Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FRANCIS BACON : PEMBUKTIAN DARI EMPIRISME

Dosen Pengampu : Dr. Fida Chasanatun, S.Pd, M.Pd.

Disusun Oleh :

Alfinna Rossi Nur Azizah (2102102273)

Ira Andriani (2102101177)

Dheo Okky Hevrikha Pratama (2102101177)

KELAS 3F

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................iii
BAB l..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Tokoh empirisme dan Latar Belakangnya.................................................................................3
B. Aspek Ontologi Paham Empirisme..............................................................................................4
C. Aspek Epistimologi Paham Empirisme........................................................................................6
D. Aspek Aksiologi Paham Empirisme.............................................................................................7
E. Kritik Paham Empirisme..............................................................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................................10
PENUTUP................................................................................................................................................10
Kesimpulan..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................11

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul" Francis Bacon : pembuktian dari empirisme " tepat waktu.

Makalah " Francis Bacon : pembuktian dari empirisme" disusun guna memenuhi tugas ibu Dr.
Fida Chasanatun, S.Pd, M.Pd. pada mata kuliah pengembangan filsafat ilmu di Universitas PGRI
Madiun. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu Dr. Fida Chasanatun,
S.Pd, M.Pd. selaku dosen mata kuliah pengembangan filsafat ilmu.

Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Madiun, 19 Oktober 2022

Penulis

iii
BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat seringkali bernuansa konspiratif. Maka ia jatuh dalam beberapa kasus, karena
dianggap memberontak dari tatanan yang telah ditetapkan. Padahal sebenarnya, justru dengan
berfilsafatlah semua akan terungkap, karena pada dasarnya alam beserta isinya ini tidak akan
bermakna apa-apa jika pikiran-pikiran jenius itu tidak bergerak. Untuk itu, dibutuhkanlah apa
yang dinamakan dengan ilmu pengetahuan, dan salah seorang filsuf yang mempunyai perhatian
besar akan hal itu adalah Francis Bacon. Menurutnya, tujuan ilmu adalah penguasaan manusia
terhadap alam. Ilmu harus mempunyai kegunaan praktis dan menambah superioritas manusia
terhadap alam semesta. Dengan ilmu, manusia akan dapat menundukkan alam.

Selanjutnya Bacon mengatakan bahwa, ilmu pengetahuan dan ilmuwan sampai dengan
zamannya terlalu berupaya untuk mengontrol dan memanipulasi alam menurut kehendaknya.
Menurut Bacon, mudah menerima ide-ide dari yang terdahulu, para ilmuan seharusnya
menyelidiki alam dengan pengamatan yang penuh kehati-hatian, dan juga menyertainya dengan
percobaan-percobaan. Mereka diharapkan mampu mengumpulkan bukti-bukti sebanyak mungkin
tentang fenomena yang sedang mereka pelajari, menggunakan eksperimen-eksperimen manakala
mungkin untuk menggeneralisasikan fakta-fakta tambahan. Bagaimanapun juga, bukti-bukti
tersebut harus dikumpulkan. Selanjutnya mereka diharuskan memegangnya dengan penuh
kehati-hatian dan memberikan kesimpulan general dari bukti-bukti tertentu. Alam juga tidak
dibiarkan untuk memperlihatkan dirinya sebagaimana adanya, tetapi selalu ditangkap dalam
bingkai sudut pandang manusia. Sehingga, dapat dikatakan bahwa manusia itu terlalu berupaya
memaksakan keteraturan pada alam, padahal mungkin saja tidak ada keteraturan tersebut. Ia juga
menganggap bahwa ilmu pengetahuan lama tidak mampu memberi kemajuan dan tidak mampu
menghasilkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan. Atas dasar inilah Bacon menyusun
metode barunya untuk mengkritik metode lama yang selama ini digunakan oleh para
pendahulunya. Atas gagasannya inilah Bacon dapat dikatakan sebagai peletak dasar lahirnya

1
faham empirisme, yang untuk kali pertama menyatakan pengalaman sebagai sumber kebenaran
yang paling dipercaya.

