Anda di halaman 1dari 17

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Membahas hasil penelitian tentang Hubungan Koping,Dukungan keluarga dengan

kejadian stroke berulang Di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi Tahun 2022

datanya sudah dikumpulkan selama 2 minggu yang mana penelitian dilakukan pada

tanggal 10 Agustus Tahun 2022 dengan jumlah 52 orang responden yang berpartisipasi.

Jumlah tersebut telah memenuhi sampel penelitian yang sudah ditentukan serta

direncanakan sebelumnya.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dukungan keluarga , koping dan stroke

berulang. Semua kuesioner tersebut sudah diisi sesuai dengan yang dijelaskan

sebelumnya oleh peneliti kepada para responden maka jawaban dan hasil dari

pengecekan yang telah siap dicek ulang oleh peneliti sesuai dan tidak ada kekurangan

kuesioner maupun jawaban yang kosong.

a. Analisa Univariat

Analisa univariat ini yaitu ,koping, dukungan keluarga dan stroke brulang. Semua

jenis data pada variabel tersebut yaitu kategorik yang mana penyajian data

menggunakan tampilan distribusi frekuensi. Responden yang terlibat dalam

penelitian ini yaitu yang berada di wilayah kerja puskemsmas mandiangin bukittinggi ,

dengan sebaran berdasarkan tabel berikut :


Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Hubungan Koping pada Stroke Berulang di Wilayah Kerja

Puskemas Mandiangin Bukittinggi

No Variabel N (Frekuensi) Persentasi (%)

1 Maladaptif 33 63,5

2 Adaptif 19 36,5

Total 52 100

Berdasarkan data dari tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden

didapatkan untuk Maladaptif sebanyak 33 orang (63,5%)

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada Stroke berulang di Wilayah Kerja

Puskesmas Mandiangin Bukitting

No Variabel N (Frekuensi) Persentasi (%)

1 Tinggi 22 42,3

2 Rendah 30 57,7

Total 52 100

Berdasarkan data dari tabel 5.2 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden

didapatkan untuk dukungan keluarga yang rendah sebanyak 30 orang (57,7%)

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin

Bukittinggi

No Variabel N (frekuensi) Presentasi (%)

1 Berulang 31 59,6
2 Tidak Berulang 21 40,4

Total 52 100

Berdasarkan data dari tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi dari 52 respoden

didapatkan yang mengalami stroke berulang sebanyak 31 orang (59,6%).

a. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat untuk mengetahui hubungan yang bermakna antara dua

variabel utamanya yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Untuk

variabel independen adalah Koping dan Dukungan Keluarga sedangkan variabel

dependen yaitu Stroke Berulang. Semua variabel yang dianalisis baik variabel

independen dan dependen merupakan variabel kategorik sehingga uji statistik yang

digunakan adalah uji kuadrat (chi-square).

Tabel 5.4

Hubungan Koping dengan kejadian Stroke berulang di Wilayah Kerja puskesmas

Mandiangin Bukittinggi

Stroke Berulang Total P value OR

Koping Berulang Tidak Berulang

n % n % N %

Maladaptif 25 75,8 8 24,2 32 100 0,003 6,771

Adaptif 6 31,6 13 68,4 19 100

Total 31 59,6 21 40,4 52 100


Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan hubungan antara koping dengan stroke berulang di

Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi, yang memiliki stroke brulang

mempunyai koping maladaptif ada sebanyak 75,8% Sedangkan untuk stroke berulang

memiliki koping adaptif sebanyak 31,6%. Analisis lebih lanjut menyimpulkan bahwa di

dapatkan nilai P value = 0.003 (<0.05) Ha diterima, artinya terdapat ada hubungan koping

dengan stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi. Hasil analisis

diperoleh OR (Peluang) = 6,771 artinya stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas

Mandiangin Bukittinggi yang memiliki koping adaptif berpeluang 6 kali untuk memiliki

stroke tidak berulang dibandingkan dengan stroke berulang yang mempunyai koping

maladaptif.

