Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tantangan perkembangan perekonomian dunia memasuki era baru. Semangat globalisasi


perdagangan menjadi ruh kesadaran dalam pembuatan setiap kebijakan negara-negara di dunia, yang
didorong dan difasilitasi organisasi-organisasi perdagangan dunia, utamanya WTO (World Trade
Organization).

Semangat ini dilandasi sebuah dasar pemikiran hasil kristalisasi berbagai pengalaman dan
pandangan kritis mengenai perdagangan antarnegara dengan berbagai hambatan dan tantangannya.
Rezim perdagangan yang dikembangkan menganut paham zero resistance yang menekankan bahwa
volume perdagangan antarnegara dapat diperbesar meningkat berkali lipat apabila negara-negara yang
terlibat dalam perdagangan berupaya sungguh-sungguh menghilangkan hambatan perdagangan. Salah
satunya, menghapus bea masuk barang impor.

Situasi arus barang pun turut terpengaruh berubah, seiring perubahan tingkat produktivitas.
Negara-negara kawasan Asia tumbuh sangat cepat (terutama Tiongkok), sementara perekonomian
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat sedang mengalami kejenuhan dan akhir-akhir ini justru
mengalami penyusutan (kontraksi).

Situasi ini mampu semakin menggeser arus perdagangan dari dan menuju Asia (terutama
Tiongkok). Setidaknya diperkuat dengan fakta yang telah ada, sejumlah 45 persen seluruh volume
perdagangan laut melalui jalur laut Indonesia.

Seiring potensi peningkatan volume perdagangan yang pesat dengan diberlakukannya pasar
bebas bagi negara-negara yang tergabung menjadi anggota WTO dan potensi semakin meningkatnya
produktivitas perekonomian Tiongkok maka harus mampu diterjemahkan sebagai sebuah tantangan
pengembangan wilayah laut Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Karena, arus perdagangan yang
terjadi, menggunakan moda transportasi laut, dari dan menuju Tiongkok, akan banyak memanfaatkan
alur laut di wilayah Indonesia.

2. Rumusan masalah
1. Apakah laut itu ?
2. Bagaimana posisi laut Indonesia ?
3. Bagaimana potensi kelautan Indonesia ?
4. Bagaimana perkembangan ekonomi kelautan Indonesia ?
5. Bagaimana upaya pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim ekonomi
berbasis kelautan?
6. Bagaimana cara menangkal globalisasi dari segi maritim?

Page | 1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Laut dan Perdagangan bebas

Dari sisi Bahasa Indonesia pengertian laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang
banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut adalah
merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam
dan berasa asin. Biasanya air mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut.
( sumber kbbi.web.id/laut )

Laut memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber daya alam yang dapat kita
manfaatkan diantaranya yaitu :

1. Tempat rekreasi dan hiburan

2. Pembangkit listrik tenaga ombak, pasang surut, angin, dsb.

3. Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun, dll.

4. Tempat barang tambang berada

5. Salah satu sumber air minum (desalinasi)

6. Sebagai jalur transportasi air

7. Sebagai tempat cadangan air bumi

8. Sebagai objek riset penelitian dan pendidikan

Macam-Macam / Jenis-Jenis Laut :

1. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Sebab Terjadinya :

a. Laut Ingresi : Adalah laut yang terjadi karena penurunan dasar laut dengan kedalaman
200 meter lebih.
b. Laut Transgresi : Adalah laut yang terjadi karena terjadi peninggian permukaan air laut
yang memiliki kedalaman kurang dari 200 meter.
c. Laut Regresi : Adalah laut yang ada karena proses sedimentasi lumpur daratan yang
masuk ke laut akibat erosi daratan.
2. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Letak Laut :
a. Laut Tepi : Adalah laut yang ada di tepi benua.
b. Laut Pedalaman : Adalah laut yang dikelilingi oleh daratan benua yang hampir
seluruhnya terkepung benua.
c. Laut Tengah : Adalah laut yang ada di tengah-tengah antara benua.

Page | 2
3. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Kedalaman Laut :

a. Laut Zona Litoral : Adalah laut yang berada di batas antara garis pasang surut air laut
yang bisa kering dan bisa tergenang air laut.
b. Laut Zona Neritik : Adalah laut yang mempunyai kedalaman kurang dari 200 meter.
c. Laut Zona Batial : Adalah laut yang memiliki kedalaman laut antara 200 hingga 1800
meter.
d. Laut Zona Abisal : Adalah laut yang memiliki kedalaman yang lebih dari 1800 meter.

Pengertian Perdagangan Bebas

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu penjualan produk antar
negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
( sumber putricitraeffendy.blogspot.in/2012/05/pasar-bebas_19.html?m-1 )

Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan
(hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan
perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan
yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara
teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam
kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan
bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.
Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-
perusahaan besar.

