Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

“Pemeriksaan Saraf Cranial Pada Bayi dan Anak”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 :

1. NURRAHMA YANTI (2002061)


2. APRIELLA C.S SIMANGUNSONG (2002045)
3. OLIVIA FEBRIKA KARANI (2002008)
4. WINDI PRATIWI (2002070)
5. NADIA (2002007)

Dosen Pengampu :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SYEDZA SAINTIKA PADANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji syukur kehadiran
Allah SWT,yang telah memberikan ketetapan serta membukakan pintu
hati,melapangkan pikiran,kesempatan dan kesehatan dengan taufik dan
hidayahnya,sehingga penulis dapat menyelesaikan “Pemeriksaan Saraf
Cranial Pada Bayi dan Anak”.

Sholawat dan salam dimohonkan kepada Allah SWT,semoga


disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,yang telah membimbing umat
manusia dalam alam kebodohan kepada kehidupan yang berilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak terdapat


kekurangan dari kata kesempurnaan,untuk itu penulis mengharapkan kritikan
yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan
datang.

Padang, 04 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia yang merupakan makhluk hidup memiliki ciri berupa
bergerak, mulai dari menggerakkan anggota tubuh bagian atas sampai anggota
tubuh bagian bawah. Setiap anggota tubuh yang digerakkan oleh manusia
asalnya dari perintah otak. Dengan adanya perintah dari otak itu, maka
anggota tubuh akan berjalan sesuai dengan fungsinya. Misalnya, ketika otak
memerintahkan anggota melihat, maka anggota tubuh bagian mata akan
bergerak.Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa otak adalah pusat dari segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia setiap harinya. Jika otak tidak
berfungsi dengan semestinya, maka aka nada beberapa anggota tubuh yang
tidak dapat digerakkan dengan maksimal. Selain itu, dikarenakan otak
merupakan bagian yang paling penting untuk menggerakkan anggota tubuh,
maka otak dilindungi oleh tulang tengkorak yang kuat.Berat otak manusia
diperkirakan kurang lebih 1.400 gram atau 1,4 kg.
Otak manusia tersusun dari banyak neuron atau kurang lebih ada 100
miliar neuron yang ada di dalam otak. Setiap neuron otak memiliki 1.000
hingga 10.000 koneks sinaps dengan sel-sel saraf yang ada di anggota tubuh
lainnya.Jaringan pada otak dapat dikatakan bahwa konsistensinya kenyal serta
letaknya berada di dalam tulang tengkorak. Ukuran tulang tengkorak pada
manusia akan semakin besar mengikuti bertambah usianya manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, semakin dewasa manusia, maka ukuran tulang
tengkoraknya akan semakin besar juga.Setiap jaringan pada otak juga
dilindungi oleh beberapa pelindung.
Dalam hal ini, pelindung dari jaringan otak, seperti kulit kepala,
selaput otak, rambut, cairan otak, dan tengkorak. Setiap pelindung jaringan
otak tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian lagi.Otak yang
merupakan bagian tubuh yang sangat penting karena dapat menggerakkan
anggota tubuh dengan maksimal menandakan bahwa otak memiliki saraf-saraf
yang saling terhubung dengan anggota tubuh lainnya. Setiap saraf-saraf
tersebut sudah memiliki fungsinya masing-masing.Dari sekian banyak saraf
yang terhubung dengan otak, salah satunya ada saraf kranial yang terdiri dari
12 pasang. 12 saraf kranial itu merupakan sistem saraf yang memiliki fungsi
yang sangat penting. Untuk lebih jelasnya, kita akan membahas 12 saraf
kranial dan fungsinya serta letaknya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Saraf kranial adalah saraf yang menghubungkan otak dengan organ
tubuh yang lain, berjumlah 12 pasang, memiliki fungsi membawa informasi
dari panca indera ke otak.Saraf kranial atau bisa juga disebut dengan nervus
kranial adalah saraf yang letaknya ada pada bagian bawah otak dan berperan
sangat penting dalam sistem saraf, mengapa penting? Karena saraf kranial ini
terhubung dengan organ tubuh pancaindera, organ tubuh kepala, organ tubuh
pada bagian leher, organ tubuh dada, otot, tanpa harus melalui sumsum tulang
belakang. Maka dari itu, saraf kranial ini dapat mengirimkan sinyal sensorik
dan motorik kepada semua bagian tubuh tersebut secara langsung.
Dengan adanya informasi sensorik ke anggota tubuh mulut, hidung,
telinga, dan mata melalui saraf kranial, maka membuat manusia dapat
melakukan aktivitas, seperti merasakan, mencium, mendengar, dan melihat.
Selain itu, gerakan pada anggota tubuh yang dilalui oleh saraf kranial
membuat manusia bisa melakukan aktivitas sehari-hari, seperti hidung untuk
mencium sesuatu, mulut untuk makan atau berbicara, dan sebagainya.Tidak
hanya itu, saraf kranial juga memiliki fungsi lainya berupa bisa menerima
berbagai macam informasi motorik dan sensorik. Bahkan, saraf kranial bisa
membantu untuk melakukan pengontrolan terhadap berbagai macam organ
tubuh internal, seperti organ tubuh paru-paru dan organ tubuh jantung.Saraf
kranial itu sendiri asalnya dari dua bagian otak, yaitu bagian otak besar
atau cerebrum dan batang otak. 10 saraf kranial berada di bagian batang otak,
sedangkan dua saraf lainnya berada di bagian otak besar. Pada bagian batang
otak, saraf kranial ini dapat terlihat pada bagian tertentu, seperti pada bagian
pons, bagian otak tengah, atau medulla. Akan tetapi, saraf kranial bisa juga
tampak pada persimpangan dari setiap bagian tersebut.

B. 12 Saraf Kranial Beserta Fungsinya dan Letaknya


1. Olfaktorius (Kranial 1)

Saraf olfaktorius merupakan saraf kranial yang pertama. Pada


saraf olfaktorius berkaitan atau berhubungan dengan aktivitas manusia
terhadap aroma atau lebih tepatnya dengan sistem pembauan atau
indera penciuman. Jadi, saraf olfaktorius berfungsi untuk mencium
bau atau aroma tertentu. Selain itu, saraf olfaktorius merupakan salah
satu dari saraf kranial yang terletak pada otak besar (cerebrum). Cara
kerja dari saraf olfaktorius dimulai dari ketika seseorang mencium
suatu aroma atau bau dari hidung, seperti aroma makanan, bau
sampah, dan sebagainya. Kemudian, setelah itu, saraf olfaktorius atau
saraf pembauan akan bekerja untuk mengirim informasi bau atau
aroma tersebut ke otak. Setelah sampai otak akan diidentifikasi, bau
apakah ini, sehingga manusia dapat mengenali aroma atau bau
tersebut.Namun, bagi sebagian orang mungkin akan mengalami
hambatan dalam mencium aroma atau bau tertentu atau disebut juga
dengan istilah anosmia. Anosmia itu sendiri dapat terjadi karena
beberapa hal, seperti seseorang mengalami flu, pilek, kebiasaan
merokok, sinusitis, dan sebagainya.Jika seseorang mengalami
anosmia, maka bisa mengganggu kesehatannya karena akan sulit untuk
mencium aroma makanan, sehingga nafsu makan pun menjadi hilang.
Oleh karena itu, sebaiknya ketika mengalami gangguan pada
penciuman, sebaiknya segera periksa ke dokter agar dapat
mendapatkan penanganan yang lebih baik lagi.

