KEPERAWATAN ANAK
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 :
Dosen Pengampu :
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji syukur kehadiran
Allah SWT,yang telah memberikan ketetapan serta membukakan pintu
hati,melapangkan pikiran,kesempatan dan kesehatan dengan taufik dan
hidayahnya,sehingga penulis dapat menyelesaikan “Pemeriksaan Saraf
Cranial Pada Bayi dan Anak”.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia yang merupakan makhluk hidup memiliki ciri berupa
bergerak, mulai dari menggerakkan anggota tubuh bagian atas sampai anggota
tubuh bagian bawah. Setiap anggota tubuh yang digerakkan oleh manusia
asalnya dari perintah otak. Dengan adanya perintah dari otak itu, maka
anggota tubuh akan berjalan sesuai dengan fungsinya. Misalnya, ketika otak
memerintahkan anggota melihat, maka anggota tubuh bagian mata akan
bergerak.Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa otak adalah pusat dari segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia setiap harinya. Jika otak tidak
berfungsi dengan semestinya, maka aka nada beberapa anggota tubuh yang
tidak dapat digerakkan dengan maksimal. Selain itu, dikarenakan otak
merupakan bagian yang paling penting untuk menggerakkan anggota tubuh,
maka otak dilindungi oleh tulang tengkorak yang kuat.Berat otak manusia
diperkirakan kurang lebih 1.400 gram atau 1,4 kg.
Otak manusia tersusun dari banyak neuron atau kurang lebih ada 100
miliar neuron yang ada di dalam otak. Setiap neuron otak memiliki 1.000
hingga 10.000 koneks sinaps dengan sel-sel saraf yang ada di anggota tubuh
lainnya.Jaringan pada otak dapat dikatakan bahwa konsistensinya kenyal serta
letaknya berada di dalam tulang tengkorak. Ukuran tulang tengkorak pada
manusia akan semakin besar mengikuti bertambah usianya manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, semakin dewasa manusia, maka ukuran tulang
tengkoraknya akan semakin besar juga.Setiap jaringan pada otak juga
dilindungi oleh beberapa pelindung.
Dalam hal ini, pelindung dari jaringan otak, seperti kulit kepala,
selaput otak, rambut, cairan otak, dan tengkorak. Setiap pelindung jaringan
otak tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian lagi.Otak yang
merupakan bagian tubuh yang sangat penting karena dapat menggerakkan
anggota tubuh dengan maksimal menandakan bahwa otak memiliki saraf-saraf
yang saling terhubung dengan anggota tubuh lainnya. Setiap saraf-saraf
tersebut sudah memiliki fungsinya masing-masing.Dari sekian banyak saraf
yang terhubung dengan otak, salah satunya ada saraf kranial yang terdiri dari
12 pasang. 12 saraf kranial itu merupakan sistem saraf yang memiliki fungsi
yang sangat penting. Untuk lebih jelasnya, kita akan membahas 12 saraf
kranial dan fungsinya serta letaknya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Saraf kranial adalah saraf yang menghubungkan otak dengan organ
tubuh yang lain, berjumlah 12 pasang, memiliki fungsi membawa informasi
dari panca indera ke otak.Saraf kranial atau bisa juga disebut dengan nervus
kranial adalah saraf yang letaknya ada pada bagian bawah otak dan berperan
sangat penting dalam sistem saraf, mengapa penting? Karena saraf kranial ini
terhubung dengan organ tubuh pancaindera, organ tubuh kepala, organ tubuh
pada bagian leher, organ tubuh dada, otot, tanpa harus melalui sumsum tulang
belakang. Maka dari itu, saraf kranial ini dapat mengirimkan sinyal sensorik
dan motorik kepada semua bagian tubuh tersebut secara langsung.
Dengan adanya informasi sensorik ke anggota tubuh mulut, hidung,
telinga, dan mata melalui saraf kranial, maka membuat manusia dapat
melakukan aktivitas, seperti merasakan, mencium, mendengar, dan melihat.
Selain itu, gerakan pada anggota tubuh yang dilalui oleh saraf kranial
membuat manusia bisa melakukan aktivitas sehari-hari, seperti hidung untuk
mencium sesuatu, mulut untuk makan atau berbicara, dan sebagainya.Tidak
hanya itu, saraf kranial juga memiliki fungsi lainya berupa bisa menerima
berbagai macam informasi motorik dan sensorik. Bahkan, saraf kranial bisa
membantu untuk melakukan pengontrolan terhadap berbagai macam organ
tubuh internal, seperti organ tubuh paru-paru dan organ tubuh jantung.Saraf
kranial itu sendiri asalnya dari dua bagian otak, yaitu bagian otak besar
atau cerebrum dan batang otak. 10 saraf kranial berada di bagian batang otak,
sedangkan dua saraf lainnya berada di bagian otak besar. Pada bagian batang
otak, saraf kranial ini dapat terlihat pada bagian tertentu, seperti pada bagian
pons, bagian otak tengah, atau medulla. Akan tetapi, saraf kranial bisa juga
tampak pada persimpangan dari setiap bagian tersebut.