2. Posisi Strategis Laut Indonesia

Indonesia merupakan Negara Kelautan terbesar di dunia yang memiliki bentang laut luas
dengan ribuan pulau besar dan kecil. Jumlah pulaunya lebih dari 13.500 buah dan mencakup wilayah
sepanjang 3.000 mil laut dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia merupakan negara dengan pantai terpanjang kedua di dunia. Indonesia terletak
pada posisi geografis sangat strategis, terletak di antara persilangan dua benua dan dua samudera,
serta memiliki wilayah laut yang menjadi urat nadi perdagangan dunia.

Luas wilayah laut Indonesia mencapai ¾ dari seluruh wilayah Indonesia. Selat Malaka dan
jalur ALKI secara umum merupakan jalur perdagangan strategis yang dilalui kapal-kapal
perdagangan dunia dengan volume perdangangan mencapai 45 persen dari total nilai perdagangan
seluruh dunia. Sampai saat ini, Laut Indonesia berpotensi meningkat di masa-masa datang, mengingat
prospek perkembangan perekonomian di wilayah Asia masih menjanjikan.

Posisi geografis Indonesia yang sangat strategis seharusnya mampu menempatkan prioritas
kebijakan nasional diorientasikan pada kepentingan Indonesia di wilayah laut. Prinsip dasar yang
harus diperhatikan dan dipertahankan sesuai cita-cita konstitusi, hendaknya dalam menetapkan

Page | 3
kebijakan dan kepentingan nasional Indonesia mengutamakan integrasi wilayah nasional secara
menyeluruh, menjamin politik luar negeri yang bebas dan aktif, dan kesejahteraan masyarakat.

Prioritas pembangunan Indonesia yang berorientasi di wilayah laut, di samping untuk


kepentingan kesejahteraan rakyat, sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari kepentingan besar
lainnya, menyangkut kepentingan menjaga keutuhan NKRI mengingat ¾ wilayah Indonesia
merupakan wilayah laut.

Negara-negara dengan penduduk besar di dunia, seperti Tiongkok, India, Amerika Serikat,
Brazil, Indonesia, termasuk Eropa, secara keseluruhan menjanjikan prospek besaran volume
perekonomian.

Namun demikian, tidak sebagaimana Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brasil, dan Eropa
yang wilayahnya terbentang sebagai daratan, Indonesia memiliki tantangan lebih besar dalam
distribusi perekonomian, karena wilayahnya sebagian besar lautan dan aktivitas perekonomian
antarpulau menghadapi kendala berkaitan biaya distribusi yang sangat mahal.

3. Posisi Strategis Kepulauan Riau dan pintu gerbang pasar Internasional – Indonesia

Keberadaan fakta menunjukkan bahwa lokasi Kepulauan Riau sebagai lokasi yang strategis
dan terletak pada jalur perdagangan internasional selama berabad-abad silam telah menjadikan
karakter masyarakatnya sebagai masyarakat bahari dan pedagang antar pulau, khususnya di
Kepulauan Riau. Walaupun ada juga masyarakat setempat yang memiliki profesi selain pedagang
atau nelayan. Berkenaan dengan aktivitas perdagangan dan maritim di Kepulauan Riau, tidak dapat
dipungkiri bila Kepulauan Riau memiliki peran yang strategis sebagai barrier serta pintu gerbang
perdagangan dan aktivitas maritim di Selat Malaka yang merupakan pintu gerbang di bagian barat
Nusantara.

Kepulauan Riau yang merupakan gugusan kepulauan yang sangat ideal sebagai barrier
(rintangan) arus laut. Mengingat teknologi navigasi pelayaran dan aktivitas perdagangan maritim
pada masa lalu masih sangat sederhana, yaitu mengandalkan pelayaran dengan menyusuri pantai.
Pemanfaatan kondisi angin barat dan angin timur yang bertiup di sekitar Selat Malaka memberikan
kesempatan bagi pengembangan jalur pelayaran barat-timur dan utara-selatan pulang-balik secara
teratur. Hal ini memungkinkan berkembangnya aktivitas perdagangan maritim di Selat Malaka yang
kelak di kemudian hari berlangsung secara berkelanjutan (Koestoro, dkk : 2004a : 1).

Dalam perjalanan sejarahnya Selat Malaka dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya sekurang-
kurangnya sejak abad ke-7 sebagai kerajaan maritim yang cukup disegani di Nusantara pada waktu
itu. Pada masa berikutnya, sekitar abad ke-14 hingga, wilayah ini silih berganti dikuasai oleh
kerajaan-kerajaan Islam yang ada di wilayah Pulau Sumatera. Masa berikutnya bangsa Eropa, salah
satunya bangsa Portugis menguasai Malaka tepatnya pada tahun 1511.