2. Optik (Kranial II)

Saraf optik adalah saraf yang berkaitan dengan indera


penglihatan. Oleh sebab itu, saraf optic ini memiliki fungsi sensorik
yang berhubungan dengan mata atau aktivitas manusia dalam melihat.
Letak saraf optik terletak pada bagian organ tubuh mata, seperti
kornea, pupil, bilik mata depan, korpus viterus, dan sebagainya.
Dengan adanya saraf optik, maka manusia bisa mengetahui apa yang
sedang dilihatnya. Sara optik bekerja dimulai dari masuknya cahaya
dari depan mata atau kornea yang kemudian dilanjutkan ke lensa mata.
Setelah cahaya diproses oleh kornea dan lensa, maka cahaya akan
masuk ke bagian belakang mata, yaitu retina. Dari sel-sel retina inilah
akan melakukan penyerapan terhadap cahaya yang masuk kemudian
mengubah cahaya menjadi impuls elektrokimia. Setelah itu, akan
dilanjutkan lagi ke saraf optik barulah sampai ke otak.Secara
sederhana, saraf optik memiliki fungsi berupa meneruskan informasi
rangsangan berupa cahaya hingga sampai ke otak yang kemudian
informasi tersebut akan dibawa ke otak untuk diidentifikasi, benda apa
yang sedang dilihat atau warna apa yang sedang dilihat saat ini. Maka
dari itu, dapat dikatakan bahwa cara kerja mata apabila dilihat secara
sekilas hampir sama dengan cara kerja kamera.

3. Okulomotor (Kranial III)

Saraf kranial yang ketiga adalah saraf okulomotor. Letak dari


saraf okulomotor ada pada bagian depan otang tengah. Kemudian,
saraf ini bergerak sampai rongga mata, sehingga saraf oculomotor
dapat menggerakkan otot-otot pada mata.Saraf okulomotor memiliki
fungsi motorik berupa membantu pergerakan mata. Dalam hal ini,
pergerakan mata yang dimaksud adalah mata bergerak ke arah yang
ditentukan dan mata berkedip. Jadi, dapat dikatakan bahwa mata
manusia dapat bergerak karena adanya fungsi dari saraf okulomotor.
Bahkan, saraf okulomotor juga membantu mata dalam fokus terhadap
suatu objek yang dilihatnya.Selain itu, saraf okulomotor juga berfungsi
untuk membantu mata dalam mengontrol pupil terhadap cahaya yang
masuk Dengan adanya saraf okulomotor, maka pupil bisa melakukan
respons terhadap cahaya yang masuk, sehingga mata tidak menerima
cahaya berlebihan.

4. Troklear (Kranial IV)

Saraf troklear merupakan saraf kranial yang memiliki fungsi


motorik yang hampir sama dengan saraf okulomotor, yaitu
menggerakkan otot mata. Namun, pada saraf toklear, otot mata yang
akan digerakkan adalah otot oblikus superior. Dengan adanya saraf
troklear yang menggerakkan otot oblikus superior, maka bagian mata
yang bergerak adalah bagian bawah. Selain itu, saraf troklear berfungsi
juga membuat mata menjadi melotot dan bisa kembali seperti
semula.Selain itu, saraf troklear juga dapat bergerak maju sampai
dengan bagian rongga mata. Saraf troklear ini terletak pada bagian
ventral yang berasal dari gray matter periaqueductal dan letaknya
berada langsung di bawah kompleks inti saraf okulomotor pada tingkat
colloculi rendah.

5. Trigeminal (Kranial V)

Saraf trigeminal ini terletak pada bagian sisi wajah. Selain itu,
saraf trigeminal dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu oftamilk, maksila,
dan mandibula. Ketiga bagian itu memiliki fungsi yang berbeda, seperti
oftalmik berfungsi memberikan informasi sensorik dari kulit kepala,
kelopak mata atas, dan dahi. Maksila memiliki fungsi memberikan
informasi sensorik dari bagian pilpi, rongga hidung, kelopak mata bawah,
dan bibir atas. Mandibula memiliki fungsi memberikan informasi sensorik
dan motorik mulai dari bagian bibir bawah, rahang, dagu, dan lidah.Saraf
trigeminal adalah saraf kranial yang memiliki fungsi motorik dan sensorik.
Dalam hal ini, fungsi sensorik pada saraf trigeminal, seperti dapat
merasakan sentuhan atau sensasi pada bagian wajah, leher atas, dan kulit
kepala. Sementara itu, fungsi motorik dari saraf trigeminal, seperti
memiliki peran dalam mengontrol setiap gerakan otot yang ada di bagian
mulut, telinga, dan rahang.

6. Abdusen (Kranial VI)


Saraf kranial yang keenam adalah saraf abdusen. Saraf abdusen
memiliki keterkaitan dengan fungsi motorik pada mata. Dengan
adanya saraf abdusen, maka  mata manusia dapat bergerak untuk
melihat ke arah samping dan dapat menggerakkan mata ke luar. Hal
itu dapat terjadi juga karena saraf kranial dapat mengendalikan otot
rektus lateral.Saraf abdusen ini letaknya berada pada bagian kaudal
dari tegmentum pons atau tepat berada di bawah lantai ventrikel
keempat. Saraf abdusen juga dapat bergerak ke arah otot rektus lateral
yang letaknya ada pada bagian rongga mata. Jika dilihat dari cara
kerjanya, saraf abdusen ini bermula dari pons batang otak, kemudian
masuk ke area kanal Dorello, kemudian bergerak lewat sinus
kavernosus, hingga sampai pada otot rektus lateral.
7. Fasialis (Kranial VII)
Saraf kranial selanjutnya adalah saraf fasialis. Fungsi dari saraf
fasialis ini tidak jauh dari anggota tubuh wajah. Saraf fasialis memiliki
fungsi, seperti menyimpan kelenjar yang dapat menghasilkan air liur dan
dapat mengeluarkan air mata, memberikan informasi sensorik dari lidah
agar dapat merasakan berbagai macam rasa makanan, dan memberikan
informasi motorik untuk mengontrol setiap gerakan otot yang
berhubungan dengan ekspresi atau mimik wajah.Saraf fasialis letaknya
ada di bagian dalam kelenjar liur parotis yang sudah meninggalkan
foramen stilomastoideus. Saraf ini membentuk beberapa cabang terminal
pada batas anterior kelenjar parotis. Setiap cabang tersebut akan bergerak
ke arah otot-otot yang dapat menggerakkan mimik wajah.

