MODUL 7
Pemeriksaan Indeks Kepipihan dan Kelonjongan Agregat
(SNI 03-4137-1996)
1. Dasar Teori
Menurut M. Aminsyah (2010), Agregat kasar berupa batu pecah pada umumnya
didapat dari hasil pemecahan batu-batu berukuran besar oleh alat pemecah batuan
(stone crusher). Bentuk butir yang paling banyak ditemukan yaitu berbentuk kubus
(persegi), pipih (flaky) dan lonjong (elongated). Pada penelitian ini diteliti pengaruh
bentuk butiran pipih (flakyness) dan bentuk butiran lonjong (elongated) terhadap
perkerasan lentur jalan raya. Penelitian ini menggunakan campuran Hot Rolled
Sheet Wearing Course (HRS-WC). Penelitian ini memperbandingkan campuran
standar yang sesuai dengan spesifikasi (agregat kasar dan agregat halus
menggunakan batu pecah) dengan beberapa kombinasi pemakaian agregat kasar
pipih/lonjong untuk campuran perkerasan. Hasil penelitian didapatkan persentase
penggunaan agregat kasar yang pipih/ lonjong yang aman digunakan sebagai
material adalah sebesar 43% dimana apabila melebihi nilai tersebut, maka
parameter Marshall yang didapatkan tidak sesuai dengan spesifikasi campuran
HRS-WC lagi.
British Standard Institution, BSI (1975) membagi bentuk agregat dalam enam
kategori yaitu, bulat (rounded), tidak beraturan (irregular), bersudut (angular),
pipih (flaky), lonjong (elongated), serta pipih dan lonjong (flaky and elongated).
Kategori bulat, tidak beraturan, dan bersudut utuk keperluan tertentu dikelompokan
dalam satu kategori, yaitu berdimensi seragam (equidimensional atau cuboidal).
Collist (1985) berpendapat bahwa agregat berbentuk pipih jika agregat tersebut
lebih tipis minimal 60% dari diameter rata-rata. Sedangkan agregat berbentuk
lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih dari 180% diameter rata-rata. Diameter
rata-rata dihitung berdasarkan ukuran saringan.
Berdasarkan SNI 03-4137 (1996) untuk agregat pipih dan lonjong maksimal dalam
penggunaannya dibatasi yaitu 20 % :
a. Jika perbandingan antara rata-rata diameter dengan diameter terpanjang
kurang dari 0,55 maka bentuk agregat tersebut lonjong.
b. Jika perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata diameter
kurang dari 0,60 maka bentuk agregat termasuk pipih.
Untuk menghitung indeks kepipihan dan kelonjongan dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝑀3𝐸
Indeks kelonjongan = 𝑀2𝐸 × 100%
𝑀3𝐹
Indeks kepipihan = 𝑀2𝐹 × 100%
Dimana :
M2E = total berat tertahan saringan uji kelonjongan
M3E = total berat sampel tertahan alat pengujian kelonjongan
M2F = total berat tertahan saringan uji kepipihan
M3F = total berat sampel yang lolos pengujian kepipihan
2. Maksud
Untuk memeriksa indeks kepipihan dan kelonjongan agregat kasar dalam
bentuk presentase bentuk pipih dan lonjong pada suatu agregat agar dapat
digunakan dalam campuran aspal.
3. Peralatan
Alat – alat yang digunakan sebagai berikut :
a. Saringan ukuran ½ dan 3/8
Berfungsi untuk memisahkan agregat berdasarkan ukuran
d. Tinmabangan Digital
Berfungsi untuk menimbang berat agregat
4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu agregat kasar tertahan saringan
½ dan 3/8 masing-masing sebanyak 2,5 kg.
Gambar 3.6 Agregat kasar saringan ½ dan 3/8 masing-masing sebanyak 2,5 kg.
5. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilalukan sebagai berikut :
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Susun kedua saringan ukuran ½ dan 3/8 lalu masukan dan ayak agregat
kasar hingga tertahan sebanyak 2,5 kg
c. Lalu ambil agregat tertahan saringa tersebut
a. Lakukan pengujian kelonjongan dengan cara memasukan agregat secara
memanjang dan melintang
6. Pelaporan
7. Perhitungan
Perhitungan untuk pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan agregat sebagai
berikut:
a. Perhitungan Untuk Saringan 1/2”
Diketahui :
M3E = 0,122 kg
M3F = 0,296 kg
1) Pengujian Kelonjongan
a) Mencari M1 Kelonjongan
M1 Kelonjongan = Total berat tertahan
M1 Kelonjongan = 0,326 + 0,926 + 1,126
M1 Kelonjongan = 2,378 kg
b) Mencari % tertahan
% Tertahan = Berat tertahan 1 / M1 kelonjongan x 100%
% Tertahan = (0,326 / 2,378) x 100%
% Tertahan = 13,7%
c) Mencari M2E
M2E = M1 kelonjongann
M2E = 2,378 kg
d) Mencari Indeks Kelonjongan
Indeks Kelonjongan = M3E / M2E x 100%
Indeks Kelonjongan = (0,122 / 2,378) x 100%
Indeks Kelonjongan = 5,13%
2) Pengujian Kepipihan
a) Mencari M1 Kepipihan
M1 Kepipihan = Total berat tertahan
M1 Kepipihan = 0,526 + 0,926 + 0,526 + 0,226
M1 Kepipihan = 2,204 kg
b) Mencari % tertahan
% Tertahan = Berat tertahan 1 / M1 Kepipihan x 100%
% Tertahan = (0,526 / 2,204) x 100%
% Tertahan = 23,87%
c) Mencari M2E
M2E = M1 Kepipihan
M2E = 2,204 kg
Diketahui :
M3E = 0,398 kg
M3F = 0,322 kg
1 ) Pengujian Kelonjongan
a) Mencari M1 Kelonjongan
M1 Kelonjongan = Total berat tertahan
M1 Kelonjongan = 0,476 + 1,626
M1 Kelonjongan = 2,102 kg
b) Mencari % tertahan
% Tertahan = Berat tertahan 1 / M1 kelonjongan x 100%
% Tertahan = (0,476 / 2,102) x 100%
% Tertahan = 22,65%
c) Mencari M2E
M2E = M1 kelonjongann
M2E = 2,102 kg
d) Mencari Indeks Kelonjongan
Indeks Kelonjongan = M3E / M2E x 100%
Indeks Kelonjongan = (0,398 / 2,102) x 100%
Indeks Kelonjongan = 18,93%
2 ) Pengujian Kepipihan
a) Mencari M1 Kepipihan
M1 Kepipihan = Total berat tertahan
M1 Kepipihan = 0,426 + 1,026 + 0,726
M1 Kepipihan = 2,178 kg
b) Mencari % tertahan
% Tertahan = Berat tertahan 1 / M1 Kepipihan x 100%
% Tertahan = (0,426 / 2,178) x 100%
% Tertahan = 19,56%
c) Mencari M2E
M2E = M1 Kepipihan
M2E = 2,178 kg
d) Mencari Indeks Kepipihan
Indeks Kepipihan = M3E / M2E x 100%
Indeks Kepipihan = (0,322 / 2,178) x 100%
Indeks Kepipihan = 14,78%
9. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini didapat nilai dari saringan no ½ untuk indeks
kelonjongan yaitu 5,13 % untuk indeks kepipihan yaitu 13,43 % dan dari saringan
no 3/8 untuk indeks kelonjongan yaitu 18,93 % untuk indeks kepipihan yaitu 14,78
%. Maka agregat tersebut layak digunakan karena memenuhi syarat yaitu kurang
dari 20%.
10. Lampiran