Tabel 5.5

Hubungan Dukunga Keluarga dengan Stroke Berulang di Wilayah Kerja Puskessmas

Mandiangin Bukittinggi

Stroke Berulang Total P value OR

Dukungan Keluarga Berulang Tidak Berulang

n % n % N %

Tinggi 19 86,4 3 13,6 22 100 0,001 9,500

Rendah 12 40,0 18 60,0 30 100

Total 31 59,6 21 40,4 52 100

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan hubungan antara dukungan keluarga dengan stroke

berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi, yang memiliki stroke brulang

mempunyai dukungan keluarga tinggi ada sebanyak 86,4% Sedangkan untuk stroke berulang

memiliki dukungan keluarg rendah sebanyak 40,0%. Analisis lebih lanjut menyimpulkan
bahwa di dapatkan nilai P value = 0.001 (<0.05) Ha diterima, artinya terdapat ada

hubungan dukungan keluarga dengan stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas

Mandiangin Bukittinggi. Hasil analisis diperoleh OR (Peluang) = 9.500 artinya stroke

berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi yang memiliki dukungan

keluarga tinggi berpeluang 9 kali untuk memiliki stroke tidak berulang dibandingkan

dengan stroke berulang yang mempunyai dukungan keluarga rendah.


B. PEMBAHASAN

1. Analisa Univariat

a. Distribusi frekuensi Self efficacy pada perawat di Ruang IRNA C Rumah

Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi dari 37 responden

didapatkan untuk perawat yang memiliki self efficacy rendah sebanyak 22 orang

(59,5%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Handiyani, dkk

tahun 2019 dimana berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa mayoritas

masih ada perawat disana memiliki efikasi diri rendah (80,15%). Penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Petrus tahun 2019 yang dimana

dijelaskan didalam penelitiannya bahwa didapatkan untuk tingkat pendidikan

didapatkan 34 responden (81%) lulusan dari D3 Keperawatan yang mana dapat

disimpulkan perawat yang bergelar diploma memiliki efikasi yang tinggi dalam

melakukan pekerjaannya dan mempunyai sebuah skills yang bagus agar

tercapainya kinerja yang baik bagi.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sri, dkk (2018)

didapatkan bahwa perawat sebagian besar mempunyai self efficacy tinggi yaitu

sebanyak 20 orang (54%). Menurut Bandura dalam (Alwisol, 2018) Self efficcay

ini sangatlah berperan aktif dalam kinerja suatu pegawai, apabila efikasi diri

tinggi maka akan adanya perasaan percaya diri pada individu itu dan bisa

mendapatkan suatu timbal balik baik sehingga mendapatkan reinforcement.

Sedangkan self efficacy-nya rendah maka akan nampak adanya rasa gelisah di diri

seseorang itu dan tidak adanya respon baik yang kita lakukan. Self efficcay

memegang fakta penting dalam kinerja perawat yang mana dianggap sebagai

faktor penting.
Peneliti beramsumsi bahwa untuk efikasi diri seseorang itu sendiri apabila tidak

adanya suatu dorongan ataupun kepercayaan diri yang ditanamkan pada keyakinan

individu maka efikasi dirinya akan rendah. Dikarenakan faktor terpenting bagi

seseorang itu adalah kepribadiannya dan self efficacy lah salah satunya. Untuk

seorang perawat yang memiliki self efficcay yang rendah tentunya akan diragukan

oleh orang lain bahkan oleh pasien dalam mampu atau tidaknya perawat

melakukan askep pada dirinya, sedangkan untuk perawat yang memiliki efikasi diri

yang tinggi itu merupakan poin terpenting dalam melakukan suatu pekerjaan yang

baik serta adanya semangat sehingga terciptanya kinerja kerja yang baik.

b. Distribusi frekuensi locus of control pada perawat di Ruang IRNA C Rumah

Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan distribusi frekuensi dari 37 responden

didapatkan untuk perawat yang memiliki locus of control kurang sebanyak 20

responden (54,1%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Kurniawan

tahun 2019 yang mana perawat dengan lama kerja >5 tahun 24 responden (67,6%)

tidak beresiko dalam memiliki tanggung jawab yang buruk, karena semakin lama

seseorang mempunyai pengalaman bekerja maka akan semakin tinggi juga tanggung

jawab seseorang tersebut, sehingga akan menimbulkan sebuah lokus kendali yang baik

nantinya begitupun dengan status kepegawaian yang dimiliki perawat tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ary dan

Sriathi tahun 2019 didapatkan untuk hasil Locus of control masih ada yang memiliki

LOC kurang yaitu sebanyak 28 responden (75,7%). Penelitian ini juga didukung

dengan penelitian sebelumnya oleh Suprayogi tahun 2017 didapatkan hasil bahwa

locus of control kurang lebih tinggi yaitu sebanyak 22 perawat.