8. Vestibulokoklearis (Kranial VIII)


Fungsi sensorik pada saraf vestibulokoklearis ada dua, yaitu fungsi
yang berkaitan dengan kesimbangan dan fungsi yang berkatan dengan
pendengaran. Oleh karena itu, pada saraf vestibulokoklearis ada dua
bagian,yaitu vestibular dan koklea. Vestibular memiliki fungsi berupa
mengumpulkan setiap informasi yang berkaitan dengan bagian telinga
dalam serta berkaitan dengan kesimbangan. Sedangkan koklea memiliki
fungsi berupa mendeteksi setiap adanya getaran yang berasal dari nada
suara dan volume.Saraf vestibulokoklearis asalnya dari lateral dari sudut
yang sudah dibentuk antara cerebellum dan pons. Kemudian akan
melewati saraf fasialis untuk mengarah ke internal acoustic meatus pada
bagian tulang temporal bone.

9. Glossofaringeal (Kranial IX)


Saraf glossofaringeal memiliki fungsi berupa memberikan
informasi sensorik yang berasal dari telinga bagian luar hingga pada
rongga bagian tengah telinga. Selain itu, saraf glossofaringeal juga
berfungsi memberikan informasi sensorik pada bagian belakang
tenggorokan dan pada belakang lidah. Dengan kata lain, fungsi utama dari
saraf glossofaringeal yaitu adanya suplai persarafan yang bersifat sensorik
dari orofaring serta bagian belakang dari lidah.Saraf glossofaringeal
asalnya dari bagian medulla oblongata yang bergerak ke arah leher dan
tenggorokan. Peran dari saraf glossofaringeal berkiatan dengan gag reflex,
sehingga dapat dikatakan bahwa peran dari saraf glossofaringeal tidak
begitu penting.

10. Saraf Vagus (Kranial X)

Saraf vagus memiliki beberapa fungsi yang berhubungan


dengan organ dalam manusia. Adapun fungsi dari saraf vagus, seperti
mengendalikan setiap gerakan jantung, paru-paru, hingga pita suara.
Selain itu, saraf vagus juga memiliki fungsi mengontrol organ
pencernaan, seperti lambung dan usus. Saraf vagus juga dapat
membantu proses terjadinya hormon metabolism tubuh dengan
melakukan rangsangan terhadap kelenjar endokrin.Saraf vagus
letaknya berhadapan dengan saraf parasimpatis. Saraf vagus adalah
saraf paling panjang dari sistem saraf otonom yang ada di tubuh
manusia. Panjangnya saraf vagus ini mulai dari otak ke lidah,
kemudian ke jantung, dan sampai ke organ pencernaan.

11. Aksesorius (Kranial XI)


Saraf aksesorius letaknya ada di atas segitiga posterior dari leher,
sepert, trapezius dan sternocleidomastoid. Saraf aksesorius ini merupakan
saraf kranial yang kesebelas. Saraf ini juga dikenal dengan sebutan
aksesori tulang belakang. Saraf ini terdiri dari dua bagian, pertama
tengkorak, dan kedua, tulang belakang.Pada kedua bagian itu satu sama
lain saling bersinggungan dalam waktu yang sebentar sebelum bagian
saraf tulang belakang melakukan pergerakan untuk mengirim otot-otot
leher. Sementara itu, pada bagian kranialnya, ikut dengan saraf
vagus.Saraf ini memiliki fungsi berupa membantu saraf motorik otot leher
bekerja. Maka dari itu, saraf aksesorius ini dapat mengendalikan setiap
pergerakan yang terjadi pada otot leher, sehingga leher dapat bergerak
sesuai dengan keinginan kita. Selain itu, fungsi saraf aksesorius juga
berhubungan dengan setiap otot yang ada pada bagian bahu, leher, dan
kepala.

12. Hipoglosus (Kranial XII)


Saraf kranial yang kedua belas atau yang terakhir adalah saraf
hipoglosus. Saraf ini berasa dari bagian medulla oblongata yang kemudian
bergerak ke arah rahang hingga sampai pada bagian lidah. Maka dari itu,
saraf ini memiliki peran yang cukup penting dalam menggerakkan lidah
dan berperan dalam menelan, berbicara, dan mengunyah makanan.Bagian
otot-otot pada lidah ini dapat bergerak karena adanya saraf hipoglosus.
Apabila saraf hipoglosus mengalami gangguan, maka lidah akan sulit
bergerak atau bahkan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan lidah ini
biasanya terjadi pada satu sisi saja.

C. Pemeriksaan neurologi pada bayi dan anak

1. Anamnesis
Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua
membawa anaknya berobat. Keluhan utama sangat penting untuk menentukan
diagnosis banding. Anamnesis yangdilakukan secara rinci dan kronologis
dapat menentukan perjalanan penyakit dan proses penyakitnya (akut atau
kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).Beberapa hal yang sebaiknya
ditanyakan adalah:(1) lama atau umur saat awal keluhan.(2) bagaimana
terjadinya mendadak atau perlahan-lahan)" (3.) lokalisasi dan sifat keluhan
menetap atau menyebar).(4) derajat dan perkembangan penyakit(bertambah
berat atau menetap)" (5.)apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau
memburuk" (6.) riwayat keluarga seperti penyakit pasien.Data lain yang tidak
kalah pentingnya adalah riwayat kehamilan ibu,kelahiran, penyakit dahulu,
perkembangan, nutrisi, riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.Riwayat
perkembangan sangat penting karena dapat menentukan apakah anak tersebut
terlambatatau tidak.Perkembangan yang harus sudah dicapai oleh seorang
anak pada usia tertentu dapatdilihat pada
Untuk mencegah terjadinya keterlambatan diagnosis gangguan
perkembangan, sebaiknya setiapanak yang berobat selalu ditanyakan
kemampuan perkembangan anak sesuai dengan usianya pertanyaan
sederhana seperti apakah sudah dapat duduk sendiri pada bayi usia 9
bulan – atau apakah sudah dapat bicara lancar pada usia 2
tahun.Pertanyaan ini merupakan skrining untuk mendeteksi adanya
gangguan perkembangan secara dini.

