Anda di halaman 1dari 34

Pendahuluan

• Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan

zat terlarut.

• Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan

partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion

• Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui

makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan

didistribusi ke seluruh bagian tubuh.

• Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya

distribusi yang normal dari air tubuh total dan

elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.

Komposisi Tubuh

• Pria dewasa muda :

a. 18% berat badan terdiri dari protein

b. 7% adalah mineral,

c. 15% adalah lemak.

d. 60% adalah air.

• Komponen intrasel air tubuh 40% BB,

• Komponen ekstrasel : 20%.

• Sekitar 25% komponen ekstrasel terdapat dalam sistem

vaskular (plasma = 5% berat badan) dan 75% di luar pembuluh

darah (cairan interstisium = 15% berat badan).

• Volume darah total adalah sekitar 8% dari berat badan.

Elektrolit dan distribusinya

• Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari

elektrolit dan nonelektrolit.

• Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai

dalam larutan dan tidak bermuatan listrik  protein,

urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida, dan asamasam organik.


• Garam yang terurai di dalam air menjadi satu atau

lebih partikel bermuatan, disebut ion atau elektrolit.

• Larutan elektrolit menghantarkan aliran listrik. Ion-ion

yang bermuatan positif disebut kation mis : Na+

, dan

yang membawa muatan negatif disebut anion, mis Cl-

PERPINDAHAN CAIRAN TUBUH DAN

ELEKTROLIT

• Cairan tubuh dan zat-zat terlarut di dalamnya berada dalam mobilitas

yang konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang terus

menerus :

• Pertama, oksigen, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru

dan saluran cerna, di mana mereka menjadi bagian dari IVF dan di

bawa ke berbagai bagian tubuh melalui sistem sirkulasi.

• Kedua, IVF dan zat-zat terlarut di dalamnya secara cepat saling

bertukaran dengan ISF melalui membran kapiler yang semipermeabel.

• Ketiga, ISF dan zat-zat yang ada di dalamnya saling bertukaran dengan

ICF melalui membran sel yang permeabel selektif.  keseimbangan

dinamis atau homeostasis.

• Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh

melibatkan mekanisme transportasi aktif dan pasif. Mekanisme

transportasi aktif memerlukan energi, tapi mekanisme transportasi

pasif tidak, Difusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif

Volume Darah

• Darah : cairan ekstraselular dan intraselular

• Volume darah dewasa normal + 5 L  60%

plasma dan 40% SDM.


Volume Plasma, Volume Darah Total & Volume

Sel Darah Merah

• Volume plasma diukur dengan menggunakan zat warna

yang berikatan dengan protein plasma terutama biru Evans

(T-1824).

• Volume plasma juga dapat diukur dengan menyuntikkan

albumin serum yang barlabel indium radioaktif. Sampel

plasma dan larutan yang disuntikkan yang diperoleh setelah

penyuntikan diukur dengan scintillation counter.

• Bila volume plasma dan nilai hematokrit (yaitu persentase

volume darah yang terdiri dari sel) diketahui, volume darah

total dapat dihitung dengan mengalikan volume plasma

dengan :

Vol Darah = Vol Plasma x 100

100 - hematokrit

• Contoh: Hematokrit adalah 38 dan volume plasma

3500 mL. Maka, volume darah total adalah:

• 3500 x 100 = 5645 mL

100 – 38

Volume sel darah merah

• Volume yang ditempati oleh semua sel darah merah yang

beredar dalam tubuh

• Ditentukan dengan mengurangi volume plasma dari volume

darah total.

• Volume tersebut juga dapat diukur secara tersendiri dengan

menyuntikkan sel darah merah berlabel dan, setelah terjadi

pencampuran, mengukur sel darah merah yang berlabel,

Label yang sering digunakan adalah “Cr”, suatu isotop

radioaktif kromium yang dilekatkan pada sel dengan cara

menginkubasikan sel-sel tersebut dalam larutan kromium.


• Selain itu, juga telah digunakan isotop besi dan fosfor (

55Fe

dan 32P), serta pemberian label dengan antigen.

Edema

– Intraselular :

• Depresi sistem metabolik jaringan

• Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat

– Ekstraselular :

• Kebocoran abnormal dari plasma ke ruang interstitial

dengan melintasi kapiler

• Kegagalan limfatik

Edema

• Penimbunan dari cairan yang berlebihan pada ruang

interstisial disebut edema.