5. Trigeminal (Kranial V)
Saraf trigeminal ini terletak pada bagian sisi wajah. Selain itu,
saraf trigeminal dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu oftamilk, maksila,
dan mandibula. Ketiga bagian itu memiliki fungsi yang berbeda, seperti
oftalmik berfungsi memberikan informasi sensorik dari kulit kepala,
kelopak mata atas, dan dahi. Maksila memiliki fungsi memberikan
informasi sensorik dari bagian pilpi, rongga hidung, kelopak mata bawah,
dan bibir atas. Mandibula memiliki fungsi memberikan informasi sensorik
dan motorik mulai dari bagian bibir bawah, rahang, dagu, dan lidah.Saraf
trigeminal adalah saraf kranial yang memiliki fungsi motorik dan sensorik.
Dalam hal ini, fungsi sensorik pada saraf trigeminal, seperti dapat
merasakan sentuhan atau sensasi pada bagian wajah, leher atas, dan kulit
kepala. Sementara itu, fungsi motorik dari saraf trigeminal, seperti
memiliki peran dalam mengontrol setiap gerakan otot yang ada di bagian
mulut, telinga, dan rahang.
1. Anamnesis
Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua
membawa anaknya berobat. Keluhan utama sangat penting untuk menentukan
diagnosis banding. Anamnesis yangdilakukan secara rinci dan kronologis
dapat menentukan perjalanan penyakit dan proses penyakitnya (akut atau
kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).Beberapa hal yang sebaiknya
ditanyakan adalah:(1) lama atau umur saat awal keluhan.(2) bagaimana
terjadinya mendadak atau perlahan-lahan)" (3.) lokalisasi dan sifat keluhan
menetap atau menyebar).(4) derajat dan perkembangan penyakit(bertambah
berat atau menetap)" (5.)apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau
memburuk" (6.) riwayat keluarga seperti penyakit pasien.Data lain yang tidak
kalah pentingnya adalah riwayat kehamilan ibu,kelahiran, penyakit dahulu,
perkembangan, nutrisi, riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.Riwayat
perkembangan sangat penting karena dapat menentukan apakah anak tersebut
terlambatatau tidak.Perkembangan yang harus sudah dicapai oleh seorang
anak pada usia tertentu dapatdilihat pada
Untuk mencegah terjadinya keterlambatan diagnosis gangguan
perkembangan, sebaiknya setiapanak yang berobat selalu ditanyakan
kemampuan perkembangan anak sesuai dengan usianya pertanyaan
sederhana seperti apakah sudah dapat duduk sendiri pada bayi usia 9
bulan – atau apakah sudah dapat bicara lancar pada usia 2
tahun.Pertanyaan ini merupakan skrining untuk mendeteksi adanya
gangguan perkembangan secara dini.
2. Observasi klinis
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisis umum.Pemeriksaandilakukan berdasarkan pengamatan,
raba, dan auskultasi.Pemeriksaan neurologis yangterpenting adalah observasi
secara seksama dan teliti sebelum pasien disentuh.Pasien yang telahdisentuh
seringkali menangis dan menyebabkan data yang ada menjadi sulit
diinterpretasi,misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi yang
menangis.Ubun-ubun besar membonjol pada bayi menangis dapat merupakan
bukan keadaan abnormal.
2. Peralatan
a. Sumber aroma yang familiar (lemon, kopi)
b. Penlight
c. Snellen chart atau optotype lain
d. Pinhole
e. Buku Ishihara
f. Oftalmoskop
g. Jarum tumpul atau tusuk gigi disposable
h. Kapas
i. Zat perasa manis, asam, dan asin
j. Garpu tala 512 Hz
k. Depresor lidah
l. Segelas air putih
3. Posisi Pasien
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk di kursi.
Jarak ideal antara pasien dan pemeriksa adalah sekitar 1 lengan. Masing-
masing pemeriksaan mungkin dilakukan dengan jarak yang berbeda.
4. Prosedural
Pemeriksaan nervus kranialis terdiri dari beberapa jenis
pemeriksaan yang spesifik untuk masing-masing nervus kranialis.
a. Nervus Kranialis I atau Nervus Olfaktorius
Pemeriksaan nervus olfaktorius dilakukan untuk mendeteksi
gangguan fungsi penghidu. Pemeriksaan dilakukan dengan kondisi
mata tertutup dan dilakukan secara bergantian pada masing-masing
lubang hidung.Dokter harus menggunakan objek yang memiliki aroma
yang khas dan dikenal oleh masyarakat setempat, tetapi tidak bersifat
iritatif. Beberapa jenis objek yang dapat digunakan adalah lemon,
kopi, dan vanili. Fungsi penghidu dikatakan intak bila pasien bisa
mendeteksi aroma tanpa perlu mengidentifikasi jenis objek yang
digunakan. Sebagai kontrol, siapkan objek yang tidak memiliki
aroma.Berikut adalah prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius:
1) Pasien diminta untuk menutup mata
2) Pasien menutup lubang hidung yang tidak diperiksa (tekan
menggunakan jari)
3) Pemeriksa meletakkan objek yang beraroma pada jarak 30 cm dari
hidung
4) Pemeriksa menanyakan apakah pasien mencium bau atau tidak.
e) Gunakan jari atau objek lain seperti jarum atau pulpen dan
letakkan pada jarak yang sama di antara pemeriksa dan pasien.