2. Observasi klinis
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisis umum.Pemeriksaandilakukan berdasarkan pengamatan,
raba, dan auskultasi.Pemeriksaan neurologis yangterpenting adalah observasi
secara seksama dan teliti sebelum pasien disentuh.Pasien yang telahdisentuh
seringkali menangis dan menyebabkan data yang ada menjadi sulit
diinterpretasi,misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi yang
menangis.Ubun-ubun besar membonjol pada bayi menangis dapat merupakan
bukan keadaan abnormal.

Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi.Observasi dilakukan


sejak kita sedangmelakukan anamnesis.Pada saat observasi dinilai fungsi saraf
kranialis, kelainan di wajah,kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh,
kekuatan,dan gerakan ekstremitas.Selainitu,pada observasi juga diperhatikan d
engan teliti mulai dari rambut, kepala, wajah, badan, danekstremitas pada
keadaan diam dan bergerak.Penampilan anak dapat mengingatkan kita secara
langsung suatu keadaan khusus atausindrom tertentu.Seorang anak dengan
hemiparesis masuk dengan tungkai diseret. Anak dengansindrom Down
memperlihatkan brakisefal, mata sipit,low set air dan ekstremitas yang
lebih pendek dibanding anak normal.Observasi daerah rambutd dan kepala
bayi dapat terlihat adanya ubun-ubun besar membonjol atau cekung, alopesia,
hidrosefalus, atau adanya hematom di daerah pelipis.Bentuk kepala dapat
berupa brakisefal, platisefal atau skafosefal,frontal bossing.

Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus menilai tingkat


kesadaran bayi dan anak.Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain :

a. Compos Mentis(conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawabsemua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya,sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yanglambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma(comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsanganapapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).Salah satu cara
untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).GCS biasanya dipakai untuk
menentukan derajat kepala.Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dewasa,
akan tetapi ada beberapa komponen yang penilaiannya spesifik untuk anak
dan bayi.Beberapa pengkajian pada orangdewasa tidak sesuai untuk bayi
dan anak 6 anak, oleh karena itu harus dimodifikasi.
3. Pemeriksaan kepala dan saraf otak
Pemeriksaan kepala dapat menentukan apakah makrosefali,
mikrosefali atau kraniosinostosis.Gambaran vena melebar dapat terlihat pada
peningkatan tekanan intrakranial.Daerah oksiput yang datar dapat
berhubungan dengan perkembangan yang terlambat.Daerah oksipital
yangmembesar dapat ditemukan pada sindrom Dandy Walker.Biparietal
melebar dapat karena adanya hematom subdural yang disebabkan perlakuan
salah pada anak.Sutura yang overlaping dapat dijumpai pada
kraniosinostosis.Tanda Macewen(cracked pot)dapat dijumpai pada
peningkatan tekanan intracranial.
Pertambahan ukuran lingkar kepala pada bayi cukup bulan pada 3
bulan pertama adalah 2cm/bulan, pada usia 3 bulan sampai 6 bulan adalah 1
cm/bulan dan selanjutnya 0,5 cm/ bulan pada usia 7-12 bulan.Pengukuran
lingkar kepala secara serial dan diplot pada grafik lingkar kepala dapat
memberikan informasi penting untuk mendeteksi awal adanya hidrosefalus
ataumikrosefal.Perkembangan lingkar kepala yang terhambat atau menetap
merupakan refleksiadanya gangguan pertumbuhan otak yang disebabkan
bermacam sebab.Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur
lingkaran kepala yang melewati titik suboksipitobregmatikus.Sampai dengan
sekarang tabel yang dipergunakan sebagai referensi pengukuran lingkar
kepala pada bayi dan anak adalah NELLHAUS,dimana lingkar kepala
bertambah 12 cm dalam 12 bulan pertama dengan distribusi yang tidak
merata.
Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala
menjadi tidak normal adalah sebagai berikut :
a. Lingkar kepala mengecil (<-2SD)
1) Bayi kecil
2) Familial feature
3) Mental subnormality
4) Kraniostenosis
b. Lingkar kepala bayi besar (>+2SD)
1) Bayi besar
2) Familial feature
3) Hedrosefalus
4) Megaensefali
5) Hidranensrfali
6) Tumor serebal
D. Teknik
Teknik pemeriksaan nervus kranialis atau pemeriksaan saraf kranial
tergantung pada masing-masing 12 nervus kranialis yang diperiksa. Beberapa
nervus kranialis yang saling berhubungan dapat diperiksa secara bersamaan.
Pemeriksaan ini idealnya dilakukan pada pasien yang sadar. Akan tetapi,
beberapa pemeriksaan masih dapat dilakukan pada pasien dengan penurunan
kesadaran. 
1. Persiapan Pasien
Sebelum memeriksa nervus kranialis, dokter perlu menganamnesis
keluhan pasien serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Beberapa poin
yang dapat ditanyakan pada anamnesis meliputi :
a. Keluhan yang saat ini dirasakan, onset, durasi, dan karakteristik
keluhan
b. Gangguan atau perubahan fungsi penghidu, pendengaran, atau
pengecapan
c. Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur, hilangnya lapang
pandang, atau pandangan ganda
d. Gangguan menelan atau perubahan suara

Inspeksi dapat dilakukan untuk mencari defisit neurologis yang


menandakan kelainan nervus kranialis, misalnya:
a. Kelainan bicara yang mengindikasikan kelainan nervus vagus atau
glosofaring
b. Wajah asimetris yang mengindikasikan kelainan nervus fasialis
c. Abnormalitas kelopak mata yang mengindikasikan kelainan nervus
okulomotor
d. Deviasi bola mata yang mengindikasikan kelainan nervus yang
menginervasi otot ekstraokular
e. Tanda-tanda wasting pada otot wajah serta leher
f. Penggunaan alat bantu seperti walking aid atau alat bantu dengar yang
mungkin berhubungan dengan defisit neurologis

Pasien perlu mendapatkan penjelasan bahwa pemeriksaan nervus


kranialis mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu,
dokter juga perlu menjelaskan bahwa beberapa pemeriksaan dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.

2. Peralatan
a. Sumber aroma yang familiar (lemon, kopi)
b. Penlight
c. Snellen chart atau optotype lain
d. Pinhole
e. Buku Ishihara
f. Oftalmoskop
g. Jarum tumpul atau tusuk gigi disposable
h. Kapas
i. Zat perasa manis, asam, dan asin
j. Garpu tala 512 Hz
k. Depresor lidah
l. Segelas air putih

3. Posisi Pasien
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk di kursi.
Jarak ideal antara pasien dan pemeriksa adalah sekitar 1 lengan. Masing-
masing pemeriksaan mungkin dilakukan dengan jarak yang berbeda.