• 4 faktor yang menyebabkan terjadinya edema:

1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (pada gagal jantung

kongestif dengan retensi natrium dan air atau obstruksi

vena).

2. Penurunan tekanan onkotik plasma (sindrom nefrotik atau

sirosis hati yang mengakibatkan penurunan albumin).

3. Peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan

peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisial

(inflamasi atau cedera).

4. Obstruksi limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial.

Prinsip Dasar Osmosis dan

Tekanan Osmotik

• Osmosis : besarnya difusi cairan dari yang

konsentrasi air tinggi ke rendah


• Tekanan osmotik : tekanan yang dibutuhkan

untuk mencegah osmosis

• Tekanan osmotik berbanding langsung

dengan osmolaritas

Keseimbangan Osmotik Cairan Ekstraselular

dan Intraselular

• Plasma vs cairan interstitial ~ keseimbangan

hidrostatik dan koloid osmotik

• Cairan ekstraselular dan intraselular ~ efek

osmotik zat terlarut untuk melintasi membran

sel

• π = C.R.T

• Perubahan konsentrasi yang relatif kecil 

tekanan osmotik yang besar

Insensible Loss (IWL)

Merupakan Kehilangan cairan melalui kulit

(difusi) & paru

Untuk mengetahui “Insensible Loss (IWL)”

dapat menggunakan penghitungan sebagai

berikut :

o DEWASA = 15 cc/kg BB/hari

o ANAK = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari

Jika ada kenaikan suhu :

o IWL= 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)

Faktor-faktor yang mempengaruhi

kebutuhan cairan dan elektrolit

1. Usia

2. Jenis kelamin
3. Sel-sel lemak

4. Stres

5. Sakit

6. Temperatur lingkungan

7. Diet

PENGATURAN FAAL DARI

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

• Sejumlah mekanisme homeostatik bekerja tidak hanya

untuk mempettahankan konsentrasi elektrolit dan osmotik

dari cairan tubuh, tetapi juga untuk volume cairan tubuh

total.

• Keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit normal adalah

akibat dari keseimbangan dinamis antara makanan dan

minuman yang masuk dengan keseimbangan yang

melibatkan sejumlah besar sistem organ. Yang banyak

berperan adalah ginjal, sistem kardiovaskular, kelenjar

hipofise, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal dan paruparu.

• Ginjal merupakan pengendali utama terhadap kadar

elektrolit dan cairan,

Keseimbangan air dan natrium

• Keseimbangan air tubuh dan garam (NaCI) sangat erat

kaitannya, mempengaruhi osmolalitas maupun volume ECF.

• Keseimbangan air tubuh terutama diatur oleh mekanisme

rasa haus dan hormon antidiuretik (ADH) untuk

mempertahankan isoosmotik dari plasma (mendekati 287

mOsmol/kg).

• Sebaliknya, keseimbangan natrium terutama diatur oleh

aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume ECF dan

perfusi jaringan.
Keseimbangan Air dan

Pengaturan Osmotik

• Pengaturan osmotik diperantarai oleh hipotalamus, pituitaria dan

tubulus ginjal.

• ADH adalah hormon peptida yang disintesis di hipotalamus dan

disimpan di hipofise. Hipotalamus juga mempunyai osmoreseptor

yang peka terhadap osmolalitas darah dan pusat rasa haus.

• Rasa haus merangsang pemasukan air dan merangsang ADH untuk

mengubah permeabilitas duktus koledokus ginjal, meningkatkan

reabsorpsi air  peningkatan volume air tubuh yang akan

memulihkan osmolalitas plasma kembali normal dan terbentuknya

kemih yang hiperosmotik (pekat) dengan volume yang sedikit.

• Penurunan. osmolalitas plasma mengakibatkan hal yang sebaliknya

di mana terjadi penekanan rasa haus dan menghambat pelepasan

ADH.

Pengaturan Elektrolit

a. Natrium

• Terbanyak di Extra sel

• Mempengaruhi keseimbangan air, hantaran

infuls dan kontraksi otot

• Diatur oleh intake garam, aldosteron, dan

pengeluaran urine

• Normal: 135-148 mEq/lt

Kalium

• Kation utama intra seluler

• Berfungsi sebagai exitabiliy neuromuskuler

dan kontraksi otot

• Untuk pembentukan glikogen, sintesa protein,

pengaturan keseimbangan asam basa


• Normal: 3,5-5,5 mEq/lt

Hiponatremia

• (Ketidakseimbangan Hipo-osmolalitas)

• keadaan di mana kadar natrium serum kurang dari

135 mEq/L

• Penyebab : retensi air atau kehilangan natrium.