Mengacu pada berbagai sumber, antara lain yang dibuat oleh Tome Pires dapat diketahui
bahwa menjelang abad ke-16 bermunculan pusat-pusat kekuasaan baru di kiri-kanan Selat Malaka.
Dalam kompetisi di antara pusat-pusat kekuasaan tersebut, jelas bahwa faktor ekonomi dan politik
sangat menentukan bagi pembentukan pengaruh. Pada akhir abad ke-14 Malaka telah berkembang
sebagai pusat perdagangan yang besar di kawasan Asia. Untuk menjamin keamanan dan kestabilan

Page | 4
dalam menciptakan kondisi yang baik bagi kelangsungan perdagangannya, Malaka menjalankan
ekspansi serta meluaskan pengaruhnya. Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah yang termasuk
dalam pengaruh Malaka. Pada abad ke-15 Malaka berkedudukan sebagai pusat perdagangan di Asia
pada umumnya, dan Nusantara pada khususnya (Koestoro, dkk.,: 2004a:1).

Bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum, Kepulauan Riau sebagai pintu
gerbang di bagian barat Nusantara dalam ranah perdagangan dan aktivitas maritim pada masa lalu.
Tulisan bersifat eksploratif, alur penalaran induktif digunakan dalam tulisan ini untuk mendapatkan
generalisasi umum. Data yang dipakai merupakan sampel data arkeologi yang diperoleh dari hasil
penelitian arkeologi di Pulau Lingga, Pulau Buaya dan Tanjungpinang. Dalam tulisan ini, ruang
lingkup pembahasan data dibatasi pada data yang diperoleh dari hasil penelitian arkeologi di Pulau
Lingga, Pulau Buaya dan Tanjungpinang, khususnya yang berkenaan dengan aktivitas maritim dan
perdagangan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui jejak aktivitas maritim yang pernah ada di
bagian tenggara Selat Malaka, khususnya di wilayah Kepulauan Riau adalah melalui kajian arkeologi
maritim, yaitu studi arkeologi yang mengkhususkan kajiannya pada segala aktivitas masa lalu
berkaitan dengan dunia maritim. Termasuk di dalamnya segala sesuatu akibat dari aktivitas
kemaritiman masa lalu, tercermin dalam wujud budaya material yang ditemukan tidak hanya di
wilayah perairan (laut, sungai dan danau) tetapi juga di daratan (Koestoro, dkk, 2004b:30).

Aktivitas perdagangan maritim yang terjadi di bagian tenggara Selat Malaka, terutama rute
pelayaran perdagangan maritim dari Laut Mediterania ke Kepulauan Nusantara, dan dari arah Laut
Cina Selatan menuju bandar-bandar dagang di pesisir utara Pulau Jawa dan Nusantara telah menjadi
pusat sumber komoditi perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia menjelang abad ke-15 hingga
penguasaan bangsa Eropa di Nusantara abad ke-19. Terjadinya kontak dagang antara saudagar dari
timur, barat, dan masyarakat Nusantara, khususnya yang berada di wilayah Kepulauan Riau
menjadikan wilayah ini sebagai lokasi yang ideal dan strategis sebagai barrier bagi aktivitas pelayaran
maupun para pedagang dari dan menuju ke wilayah Nusantara.

Selain para sudagar Arab, India dan Cina, bangsa Melayu juga dikenal sebagai pedagang,
suku bangsa Melayu merupakan etnis mayoritas yang mendiami wilayah Kepulauan Riau. Mereka
digambarkan sebagai orang-orang laut. Selama berabad-abad, bangsa Melayu memainkan peran
penting dalam membuat rute awal pelayaran dari dan ke Nusantara melalui Selat Malaka.

Lokasi yang strategis Kepulauan Riau menjadikannya sebagai daerah lokasi perdagangan
serta aktivitas maritim di bagian barat Nusantara, khususnya di Selat Malaka. Sebagai jalur
perdagangan dan aktivitas maritim dunia, Selat Malaka telah memainkan peranan penting sejak masa
lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan keberadaan temuan data arkeologis berupa fragmen keramik
asing, mata uang asing maupun lokal, data etnografi perahu tradisional Kolek Selat serta nama
toponim daerah/kampung.

Keramik merupakan barang impor lintas wilayah yang memiliki makna tidak hanya sebagai
barang yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari aliran barang (flow of goods) dari tempat
produksinya sampai ke konsumennya (Harkantiningsih,2006:6). Tinggalan arkeologis berupa
fragmen keramik dan koin logam asing dapat membantu deskripsi pola atau sistem dari aktivitas

Page | 5
maritim dan perdagangan masa lalu, walaupun secara langsung maupun tidak langsung data tersebut
harus didukung oleh data kontekstualnya dalam sebuah situs maupun antar situs arkeologisnya.

Tidak dapat dipungkiri, teknologi produksi dan pembuatan keramik (dari bahan stoneware
serta porselin) belum dikenal oleh masyarakat Nusantara pada umumnya. Produksi massal keramik
menjadi dominasi Cina dan sebagain daerah Asia Tenggara daratan yang terpengaruh oleh kekuasaan
Cina pada masa lalu. Baru pada masa yang lebih muda, khususnya di daerah Singkawang,
Kalimantan Barat terdapat tempat produksi keramik yang meniru keramik Cina. Hegemoni Cina
dalam perdagangan keramik telah dimulai sejak zaman Dinasti Han sekitar abad ke-20 SM — ke-220
M hingga sekarang.

Keberadaan barang yang diproduksi dari daerah luar Nusantara serta keberadaan temuan data
berupa alat tukar, dalam hal ini mata uang dapat dijadikan sebagai indikasi adanya aktivitas
pertukaran/jual-beli dari daerah lain dengan penduduk lokal khususnya pada masa lalu di daerah
Kepulauan Riau.

Adapun data toponim sebuah daerah/kampung yang terletak di Pulau Lingga, dapat dijadikan
sebagai bukti keberadaan orang-orang dari daerah luar yang datang ke suatu daerah untuk tujuan
tertentu. Biasanya suku bangsa-suku bangsa dari daerah luar berkelompok pada suatu daerah tertentu,
baik disengaja maupun tidak, atau bahkan adanya pengaruh politik dari para penguasa setempat yang
menghendaki penataan/pengaturan lokasi untuk kepentingan ekonomi, politik, sosial, budaya dan
keamanan wilayahnya. Secara umum nama toponim dikenali dari etnis yang berdomisili.

Data lain sebagai pendukung keberadaan aktivitas perdagangan dan maritim di wilayah
Kepulauan Riau adalah adanya teknologi pembuatan perahu tradisional yang disebut dengan Kolek
Selat pada masyarakat Dompang Seberang, di sebelah barat Pulau Bintan. Teknologi pembuatan
perahu tradisional yang disebut oleh masyarakat setempat Kolek Selat, diwariskan turun temurun oleh
leluhur masyarakat Dompang Seberang khususnya, dan masyarakat di Kepulauan Riau pada
umumnya telah menjadikan bukti yang tidak terelakkan bagaimana masyarakat yang berdomisili di
daerah kepulauan beradaptasi dengan lingkungan perairan dalam rangka mempertahankan serta
memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Potensi Ekonomi Kelautan

Potensi Laut Indonesia memberikan peluang kesejahteraan dan kemakmuran. Indonesia


memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang terbentang seluas 2,4 juta kilometer persegi dengan
berbagai potensi kekayaan alam yang siap dieksploitasi di dalamnya. Potensi ekonomi tersebut
menjanjikan bagi prospek pencapaian kinerja perekonomian yang mampu menyejahterakan rakyat.

Namun demikian, sebagai negara berkembang yang masih kekurangan kemampuan teknologi
untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan bawah laut, Indonesia harus membangun kerja
sama lebih erat dengan negara-negara berteknologi maju untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi
sumber energi dasar laut.

Potensi perekonomian kelautan dapat dikembangkan dari berbagai sektor, terutama sektor
perikanan tangkap, sektor perikanan budidaya, sektor pengolahan perikanan, sektor jasa pelabuhan,

Page | 6
eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya energi lepas laut, terutama pada kawasan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE), kehutanan pesisir, perdagangan, pelayaran dan pariwisata.

Kesadaran tentang keunikan kebutuhan konsumen mancanegara terhadap produk perikanan


dapat memberikan peluang bagi pemasaran ekspor produk perikanan Indonesia. Tingkat konsumsi
ikan masyarakat Indonesia saat ini masih jauh di bawah tingkat konsumsi negara-negara lain di dunia,
sehingga eksploitasi dan pengembangan budidaya perikanan dan perikanan tangkap masih memiliki
peluang sangat besar di pasar domestik, dengan asumsi daya beli masyakat semakin meningkat pada
masa-masa mendatang, ditopang pertumbuhan ekonomi yang tinggi, semakin berkualitas dan inklusif.

Peranan sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah
mendorong pertumbuhan agroindustri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produk kelautan dan perikanan, meningkatkan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani atau nelayan serta menunjang pembangunan
nasional. Sejalan dengan itu, maka kebijaksanaan umum pembangunan sektor kelautan dan perikanan
harus berorientasi pada peningkatn produktivitas, nilai tambah, perluasan kesempatan kerja dan
efisiensi usaha serta peningkatan pendapatan usaha sektor kelautan dan perikanan.