4. Prosedural
Pemeriksaan nervus kranialis terdiri dari beberapa jenis
pemeriksaan yang spesifik untuk masing-masing nervus kranialis.
a. Nervus Kranialis I atau Nervus Olfaktorius
Pemeriksaan nervus olfaktorius dilakukan untuk mendeteksi
gangguan fungsi penghidu. Pemeriksaan dilakukan dengan kondisi
mata tertutup dan dilakukan secara bergantian pada masing-masing
lubang hidung.Dokter harus menggunakan objek yang memiliki aroma
yang khas dan dikenal oleh masyarakat setempat, tetapi tidak bersifat
iritatif. Beberapa jenis objek yang dapat digunakan adalah lemon,
kopi, dan vanili. Fungsi penghidu dikatakan intak bila pasien bisa
mendeteksi aroma tanpa perlu mengidentifikasi jenis objek yang
digunakan.  Sebagai kontrol, siapkan objek yang tidak memiliki
aroma.Berikut adalah prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius:
1) Pasien diminta untuk menutup mata
2) Pasien menutup lubang hidung yang tidak diperiksa (tekan
menggunakan jari)
3) Pemeriksa meletakkan objek yang beraroma pada jarak 30 cm dari
hidung
4) Pemeriksa menanyakan apakah pasien mencium bau atau tidak.

b. Nervus Kranialis II atau Nervus Optikus


Nervus optikus memiliki fungsi sensoris yang memberikan
informasi visual dari retina ke otak. Pemeriksaan nervus optikus terdiri
dari beberapa komponen, yakni pemeriksaan pupil, tajam
penglihatan, lapang pandang, dan pemeriksaan buta warna.
1) Pemeriksaan Pupil:
Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi ukuran, bentuk,
dan simetrisitas kedua pupil. Pasien diminta untuk memfiksasi
pandangan pada objek yang cukup jauh, kemudian diameter pupil
diukur dengan penggaris dengan satuan panjang milimeter.
Pemeriksaan dilakukan dua kali pada kondisi lampu ruangan
terang serta redup.

Selanjutnya, periksa refleks pupil langsung dan konsensual


dengan penlight dalam kondisi cahaya ruangan redup dengan langkah-
langkah berikut:
a) Refleks pupil langsung diperiksa dengan menyinari mata
dengan penlight
b) Pemeriksa mengamati konstriksi pupil mata ipsilateral. Refleks
pupil langsung yang normal adalah konstriksi pupil pada sisi yang
disinari cahaya
c) Refleks pupil konsensual diperiksa dengan cara mengamati
konstriksi pupil pada sisi kontralat eral dari pupil yang disinari
dengan penlight
d) Refleks pupil konsensual dikatakan normal apabila pupil
kontralateral dari mata yang disinari mengalami konstriksi
2) Pemeriksaan Tajam Penglihatan:
Pada pasien yang menggunakan kacamata, pemeriksaan
dilakukan dua kali dengan dan tanpa kacamata. Berikut langkah-
langkah pemeriksaan:
a) Pasien diposisikan pada jarak 6 meter dari Snellen chart
b) Pemeriksaan dilakukan secara bergantian pada masing-masing
mata dan pasien diinstruksikan untuk menutup mata dengan
telapak tangan
c) Pasien diminta untuk membaca Snellen chart mulai baris
paling atas sampai baris terbawah yang bisa dibaca. Untuk
menghemat waktu, pasien juga dapat diminta membaca mulai
baris paling bawah. Satu baris bisa dikatakan terbaca bila
pasien bisa membaca minimal 2 huruf dengan benar pada baris
tersebut
d) Pasien dapat diminta untuk membaca dengan pinhole untuk
meningkatkan tajam penglihatan
e) Pada pasien yang tidak mampu membaca baris paling
atas Snellen chart bahkan setelah menggunakan pinhole, jarak
dapat dikurangi menjadi 3 meter sampai 1 meter
f) Catat jarak (misalnya 6 meter atau 3 meter) sebagai numerator
dan catat nomor baris terbawah yang bisa dibaca sebagai
denumerator
g) Jika pada jarak 1 meter pasien tetap tidak bisa
membaca Snellen chart baris paling atas, lakukan pemeriksaan
hitung jari dan catat jarak di mana pasien bisa menghitung jari
dengan benar
h) Pada pasien yang tidak bisa menghitung jari, lakukan
pemeriksaan gerakan tangan dan catat jarak di mana pasien
dapat mendeteksi gerakan tangan dengan benar
i) Langkah terakhir adalah pemeriksaan persepsi cahaya pada
pasien yang tidak dapat mendeteksi gerakan tangan. Pencatatan
dilakukan dengan menuliskan persepsi cahaya positif atau tidak
ada persepsi cahaya
j) Langkah-langkah pemeriksaan di atas diulang pada sisi mata
yang lain
k) Dokumentasi apakah pasien menggunakan pinhole atau
kacamata.
3) Pemeriksaan Lapang Pandang:
Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan uji
konfrontasi secara bergantian pada masing-masing mata, dengan
posisi pemeriksa dan pasien saling berhadapan. Berikut adalah
langkah-langkah pemeriksaan lapang pandang:
a) Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter

b) Pasien menutup mata yang tidak diperiksa dengan telapak


tangan

c) Jika pemeriksa menutup mata sebelah kiri, maka pasien


menutup mata sebelah kanan seperti sedang bercermin

d) Pasien diminta untuk melihat lurus dan memfiksasi pandangan


pada hidung pemeriksa, sedangkan pemeriksa memfiksasi
pandangan pada hidung pasien. Baik pemeriksa maupun pasien
tidak diperbolehkan menggerakkan kepala atau merubah
pandangan mata selama pemeriksaan

e) Gunakan jari atau objek lain seperti jarum atau pulpen dan
letakkan pada jarak yang sama di antara pemeriksa dan pasien.
Pada permulaan, objek diletakkan di luar radius 180 derajat
bidang horizontal
f) Pemeriksa menggerakkan objek secara perlahan dari perifer ke
sentral

g) Pasien diminta untuk melaporkan apabila sudah dapat melihat


objek tersebut

h) Pemeriksa dapat membentuk angka dengan jari dan meminta


pasien untuk menyebutkan angka tersebut

i) Jika pemeriksa dapat melihat objek sebelum pasien dapat


melihatnya, pasien mungkin mengalami penurunan tajam
penglihatan

j) Ulang proses tersebut pada masing-masing kuadran lapang


pandang dan pada kedua mata secara bergantian

k) Lapang pandang yang normal adalah 180 derajat pada bidang


horizontal dan 135 derajat pada bidang vertikal[3,7]