• cairan tubuh diencerkan dengan kelebihan air yang

relatif terhadap zat terlarut total.

• Osmolalitas plasma yang rendah menyebabkan

perpindahan air masuk ke dalam sel.

Pembengkakan sel-sel otak, dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intra kranial  timbulnya

gangguan susunan saraf pusat.

Sebab-Sebab Hiponatremia

• Kehilangan natrium melampaui kehilangan air

• Pengobatan diuretik dengan diet rendah garam

yang berkepanjangan

• Kehilangan melalui saluran cerna yang berlebihan

(mis : muntah, diare)

• Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan

air atau cairan bebas natrium lainnya (seperti pada

diaforesis, perdarahan, atau transudasi ruang ketiga)

• Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk

menyimpan natrium

• Defisiensi adrenal (penyakit Addison)

Hiponatremia: Gambaran Klinis

• Na+

serum < 125 mEq/L:  Anoreksia, Rasa


pengecap terganggu Kejang otot

• Na4

serum = 115-120 mEq/L:  Sakit kepala,

perubahan kepribadian, Lemah dan lemas, Mual

dan muntah, Kejang abdominal

• Na+

serum < 115 mEq/L:  Kejang dan koma,

Tidak ada atau berkurangnya refleks-refleks

Tanda Babinski, Edema papil, Edema bekas jari di

atas sternum

Penanganan hiponatremia

• Meningkatkan natrium serum menjadi normal, dan mengatasi

penyakit yang mendasarinya.  mengurangi asupan air atau

menambahkan natrium,

• Hiponatremia ringan (120 sampai 135 mEq/L)  kehilangan melalui

ginjal dan saluran cerna  th/ : pemberian larutan NaCI melalui

mulut atau garam fisologis intravena.

• Koreksi hipovolemia menekan pelepasan ADH  ekskresi air yang

berlebihan melalui ginjal

• Pada kasus hiponatremia berat ( <120 mEq/L),  larutan garam

hipertonik sampai terjadi peningkatan Na+

serum sebanyak 0,5

mEq/L per jam hingga tercapainya kadar serum Na+

sekitar 120

mEq/L, dan pasien telah melewati masa krisisnya.

• Kenaikan natrium serum harus diperhatikan dengan seksama agar

tidak terlalu cepat untuk mencegah terjadinya mielosis pons sentral

dan kerusakan neurologik yang ireversibel (Rose, 1989).

Hipernatremia
• (Ketidakseimbangan Hiperosmolalitas)

• kadar natrium serum lebih tinggi dari 145 mEq/L. 

berkaitan dengan hiperosmolalitas karena garam

natrium merupakan penentu utama dari

osmolalitas plasma.

• Peninggian osmolalitas serum menyebabkan air

berpindah dari ICF ke ECF, sehingga terjadi dehidrasi

dan pengkerutan sel.

• Sebab-sebab dasarnya adalah kehilangan air yang

melebihi kehilangan natrium, atau pertambahan

natrium yang melampaui pertambahan air.

Sebab-sebab hipernatremia

• Asupan air yang tidak cukup

• Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus (misalnya,

keadaan koma, kebingungan)

• Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak mencukupi

• Tidak dapat menelan (misalnya, pada gangguan pembuluh darah otak)

• Kehilangan air yang berlebihan

• 1. Di luar ginjal : Demam dan/atau diaforesis, Luka bakar,

Hiperventilasi, Pemakaian respirator yang lama, Diare berat

• 2. Ginjal

• a. Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik), Cedera kepala (khususnya,

fraktur dasar tengkorak), Bedah saraf, Infeksi (ensefalitis, meningitis),

Neoplasma otak

• b. Diuresis osmotik, Glikosuria pada diabetes tak terkontrol, Diuresis

urea pada pemberian makanan tinggi protein melalui slang Manitol

Gambaran klinis hipernatremia

• gangguan neurologik dan akibat-akibat dehidrasi

selular, khususnya sel-sel otak  Lemas, agitasi,


iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas, koma,

kejang, dan kematian,

• Rasa haus adalah gejala utama dari

hipernatremia,

• Tanda-tanda klinis lainnya adalah selaput lendir

mulut yang kering dan lengket; kulit yang merah

panas; dan lidah yang kering, kasar serta merah.

Oliguria dan anuria, demam.

