paha hernia femoralis. Palpasi hernia inguinalis lateralis
dapat dilakukan dengan 3 jari, sedang untuk bagian medialis dapat dengan jari
telunjuk melalu scrotum
J. Diagnosa yang mungkin muncul
Pre op
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologi)
2. Disfungsi motilitas gastrointestinal b,d gangguan sirkulasi gastrointestinal
3. Resiko infeksi b.d gangguan peristalsis

Post op

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (pembedahan)


2. Kerusakan integritas jaringan b.d pembedahan
3. Hambatan mobilitas fisik b.d agen farmaseutikal
4. Resiko infesi, b.d prosedur invasive, pembedahan
5. Resiko perdarahan b.d gangguan gastrointestinal

K. Fokus Intervensi
1. Nyeri akut agen berhubungan agen injury fisik
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
- Wajah klien rileks.
Rencana Tindakan:

- Observasi tanda – tanda vital.


- Kaji skala nyeri, lokasi, lamanya faktor yang memperberat karaktersitik.
- Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam, dan distraksi pengalihan seperti
mengobrol, mendengarkan musik dan membaca buku.
- Berikan posisi yang nyaman (semifowler).
- Kolaborsi pemberian obat analgetik.
2. Risiko Infeksi
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
- Luka bersih tidak lembab dn kotor
- Tanda – tanda vital normal
Rencana tindakan :

- Pantau tanda-tanda vital


- Lakukkan perawatan luka dengan teknik aseptik
- Lakukkan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter drinase luka, dll
- Jika ditemukan tanda-tanda infeksi, kolaborasi pemeriksaan darah seperti hb,
leukosit dll.
- Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal 2015, ‘Hernia Inguinalis : Tinjauan Pustaka’, Syifa’MEDIKA, vol. 6, no. 1, pp. 1–12.

Antara, H., Dengan, O. & Hernia, K. 2014, ‘Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian
Hernia Inguinalis’, Unnes Journal of Public Health., vol. 3, no. 3, pp. 1–8.

Bulechek, M.G. 2016, Nursing interventions classification (NIC), Edisi 6, Elsevier Global
Rights, Singapura.
Monarchi, A.T.S., Rakhmat, A. & Ismail, H. 2013, ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hernia Inguinalis Di Rsu Daya Makassar Dan Rsud Labuang Baji
Makassar’, Jurnal Keperawatan Hasanudin, vol. 2, no. 1, pp. 1–9.

Moorhead, S.D. 2016, Nursing outcomes classification (NOC), Edisi 6, Elsevier Global
Rights, Singapura.
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) 2015, Diagnosis keperawatan
definisi & klasifikasi 2015-2017, Edisi 10, Editor T. Heather Herdman & Shigemi
Kamitsuru, EGC, Jakarta.
Wahid, F., Isnaniah, Sampe, J. & Langitan, A. 2019, ‘Hernia inguinalis lateralis dextra
dengan hemiparese sinistra’, Medical Profession (MedPro0, vol. 1, no. 1, pp. 12–5.

Anda mungkin juga menyukai