4) Pemeriksaan Buta Warna:


Pemeriksaan buta warna dapat dilakukan menggunakan
buku Ishihara. Pasien diminta untuk mengidentifikasi angka-angka
yang muncul serta mengikuti pola di buku Ishihara.
5) Pemeriksaan Funduskopi:
Pemeriksaan funduskopi yang dapat dilakukan untuk
memvisualisasikan diskus optikus. Dokter bisa menemukan
kelainan seperti papilledema atau perdarahan retina yang menjadi
tanda bahaya, yang menunjukkan kondisi seperti kenaikan tekanan
intrakranial atau perdarahan subaraknoid.
c. Nervus Kranialis III (Okulomotor), IV (Troklear), dan VI (Abdusen)
Nervus okulomotor memiliki fungsi motorik yang mengatur
gerakan otot pupil, lensa, kelopak mata atas, dan otot bola mata. Otot
ini mengatur gerakan bola mata bersama nervus kranialis IV dan VI.
Beberapa otot yang diinervasi oleh nervus okulomotor adalah
levator palpebra superior, rektus superior, rektus media, rektus
inferior, oblikus inferior, otot siliaris pada lensa, dan sfingter pupil.
Nervus troklear menginervasi otot oblikus superior yang berfungsi
mengarahkan pandangan ke nasal (rotas internal dan depresi).
Sementara itu, nervus abdusen menginervasi otot rektus lateralis yang
meggerakan bola mata ke lateral.
Komponen pemeriksaan nervus okulomotor terdiri dari
pemeriksaan pupil, gerakan bola mata, serta gerakan kelopak mata
atas. Pemeriksaan gerak bola mata dapat sekaligus memeriksa fungsi
nervus troklear dan abdusen.
1) Pemeriksaan Pupil:
Pemeriksaan pupil untuk menilai fungsi motorik pupil yang
diinervasi nervus okulomotor dapat dilakukan secara simultan
dengan pemeriksaan sensoris nervus optikus. Kelainan pada nervus
okulomotor akan bermanifestasi sebagai hilangnya refleks cahaya,
baik refleks cahaya langsung dan konsensual pada salah satu sisi
mata.Jika refleks cahaya langsung tampak negatif tetapi refleks
cahaya konsensual normal, pasien kemungkinan bukan mengalami
kelainan nervus okulomotor.
2) Pemeriksaan Gerak Bola Mata:
Pemeriksaan gerak bola mata dapat menilai fungsi dari 3
nervus kranialis sekaligus, yaitu nervus okulomotor, nervus
troklear, dan nervus abdusen. Langkah pemeriksaan gerak bola
mata adalah sebagai berikut:
a) Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak minimal 2
meter

b) Pada kondisi netral, inspeksi apakah kedua bola mata simetris dan
perhatikan apakah terdapat deviasi bola mata atau gerakan
abnormal

c) Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa dengan


pandangan mata tanpa merubah posisi kepala

d) Pemeriksa menggunakan jari atau objek lain dan melakukan


gerakan ke sisi kanan, kiri, atas, dan bawah (diagonal) seperti
membentuk huruf “H”. Pastikan gerakan pelan dan berikan pasien
waktu untuk tetap fokus pada objek

e) Pasien diminta melaporkan jika ada pandangan ganda selama


pemeriksaan

f) Dalam kondisi normal, kedua bola mata bergerak dan melihat ke


arah yang sama. Jika ada diskonjugasi di mana salah satu mata
bergerak ke arah berbeda dan tidak bergerak mengikuti objek, catat
sebagai suatu kelainan

g) Perhatikan adanya nystagmus selama pemeriksaan

h) Perhatikan apakah pasien berusaha menyesuaikan posisi kepala


seperti menunduk untuk mengompensasi pandangan ganda yang
dialaminya.

Pada pasien koma, fungsi nervus kranialis III, IV, dan VI dapat
diperiksa dengan merangsang refleks oculocephalic. Refleks ini
distimulasi dengan cara membuka kelopak mata pasien dan
merotasikan kepala ke kanan, kiri, atas, dan bawah.
Refleks oculocephalic dikatakan normal jika mata bergerak ke arah
berlawanan dengan gerakan kepala untuk mempertahankan fiksasi
pandangan. Gerakan ini juga disebut dengan doll’s eye movement.

3) Pemeriksaan Gerakan Kelopak Mata Atas:


Pemeriksaan gerakan kelopak mata bagian atas bertujuan
untuk menilai fungsi otot levator palpebra superior. Pemeriksaan
dilakukan melalui inspeksi apakah terdapat ptosis di mana kelopak
mata terlihat turun. Adanya paresis yang ringan dapat dilihat
melalui perbedaan jarak antara kelopak mata atas dan bawah
(fisura palpebra). Ptosis menyebabkan fisura palpebra menjadi
lebih sempit.

d. Nervus Kranialis V atau Nervus Trigeminus


Nervus trigeminus memiliki fungsi sensorik pada wajah
sekaligus fungsi motorik pada otot-otot mastikasi. Ada 3 cabang
nervus trigeminus yang masing-masing memiliki fungsi berbeda.
Cabang pertama adalah nervus oftalmikus yang berfungsi sebagai
komponen sensoris pada area kulit kepala, dahi, hidung, kelopak mata
bagian atas, konjungtiva, dan kornea.Cabang kedua, yaitu nervus
maksilaris, berfungsi sebagai komponen sensoris pada kelopak mata
bagian bawah, pipi, nares, bibir, gusi, dan gigi bagian atas. Nervus
mandibula merupakan cabang terakhir yang memiliki fungsi sensoris
pada area dagu, bibir, gusi, gigi bagian bawah, serta mulut. Nervus
mandibula juga menginervasi otot masseter, temporal, pterygoid
medial dan lateral, tensor timpani, tensor velli palatini, mylohyoid, dan
digastricus.
1) Pemeriksaan Fungsi Sensorik Wajah:
Pemeriksaan fungsi sensorik wajah dilakukan sesuai
langkah-langkah berikut:
a) Jelaskan dan contohkan modalitas pemeriksaan yang akan
dilakukan, seperti sentuhan ringan dengan kapas atau sensasi tajam
dengan jarum tumpul pada bagian tubuh selain wajah

b) Pasien diminta untuk menutup mata dan melaporkan pada


pemeriksa apabila merasakan ada sentuhan atau sensasi tajam pada
wajah

c) Lakukan pemeriksaan di dermatom masing-masing cabang nervus


trigeminus, seperti dahi untuk menilai nervus oftalmikus, pipi
untuk menilai nervus maksilaris, dan bagian bawah dagu untuk
menilai nervus mandibula

d) Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing sisi dan dibandingkan


bila ada perbedaan sensasi antara kedua sisi

e) Pada pasien dengan penurunan kesadaran, berikan rangsang nyeri


dengan menekan area supraorbita dan perhatikan respons nyeri
pasien[1,3,10]

