HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
kejadian stroke berulang Di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi Tahun 2022
datanya sudah dikumpulkan selama 2 minggu yang mana penelitian dilakukan pada
tanggal 10 Agustus Tahun 2022 dengan jumlah 52 orang responden yang berpartisipasi.
Jumlah tersebut telah memenuhi sampel penelitian yang sudah ditentukan serta
direncanakan sebelumnya.
berulang. Semua kuesioner tersebut sudah diisi sesuai dengan yang dijelaskan
sebelumnya oleh peneliti kepada para responden maka jawaban dan hasil dari
pengecekan yang telah siap dicek ulang oleh peneliti sesuai dan tidak ada kekurangan
a. Analisa Univariat
Analisa univariat ini yaitu ,koping, dukungan keluarga dan stroke brulang. Semua
jenis data pada variabel tersebut yaitu kategorik yang mana penyajian data
penelitian ini yaitu yang berada di wilayah kerja puskemsmas mandiangin bukittinggi ,
1 Maladaptif 33 63,5
2 Adaptif 19 36,5
Total 52 100
Berdasarkan data dari tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden
Tabel 5.2
1 Tinggi 22 42,3
2 Rendah 30 57,7
Total 52 100
Berdasarkan data dari tabel 5.2 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden
Tabel 5.3
Bukittinggi
1 Berulang 31 59,6
2 Tidak Berulang 21 40,4
Total 52 100
Berdasarkan data dari tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden
a. Analisa Bivariat
dependen yaitu Stroke Berulang. Semua variabel yang dianalisis baik variabel
independen dan dependen merupakan variabel kategorik sehingga uji statistik yang
Tabel 5.4
Mandiangin Bukittinggi
n % n % N %
mempunyai koping maladaptif ada sebanyak 75,8% Sedangkan untuk stroke berulang
memiliki koping adaptif sebanyak 31,6%. Analisis lebih lanjut menyimpulkan bahwa di
dapatkan nilai P value = 0.003 (<0.05) Ha diterima, artinya terdapat ada hubungan koping
dengan stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi. Hasil analisis
Mandiangin Bukittinggi yang memiliki koping adaptif berpeluang 6 kali untuk memiliki
stroke tidak berulang dibandingkan dengan stroke berulang yang mempunyai koping
maladaptif.
Tabel 5.5
Mandiangin Bukittinggi
n % n % N %
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan hubungan antara dukungan keluarga dengan stroke
berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi, yang memiliki stroke brulang
mempunyai dukungan keluarga tinggi ada sebanyak 86,4% Sedangkan untuk stroke berulang
memiliki dukungan keluarg rendah sebanyak 40,0%. Analisis lebih lanjut menyimpulkan
bahwa di dapatkan nilai P value = 0.001 (<0.05) Ha diterima, artinya terdapat ada
keluarga tinggi berpeluang 9 kali untuk memiliki stroke tidak berulang dibandingkan
1. Analisa Univariat
didapatkan untuk perawat yang memiliki self efficacy rendah sebanyak 22 orang
(59,5%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Handiyani, dkk
tahun 2019 dimana berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa mayoritas
masih ada perawat disana memiliki efikasi diri rendah (80,15%). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Petrus tahun 2019 yang dimana
disimpulkan perawat yang bergelar diploma memiliki efikasi yang tinggi dalam
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sri, dkk (2018)
didapatkan bahwa perawat sebagian besar mempunyai self efficacy tinggi yaitu
sebanyak 20 orang (54%). Menurut Bandura dalam (Alwisol, 2018) Self efficcay
ini sangatlah berperan aktif dalam kinerja suatu pegawai, apabila efikasi diri
tinggi maka akan adanya perasaan percaya diri pada individu itu dan bisa
Sedangkan self efficacy-nya rendah maka akan nampak adanya rasa gelisah di diri
seseorang itu dan tidak adanya respon baik yang kita lakukan. Self efficcay
memegang fakta penting dalam kinerja perawat yang mana dianggap sebagai
faktor penting.