Sementara Prof. Tridoyo Kusumastanto mengungkapkan, ada 7 sektor dalam kelautan yang
kaitannya terhadap pembangunan ekonomi bangsa. Sektor tersebut antara lain perikanan,
pertambangan, industri kelautan, jasa kelautan, bangunan kelautan, pariwisata bahari, dan
perhubungan laut. Menurut perhitungan beliau kelautan menyumbangkan 22,5 persen dari produk
domestik bruto (PDB), oleh karenanya sektor ini harus lebih mendapat perhatian.

Terdapat sejumlah tantangan dan permasalahan mendasar bagi Indonesia jika ingin berpaling
membangun ekonomi berbasis kelautan dan perikanan. Persoalan yang harus dipecahkan mulai dari
identifikasi dan pemanfaatan sumberdaya kelautan, manajemen pemerintah melalui peraturan dan
birokrasi, penurunan nilai investasi serta kompleksitas permasalahan perikanan yakni sumberdaya
ikan yang kian kritis akibat menurunnya areal penangkapan, kondisi cuaca dan iklim yang tidak
menentu, tingkat pengetahuan dan peralatan nelayan dan kualitas produk perikanan yang dihasilkan.

Untuk menjawab segala tantangan dan permasalahan tersebut, pemerintah perlu melakukan
usaha yang lebih signifikan guna menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai tulang punggung
pembangunan ekonomi bangsa.

Upaya ini misalnya Pertama, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berkelanjutan
dan berbasis masyarakat. Pengelolaan ini berupa proses yang terintegrasi mulai dari pengempulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan kesimpulan, alokasi sumber dan
implementasinya menyangkut segenap potensi baik renewable maupun non renewable resource
kelautan dan perikanan. Pengelolaan ini harus mengarah pada bagaimana sumberdaya yang ada saat
ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek
keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Kedua, mendorong peningkatan nilai investasi kelautan dan perikanan dari penanaman modal
dalam negeri. Hal ini dimaksudkan agar besarnya potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang
dimiliki bangsa ini dapat dinikmati oleh warga negaranya sendiri. Selain itu pemerintah perlu untuk

Page | 7
melakukan kajian lebih detail tentang usaha-usaha perikanan yang dapat dikembangkan di Indonesia
di tahun-tahun yang akan datang.

Ketiga, memperbaiki daya saing produk kelautan dan perikanan di pasar Internasional.
Pemerintah industri dan masyarakat hendaknya dapat bekerjasama secara sinergis guna meningkatkan
nilai daya saing produk tersebut. Pola kemitraan antara ketiga elemen tersebut sangat berarti dalam
mendorong kualitas produk kelautan dan perikanan. Selain itu perlu juga adanya program
peningkatan SDM berupa pelatihan, penyuluhan dan keterampilan yang lebih terpadu kepada
masyarakat perikanan.

Keempat, pemerintah perlu membuat regulasi yang tepat untuk mengoptimalkan potensi
kelautan dan perikanan. Peraturan dan birokrasi yang dibuat ini mampu hendaknya menyelesaikan
segenap permasalahan dunia kelautan dan perikanan, seperti sengketa perbatasan dan pulau terluar,
persoalan desentralisasi dan otonomi daerah, illegal fishing dan penggunaan alat tangkap, regulasi
yang mendukung peningkatan iklim investasi serta berbagai tata peraturan lainnya yang mampu
menyentuh kesejahteraan masyarakat nelayan.

5. Pengembangan Ekonomi Kelautan

Berbasis pada seluruh potensi dan tantangan yang dimiliki Indonesia sebagai konsekuensi
dari reorientasi kebijakan pembangunan menuju pengembangan perekonomian maritim maka
paradigma pembangunan pun harus digeser menjadi ‘Prioritas pembangunan perekonomian harus
berorientasi pada wilayah maritim yang terintegrasi dengan pembangunan wilayah darat’.

Paradigma ini menegaskan jaminan bahwa pembangunan maritim pada akhirnya akan
membantu peningkatan efisiensi dan efektivitas pada aktivitas perekonomian yang berkembang di
wilayah darat.

Namun demikian, persoalan yang mengemuka adalah pengembangan paradigma sangat


minim dengan dukungan studi kelayakan kuantitatif memadai, sehingga mampu meyakinkan
pengambil kebijakan agar benar-benar berpihak pada rezim pembangunan berorientasi maritim.

Selama ini, yang berkembang dominan dalam wacana adalah asumsi-asumsi yang dibangun
di atas data kasar atau bahkan abstrak. Misalnya mengangkakan potensi kerugian illegal
fishing dan illegal logging, kemudian dengan mudahnya seolah mengasumsikan ‘seandainya tidak
dicuri maka potensi pendapatan negara akan sebesar kerugian yang ditimbulkan illegal
fishing dan illegal logging’. Sebuah asumsi menyesatkan, karena kita tidak memiliki akses ke
pasarnya, sedangkan pelaku illegal fishing dan illegal logging pasti telah memiliki pembeli.