B. Rumusan Masalah

1.      Siapa Francis Bacon dan bagaimana latar belakangnya?

2.      Bagaimana aspek Ontologi paham empirisme?

3.      Bagaimana aspek Epistimologi paham empirisme?

4.      Bagaimana aspek Aksiologi paham empirisme?

5.      Bagaimana kritik paham-paham lain terhadap paham empirisme?

C. Tujuan

1.      Mengetahui siapakah Francis Bacon dan latar belakangnya

2.      Mengetahui aspek Ontologi paham empirisme

3.      Mengetahui aspek Epistimologi paham empirisme

4.      Mengetahui aspek Aksiologi paham empirisme

5.      Mengetahui kritik paham-paham lain terhadap paham empirisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh empirisme dan Latar Belakangnya


a. Francis Bacon
Francis Bacon adalah anak dari Lord Nicholas Bacon salah seorang pejabat tinggi
Kerajaan Inggris di zaman kekuasaan Ratu Elizabeth I. Bacon lahir di York House
London, Inggris, pada 22 Januari 1561. Dia hidup di abad pertengahan dimana kebebasan
ilmu pengetahuan diagungkan. Pada usia 12 tahun, dia telah bersekolah di Trinity
College, Cambridge University. Disinilah dia mempelajari pemikiran Plato dan
Aristoteles untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah pemikiran yang antipati
terhadap filsafat Aristoteles. Tahun 1576, dia diangkat menjadi salah seorang staf
kedutaan Inggris di Prancis. Kemudian diusianya yang ke 23 tahun dia diangkat menjadi
anggota parlemen.
Pada tahun 1580, Bacon kembali ke London setelah mendapat kabar bahwa
ayahnya meninggal dunia. Kemudian dia melanjutkan studi tentang hukum di Gray Inn,
dan bekerja sebagai pengacara. Pada tahun 1586 dia diangkat sebagai penasihat negara.
Setelah 11 tahun bekerja, Bacon dituduh oleh parlemen menerima suap dan akhirnya
dimasukan ke penjara pada tahun 1598. Selama dalam tahanan, Bacon sangat aktif
melakukan kajian intelektual dan eksperimen ilmiah. Bacon menghabiskan waktunya di
penjara kurang lebih selama lima tahun. Hukuman ini diberikan oleh pemerintahan ratu
Elizabeth I setelah mempertahankan prinsip yang bertentangan dengan pihak kerajaan.
Selama di penjara dia juga dijauhkan dari kehidupan publik, namun akhirnya dia
mendapatkan remisi dari pihak kerajaan setelah beberapa waktu lamanya.
Namun setelah Ratu Elizabeth tutup usia tahun 1603, dia diangkat menjadi
penasihat Raja James I. Pada masa pemerintahan James I inilah, karir Bacon di kalangan
pemerintahan maju pesat. Tahun 1607 dia menjadi konsultan umum bidang hukum dan
tahun 1613 dia menjadi jaksa agung. Karirnya tidak selesai di tangga tersebut, tahun 1618
dia ditunjuk sebagai Ketua Majelis Tinggi, suatu kedudukan yang setingkat dengan
hakim agung pada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Pada tahun itu juga dia

3
memperoleh gelar “Baron” dan ditahun 1621 dinobatkan lagi jadi “Viscount St. Albans”,
satu gelar kebangsawanan diatas “Baron” tetapi di bawah “earl.” Pada akhir usianya,
Setelah menderita sakit yang cukup serius, tepatnya pada tanggal 9 April 1626, Bacon
meninggal dunia di kota kelahirannya London, diantara karyanya yang sangat terkenal
adalah The Advancement of Learning (1606), yang kemudian disadur kembali pada tahun
1623 dengan judul De Dignitate et Augmentis Scientarium (Tentang Perkembangan
Luhur Ilmu-ilmu). The Advencement of Learning ini berisi informasi mengenai
klasifikasi ilmu yang meliputi: (1) History (memory) yang merupakan bagian dari
aktivitas mental manusia yang berkenaan dengan pendataan fakta-fakta partikular dan
individual; (2) Poesy (imagination) yang berusaha mengimajinasikan pengetahuan
dengan kekayaan data-data partikular yang dimiliki manusia; dan (3) Philosophy
(reason), yaitu sejarah alam dan manusia menjadi data penting manusia untuk
merefleksikan dunia alam dari dunia alam, bukan dari spekulasi apalagi imaginasi
pikiran. Lima belas tahun kemudian tepatnya ditahun 1620, dia menulis sebuah buku
berjudul Novum Organum (Organum Baru). Karya ini menetapkan suatu metodologi
baru dalam memahami alam secara eksperimental.

B. Aspek Ontologi Paham Empirisme

Empirisme  adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa


semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir
di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.

Empirisme dalam filsafat yaitu  adalah teori pengetahuan yang menyatakan pengetahuan


yang datang melalui sensori pengalaman. Empirisme adalah salah satu dari beberapa
pandangan yang mendominasi bersaing dalam studi pengetahuan manusia, yang dikenal
sebagai epistemologi . Empirisme menekankan peran pengalaman dan bukti,
terutama persepsi sensorik , dalam pembentukan gagasan, atas gagasan ide-ide
bawaan atau tradisi berbeda dengan, misalnya, rasionalisme yang bergantung pada akal dan
dapat menggabungkan pengetahuan bawaan.

4
Empirisme dalam filsafat ilmu, menekankan aspek-aspek pengetahuan ilmiah yang terkait
erat dengan bukti, terutama seperti yang ditemukan dalam percobaan. Ini adalah bagian
mendasar dari metode ilmiahbahwa semua hipotesis dan teori harus diuji terhadap
pengamatan dari alam , bukan hanya beristirahat apriori penalaran,intuisi,atau wahyu. Hence,
science is considered to be methodologically empirical in nature. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan dianggap metodologis empiris di alam.

Ini berasal dari bahasa Yunani ἐμπειρία kata, yang diterjemahkan keexperientia Latin,


dari mana kita berasal pengalaman kata. Ini juga berasal dari penggunaan tertentu klasik
Yunani dan Romawi lebih empiris , mengacu pada seorang dokter yang berasal keterampilan
dari pengalaman praktis sebagai lawan instruksi dalam teori.

Kelemahan dari paham ini adalah :


a)      Indera menipu
b)      Indera terbatas
c)      Objek menipu
d)     Objek dan indera menipu

Beberapa Jenis Empirisme:

1.         Empirio-kritisisme

Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini
didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian
apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-
elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut
oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

2.         Empirisme Logis

Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan
ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :

5
a)      Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif
tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b)      Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi
mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c)      Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak
mengandung makna.
3.         Empiris Radikal

            Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap
bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan
kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum
dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita
suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan-
pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk
mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi
semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin.
Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena
terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat
ditimba sampai habis sama sekali.

C. Aspek Epistimologi Paham Empirisme

Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan metode


ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasisempiris, yaitu, bergantung pada
bukti-bukti yang diamati oleh indera. Hal ini dibedakan dari penggunaan
filosofis empirisme oleh penggunaan kata sifat "empiris" atau adverbia yang
"empiris". Empiris yang digunakan bersama dengan baik alam dan ilmu-ilmu sosial, dan
mengacu pada penggunaan kerja hipotesis yang dapat
diuji menggunakanpengamatan atau percobaan. Dalam arti kata, laporan ilmiah untuk tunduk
dan berasal dari pengalaman kami atau observasi.

6
Dalam arti kedua "empiris" dalam ilmu dan statistik mungkin identik dengan
"eksperimental". Dalam hal ini, hasil pengamatan empiris adalah eksperimental. Istilah semi-
empiris yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan metode teoritis yang
menggunakan dasar aksioma , hukum ilmiah didirikan, dan hasil eksperimen sebelumnya dalam
rangka untuk terlibat dalam pembentukan model beralasan dan penyelidikan teoritis.

D. Aspek Aksiologi Paham Empirisme


Dalam hal ini, Nilai kegunaan yang akan kita temukan pada paham ini adalah seberapa
pentingnya pengalamn dalam hidup kita di dunia ini. “The Experience Is The Best Teacher”,
mungkin kata tadi sudah tidak asing bagi kita. Tapi, kata tersebut terbukti apalagi diperkuat
dengan adanya paham ini. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan manusia, yang jelas-
jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan
gambaran tertentu, kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah
khayalan belaka.

E. Kritik Paham Empirisme


Rasionalisme tidak seperti emperisme yang menerima pengalaman- pengalaman batiniah.
Bagi rasionalisme, hanya pengalaman indera yang benar-benar sebagai sumber pengetahuan
yang faktual, sedangkan yang lainnya tidak berarti apa-apa. Rasionalisme meragukan semua
pandangan empirisme.

Kritik terhadap empirisme yang diungkapkan oleh Honer dan Hunt (1968) dalam
Suriasumantri (1994) terdiri atas tiga bagian. Pertama, pengalaman yang merupakan dasar utama
empirisme seringkali tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman
ternyata bukan semata-mata sebagai tangkapan pancaindera saja. Sebab seringkali pengalaman
itu muncul yang disertai dengan penilaian. Dengan kajian yang mendalam dan kritis diperoleh
bahwa konsep pengalaman merupakan pengertian yang tidak tegas untuk dijadikan sebagai dasar
dalam membangun suatu teori pengetahuan yang sistematis. Disamping itu pula, tidak jarang
ditemukan bahwa hubungan berbagai fakta tidak seperti apa yang diduga sebelumnya.

Kedua, dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada alam nyata, manusia sangat
bergantung pada persepsi pancaindera. Pegangan empirisme yang demikian menimbulkan bentuk

7
kelemahan lain. Pancaindera manusia memiliki keterbatasan. Sehingga dengan keterbatasan
pancaindera, persepsi suatu obyek yang ditangkap dapat saja keliru dan menyesatkan.

Ketiga, di dalam empirisme pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak
pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam empirisme
untuk memberikan sifat kritis ketika membangun sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang
diperlukan untuk menjawab keragu-raguan harus diuji terlebih dahulu. Dewey menyebutkan
bahwa hal yang paling buruk dari metode empiris adalah pengaruhnya terhadap sikap mental
manusia. Beberapa bentuk mental negatif yang dapat ditimbulkan oleh metode empiris antara
lain: sikap kemalasan dan konservatif yang salah. Sikap mental seperti ini menurutnya, lebih
berbahaya daripada sekedar memberi kesimpulan yang salah. Sebagai contoh dikatakan bahwa
apabila ada suatu penarikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan pengalaman masa lalu
menyimpang dari kebiasaan, maka kesimpulan tersebut akan sangat diremehkan. Sebaliknya,
apabila ada penegasan yang berhasil, maka akan sangat dibesar-besarkan.

Terhadap empirisme Immanuel Kant juga memberi kritiknya bahwa meskipun empirisme


menolak pengetahuan yang berasal dari rasio, tetapi pengalaman dan persepsi yang merupakan
dasar kebenaran dalam empirisme tidak dapat memberi suatu pengetahuan yang kebenarannya
adalah universal dan bernilai penting.

Kritik lain yang juga diungkapkan oleh Brower dan Heryadi (1986) bahwa tidak
mungkin unsur-unsur khusus menghasilkan suatu kebenaran yang bersifat universal. Meskipun
diakui bahwa munculnya pengetahuan dan legitimasinya berasal dari pengamatan, tetapi pada
kenyataan tidak semua sumber pengetahuan hanya terdapat dalam pengamatan.

Telaah terhadap kritik yang ditujukan kepada empirisme tidak dimaksudkan untuk
menimbulkan keraguan tentang peranan empirisme dalam pembentukan pengetahuan melalui
metode ilmiah. Kritik kepada empirisme haruslah dipandang sebagai acuan dalam mencari solusi
alternatif mengatasi kelemahan-kelemahan dalam empirisme. Penggunaan pancaindera yang
memiliki keterbatasan harus dibantu dengan teknologi yang sempurna untuk menyempurnakan
pengamatan. Metode-metode eksperimen yang dijalankan harus ditetapkan secara benar sehingga
bias karena keterbatasan pengamatan manusia dapat diminimalisasikan.

8
Pengalaman-pengalaman yang dibangun sebagai dasar kebenaran harus didukung dengan
teori-teori yang relevan. Bergantung pada pengalaman pribadi saja bisa menimbulkan
subyektivitas yang tinggi. Oleh sebab itu kajian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang sudah
ada sebelumnya harus dilakukan sehingga kebenaran yang ingin didapatkan memiliki sifat
obyektivitas yang tinggi. Pengetahuan tidak semata-mata mulai dari pengalaman saja, tetapi ia
harus menjelaskan dirinya dengan pengalaman-pengalaman itu.

Dari sudut pandang yang lain, kritik terhadap empirisme perlu juga dipahami sebagai
kritik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya keterbatasan dalam empirisme sebagai salah
satu prosedur dari metode ilmiah, memberi gambaran kepada kita bahwa kebenaran dalam ilmu
pengetahuan bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada. Tetapi sebagai ilmuwan, kita harus
dengan rendah hati mengakui bahwa di luar ilmu pengetahuan masih terdapat kebenaran lain.
Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa berjalan sendiri, tetapi didalam
membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup, kebenaran ilmu pengetahuan perlu
berdampingan dengan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan lain, seperti seni, etika dan agama.
Pengetahuan-pengetahuan lain di luar ilmu pengetahuan ilmiah perlu dipahami pula dengan baik
oleh para ilmuwan agar dapat menciptakan atau menghasilkan nuansa yang lebih dinamis pada
pengetahuan ilmiah.

Kritik fenomenologi atas empirisme logis adalah: Bagaimana mungkin manusia dapat


menyelidiki fakta bahasa sedangkan realitas dunia atau sebagai realitas Bahasa adalah bagian
dirinya sendiri yang manunggal itu? Kalau jawaban itu digunakan untuk menjawab pertanyaan
esensial tentu tidak mungkin. Karena subjek dalam pertanyaan esensial harus melepaskan diri
dari objek. Pertanyaan ini bisa dijawab manakala manusia menyetujui atas posisi
kemanunggalannya antara subjek dan objek.

Jadi subjek manusia yang merengkuh objek dalam tindak epistemologis adalah tidak mungkin.
Apalagi dengan pendekatan analitika bahasa yang menyelidiki realitas dunia pada fakta
bahasanya. Subjek dan objek dualisme epistemologi adalah sesuatu yang tidak dapat dibedakan,
mengingat fenomenologi eksistensial menisbatkan manusia dan realitas dunia dalam satu lokus.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa


semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme dalam
filsafat ilmu, menekankan aspek-aspek pengetahuan ilmiah yang terkait erat dengan bukti,
terutama seperti yang ditemukan dalam percobaan. Ini adalah bagian mendasar dari metode
ilmiahbahwa semua hipotesis dan teori harus diuji terhadap pengamatan dari alam. Pada aspek
estimonilogi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan manusia, yang jelas-jelas mendahului
rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran
tertentu, kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah khayalan
belaka. Kritik empirisme yang diungkapkan oleh Honer dan Hunt (1968) terdiri atas tiga
bagian. Pertama, pengalaman yang merupakan dasar utama empirisme seringkali tidak
berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman ternyata bukan semata-mata
sebagai tangkapan pancaindera saja. Kedua, dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada
alam nyata, manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindera. Ketiga, di dalam empirisme
pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan
kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika
membangun sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang diperlukan untuk menjawab keragu-
raguan harus diuji terlebih dahulu.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dua, Mikhael. A, Sonny Keraf. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta :

Kanisius

Kattsoff, Louis O. terj. Soejono Soemargono. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana

Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Saebani Ahmad Beni. 2009 . Filsafat Ilmu. Bandung : CV Pustaka Setia

Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius

11

Anda mungkin juga menyukai