Peneliti beramsumsi bahwa untuk efikasi diri seseorang itu sendiri apabila tidak
adanya suatu dorongan ataupun kepercayaan diri yang ditanamkan pada keyakinan
individu maka efikasi dirinya akan rendah. Dikarenakan faktor terpenting bagi
seseorang itu adalah kepribadiannya dan self efficacy lah salah satunya. Untuk
seorang perawat yang memiliki self efficcay yang rendah tentunya akan diragukan
oleh orang lain bahkan oleh pasien dalam mampu atau tidaknya perawat
melakukan askep pada dirinya, sedangkan untuk perawat yang memiliki efikasi diri
yang tinggi itu merupakan poin terpenting dalam melakukan suatu pekerjaan yang
baik serta adanya semangat sehingga terciptanya kinerja kerja yang baik.
responden (54,1%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Kurniawan
tahun 2019 yang mana perawat dengan lama kerja >5 tahun 24 responden (67,6%)
tidak beresiko dalam memiliki tanggung jawab yang buruk, karena semakin lama
seseorang mempunyai pengalaman bekerja maka akan semakin tinggi juga tanggung
jawab seseorang tersebut, sehingga akan menimbulkan sebuah lokus kendali yang baik
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ary dan
Sriathi tahun 2019 didapatkan untuk hasil Locus of control masih ada yang memiliki
LOC kurang yaitu sebanyak 28 responden (75,7%). Penelitian ini juga didukung
dengan penelitian sebelumnya oleh Suprayogi tahun 2017 didapatkan hasil bahwa
salah satu variabel kepribadian yang mana itu didefinisikan dengan tanggung jawab
sdan keyakinan seseorang terhadap mampu atau tidaknya dalam mengontrol nasib
sendiri. locus of control ini sendiri dibagi menjadi 2 kelompok yaitu internal dan
eksternal dimana itu nanti akan didapatkan baik ataupun buruk. Semakin baik lokus
kendali seseorang itu sendiri maka akan semakin baik pula pekerjaan dan
Asumsi dari peneliti dimana untuk locus of control itu adalah sebuah tanggung
jawab yang besar atas apa yang telah ia lakukan dimana hanya seorang itulah yang
harus tahu bagaimana cara mencari solusi dan menyelesaikannya tanpa adanya bantuan
dari orang lain. Lokus kendali ini sendiri bisa dibilang dengan faktor kepribadian dari
diri individu itu sendiri sehingga bisa terlihat jelas seseorang yang mampu
bertanggung jawab dan tidak, perawat yang memiliki lokus kendali yang baik maka
mereka juga mempunyai sifat inisiatif yang bagus dalam mencarui informasi pekerjaan
mempunyai lokus kendali yang kurang. Dan locus of control ini sendiri tentunya tidak
luput dari faktor internal dan eksternal perawat itu sendiri dalam bagaimana ia
(56,8%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulisetyawati, dkk
tahun 2018 didapatkan untuk kinerja perawat yang kurang sebanyak 16 responden
(43%). Penelitian ini juga didukung dengan hasil dari kriteria responden yang
didapatkan oleh peneliti yang mana perawat dengan usia >35 tahun sebanyak 21
responden (56,8%), sedangkan untuk jenis kelamin responden yang lebih dominan
adalah berjenis kelamin perempuan berjumlah 28 responden (75,7%), lama kerja disini
kebanyakan perawat dengan masa >5 tahun 26 responden (70,3%) dan untuk status
kepegawaian disini dominan dengan perawat yang berstatus PNS dengan jumlah 27
responden (73,0%). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh
Agustiawan tahun 2019 didapatkan hasil untuk kinerja perawat baik dengan 21
responden (57%).
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang didapatkan oleh individu melalui kerja
kerasnya dalam mencapai suatu keberhasilan yang mana itu didapatkan secara kulitas
dan kuantitas sesuai dengan tugasnya serta tanggung jawab yang dimilikinnya
Mangkunegara dalam (Siregar & anggina, 2020). Kinerja perawat ialah sebuah ukuran
keberhasilan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan dalam melakukan pelayanan
keperawatan.
Disimpulkan disini bahwa seseorang yang mempunyai usia yang lebih dewasa
akan mempengaruhi kinerjanya dalam bekerja karena bisa dilihat dalam bagaimana
mereka mempunyai pengalaman pekerjaan sebelumnya dan untuk jenis kelamin banyak
perempuan disini dapat dibuktikan bahwa perempuan pun bisa mempunyai kinerja
yang baik dan semangat yang tinggi kemudian lama kerja disini semakin lama
seseorang itu bekerja maka akan semakin banyak juga pelajaran yang didapatkannya
untuk dijadikan acuan kedepanya sehingga mempengaruhi kinerja seseorang itu baik
dan status kepegawaian disini tentunya semakin tinggi maka untuk tanggung jawab
serta pemahaman tentang pekerjaan harus bagus dan sesuai dengan visi dan misi dari
rumah sakit.