Penanganan hipernatremia

• Tujuan utama penanganan secara bertahap menurunkan natrium

serum dan memulihkan osmolalitas serum normal.

• Cara-cara pengobatan tergantung dari patofisiologi yang mendasari

terjadinya hipernatremia.

• Air dapat diberikan secara oral atau D5W secara IV kepada pasien

normovolemik di mana hipernatremianya murni disebabkan oleh

kehilangan air.

• Jika pasien mengalami hipovolemia, larutan garam isotonik dapat

diberikan untuk memulihkan tekanan darah dan perfusi jaringan, dan

dilanjutkan dengan pemberian larutan garam hipotonik (0,45%) untuk

menyediakan air bebas dan memperbaiki hipernatremia.

• Jika pasien hipernatremia dan hipervolemia, tujuan penanganan

adalah membuang kelebihan natrium. Untuk itu dapat diberikan

diuretik bersamaan dengan infus D5W, atau dengan dialisis jika fungsi

ginjal terganggu.

KESEIMBANGAN ASAM-BASA

homeostasis cairan tubuh pada pH darah

arteri normal, berkisar antara 7.35 – 7.45

(homeostasis of the body fluids at a normal arterial

blood pH ranging between 7.35–7.45)


Analisa gas darah (blood gas analysis)

test untuk mengukur keasaman (pH) darah,

kadar O2 dan CO2 dalam darah

( a test which measures the amount of oxygen

and carbon dioxyde in the blood, as well as the

acidity (pH) of the blood )

Tujuan pemeriksaan

• Mengevaluasi seberapa efektifnya paru dalam

mengirimkan O2 dalam darah dan seberapa

efisiennya mengeliminasi CO2 dari darah

• Menilai ada/tidak kelainan keseimbangan

asam-basa tubuh.

• Memonitor penanganan penderita yang

mendapat terapi oksigen.

• Menilai pengaruh penyakit /kelainan paru dan

penyakit lain terhadap paru

Keseimbangan asam-basa

• Molekul yang dilarutkan dalam air

berdesosiasi membentuk ion.

• Tantangan keseimbangan asam-basa adalah

metabolisme dalam sel yang selalu

membentuk asam – donor ion [H+

] , dan

asam yang terbentuk harus dieliminasi agar

pH seimbang

• Pentingnya mempertahankan homeostasis

karena metabolisme sel tergantung pada

enzim dan enzim sensitip terhadap pH.

Terminologi asam-basa
• Asam : substansi yang dapat memberikan

ion [H+

].

• Basa /alkali : substansi yang dapat

menerima ion [H+

].

• Normal pH cairan tubuh :

–Darah Arteri 7.4

–Darah Vena dan cairan interstitial 7.35

–Cairan Intrasel 7.0

Terminologi asam-basa (lanjutan)

• pH = - log [H+

• untuk mengukur pH digunakan persamaan

Henderson-Haselbalch :

[HCO3

• pH = 6.1 + log ----------------

pCO2 x 0.03

Terminologi asam- basa (lanjutan)

• Base excess : banyaknya asam kuat (mmol) yang

harus ditambahkan pada 1 L darah arteri pada

suhu 37C dan pCO2 40 mmHg agar pH kembali ke

normal

• Pada asidosis metabolik , asam harus dikurangi agar

pH kembali normal  base ekses (-), sebaliknya pada

alkalosis metabolik, base ekses (+).


Base excess

• Normal: [-2] – [+2 ] mmol/L

Metabolic acidosis: < [-2] mmol/L

Mild [-4] – [-6 ]

Moderate [-6] – [-9]

Marked [-9] – [-13]

Severe [ < -13 ]

Metabolic alkalosis: > [+2] mmol/L

Severe > [+13]

Marked [+9] – [+13]

Moderate [+6] – [+9]

Mild [+4] – [+6]

Terminologi asam basa (lanjutan)

• Standard bikarbonat : kadar [HCO3

], pada

[pCO2 ] 40 mmHg, [pO2 ] 100 mmHg,

suhu 37C, pH 7.40.