Pada permulaan, objek diletakkan di luar radius 180 derajat
bidang horizontal
f) Pemeriksa menggerakkan objek secara perlahan dari perifer ke
sentral
b) Pada kondisi netral, inspeksi apakah kedua bola mata simetris dan
perhatikan apakah terdapat deviasi bola mata atau gerakan
abnormal
Pada pasien koma, fungsi nervus kranialis III, IV, dan VI dapat
diperiksa dengan merangsang refleks oculocephalic. Refleks ini
distimulasi dengan cara membuka kelopak mata pasien dan
merotasikan kepala ke kanan, kiri, atas, dan bawah.
Refleks oculocephalic dikatakan normal jika mata bergerak ke arah
berlawanan dengan gerakan kepala untuk mempertahankan fiksasi
pandangan. Gerakan ini juga disebut dengan doll’s eye movement.
3) Pemeriksaan Keseimbangan:
Terdapat beberapa metode pemeriksaan keseimbangan,
contohnya uji Romberg, uji Fukuda, serta pemeriksaan refleks
vestibulo-okular. Uji Romberg dilakukan dengan meminta pasien
berdiri dengan posisi kaki rapat dan mata tertutup. Jika pasien
jatuh ke salah satu sisi, disfungsi vestibular dapat dicurigai.Pada
uji Fukuda, pasien diminta melakukan gerakan berjalan di tempat
dengan posisi tangan direntangkan dan mata tertutup. Adanya
deviasi dari posisi asal menunjukan adanya lesi vestibular.Pada
pemeriksaan refleks vestibulo-okular, pastikan pasien tidak
mengalami gangguan pada leher. Pasien duduk berhadapan dengan
pemeriksa dan memfiksasi pandangan mata pada hidung
pemeriksa. Pemeriksa meletakkan tangan di kepala pasien dengan
posisi telapak tangan menutupi telinga. Gerakkan kepala secara
cepat ke satu sisi dan kemudian ulangi pada sisi
berikutnya.Respons yang normal adalah pandangan mata tetap
terfiksasi pada titik awal. Pada gangguan fungsi vestibular, akan
terdapat gerakan mata ke arah gerakan kepala yang diikuti gerakan
sakadik ke titik fokus awal.
g. Nervus Kranialis IX (Glossofaring) dan X (Vagus)
Nervus glossofaring memiliki fungsi motorik untuk otot
stylofaringeus, yang berperan dalam elevasi faring saat menelan dan
berbicara. Selain itu, nervus glossofaring juga memiliki komponen
sensorik untuk indra perasa pada sepertiga posterior lidah dan
komponen aferen pada refleks muntah (gag reflex).
Nervus vagus mempersarafi otot-otot di rongga mulut yang
berperan dalam proses bicara. Nervus vagus juga merupakan
komponen eferen dari refleks muntah. Karena memiliki fungsi yang
saling berhubungan, pemeriksaan nervus IX dan X dapat dilakukan
secara bersamaan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1) Observasi saat pasien berbicara apakah ada suara serak atau sengau
2) Inspeksi area palatum dan uvula. Posisi uvula yang normal berada
di tengah. Deviasi uvula menandakan lesi pada nervus vagus
4) Minta pasien untuk batuk. Suara batuk yang lemah dan tidak
eksplosif dapat disebabkan oleh kelainan penutupan glotis akibat
lesi nervus vagus
3) Letakkan jari pada pipi pasien dan minta pasien menekan jari
tangan pemeriksa menggunakan lidah. Lakukan di masing-masing
sisi dan bandingkan kekuatan antara kedua sisi tersebut
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1.Tunkel Allan, Barry JH,Sheldon LK, Bruce AK, Karen LR,Michael S et al. Practice
Guidelines for the management of bacterial meningitis. Clin infect Dis 2004;39:1267-
84 2. Kacprowicz, Robert F., Meningitis in Adults. Available from
http://www.emedicinehealth.com/meningitis_in_adults/article_em.htm,. Diakses
tanggal 2.18 Agustus 2015. 3. Samuel, M Keim. Meningitis in children, Available
from http://www.emedicinehealth.com/meningitis_in_children/article_em.htm.
2.iakses 9 maret 2011. 4. Bloch KC, Glaser C. Diagnostic approaches for patients
with suspected encephalitis. Curr Infect Dis Rep. 2007 Jul. 9(4):315-22 5.
3. [Guideline] Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roos KL, et
al. The management of encephalitis: clinical practice guidelines by the Infectious
Diseases Society of America.
4.Clin Infect Dis. 2008 Aug 1. 47(3):303-27 6. Greenberg David, Michael J, Roger P.
Clinical Neurology. 8th ed. McGraw Hill Companies : Amerika. 2012. P 94 7.
Zulkarnain I.Setiawan B.Malaria Berat.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III.ed
IV.2006:1767-1770 8. CDC. New Medication for Sev