Peneliti berasumsi bahwa kinerja kerja seseorang itu dapat dilihat dari
kepribadian orang itu sendiri apakah mereka mempunyai belief ataupun tidak adanya
keegoisan dalam dirinya, apalagi untuk bekerja di Rumah Sakit tentunya harus
keberhasilan yang sudah ia rancang sebelumnya. Sama halnya dengan 2 faktor yang
mempengaruhi kinerja perawat yaitu efikasi diri dan lokus kendali dimana dua faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain, apabila kedua-duanya baik dan tinggi maka
untuk kinerja perawat juga akan dibuatnya menjadi baik begitupun sebaliknya apabila
buruk dan rendah maka, untuk kinerja kerja perawat itu sendiri tidak ada bagusnya
dan hanya bisa menyalahkan keadaan saja tanpa adanya rasa keingintahuan dan
mencoba sutau hal yang ia yakini dan percaya untuk bisa bertanggung jawab sendiri.
2. Analisa Bivariat
self efficacy dengan kinerja perawat di RS Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi
dengan didapatkan hasil dari (P value = 0,000<0,05) dan untuk hasil Odds
Rasionya = 140,00 yang mana didapatkan Ha diterima. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Joko yang mana terbukti bahwa adanya hubungan
antara self efficacy dengan kinerja karyawan, hal ini ditunjukkan dengan nilai
korelasi (r) sebesar 0,571 dangan P <0,01 yang berarti hipotesis penelitian diterima
yaitu ada hubungan positif dan signifikan antara self efficacy dan kinerja
dilakukan oleh Adi, dkk tahun 2018 didapatkan bahwa ada hubungan bermakna
antara self efficacy dengan kinerja perawat memiliki (P value = 0,000<0,05) dan
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Akmalia tahun
2020 didapatkan berpengaruh signifikan antara self efficacy dengan kinerja kerja
menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,765 dan Sig. 0,000<0,05. Penelitian ini juga
untuk self efficacy sebesar 3,032 lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,049
(3,032>1,985) dan nilai sig. uji t pada self efficacy lebih kecil dari 0,05
Self efficacy adalah penilaian dari suatu individu itu sendiri dalam
mencapai suatu tujuan. Self efficacy ini sendiri dibedakan menjadi dua bentuk yaitu
self efficacy tinggi dan rendah Bandura dalam (Alwisol, 2018). Peran dari
pemberian askep pada pasien dapat mempengaruhi tingkat self efficacy dan kinerja
Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi percaya bahwa individu
tersebut bisa menanggulangi kejadian situasi secara efektif, yang mana nantinya
akan menurunkan rasa takut akan kegagalan yang akan dihadapinnya nanti
sedangkan untuk self efficacy rendah akan memiliki banyak dampak bagi individu
itu sendiri salah satunya seperti merusak motivasi, menurunkan aspirasi, menganggu
kesehatan fisik (Putra & Susilawati, 2018). Self efficacy dianggap sebagai faktor
yang paling mempengaruhi kinerja perawat sehingga proses kognitif yang ada
pada perawat akan membentuk suatu pemikiran serta perilaku yang akan dicapai
Menurut asumsi peneliti perawat yang memiliki efikasi diri tinggi ia akan
menunjukan tidak takut untuk gagal dalam pekerjaan sehingga akan terus mencoba
pelayanan yang cekatan serta akan adanya timbul kerja sama yang bagus antara
sesama perawat maupun tenaga medis yang lainnya, untuk self efficacy ini sendiri
tentunya sangat penting untuk tenaga medis di RS salah satunya ialah perawat
keyakinan atas pekerjaan yang telah dilakukan sehingga akan menimbulkan kinerja
Dari hasil penelitian masih didapatkan hasil kinerja perawat kurang yang
dimana disebabkan oleh perawat yang apabila diberikan tugas tambahan kurang
aktif dan untuk melayani jumlah pasien yang ditargetkan masih belum pas.