• [pCO2]: Normal: 35 - 45 mmHg

Respiratory acidosis: > 45 mmHg

Respiratory alkalosis: <35 mmHg

• [HCO3

] Normal: 22 - 26 mEq/L

Metabolic acidosis: <22 mEq/L

Metabolic alkalosis: > 26 mEq/L

Asam

• 2 jenis asam : asam karbonat & asam non


karbonat

• Asam karbonat terbentuk terutama pada

metabolisme karbohidrat dan lemak

• Asam non karbonat terbentuk terutama pada

metabolisme protein

Alkali (basa)

• Berasal dari metabolisme asam amino anionik

(glutamate, aspartate)

• Oksidasi pada proses glukoneogenesis (citrate

dan lactate)

• Acidosis :

bila pH darah < 7.35. Pengaruh utama

asidosis adalah depresi sistem saraf pusat

dengan menekan synaptic transmissions

• Alkalosis :

bila pH darah > 7.45. Pengaruh utama

alkalosis overexcitability dari SSP melalui

fasilitasi synaptic transmission

Peningkatan [H+

] diregulasi melalui

• Sistem buffer ekstrasel & intrasel (dalam detik)

• Pusat respirasi di batang otak, mengontrol

ventilasi paru untuk mengontrol CO2 [pCO2] (

dalam 1-3 menit)

• Mekanisme ginjal melalui pengaturan kadar

[HCO3

] : (1) reabsorpsi bikarbonat dan

(2) regenerasi bikarbonat


(memerlukan waktu lebih lama beberapa jam

sampai beberapa hari untuk berefek pada

perubahan pH darah).
Sistem buffer

• Buffer adalah larutan yang dapat meminimalisasi

perubahan pH, bila suatu basa atau asam

ditambahkan ke dalam larutan itu.

• Buffer terdiri dari suatu asam lemah (yang melepaskan

ion H+

) / basa lemah (yang dapat mengikat ion H+

dengan garamnya

• Bila suatu larutan asam ditambahkan ke dalam larutan

buffer, buffer akan mengikat ion H+

yang berlebihan

sehingga pH dapat dipertahankan dalam kisaran

( misal pH 2 – 6 )

• Bila larutan basa ditambahkan ke dalam larutan buffer,

buffer akan melepaskan ion H+

agar pH dapat

dipertahankan pada kisaran ( misal pH 10 – 12)

Sistem buffer

• 3 sistem buffer utama :

– Sistem asam karbonat –

bikarbonat

– Sistem buffer phosphate

– Sistem buffer protein

(hemoglobin, a.amino,

protein plasma)

Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat

• Campuran asam karbonat (H2CO3

) dan garamnya,
Natrium bikarbonat (NaHCO3

) (kalium atau magnesium

bikarbonat

• Bila ditambahkan asam kuat:

– Ion Hidrogen dilepaskan berikatan dengan ion bikarbonat

membentuk asam karbonat ( suatu asam lemah)

– pH larutan hanya berkurang sedikit

• Bila ditambahkan basa kuat :

– basa kuat bereaksi dengan asam karbonat membentuk

natrium bikarbonat ( suatu basa lemah)

– pH larutan hanya meningkat sedikit.

• Sistem buffer ini hanya penting sebagai buffer ECF.

Sistem buffer Phosphate

• Hampir serupa dengan buffer asam karbonatbikarbonat.

• Komponen buffer ini :

– Garam natrium dihidrogen phosphate (NaH2PO4

¯),

suatu asam lemah

– Monohydrogen phosphate (Na2HPO4

¯), suatu

basa lemah

• Buffer ini efektif sebagai buffer di urin dan

cairan intracellular.

Sistem buffer protein

• Protein plasma dan protein intracellular

merupakan buffer paling banyak dalam tubuh

dan kuat .

• Beberapa asam amino dari protein memiliki:


– Gugus asam organik bebas (weak acids)

– Gugus amin yang bereaksi basa lemah. (e.g., amino

groups)

• Amphoteric molecules merupakan molekul

protein yang dapat berfungsi sebagai asam lemah

dan basa lemah.

Regulasi ion H+ oleh sistem respirasi

• 1. CO2 dari metabolisme seluler masuk ke RBC

dan diubah menjadi ion bikarbonat untuk

transport ke plasma.

• 2. Bila terjadi hypercapnia , pH darah turun,

menstimulasi pusat pernafasan, menyebabkan

frekwensi dan kedalaman pernafasan meningkat

untuk meningkatkan pembuangan CO2 melalui

paru.

• 3. bila pH darah meningkat, pusat pernafasan

tertekan sehingga CO2

tertumpuk dalam darah

dan menyebabkan pH turun.