Menurut rotter dalam (suprianti,2018) locus of control (lokus kendali) merupakan

salah satu variabel kepribadian yang mana itu didefinisikan dengan tanggung jawab

sdan keyakinan seseorang terhadap mampu atau tidaknya dalam mengontrol nasib

sendiri. locus of control ini sendiri dibagi menjadi 2 kelompok yaitu internal dan

eksternal dimana itu nanti akan didapatkan baik ataupun buruk. Semakin baik lokus

kendali seseorang itu sendiri maka akan semakin baik pula pekerjaan dan

kehidupannya (H.S, 2019)

Asumsi dari peneliti dimana untuk locus of control itu adalah sebuah tanggung

jawab yang besar atas apa yang telah ia lakukan dimana hanya seorang itulah yang

harus tahu bagaimana cara mencari solusi dan menyelesaikannya tanpa adanya bantuan

dari orang lain. Lokus kendali ini sendiri bisa dibilang dengan faktor kepribadian dari

diri individu itu sendiri sehingga bisa terlihat jelas seseorang yang mampu

bertanggung jawab dan tidak, perawat yang memiliki lokus kendali yang baik maka

mereka juga mempunyai sifat inisiatif yang bagus dalam mencarui informasi pekerjaan

maupun keterampilan yang ia miliki tentunya berbeda dengan perawat yang

mempunyai lokus kendali yang kurang. Dan locus of control ini sendiri tentunya tidak

luput dari faktor internal dan eksternal perawat itu sendiri dalam bagaimana ia

membawanya dalam pekerjaan maupun dikehidupan sekitar

c. Distribusi frekuensi kinerja pada perawat di Ruang IRNA C Rumah Sakit

Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi dari 37 responden

didapatkan untuk perawat yang memiliki kinerja kurang sebanyak 21 responden

(56,8%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulisetyawati, dkk

tahun 2018 didapatkan untuk kinerja perawat yang kurang sebanyak 16 responden
(43%). Penelitian ini juga didukung dengan hasil dari kriteria responden yang

didapatkan oleh peneliti yang mana perawat dengan usia >35 tahun sebanyak 21

responden (56,8%), sedangkan untuk jenis kelamin responden yang lebih dominan

adalah berjenis kelamin perempuan berjumlah 28 responden (75,7%), lama kerja disini

kebanyakan perawat dengan masa >5 tahun 26 responden (70,3%) dan untuk status

kepegawaian disini dominan dengan perawat yang berstatus PNS dengan jumlah 27

responden (73,0%). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh

Agustiawan tahun 2019 didapatkan hasil untuk kinerja perawat baik dengan 21

responden (57%).

Kinerja adalah suatu hasil kerja yang didapatkan oleh individu melalui kerja

kerasnya dalam mencapai suatu keberhasilan yang mana itu didapatkan secara kulitas

dan kuantitas sesuai dengan tugasnya serta tanggung jawab yang dimilikinnya

Mangkunegara dalam (Siregar & anggina, 2020). Kinerja perawat ialah sebuah ukuran

keberhasilan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan dalam melakukan pelayanan

keperawatan.