Maka ke depan, proyeksi pengembangan perekonomian maritim harus benar-benar


dilengkapi kalkulasi meyakinkan tentang prospek kontribusinya terhadap perekonomian dan
kesejahteraan rakyat, sehingga mampu mencuri perhatian pengambil kebijakan, khususnya Bappenas,
sehingga dengan sungguh-sungguh memperhatikan potensi perekonomian maritim sebagai solusi atas
upaya percepatan pengentasan kemiskinan dan pencapaian kesejahteraan rakyat.

Memang benar fakta yang mengungkapkan 45 persen dari nilai perdagangan dunia sebesar
US$ 1.500 triliun ditransportasikan melalui wilayah laut Indonesia. Akan tetapi, membandingkan

Page | 8
dengan nilai APBN Indonesia sebesar Rp1.840 triliun atau ekuivalen dengan US$160 miliar
sebagaimana pandangan Prof Darmin Danuri sungguh perbandingan yang sangat tidak tepat.

Perbandingan yang lebih fair apabila dilakukan secara apple to apple (setara) dengan Produk


Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp9.084 triliun, yang lebih mencerminkan besaran aktivitas
perekonomian sepanjang 2013.

Pun demikian, 45 persen dari nilai perdagangan dunia sebesar US$1.500 triliun yang melalui
wilayah laut Indonesia juga tidak mencerminkan aktivitas transaksi atau volume perekonomian yang
terjadi di wilayah laut Indonesia (potensi PDB), akan tetapi sekadar menegaskan besarnya aset yang
dibawa, ditransportasikan, dan melalui wilayah laut Indonesia.

Patut disadari juga apabila kita memperhatikan pelajaran dari filosofi alam yang sangat
sederhana ‘lebah akan datang dengan sendirinya ketika ada bunga’, demikian juga perilaku manusia,
termasuk pelaku ekonomi dan pihak pengambil kebijakan.

Pembangunan berorientasi darat sesungguhnya tidak dengan serta merta menjadi prioritas,
karena paradigma berpikir yang tertanam dalam benak pengambil kebijakan sebelumnya. Akan tetapi,
justru disebabkan faktor yang jauh lebih dominan, yakni adanya fakta tentang aktivitas perekonomian
darat yang lebih besar, lebih pesat, dan jauh lebih atraktif dibanding dengan di laut dan fakta tentang
kebutuhan kenyamanan masyarakat yang tentu saja tinggal di daratan.

Solusi yang paling mendekati peningkatan aktivitas di wilayah laut dan pesisir adalah dengan
mengembangkan kota-kota pelabuhan dan obyek-obyek pariwisata atraktif, sebagaimana Hongkong
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada investor swasta dan pelaku industri properti
untuk mengambil peran besar mengembangkan kota pelabuhan dan obyek pariwisata.

6. Urgensi Pembentukan Bakamla

Indonesia merupakan negara dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan
dengan volume perekonomian masuk dalam 16 besar negara di seluruh dunia. Patut disadari bahwa
keberlangsungan pembangunan Indonesia di segala bidang sangat tergantung dari sarana prasarana
transportasi (perhubungan) dan ketersediaan energi, terutama energi baru dan terbarukan, termasuk
hasil eksplorasi sumberdaya energi bawah laut.

Kepentingan suatu negara di wilayah laut, terutama menyangkut masalah pertahanan dan
keamanan nasional serta integrasi wilayah secara keseluruhan, yang menjadi modal dasar pelaksanaan
tugas pembangunan perekonomian dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dapat dilakukan di
bawah jaminan rasa aman dan damai.

Namun yang tidak kalah penting adalah tugas untuk memastikan terjaminnya keamanan dan
keselamatan di wilayah laut. Fungsi tersebut pada saat ini dipegang oleh Badan Koordinasi
Keamanan Laut (Bakorkamla) yang harus segera diubah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Dengan berbagai persoalan mengemuka yang dihadapi Bakorkamla hingga kini semakin
menegaskan bahwa eksistensi Bakorkamla belum mampu menunjukkan kinerja optimal sebagai
sebuah institusi keamanan laut yangpowerfull, efektif dan efisien.

Page | 9
Bakorkamla tidak memiliki kewenangan memaksa sehingga masing-masing stakeholder
masih cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Kondisi tersebut mendorong untuk segera
dilakukan reaktualisasi Bakorkamla dalam menjawab persoalan kekinian, menyangkut tantangan
kompleks yang dihadapi.

Selain itu, revitalisasi Bakorkamla menjadi Bakamla sebagai sebuah institusi keamanan laut
yang memiliki kinerja coast guard, sehingga diharapkan pada masa mendatang, institusi keamanan
laut mampu menjalankan kewenangan dan tupoksinya secara efektif dan efisien. Kehadirannya
mampu menjadi solusi menyeluruh terhadap berbagai permasalahan di wilayah laut.

Konsekuensinya, sebagai negara hukum yang tunduk, terikat, dan patuh pada ketentuan
produk hukum dan perundang-undangan berlaku maka menjadi penting untuk menegaskan
pengaturan kelautan, termasuk di dalamnya pengaturan ketentuan penyelenggaraan penegakan hukum
di wilayah laut, oleh Bakamla, secara jelas dan pengaturan sistem penegakan hukum di laut dimulai
penyidikan, penuntutan, dan sistem peradilan yang berwawasan maritim dalam Rencana Undang-
Undang Kelautan.

RUU Kelautan kini sedang dalam pembahasan untuk memastikan arah pembangunan wilayah
kelautan agar memiliki dasar hukum jelas dan menjamin kepastian hukum, disertai eksistensi
Bakamla yang jauh lebihpowerfull, efektif, dan efisien, serta berkewenangan penegakan hukum.

Sistem peradilan yang dibangun dan diatur sesuai ketentuan yang berlaku dalam Undang-
Undang Kelautan hendaknya mengedepankan asas penyelenggaraan peradilan murah, cepat, dan
sederhana.

Asas biaya murah berarti biaya penyelenggaraan peradilan ditekan, sehingga dapat dijangkau
oleh para pencari keadilan dan menghindari pemborosan yang tidak perlu.

Asas cepat menghendaki agar peradilan dilakukan secara cepat. Penyelenggaraan peradilan
diharapkan dapat selesai sesegera mungkin dan dalam waktu yang singkat.

Asas sederhana memiliki maksud, dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan


sederhana, singkat, dan tidak berbelit-belit.

Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus mampu memastikan
bahwa faktor keamanan dan keselamatan di wilayah laut menjadi prioritas utama dalam pengelolaan
potensi perekonomian dan potensi-potensi lain sebagai konsekuensi posisi strategis wilayah laut
Indonesia di dunia.

Dalam konteks ini, kehadiran Bakamla yang berdaya (powerful) dengan segala kewenangan
yang dijamin secara tegas dalam Undang-Undang Kelautan, termasuk memiliki kewenangan
penegakan hukum yang didukung unsurcriminal justice system lain berwawasan kemaritiman harus
dapat menjamin kepastian hukum.

Selain itu, mampu memastikan Bakamla bekerja secara efektif dan efisien, menjamin
keamanan dan keselamatan laut. Para pengguna jasa transportasi laut serta pelaku ekplorasi dan
eksploitasi potensi kekayaan laut pun merasa cukup nyaman, terjamin keamanan dan keselamatannya,

Page | 10
serta terbebas dari perompakan dan pungutan liar para preman dan oknum aparat yang mengampu di
bidang kelautan. Akhirnya, biaya distribusi di laut yang dirasakan sangat mahal akan dapat ditekan.

7. Strategi Menangkal Globalisasi Berbasis Maritim

Menurut Jenderal Abdul Haris Nasution, bahwa yang dimaksud dengan ketahanan nasional
itu tidak saja berisi kekuatan militer tetapi menyangkut keadilan, kesejahteraan, dan pemerataan di
bidang sosial, ekonomi dan politik. Karena itu strategi ketahanan bangsa harus minimal mencakup
pembangunan sosio-ekonomi, sosio-kultural, pertahanan dan keamanan.

Untuk meningkatkan ketahanan Indonesia berbasis maritim, banyak hal harus mendapat
perhatian lebih. Terutama guna menghadapi keterbukaan global dan pasar bebas. Tanpa peningkatan
ketahanan tersebut, maka posisi geografis menjadi pertaruhan.

Untuk menangkal globalisasi dan pasar bebas berbasis maritim, terdapat strategi yang harus
ditempuh. Berikut, strategi sosio-ekonomi, sosio-kultural, pertahanan dan keamanan guna
menghadapi globalisasi dan pasar bebas.

a) Sosio-Ekonomi

Pembangunan harus diubah dengan memadukan aktivitas ekonomi berbasis laut dan darat
menjadi sebuah kesatuan ekonomi Nusantara. Aspek maritime akan menempatkan potensi kelautan
sebagai landasan penguatan struktur perekonomian Indonesia, yang di dalamnya dibangun industry
yang modern dan pertanian yang maju. Bukan saja sarana transportasi dan perikanan, tetapi juga
sumber kekayaan alam lainnya dan industri, pertambangan dan energy, pariwisata bahari, bangunan
kelautan dan jasa kelautan. Jika ekonomi maritime tidak menjadi arus utama pembangunan, maka
sumbangan pada ekonomi nasional akan tetap kecil, sebaliknya bila dikembangkan tentu akan
berdampak sangat besar bagi pemerataan dan kesejahteraan nasional.

b) Sosio-Kultural

Revolusi budaya harus dilaksanakan agar bangsa bangsa Indonesia mampu menemukan
kembali jatidiri sebagai bangsa bahari. Nilai-nilai dan budaya maritim itulah yang sekarang
terdegradasi. Untuk menegakkan kembali nilai-nilai budaya tersebut maka “kepemimpinan dalam
masyarakat maritim agraris” harus bisa menjadi teladan dan daya penggerak menjadikan maritim
sebagai pilar pembangunan nasional.

c) Pertahanan dan Keamanan                                                

Maritim domain awareness harus menjadi antipasi strategis terhadap pengaruh globalisasi
baik untuk perkembangan politik, keamanan dan ekonomi nasional. Terutama yang menyangkut
potensi kerawanan sebagai konsekwensi negara maritim. Dengan demikian naval capability harus
didasarkan pada pengarus-utamaan integrasi strategis kawasan Samudra Pasifik, Laut Cina Selatan
dan Samudra Hindia. Selain itu pembangunan kekuatan harus mempunyai kapabilitas yang handal
untuk menjamin keamanan kedaulatan dan sumberdaya maritim, serta perlunya penataan kembali
lembaga-lembaga kemaritiman agar lebih efektif dan menghindari tumpang tindih kewenangan yang
tinggi, dan bila perlu dengan menyempurnakan peraturan perundang-undangan.

Page | 11
Dengan strategi yang berbasis maritim tersebut, maka pengaruh globalisasi dan pasar bebas
akan dapat diminimalisir bahkan akan dapat dinetralisir menjadi tidak membahayakan bagi
kelangsungan bangsa.

Page | 12
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sumberdaya Kelautan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan ekonomi nasional,
namun demikian pemanfaatannya harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan
ekosistemnya seperti yang terjadi pada sumberdaya daratan , sebagai negara berkembang yang masih
kekurangan kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan bawah laut,
Indonesia harus membangun kerja sama lebih erat dengan negara-negara berteknologi maju untuk
mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber energi dasar laut.

Dalam konteks ini, kehadiran Bakamla yang berdaya (powerful) dengan segala kewenangan
yang dijamin secara tegas dalam Undang-Undang Kelautan, termasuk memiliki kewenangan
penegakan hukum yang didukung unsurcriminal justice system lain berwawasan kemaritiman harus
dapat menjamin kepastian hukum.Untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia harus mampu memastikan bahwa faktor keamanan dan keselamatan di wilayah laut menjadi
prioritas utama dalam pengelolaan potensi perekonomian dan potensi-potensi lain sebagai
konsekuensi posisi strategis wilayah laut Indonesia di dunia.

2. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, Kami sangat mengaharapkan kritik dan sran dari dosen dan mahasiswa untuk perbaikan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat untuk mengetahui daln menambah wawasan yang
lebih luas untuk ke arah yan lebih baik.

Page | 13
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perindustrian dan Perdagangan. “Pengaruh perdagangan bebas terhadap ekspor produk. diakses
tanggal11 Desember 2014 7:20}

Fajar, mukti. “poros maritim perdagangan”. 23 oktober


2014. http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3445/poros-maritim-perdagangan.kr {diakses tangal 11
Desember 2014 08: 09}

Flo, Claudia. “Contoh karya tulis tentang laut”. 15 mei 2011. http://karyatulislaut.blogspot.com/{diakses


tanggal 10 desember 17: 57}

Irawan. “Menangkat globalisasi berbasis maritim”. 27 Agustus


2014. http://suluhnuswantara.org/showthread.php?tid=4851 {diakses tanggal 11 desember 2014 07: 25}

Sudirman. “Membangun ekonomi bangsa berbasis kelautan dan perikanan”. http://esk.ipb.ac.


id/index.php/alumni-a-mahasiswa/47-mata-kuliah-pilihan-mayor-{diakses tanggal 10 desember 2014
18:03}

Syafar,Asfar. “Pembangunan benua maritim Indonesia”. http://www.academia.edu/5418541


/MAKALAH_WSBB_PEMBANGUNAN_BENUA_MARITIM_INDONESIA {diakses tanggal 10
Desember 2014 17:55}

Tiwi. “Makalah potensi dan sumber daya”.http://artikelbermanfaat100.blogspot.com/2013 /04/makalah-


potensi-dan-sumberdaya.html {diakses tanggal 10 Desember 2014 18:00}

Usadi Bambang. “Indonesia sebagai poros maritim ekonomi berbasis kelautan” 26 agustus
2014.http://jurnalmaritim.com/2014/08/indonesia-poros-maritim-dunia-menuju-ekonomi-berbasis-
kelautan/{diakses tanggal 10 Desember 2014 17:50}

Page | 14

Anda mungkin juga menyukai