Chlorida shift

• RBC di paru mengikat O2 

O2Hb

• Dibawa ke jaringan

• CO2 dari jaringan berdifusi

masuk RBC sebagai HHb: CO2

+H2O  H2CO3  [H+

+ [HCO3

-
]

• [HCO3

] berdifusi keluar sel

RBC, dalam RBC kekurangan

ion negatip. Untuk menjaga

agar muatan listrik di sel

seimbang  [Cl-

] masuk ke

sel. Proses ini : chlorida shift

Konservasi Ion Bikarbonat (HCO3

• Asam karbonat

terbentuk di filtrat di

lumen tubuli

berdissosiasi karbon

dioxida [CO2] dan air

[H2O]

• [CO2] kemudian berdiffusi

masuk sel tubuli, yang

memicu sekresi [H+

lebih lanjut .

• Tiap ion [H+

] yang

disekresi , terjadi

reabsorpsi ion Na dan

[HCO3

-
] oleh sel tubuli

• Ion [H+

] yang disekresi

membentuk H2CO3

Sintesis bikarbonat ion

• proses sintesis [HCO3

],

identik dengan

reabsorpsi [HCO3

],

sekresi [H+

] berikatan

dengan konjugate basa

membentuk asam dan

diekskresi di urin.

• Sekresi [H+

menghasilkan [HCO3

Ekskresi [NH4

• Selain itu regenerasi

[HCO3

] juga terjadi
melalui pembentukan

[NH4

• Tiap molekul glutamine

yang dimetabolisme

menghasilkan 2 ion

ammonium dan 2 ion

bikarbonat.

• [HCO3] masuk ke

sirkulasi darah

Regenerasi bikarbonat ion

dua mekanisme dilakukan sel tubuli ginjal untuk regenerasi ion

bikarbonat : ekskresi asam (H+

) dan ekskresi ion ammonium (NH4

Sekresi ion bikarbonat pada alkalosis

• Pada alkalosis, sel

tubulus mensekresi

ion bikarbonat dan

membentuk ion H+

untuk mengasamkan

darah.

• Mekanisme ini

bertolak belakang

dengan proses

reabsorpsi ion

bikarbonat.
Gangguan keseimbangan asam basa

• Asidosis respiratorik akut/kronik

• Asidosis metabolik belum terkompensasi,

• Asidosis metabolik terkompensasi sebagian,

• Asidosis metabolik terkompensasi sempurna

• Alkalosis respiratorik akut/kronik

• Alkalosis metabolik belum terkompensasi/

• Alkalosis terkompensasi sebagian/

• Alkalosis terkompensasi sempurna

Asidosis dan Alkalosis Respiratorik

• Akibat kegagalan sistem respirasi dalam

menpertahankan pH pada nilai normal

• Indikator paling penting pada respiratory

inadequacy adalah pCO2

• Kadar pCO2

– Normal PCO2 berfluktuasi antara 35 and 45 mm Hg

– Kadar di atas 45 mm Hg tanda adanya asidosis

respiratorik

– Kadar di bawah 35 mm Hg mengindikasikan adanya

alkalosis respiratorik

Asidosis respiratorik akut

• Terjadi peningkatan [p CO2 ] > normal akibat

hipoventilasi disertai penurunan pH.

• hipoventilasi  penimbunan [CO2 ]  [CO2]

+ [H2O]  kadar [H2CO3] (asam karbonat)

meningkat.  pH turun.

Asidosis respiratorik

• Paling banyak sebagai


penyebab ketidak

seimbangan asam basa

• Bila terjadi

hipoventilasi  pCO2

meningkat  H2CO3

meningkat  pH turun

 asidosis

• Komponen utama

berperan pada asidosis

ini paru  asidosis

respiratorik

Contoh upaya kompensasi pada

asidosis respiratorik akut

• H2CO3 + [Buf-

]  [H+

][Buf-

] + [HCO3

].

[HCO3

] plasma meningkat 1 meq/L , untuk

setiap kenaikan pCO2 10 mmHg.

Bila pCO2 meningkat sampai 80 mmHg,

[HCO3

] meningkat [80-40] : 10 x 1 meq/L =

CO2 4 meq/L  24 + 4 = 28 meq/L

28

pH = 6.1 + log --------------- = 7.17


0.03 x (80)

Etiologi asidosis respiratorik akut ( ventilasi

alveoler berkurang secara mendadak )

• Inhibisi pada pusat respirasi di otak :

Obat : opiate, anestetik, sedatif.

Oksigen pada hiperkapnia kronik

Cardiac arrest

• Kelainan otot respirasi dan otot dinding dada

Kelemahan otot : miastenia gravis, sindroma Guillain-

Barre.

Hipokalemia berat

• Obstruksi saluran nafas.