Disimpulkan disini bahwa seseorang yang mempunyai usia yang lebih dewasa

akan mempengaruhi kinerjanya dalam bekerja karena bisa dilihat dalam bagaimana

mereka mempunyai pengalaman pekerjaan sebelumnya dan untuk jenis kelamin banyak

perempuan disini dapat dibuktikan bahwa perempuan pun bisa mempunyai kinerja

yang baik dan semangat yang tinggi kemudian lama kerja disini semakin lama

seseorang itu bekerja maka akan semakin banyak juga pelajaran yang didapatkannya

untuk dijadikan acuan kedepanya sehingga mempengaruhi kinerja seseorang itu baik

dan status kepegawaian disini tentunya semakin tinggi maka untuk tanggung jawab

serta pemahaman tentang pekerjaan harus bagus dan sesuai dengan visi dan misi dari

rumah sakit.
Peneliti berasumsi bahwa kinerja kerja seseorang itu dapat dilihat dari

kepribadian orang itu sendiri apakah mereka mempunyai belief ataupun tidak adanya

keegoisan dalam dirinya, apalagi untuk bekerja di Rumah Sakit tentunya harus

mempunyai kekompakan serta tanggung jawab yang bisa membawa timnya

keberhasilan yang sudah ia rancang sebelumnya. Sama halnya dengan 2 faktor yang

mempengaruhi kinerja perawat yaitu efikasi diri dan lokus kendali dimana dua faktor

tersebut saling berkaitan satu sama lain, apabila kedua-duanya baik dan tinggi maka

untuk kinerja perawat juga akan dibuatnya menjadi baik begitupun sebaliknya apabila

buruk dan rendah maka, untuk kinerja kerja perawat itu sendiri tidak ada bagusnya

dan hanya bisa menyalahkan keadaan saja tanpa adanya rasa keingintahuan dan

mencoba sutau hal yang ia yakini dan percaya untuk bisa bertanggung jawab sendiri.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Self efficacy dengan kinerja perawat di Ruang IRNA C Rumah

Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

Didapatkan hasil penelitian oleh peneliti dimana ditemukan adanya hubungan

self efficacy dengan kinerja perawat di RS Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

dengan didapatkan hasil dari (P value = 0,000<0,05) dan untuk hasil Odds

Rasionya = 140,00 yang mana didapatkan Ha diterima. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya oleh Joko yang mana terbukti bahwa adanya hubungan

antara self efficacy dengan kinerja karyawan, hal ini ditunjukkan dengan nilai

korelasi (r) sebesar 0,571 dangan P <0,01 yang berarti hipotesis penelitian diterima

yaitu ada hubungan positif dan signifikan antara self efficacy dan kinerja

karyawan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang pernah

dilakukan oleh Adi, dkk tahun 2018 didapatkan bahwa ada hubungan bermakna
antara self efficacy dengan kinerja perawat memiliki (P value = 0,000<0,05) dan

diperoleh juga nilai Odds Rasio = 18,417.

Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Akmalia tahun

2020 didapatkan berpengaruh signifikan antara self efficacy dengan kinerja kerja

menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,765 dan Sig. 0,000<0,05. Penelitian ini juga

didukung penelitian sebelumnya oleh Takndare, diketahui bahwa nilai t hitung

untuk self efficacy sebesar 3,032 lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,049

(3,032>1,985) dan nilai sig. uji t pada self efficacy lebih kecil dari 0,05

(0,005>0,05). Maka Ha diterima dan Ho ditolak.

Self efficacy adalah penilaian dari suatu individu itu sendiri dalam

mengimplementasikan suatu tindakannya dan dalam menuntaskan kerjaannya dalam

mencapai suatu tujuan. Self efficacy ini sendiri dibedakan menjadi dua bentuk yaitu

self efficacy tinggi dan rendah Bandura dalam (Alwisol, 2018). Peran dari

keterlibatan seorang perawat dalam melakukan suatu pekerjaan maupun dalam

pemberian askep pada pasien dapat mempengaruhi tingkat self efficacy dan kinerja

yang dihasilkan (Putri & Febriani, 2021).

Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi percaya bahwa individu

tersebut bisa menanggulangi kejadian situasi secara efektif, yang mana nantinya

akan menurunkan rasa takut akan kegagalan yang akan dihadapinnya nanti

sedangkan untuk self efficacy rendah akan memiliki banyak dampak bagi individu

itu sendiri salah satunya seperti merusak motivasi, menurunkan aspirasi, menganggu

kemampuan kognitif dan nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi

kesehatan fisik (Putra & Susilawati, 2018). Self efficacy dianggap sebagai faktor

yang paling mempengaruhi kinerja perawat sehingga proses kognitif yang ada
pada perawat akan membentuk suatu pemikiran serta perilaku yang akan dicapai

(handayani, sulisetyawati, & adi, 2018).

