Anda di halaman 1dari 3

YOHANES 8 : 2 - 11

1. Pengantar Injil Yohanes

Gambaran yang utuh tentang Yesus dapat kita peroleh dari ke-empat Injil yakni Matius, Markus,
Lukas dan Yohanes. Kendati demikian dalam penyajian tentang kehidupan Yesus terdapat
perspektif yang berbeda:

1. Dari segi lokasi pelayanan, ke 3 Injil yang pertama menarasikan kehidupan Yesus dalam
format yang hampir sama dengan terpusat pada pelayanan Yesus di Galilea. Yohanes
lebih memusatkan Injilnya pada perkataan dan tindakan Yesus di Yerusalem.
2. Dari segi fokus Pemberitaan, ke 3 Injil pertama fokus pada apa yang Yesus ajarkan
dan lakukan sementara Yohanes fokus pada siapa itu Yesus.

Kisah yang ditulis Yohanes merupakan argumentasi yang kuat tentang inkarnasi dan penyataan
tentang siapa Yesus sebagai anak Allah dan satu-satunya sumber hidup manusia. Yohanes
kemudian memberi pandangan dan penegasan pribadi yang penting bagi pembaca bahwa Yesus
adalah anak Allah, diutus atau datang dari Sang Bapa, diberi kuasa oleh Sang Bapa, Mengenal
Sang Bapa, Menyatakan tentang Sang Bapa serta membawa terang hidup dan kebenaran. Sang
Anak adalah Sang Firman. Ia adalah Allah. Kisah tentang Yesus sebagai Sang Anak tidak akan
pernah selesai ditulis (Yoh. 21:25). Tujuan utama kisah tentang Yesus sebagai anak Allah adalah
setiap orang yang membacanya menjadi percaya bahwa Sang Anak adalah Mesias dan setiap
orang yang percaya pada-Nya memperoleh hidup dalam nama-Nya (20:31). Karena itu setiap
orang yang membaca kisah tentang Yesus sebagai anak Allah dipanggil untuk memberi respon:
mempercayai Dia dan mengikut Dia dalam hidup.

1. Pendalaman Teks

 Peristiwa ini terjadi saat Yesus sedang mengajar di Bait Allah di Yerusalem. Para ahli
Taurat dan Farisi yang dalam hidup saling bermusuhan karena pandangan Teologis yang
berbeda di sekitar kematian kebangkitan orang mati demi menjebak Yesus mereka
sepakat mencari Yesus dengan niat buruk menjebak dan membuat Yesus bersalah
terhadap hukum yang sedang berlaku yakni hukum Romawi dan hukum Yahudi (Israel
pada waktu itu berada dibawah kolonial (penjajahan) pemerintahan Romawi)
 Hukum Romawi: Tidak memperkenankan adanya hukum rajam sampai mati terhadap
orang yang melakukan kejahatan seksual atau perzinahan; Hukum Yahudi dengan
berpegang pada Taurat Musa, orang yang berzinah haruslah dirajam/dilempari dengan
batu sampai mati.
 Para pendakwa membawa pada Yesus seorang perempuan yang kedapatan berzinah
(walau laki-laki yang berzinah tidak dibawa serta) dan meminta Yesus untuk bersikap.
Bila Yesus menghendaki hukum Musa yang berlaku dimana perempuan yang berzinah
ini dihukum mati maka Yesus akan disalahkan dengan mengacu pada hukum
pemerintahan sipil Romawi; Bila Yesus menolak perempuan yang berzinah dihukum
mati, Yesus akan disalahkan sebagai sosok yang kompromi dengan kesalahan dan dosa
serta memberontak terhadap hukum yang berlaku. Perempuan yang kedapatan berzinah
harus dihukum mati itulah kebenaran menurut hukum Taurat Musa (ay 5). Dakwaan ini
aneh dan lahir dari pemahaman yang tidak utuh terhadap hukum Musa dan berlaku
timpang terhadap sang perempuan yang berzinah. Dakwaan aneh dan tidak utuh karena :
(1) Pria yang besama pasangan zina itu tidak disertakan dan saksi yang menguatkan
tuduhan juga tidak ada; (2). Berzinah dalam tradisi Yahudi dikenakan pada perempuan
yang sudah menikah dan terlibat hubungan seksual dengan pria yang belum menikah.
Jika perempuan itu telah menikah hukumannya adalah cerai bukan dirajam mati, itu pun
kalau suaminya menghendaki. Jika perempuan itu belum menikah dan melakukan zina
maka perempuan dan pasangan zinanya sama-sama dihukum mati. Hukum harus berlaku
adil terhadap perempuan dan laki-laki yang berzinah (Band; Ima 20:10;Ul :22:22-24);
(3). Jika perempuan yang menikah dan berzina dan diadukan oleh suaminya maka
perempuan itu harus dibawa kepada para imam bukan kepada Yesus. Dengan demikian
dakwaan ini mengandung muatan politis yang menjebak Yesus.
 Yesus adalah pribadi yang berhikmat dan penuh belas-kasihan. Di mata Yesus kehidupan
dan perbuatan para pendakwa (para ahli Taurat dan orang-orang Farisi) tidaklah lebih
baik dari perempuan pezinah ini. Hidup keagamaan mereka tidak berjalan seiring dengan
perbuatan mereka. Merasa diri orang baik dan benar lalu melihat kesalahaan dan dosa
sesama itu bentuk kesalehan yang Perempuan ini tertangkap berzinah, tentu itu dosa 
yang terungkap tapi para pendakwa menyelubungi dosa dalam topeng kesalehan dan
tampil sebagai hakim itu adalah kekejian di mata Tuhan. Melihat kesalahan dan dosa
orang lain sampai lupa melihat kesalahan dan dosa diri sendiri itu bentuk kemunafikan
hidup .Yesus berkata : “Barangsiapa diantara kamu  tidak berdosa, hendaklah ia yang
pertama melemparkan batu kepada perempuan itu (ay 7). Perkataan Yesus ini
melahirkan 3 dampak:

1. Topeng kesalehan para pengadu berhasil diungkapkan. Nurani mereka bangkit dan
menuduh diri sendiri bahwa mereka juga adalah orang berdosa. Boleh jadi para pengadu
itu juga adalah para pelaku kekerasan seksual bukan kepada korban tapi kepada orang
lain hanya dilakukan terselubung dan karena itu tidak tertangkap basah. Seorang hamba
Tuhan pernah berujar : “Berbahagialah mereka yang dosanya terungkap dari pada
terselubung. Sebab orang yang dosanya terungkap ia sadar ia hina dihadapan Tuhan dan
sesama dan memerlukan pengasihan serta pengampunan Tuhan. Sementara yang dosanya
terselubung sebenarnya pada satu sisi telah terbuka dosanya dihadapan Tuhan tapi
menjadi sok suci/saleh dihadapan sesama dan karena itu merasa lebih baik dari sesama.
Orang seperti itu menutup kasih dan anugerah pengampunan Allah bagi hidupnya. Yesus
mengetuk nurani para pengadu untuk menghakimi diri sendiri. Dan ketika nurani
berbicara menuduh diri sendiri mereka mendapati diri sama berdosa dengan perempuan
pezinah itu. Nurani atau suara hati (Yunani : Suneidesis) tidak bisa dikalahkan dengan
dalih apapun. Ia dapat menjadi hakim yang menghakimi dan membela diri atas segala
perbuatan dosa (Roma 2:15). Perkataan Yesus (Ay 7) adalah strategi ampuh yang dipakai
Yesus membiarkan nurani berbicara mengungkapkan dosa diri sendiri tanpa menghakimi
dengan hukum yang berlaku  tapi timpang terhadap perempuan yang dapat berdampak
pada korban. Dampaknya: satu demi satu mulai dari yang paling tertua meninggalkan
Yesus dan perempuan itu.
2. Yesus membebaskan diri dari jebakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku baik
hukum Taurat Musa maupun hukum pemerintahan sipil yang berlaku. Ia telah bertindak
adil dan benar dan dengan itu menunjukkan dan memberikan arti sesungguhnya tentang
keadilan bagi perempuan yang berzinah itu.
3. Perempuan yang berzinah bebas dari kematian dan memberi ruang bagi adanya suatu
transformasi (perubahan) hidup.

“Akupun tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari
sekarang”. Ungkapan ini bukan bentuk kompromi terhadap dosa dan kesalahan perempuan
berzinah ini sebab ia telah tersiksa dengan hukuman batin yang berat (selain nurani yang selalu
berbicara dan menuduh dirinya sendiri, perempuan ini harga dirinya jatuh pada titik nadir karena
dipermalukan  di depan Yesus dan banyak orang = hukuman sosial yang berat). Pembebasan
hidup yang diperoleh dari Yesus adalah pembebasan yang bersyarat: Harus ada pembaharuan
hidup secara total. Pengalaman hidup itu harus jadi guru yang mendidik :  Jangan berbuat dosa
lagi mulai dari sekarang,  yakni mulai saat dimana Yesus memandang dirinya dengan cinta kasih
dan penuh pengampunan. Kasih dan pengampunan yang Yesus beri haruslah dimaknai pula
sebagai kesempatan untuk transformasi kehidupan : Hidup harus berubah dan jangan jatuh pada
lubang yang sama.

 Catatan Aplikasi

1. Jangan menjadi hakim yang mudah menghakimi  Belajarlah selalu untuk melihat
kesalahan dan dosa diri sendiri dan memperbaiki itu baik di mata Tuhan dari pada gemar
melihat kesalahan orang lain dan menghakimi. Semua manusia berdosa dan
membutuhkan pengasihan dan pengampunan dari Allah. Hanya Allah satu-satunya hakim
yang adil.
2. Kita hidup dan berkarya karena kasih dan kemurahan Allah semata bukan karena kita
baik dan benar. Kasih dan kemurahan Allah dalam hidup jauh lebih besar dari dosa dan
pelanggaran kita. Setiap hari, kita hidup dari satu kemurahan Allah kepada satu
kemurahan Allah yang lain. Kasih dan kemurahan Allah yang besar itu nyata dalam diri
Yesus Kristus yang rela dihina, dirajam dan mati di salib ganti dosa kita supaya kita
memperoleh hidup yang kekal.
3. Belajar untuk bangkit dari kegagalan/kejatuhan hidup dengan menata hidup yang lebih
baik dan bermakna seturut kehendak Tuhan. Kasih dan kemurahan Tuhan dalam hidup
haruslah diresponi dengan hidup secara lebih baik dan bermakna untuk kemuliaan Tuhan
dan kebaikan sesama.

Anda mungkin juga menyukai