• Kelainan pertukaran gas melewati kapiler paru

Sindroma distres respirasi,

asthma berat, pneumotorak

Asidosis respiratorik kronik

• Hipoventilasi kronik  [pCO2] meningkat 

ginjal melakukan kompensasi  [HCO3

meningkat.

• Setelah 3-5 hari tercapai keseimbangan baru.

• Untuk tiap kenaikan [pCO2] sebesar 10

mmHg, [HCO3

] meningkat 3.5 mEq/L .

• Walaupun pH naik tetapi masih < 7.4 (asam)

Asidosis respiratorik kronik


• Bila pasien dengan pCO2 80 mmHg berlangsung kronik, [HCO3

] meningkat dengan

3.5 meq/L untuk setiap kenaikan 10 meq/L

pCO2 ,  3.5x4 = 14, sehingga HCO3

- menjadi

24 + 14 = 38 meq/L

HCO3

(38)

• pH = 6.1 + log --------------- ------ = 7.30

• 0.03 x pCO2 (80)

Etiologi asidosis respiratorik kronik

• Kelainan otot dada & bentuk thorax :

Spinal cord injury, poliomielitis, kyphoskloliasis,

obesitas.

• Kelainan pertukaran gas : COPD

• Lesi sistem saraf pusat (jarang)

Alkalosis respiratorik akut

• Keadaan dimana terjadi kehilangan [CO2] secara

akut.

• Hiperventilasi  [pCO2] menurun  pH

meningkat  alkalosis

• Bila tekanan CO2 < 30 mmHg dan disertai

perubahan/ peningkatan pH.

• Mekanisme kompensasi ginjal belum terjadi

seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan

CO2 dan perubahan ventilasi.

• Bikarbonat dan base excess dalam batas normal


Alkalosis respiratorik akut

• Pada alkalosis respiratorik [H+

] keluar dari sel

masuk ke ECF berikatan dgn H2CO3 untuk

menurunkan pH :

• Ion [H+

] di ECF menurunkan [HCO3

] 2 meq/L

untuk setiap penurunan 10 mmHg pCO2

• Misal : pCO2 turun menjadi 20 mmHg (N: 40),

plasma [HCO3

] akan turun 4 meq/L menjadi

(24 – [2x2 meq/L) = 20 meq/L.

• pH = 6.1 + log[ (20 meq/L)/(0.03x20 mmHg) =

pH = 7.63

Sekresi ion bikarbonat pada alkalosis

• Pada alkalosis, sel

tubulus mensekresi

ion bikarbonat dan

membentuk ion [H+

untuk mengasamkan

darah.

• Mekanisme ini

bertolak belakang

dengan proses

reabsorpsi ion

bikarbonat.
Alkalosis respiratorik

• Umumnya terjadi

akibat

hiperventilasi

Etiologi alkalosis respiratorik kronik

• Hypoxemia :

• Penyakit paru : pneumonia, edema, fibrosis

interstitialis

• Gagal jantung kongestif

• Anemia berat

• Rangsangan pusat pernafasan :

• Psychogenic /voluntary hyperventilation

• Keracunan salisilat , kelainan neurologik

(tumor pontine, CVA), septicemia gram negative

Alkalosis metabolik

• Terjadi akibat kelebihan alkali terutama ion

bikarbonat [HCO3

] atau kehilangan asam (H+)

non karbonat

• Penimbunan basa/ kehilangan asam non

karbonat  pH meningkat  penekanan

kemoreseptor pernafasan  hipoventilasi 

[pCO2] meningkat  pH menurun sedikit

(masih alkalosis)

Metabolic Alkalosis

Ventilasi paru melambat dan dangkal, sehingga memungkinkan

penimbunan [CO2] dalam darah


Ginjal mensintesis [H+

] dan mengeliminasi bikarbonat melalui

sekresi di urin

Etiologi alkalosis metabolik

• Intake basa meningkat (NaHCO3)

• Kehilangan ion [H+] :

Renal loss : diuretika (thiazide)

GI loss : muntah2 .

Perpindahan [H+] ke sel  hipokalemia

• Produksi bikarbonat berlebihan di ginjal

Asidosis metabolik

• Penimbunan asam non karbonat atau

kehilangan basa (alkali)  pH turun 

menstimulasi kemoreseptor pernafasan 

hiperventilasi  [pCO2] turun  pH agak

meningkat (masih asam/asidosis)

Respiratory/Renal Compensation/Metabolic Acidosis

nafas cepat dan dalam waktu CO2 dieliminasi melalui paru

[pCO2] menurun di bawah normal.