2) Pemeriksaan Refleks Kornea:


Komponen sensorik lain yang perlu diperiksa pada fungsi
nervus trigeminus adalah refleks kornea yang diinervasi oleh
nervus oftalmikus. Pemeriksaan refleks kornea dilakukan dengan
cara memberikan sentuhan ringan dengan kapas pada
kornea.Stimulus akan merangsang pasien untuk menutup kedua
kelopak mata. Pemeriksaan ini sekaligus dapat menguji fungsi
motorik nervus kranialis VII (nervus fasialis). Pemeriksaan ini
sering digunakan pada pasien koma untuk menilai fungsi batang
otak.
3) Pemeriksaan Motorik Otot Mastikasi:
Pemeriksaan motorik pada otot-otot mastikasi menilai
fungsi dari nervus mandibularis. Berikut adalah langkah
pemeriksaannya:
a) Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi dan palpasi otot masseter
dan temporalis bilateral

b) Pasien diminta untuk mengatupkan gigi atas dan bawah

c) Dokter memeriksa dan membandingkan massa otot pada kedua


sisi

d) Berikan tekanan pada bagian bawah rahang dan minta pasien


untuk membuka mulut melawan tekanan tersebut

e) Hasil dikatakan abnormal apabila pasien tidak mampu


membuka mulut melawan tekanan atau bila ada deviasi rahang
ke salah satu sisi.

e. Nervus Kranialis VII atau Nervus Fasialis


Nervus fasialis menginervasi otot-otot yang berperan dalam
ekspresi wajah dan otot stapedius. Nervus fasialis juga memiliki
komponen sensoris, yaitu reseptor rasa pada 2/3 anterior lidah.
1) Pemeriksaan Motorik Nervus Fasialis:
Pemeriksaan motorik nervus fasialis didahului dengan
inspeksi apakah wajah tampak simetris dan perhatikan apakah
terdapat kerutan pada dahi, lipatan nasolabial, serta garis senyum
pada tepi mulut.Selanjutnya, minta pasien untuk melakukan
beberapa gerakan seperti mengangkat alis, menutup mata,
tersenyum, menggembungkan pipi, dan bersiul. Perhatikan apakah
terdapat kelemahan saat melakukan salah satu gerakan
tersebut.Adanya kelemahan seluruh otot wajah pada salah satu sisi
menandakan sebuah lesi lower motor neuron. Sementara itu,
kelemahan pada separuh bawah wajah salah satu sisi menandakan
lesi upper motor neuron.Pasien dengan penurunan kesadaran dapat
diberikan rangsang nyeri dengan cara menekan daerah
supraorbital. Umumnya, wajah pasien akan menyeringai sebagai
respons terhadap nyeri. Gerakan tersebut dapat menandakan bahwa
fungsi motorik nervus fasialis masih intak.
2) Pemeriksaan Sensorik Nervus Fasialis:
Pemeriksaan komponen sensoris dilakukan dengan cara
menanyakan apakah pasien mengalami perubahan indra perasa
(pengecap). Kemudian, berikan stimulus rasa manis, asam, dan
asin secara langsung di permukaan lidah. Stimulus dapat diberikan
dengan beberapa cara, seperti menggunakan kertas yang
dicelupkan ke dalam cairan perasa atau meneteskan cairan perasa
secara langsung ke lidah.
f. Nervus Kranialis VIII atau Nervus Vestibulokoklear
Nervus vestibulokoklear memiliki fungsi inervasi sensoris dari
organ pendengaran dan keseimbangan. Pemeriksaan fungsi nervus
vestibulokoklear meliputi pemeriksaan fungsi pendengaran dan fungsi
vestibular atau keseimbangan.
1) Gross Hearing Test:
Uji pendengaran yang pertama dilakukan adalah gross
hearing test atau tes berbisik dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Pemeriksa membisikkan 3 kata atau angka yang terdiri dari 2
suku kata dengan jarak sekitar 60 cm dari pasien

b) Tutup telinga pasien yang sedang tidak diperiksa dengan cara


menekan area tragus. Pasien diminta menutup mata untuk
mencegah stimulus visual
c) Pasien diinstruksikan untuk mengulang kata yang disebutkan
oleh pemeriksa

d) Jika pasien dapat menyebutkan 2 dari 3 kata dengan benar,


maka level pendengaran pasien adalah 12 desibel atau lebih
baik

e) Jika pasien tidak bisa mendengar bisikan, gunakan suara


percakapan biasa (level pendengaran 48 desibel atau lebih
buruk) atau suara yang lebih keras (level pendengaran 76
desibel atau lebih buruk)

f) Jika tidak ada respons dari pasien, pemeriksaan dapat diulang


dengan jarak 15 cm dan kekuatan pendengaran pasien berubah
menjadi 34 desibel dengan suara berbisik atau 56 desibel pada
suara percakapan biasa

g) Pemeriksaan dilakukan secara bergantian pada masing-masing


sisi telinga[3]

2) Pemeriksaan Garpu Tala:


Pemeriksaan pendengaran selanjutnya
adalah pemeriksaan Rinne dan Weber yang menggunakan garpu
tala. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila ada defisit pendengaran
pada tes berbisik.
Langkah pemeriksaan Rinne dengan garpu tala adalah
sebagai berikut:
a) Tempelkan garpu tala 512 Hz pada prosesus mastoid untuk
menguji konduksi tulang dan tekan prosesus mastoid pada sisi
kontralateral untuk memastikan kontak yang adekuat

b) Pastikan pasien dapat mendengar suara dari garpu tala dan


instruksikan pasien untuk memberitahu jika suara garpu tala
sudah tidak terdengar
c) Setelah pasien mengatakan sudah tidak mendengar suara garpu
tala, pindahkan garpu tala ke meatus akustikus eksternus untuk
menguji konduksi udara

d) Pada kondisi normal, konduksi udara harusnya lebih baik


daripada konduksi tulang, sehingga pasien semestinya masih
bisa mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke meatus
akustikus eksternus

e) Hasil normal dicatat sebagai uji Rinne positif. Namun, pada


tuli sensorineural, hasil Rinne juga bisa normal karena
konduksi udara dan tulang sama-sama menurun. Tuli konduktif
ditandai dengan hasil Rinne negatif, di mana konduksi tulang >
konduksi udara