Menurut asumsi peneliti perawat yang memiliki efikasi diri tinggi ia akan

menunjukan tidak takut untuk gagal dalam pekerjaan sehingga akan terus mencoba

atas kegagalannya dan akan berusaha sebaik mungkin untuk menciptakan

pelayanan yang cekatan serta akan adanya timbul kerja sama yang bagus antara

sesama perawat maupun tenaga medis yang lainnya, untuk self efficacy ini sendiri

tentunya sangat penting untuk tenaga medis di RS salah satunya ialah perawat

untuk meningkatkan pemberian layananan kesehatan yang baik serta penuh

keyakinan atas pekerjaan yang telah dilakukan sehingga akan menimbulkan kinerja

kerja yang baik bagi perawat.

Dari hasil penelitian masih didapatkan hasil kinerja perawat kurang yang

dimana disebabkan oleh perawat yang apabila diberikan tugas tambahan kurang

aktif dan untuk melayani jumlah pasien yang ditargetkan masih belum pas.

Sedangkan untuk self efficacy rendah dimana didapatkan faktor yang

mempengaruhinnya yaitu masih ada perawat yang sulit untuk mendapatkan solusi

apabila ketika keadaan sedang tidak baik atau bermasalah dan juga untuk

mengatasi apa saja yang menghalangi jalannya tentunya disini memiliki sifat yang

egois dengan hanya mementingkan dirinya sendiri begitupun dengan mencari

tujuan atas apa yang diinginkan.

b. Hubungan Locus of control dengan kinerja perawat di Ruang IRNA C

Rumah Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi

Didapatkan hasil penelitian oleh peneliti dimana ditemukan adanya hubungan locus

of control dengan kinerja perawat di RS Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi dengan
didapatkan hasil dari (P value = 0,000<0,05) dan untuk hasil Odds Rasionya = 42,00

yang mana artinya bahwa perawat yang mempunyai locus of control kurang

berpeluang 42 kali dalam memiliki tanggung jawab yang kurang untuk semua tindakan

ataupun pekerjaan yang dilakukannya dimana itu berpengaruh untuk kinerja perawat

dibandingkan dengan perawat yang memiliki locus of control yang baik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sari tahun 2019 yang

mana didapatkah bahwa hasil dari uji locus of control menunjukan tingkat signifikan

(α) sebesar 0,001<0,05. Hal ini menunjukan adanya hubungan antara locus of control

terhadap kinerja pegawai dan juga memiliki nilai positif terhadapnya. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Haniaria tahun 2022 dimana hasil uji

hipotesis menunjukkan adanya sebuah pengaruh yang signifikan dan positif terhadap

kinerja perawat didapatkan nilai P value = 0,004 dengan OR = 2,918. Hasil penelitian ini

juga sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Rahardjo dan Dewi, bahwa nilai

variabel locus of control pada kinerja karyawan sebesar 3,341 dengan tingkat

signifikan 0,032 (P<0,05) yang mana itu artinya Ha diterima dan H0 ditolak dan

adanya hubungan dari LOC dan kinerja karyawan.

Penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya oleh Suprianto tahun

2018 yang mana didapatkan hasil berhubungan locus of control dengan kinerja

perawat berdasarkan dengan hasil pengujian koefisien jalur hipotesis 1 (Ha) diperoleh

locus of control memiliki hubungan dengan kinerja perawat, dengan diperolehnya hasil

nilai signifikan yaitu sebesar 0,000<0,05 dan nilai koefisien yang didapatkan sebesar

0,636. Penelitian ini juga didukung penelitian sebelumnya oleh Kairupan dan Rompas

(2018) dimana berdasarkan uji statistic Chi-square di dapatkan dengan tingkat

signifikan P value (P = 0,000< 0,05) yang mana artinya bahwa ada hubungan signifikan

antara locus of control dengan kinerja perawat.