Ginjal mengekskresi [H+

] dan menahan / mensintesis [HCO3

untuk mengatasi asidosis

Anion Gap

• Selisih jumlah kation yang secara rutin

diukur ([Na+
] + [K+

]) dengan jumlah anion

yang secara rutin diukur ([Cl-

] + [HCO3

])

• Kation lain [Mg2+], [Ca2+]

• Anion lain : (tidak diukur) : protein, asam

laktat, [PO4

3-

], [SO4

2-

], asam organik lain.

• Anion gap

= [Na+

]+[K+

] –([Cl-

] + [HCO3

]) + [ 8-16] atau

[<17 ] mmol/L]

Anion gap

• Bisa digunakan tanpa [K+

] karena kadar [K

kecil dan dapat diabaikan :

• Anion gap = [Na+

] – ([Cl-

] +[HCO3-
]

• AG > 30 : metabolik asidosis (+)

• AG 20 – 29 : 30% metabolik asidosis (-)

Kation dan anion dalam tubuh

Anion gap

Anion gap meningkat :

• Uremia

• Ketosis

• Lactic acidosis

• Ingestion of toxin

(methanol, salisilat, dsb).

Anion gap berkurang

• Kadar kation menurun :

• Intoksikasi lithium

• Multipel mieloma,

pengobatan polymixin

• Penurunan kadar anion

Cara menginterpretasi hasil pemeriksaan gas darah

Cara interpretasi hasil pemeriksaan keseimbangan asam-basa

1. lihat pH, bila :

(a) pH < 7.4  asidosis

(b) pH > 7.4  alkalosis

2. lihat [pCO2], bila :

tinggi pada 1 (a)  asidosis respiratorik (A)

rendah pada 1(a)  asidosis metabolik (B)

rendah pada 1(b)  alkalosis respiratorik (C )

tinggi pada 1(b)  alkalosis metabolik (D)

3. lihat [HCO3-] pada :


(A) , [HCO3

] tinggi, kompensasi thd asidosis

respiratorik

(B) , [HCO3

] , rendah, menunjukkan asidosis

metabolik

(C) , [HCO3

] , rendah, kompensasi thd alkalosis

respiratorik

(D) , [HCO3

], tinggi, menunjukkan alkalosis

Metabolic

Menetapkan kompensasi keseimbangan

asam basa tubuh

– Metabolic Acidosis

• PaCO2 turun 1.2 mmHg pada setiap penurunan

1 meq/L bicarbonate

– Metabolic Alkalosis

• PaCO2 meningkat 6 mmHg pada setiap peningkatan

10 meq/L bicarbonate

– Acute Respiratory Acidosis

• Bicarbonate meningkat 1 meq/L pada setiap

peningkatan 10 mmHg PaCO2

Menetapkan kompensasi keseimbangan asam

basa tubuh
– Chronic Respiratory Acidosis

• Bicarbonate meningkat 4 meq/L setiap

peningkatan 10 mmHg PaCO2

– Acute Respiratory Alkalosis

• Bicarbonate berkurang 2 meq/L setiap penurunan

10 mmHg PaCO2

– Chronic Respiratory Alkalosis

• Bicarbonate berkurang /menurun 4 meq/L setiap

10 mmHg PaCO2

Bahan Pemeriksaan

• Darah arteri

• a. femoralis, a. brachialis, a. radialis, scalp

arteri bayi, umbilical arteri (bayi baru lahir

umur 24-48 jam)

• Darah kapiler

• Ujung jari II, III, IV, tangan sisi palmar

(dewasa), tumit plantar sebelah

lateral/medial (bayi), jempol sisi plantar anak

antikoagulan

• Lithium atau sodium heparin, dosis 15 – 20

iu/mL darah

• Bila antikoagulan terlalu banyak,

 pCO2 turun,

 pH tetap, karena efek penurunan pCO2

terhadap pH dihambat oleh heparin.

Penyimpanan dan pengiriman sampel

• Harus segera dikirim ke laboratorium.

• Darah (jaringan hidup) memerlukan dan


menggunakan O2 dan menghasilkan CO2,

sampel harus segera diperiksa dalam 20

menit sejak pengambilan.

• Waktu pengiriman ke laboratorium :

• < 5 menit tidak memerlukan es (pendingin)

• > 5 menit pengiriman memakai es

Anda mungkin juga menyukai