Langkah pemeriksaan Weber dengan garpu tala adalah


sebagai berikut:

a) Letakkan garpu tala pada titik tengah dahi

b) Tanyakan kepada pasien di sisi sebelah mana suara garpu tala


terdengar lebih jelas

c) Dalam kondisi normal, suara garputala terdengar sama pada


kedua sisi. Pada tuli sensorineural, suara terdengar lebih jelas
pada sisi yang intak. Sementara itu, pada tuli konduktif, suara
terdengar lebih jelas pada sisi yang sakit

3) Pemeriksaan Keseimbangan:
Terdapat beberapa metode pemeriksaan keseimbangan,
contohnya uji Romberg, uji Fukuda, serta pemeriksaan refleks
vestibulo-okular. Uji Romberg dilakukan dengan meminta pasien
berdiri dengan posisi kaki rapat dan mata tertutup. Jika pasien
jatuh ke salah satu sisi, disfungsi vestibular dapat dicurigai.Pada
uji Fukuda, pasien diminta melakukan gerakan berjalan di tempat
dengan posisi tangan direntangkan dan mata tertutup. Adanya
deviasi dari posisi asal menunjukan adanya lesi vestibular.Pada
pemeriksaan refleks vestibulo-okular, pastikan pasien tidak
mengalami gangguan pada leher. Pasien duduk berhadapan dengan
pemeriksa dan memfiksasi pandangan mata pada hidung
pemeriksa. Pemeriksa meletakkan tangan di kepala pasien dengan
posisi telapak tangan menutupi telinga. Gerakkan kepala secara
cepat ke satu sisi dan kemudian ulangi pada sisi
berikutnya.Respons yang normal adalah pandangan mata tetap
terfiksasi pada titik awal. Pada gangguan fungsi vestibular, akan
terdapat gerakan mata ke arah gerakan kepala yang diikuti gerakan
sakadik ke titik fokus awal.
g. Nervus Kranialis IX (Glossofaring) dan X (Vagus)
Nervus glossofaring memiliki fungsi motorik untuk otot
stylofaringeus, yang berperan dalam elevasi faring saat menelan dan
berbicara. Selain itu, nervus glossofaring juga memiliki komponen
sensorik untuk indra perasa pada sepertiga posterior lidah dan
komponen aferen pada refleks muntah (gag reflex).
Nervus vagus mempersarafi otot-otot di rongga mulut yang
berperan dalam proses bicara. Nervus vagus juga merupakan
komponen eferen dari refleks muntah. Karena memiliki fungsi yang
saling berhubungan, pemeriksaan nervus IX dan X dapat dilakukan
secara bersamaan dengan langkah-langkah seperti berikut:
1) Observasi saat pasien berbicara apakah ada suara serak atau sengau

2) Inspeksi area palatum dan uvula. Posisi uvula yang normal berada
di tengah. Deviasi uvula menandakan lesi pada nervus vagus

3) Minta pasien mengucapkan “ahhhh” dan perhatikan apakah


palatum dan uvula mengalami elevasi secara simetris dengan
posisi uvula tetap di tengah. Lesi di nervus vagus akan
menyebabkan elevasi yang asimetris

4) Minta pasien untuk batuk. Suara batuk yang lemah dan tidak
eksplosif dapat disebabkan oleh kelainan penutupan glotis akibat
lesi nervus vagus

5) Pemeriksaan fungsi menelan dilakukan dengan meminta pasien


minum sedikit air. Perhatikan apakah pasien mengalami batuk atau
perubahan suara yang menandakan proses menelan tidak efektif

6) Refleks muntah diperiksa dengan cara merangsang bagian


posterior lidah dan orofaring dengan depresor lidah atau cotton
swab. Pada kondisi normal, rangsangan tersebut akan
menimbulkan refleks muntah
7) Pada pasien yang terintubasi, rangsang refleks muntah dapat
dilakukan dengan selang suction
h. Nervus Kranialis XI atau Nervus Aksesorius
Nervus aksesorius menginervasi otot-otot dinding dada,
punggung, dan bahu. Fungsi motorik nervus aksesorius diperiksa
dengan cara sebagai berikut:
1) Pastikan bahwa pasien tidak mengalami cedera servikal

2) Inspeksi apakah ada tanda-tanda wasting pada otot


sternokleidomastoideus atau trapezius
3) Pemeriksa memberikan resistensi dengan menekan bahu pasien ke
arah bawah dan meminta pasien untuk mengangkat bahu melawan
tahanan dari pemeriksa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
fungsi dari otot trapezius

4) Pasien diminta menggerakkan kepala ke kiri sementara pemeriksa


memberikan tahanan, lalu ulang pemeriksaan pada sisi sebelah
kanan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi otot
sternokleidomastoideu

i. Nervus Kranialis XII atau Nervus Hipoglossus


Nervus hipoglossus memiliki fungsi motorik pada otot-otot
lidah dan diperiksa dengan cara sebagai berikut:
1) Minta pasien membuka mulut dan inspeksi posisi lidah dalam
kondisi istirahat. Perhatikan apakah terdapat fasikulasi atau
peningkatan garis kerutan pada lidah, yang menandakan adanya
lesi lower motor neuron
2) Minta pasien menjulurkan lidah keluar dan perhatikan apakah
terdapat deviasi ke salah satu sisi, yang menandakan adanya lesi
pada sisi tersebut

3) Letakkan jari pada pipi pasien dan minta pasien menekan jari
tangan pemeriksa menggunakan lidah. Lakukan di masing-masing
sisi dan bandingkan kekuatan antara kedua sisi tersebut
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

1.Tunkel Allan, Barry JH,Sheldon LK, Bruce AK, Karen LR,Michael S et al. Practice
Guidelines for the management of bacterial meningitis. Clin infect Dis 2004;39:1267-
84 2. Kacprowicz, Robert F., Meningitis in Adults. Available from
http://www.emedicinehealth.com/meningitis_in_adults/article_em.htm,. Diakses
tanggal 2.18 Agustus 2015. 3. Samuel, M Keim. Meningitis in children, Available
from http://www.emedicinehealth.com/meningitis_in_children/article_em.htm.

2.iakses 9 maret 2011. 4. Bloch KC, Glaser C. Diagnostic approaches for patients
with suspected encephalitis. Curr Infect Dis Rep. 2007 Jul. 9(4):315-22 5.

3. [Guideline] Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roos KL, et
al. The management of encephalitis: clinical practice guidelines by the Infectious
Diseases Society of America.

4.Clin Infect Dis. 2008 Aug 1. 47(3):303-27 6. Greenberg David, Michael J, Roger P.
Clinical Neurology. 8th ed. McGraw Hill Companies : Amerika. 2012. P 94 7.
Zulkarnain I.Setiawan B.Malaria Berat.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III.ed
IV.2006:1767-1770 8. CDC. New Medication for Sev

Anda mungkin juga menyukai