mempengaruhinnya yaitu masih ada perawat yang sulit untuk mendapatkan solusi
apabila ketika keadaan sedang tidak baik atau bermasalah dan juga untuk
mengatasi apa saja yang menghalangi jalannya tentunya disini memiliki sifat yang
Didapatkan hasil penelitian oleh peneliti dimana ditemukan adanya hubungan locus
of control dengan kinerja perawat di RS Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi dengan
didapatkan hasil dari (P value = 0,000<0,05) dan untuk hasil Odds Rasionya = 42,00
yang mana artinya bahwa perawat yang mempunyai locus of control kurang
berpeluang 42 kali dalam memiliki tanggung jawab yang kurang untuk semua tindakan
ataupun pekerjaan yang dilakukannya dimana itu berpengaruh untuk kinerja perawat
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sari tahun 2019 yang
mana didapatkah bahwa hasil dari uji locus of control menunjukan tingkat signifikan
(α) sebesar 0,001<0,05. Hal ini menunjukan adanya hubungan antara locus of control
terhadap kinerja pegawai dan juga memiliki nilai positif terhadapnya. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Haniaria tahun 2022 dimana hasil uji
hipotesis menunjukkan adanya sebuah pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
kinerja perawat didapatkan nilai P value = 0,004 dengan OR = 2,918. Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Rahardjo dan Dewi, bahwa nilai
variabel locus of control pada kinerja karyawan sebesar 3,341 dengan tingkat
signifikan 0,032 (P<0,05) yang mana itu artinya Ha diterima dan H0 ditolak dan
Penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya oleh Suprianto tahun
2018 yang mana didapatkan hasil berhubungan locus of control dengan kinerja
perawat berdasarkan dengan hasil pengujian koefisien jalur hipotesis 1 (Ha) diperoleh
locus of control memiliki hubungan dengan kinerja perawat, dengan diperolehnya hasil
nilai signifikan yaitu sebesar 0,000<0,05 dan nilai koefisien yang didapatkan sebesar
0,636. Penelitian ini juga didukung penelitian sebelumnya oleh Kairupan dan Rompas
signifikan P value (P = 0,000< 0,05) yang mana artinya bahwa ada hubungan signifikan
yang dimiliki oleh individu dengan peristiwa yang terjadi baik itu dalam diri sendiri
maupun dari luar dirinya (Akmalia,2020). Adapun lokus kendali untuk mengendalikan
suatu asumsi yang terjadi apabila menghadapi ataupun terjadinya suatu masalah dan
itu dimana seseorang tersebut mampu dan berusaha untuk menyelesaikannya apalagi
Locus of control ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik lokus kendali yang
dimiliki oleh perawat, makaaaa akan semakin baik pula kinerja yang akan dihasilkan
nantinya. Penurunan kinerja perawat itu sendiri dapat menyebabkan perasaan yang
tidak nyaman bagi perawat itu sendiri, sehingga adanya ketidakberdayaan dan
kekhawatirannya. Selain itu juga sikap kurangnya percaya diri terhadap kemampuan
Peneliti beramsumsi bahwa untuk adanya kinerja yang baik pasti juga ditentukan
oleh individu itu sendiri dalam mencapai tujuannya serta visi dan misi yang sudah
Peranan locus of control (lokus kendali) ini tentunya sangatlah penting bagi seorang
perawat untuk meningkatkan suatu kinerjanya karena dengan adanya lokus kendali ini
sendiri perawat memiliki sebuah tanggung jawab untuk masalahnya dan dapat
menyelesaikannya dengan baik tanpa menghindarinya dan juga berdampak baik bagi
pasien dan tidak dirugikan oleh kelalaian-kelalaian yang dibuat oleh perawat, peranan
lokus kendali ini juga dapat membuat positif vibes dan bersemangat dalam
melaksanakan pekerjaanya.
Dari hasil penelitian masih didapatkan hasil kinerja perawat kurang disebabkan
adanya perawat yang apabila diberikan tugas tambahan kurang aktif dan keseringan
menolak dan menyuruh rekan kerjanya begitupun dengan melayani jumlah pasien yang
ditargetkan dimana ini terkadang tidak sempat untuk memberikan ASKEP karena ada
pekerjaan yang lain. Untuk locus of control yang didapatkan masih kurang
dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan tidak sedikit dari perawat yang mengeluh
tentang capek dan tuntutan pekerjaan begitupun dengan apabila adanya kendala masih
sungkan untuk mencari informasi tentang itu karna bisa disebabkan oleh inisiatifnya
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Didapatkan dari hasil penelitian bahwa koping pada stroke berulang masih
b. Didapatkan dari hasil penelitian bahwa dukungan keluarga pada pasien stroke
Bukittinggi
Puskesmas Mandiangin Bukittinggi Tahun 2022 dan untuk hasil Odd ratio
didapatkan 9.500
B. Saran
c. Bagi Peneliti