Locus of control yaitu adanya suatu pengendalian diri dalam bertanggung jawab

yang dimiliki oleh individu dengan peristiwa yang terjadi baik itu dalam diri sendiri

maupun dari luar dirinya (Akmalia,2020). Adapun lokus kendali untuk mengendalikan

suatu asumsi yang terjadi apabila menghadapi ataupun terjadinya suatu masalah dan

itu dimana seseorang tersebut mampu dan berusaha untuk menyelesaikannya apalagi

itu menyakut soal pekerjaan.

Locus of control ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik lokus kendali yang

dimiliki oleh perawat, makaaaa akan semakin baik pula kinerja yang akan dihasilkan

nantinya. Penurunan kinerja perawat itu sendiri dapat menyebabkan perasaan yang

tidak nyaman bagi perawat itu sendiri, sehingga adanya ketidakberdayaan dan

kekhawatirannya. Selain itu juga sikap kurangnya percaya diri terhadap kemampuan

kerjanya dan terkadang berdampak negatif pada kinerjannya (suprianto,2018).

Peneliti beramsumsi bahwa untuk adanya kinerja yang baik pasti juga ditentukan

oleh individu itu sendiri dalam mencapai tujuannya serta visi dan misi yang sudah

dirancangnya terlebih dulu untuk mencapai keberhasilan kinerja di bidangnya tersebut.

Peranan locus of control (lokus kendali) ini tentunya sangatlah penting bagi seorang

perawat untuk meningkatkan suatu kinerjanya karena dengan adanya lokus kendali ini

sendiri perawat memiliki sebuah tanggung jawab untuk masalahnya dan dapat

menyelesaikannya dengan baik tanpa menghindarinya dan juga berdampak baik bagi

pasien dan tidak dirugikan oleh kelalaian-kelalaian yang dibuat oleh perawat, peranan

lokus kendali ini juga dapat membuat positif vibes dan bersemangat dalam

melaksanakan pekerjaanya.

Dari hasil penelitian masih didapatkan hasil kinerja perawat kurang disebabkan

adanya perawat yang apabila diberikan tugas tambahan kurang aktif dan keseringan
menolak dan menyuruh rekan kerjanya begitupun dengan melayani jumlah pasien yang

ditargetkan dimana ini terkadang tidak sempat untuk memberikan ASKEP karena ada

pekerjaan yang lain. Untuk locus of control yang didapatkan masih kurang

dikarenakan faktor yang mempengaruhinnya yaitu dengan mengeluh disini tentunya

dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan tidak sedikit dari perawat yang mengeluh

tentang capek dan tuntutan pekerjaan begitupun dengan apabila adanya kendala masih

sungkan untuk mencari informasi tentang itu karna bisa disebabkan oleh inisiatifnya

sendiri tanpa ingin berdiskusi dengan yang lain.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan koping,dukungan keluarg

dengan kejadian stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi

Tahun 2022, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

a. Didapatkan dari hasil penelitian bahwa koping pada stroke berulang masih

sangat rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi

b. Didapatkan dari hasil penelitian bahwa dukungan keluarga pada pasien stroke

berulang masih sangat rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin

Bukittinggi

c. Didapatkan dari hasil penelitian kejadian stroke berulang masih tinggi di

Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Bukittinggi

d. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square P value =

0,000 artinya Ha diterima, yang mana dapat disimpulkan bahwa adanya

hubungan koping dengan stroke berulang di Wilayah Kerja Puskesmas

Mandiangin Bukittinggi Tahun 2022 dan hasil Odd ratio 6.771.

e. Berdasarkan hasil uji statistik dengan memakai uji chi-square P value =

0,000 artinya Ha diterima, dimana dapat disimpulkan bahwa adanya

hubungan dukungan keluarga dengan stroke berulang di Wilayah Kerja

Puskesmas Mandiangin Bukittinggi Tahun 2022 dan untuk hasil Odd ratio

didapatkan 9.500
B. Saran

a. Bagi Puskesmas Mandiangin Bukittinggi

b. Bagi Institusi Pendidikan

c. Bagi Peneliti

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai