Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN RESIKO USAHA

KONDISI PEREKONIMIAN INDONESIA DAN DUNIA

KELOMPOK 8

Disusun oleh :

Liwaul Hamdi ( 2101102010122)

M Asyraful Athfal ( 2101102010087)

Iyan Agianan ( 2101102010079)

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2022
Ekonomi Indonesia Q2 Tahun 2022 

Perekonomian Indonesia tumbuh impresif sebesar 5,44% (YoY) pada Triwulan 2 tahun 2022
dan secara triwulanan, ekonomi nasional tumbuh 3,73% (QoQ). Bahkan PDB harga konstan
jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi yakni sebesar Rp2.924 triliun. Capaian ini
menandakan tren pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan semakin menguat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers


tentang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia kuartal II tahun 2022, Jumat (5/08), mengatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibanding negara lain. Dua engine
pertumbuhan ekonomi dunia yaitu China dan Amerika Serikat sedang dalam situasi stasioner
dan Pemerintah berharap hal tersebut dalam jangka panjang tidak berdampak pada ekonomi di
ASEAN.

Pengeluaran konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada
triwulan ini. Kebijakan Pemerintah yang mengijinkan masyarakat untuk melaksanakan mudik
pada Hari Raya Idulfitri di bulan Mei lalu telah mendorong konsumsi masyarakat dengan
sangat kuat dan menghasilkan perputaran ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Sumbangan
pertumbuhan yang siginifikan juga berasal dari kinerja impresif ekspor Indonesia. Selain
karena faktor peningkatan harga komoditas, menguatnya kapasitas output di berbagai sektor
juga turut mendorong peningkatan ekspor Indonesia.

“Konsumsi Rumah Tangga pertumbuhannya 5,51% artinya engine pertumbuhan dari segi


Rumah Tangga yang selama Covid-19 berdampak, ini sudah kembali pada kondisi asal,” ujar
Menko Airlangga.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah masih tumbuh positif. Ketimpangan
ekonomi antar wilayah juga semakin berkurang. Ekonomi luar Jawa, terutama Maluku dan
Papua tumbuh tinggi 13,01%. Bahkan Bali Nusra mulai tumbuh dan mencapai 3,94%.

“Ekonomi di Jawa pulih dan yang menarik tentu Bali Nusra yang biasanya pertumbuhannya
rendah, ini sudah naik di 3,4%. Jadi pembukaan di sektor pariwisata, kebijakan dari
penanganan Covid-19 yang sudah membuka terhadap turis ini sangat membantu di Bali dan
Nusa Tenggara,” jelas Menko Airlangga.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi demand tercermin juga dari pertumbuhan dari sisi sektoral.
Industri Pengolahan sebagai driver terbesar pertumbuhan masih tumbuh positif sebesar 4,01%
(yoy). Selain itu, sektor Transportasi dan Pergudangan serta Akomodasi & Makan Minum
tumbuh tinggi masing-masing 21,27% dan 9,76% didorong oleh pelonggaran syarat
perjalanan dan momen hari raya Idulfitri. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di seluruh
wilayah masih tumbuh positif dan ketimpangan ekonomi antar wilayah semakin berkurang.

Pertumbuhan diperkirakan masih akan berlanjut tercermin dari kinerja positif


berbagai leading indicator ekonomi. Indeks kepercayaan konsumen di angka baik yaitu 128,2
dan penjualan ritel terus tumbuh yaitu 15,42. Sementara itu, prospek permintaan yang terus
meningkat menjadi insentif bagi industri untuk meningkatkan produksi, tercermin dari
Purchasing Manager Index (PMI) yang terus tercatat mengalami ekspansi di level yang
semakin kuat.
Di tengah ketidakpastian global, indikator sektor eksternal Indonesia relatif baik dan
terkendali, tercermin dari transaksi berjalan yang masih surplus, neraca perdagangan yang
surplus selama 26 bulan berturut-turut, cadangan devisa tetap tinggi per Juli 2022 untuk
membiayai 6,2 bulan impor, dan rasio utang masih berada pada level yang aman.

“Ekspor yang selalu menjadi andalan kita pada masa pandemi Covid-19. Ekspor ini terus
tumbuh,” kata Menko Airlangga.

Pemulihan dunia usaha juga semakin terlihat dengan pertumbuhan kredit yang terus
meningkat mencapai 10,7% (YoY) per Juni 2022 dengan tingkat NPL terjaga dibawah 3%.
Kredit Modal Kerja meningkat seiring peningkatan utilitas, serta kredit investasi mulai
terakselerasi. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, realisasi KUR per Juli mencapai sebesar
Rp209,05 triliun (56,02% dari target tahun 2022 sebesar Rp373,17 triliun) dan diberikan
kepada 4,40 juta debitur. Sedangkan total outstanding per 31 Juli 2022 Rp530 triliun. Dari
segi kesejahteraan, tingkat kemiskinan dan pengangguran juga menurun.

Memperhatikan perkembangan ekonomi sampai dengan Triwulan II tahun 2022 dan prospek
ke depan yang masih kuat, Menko Airlangga menegaskan bahwa Pemerintah optimis target
ekonomi Indonesia secara keseluruhan sebesar 5,2% dapat tercapai. Agar pencapaian target
pertumbuhan ekonomi dapat terwujud, Pemerintah konsisten menjalankan berbagai strategi
dan kebijakan utama untuk mendorong akselerasi pemulihan dan meningkatkan resiliensi
ekonomi.

Strategi dan kebijakan utama tersebut antara lain pelonggaran mobilitas masyarakat dan
mempersiapkan strategi transisi aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat dari era pandemi
menuju era new-normal, mendorong daya beli masyarakat untuk kelompok 40% terbawah
diantaranya melalui program PEN pada klaster perlindungan sosial yang dianggarkan sebesar
Rp63,7 triliun untuk bantuan PKH, BLT Minyak goreng, BLT Desa, BTPKLWN, dan Kartu
Prakerja.

Selain itu Pemerintah juga menyusun langkah-langkah responsif untuk menahan kenaikan
harga pangan dan energi dengan penambahan subsidi, Program Kartu Prakerja juga terus
didorong meningkatkan kompetensi, produktivitas, dan daya saing angkatan kerja. Pemerintah
juga mendorong pengembangan UMKM, diantaranya melalui peningkatan plafon KUR
sebesar Rp373,17 triliun pada tahun 2022 dan mensukseskan program Bangga Buatan
Indonesia (BBI), serta melanjutkan Program Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk
pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan efek pengganda besar. Berbagai langkah
kebijakan dan reformasi struktural tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
sehingga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.

“Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sebesar 5,2% pada tahun 2022
dapat tercapai,” pungkas Menko Airlangga.

Resiko Penyelesaian
Resiko fiscal a. Mengontrol contigent liabilities
layaknya direct liabilities, dan
mengontrol implicit liabilities
layaknya explicit liabilities.
b. Meningkatkan koordinasi PPRF
dengan Kementerian dan Lembaga
(termasuk BUMN) untuk
mengidentifikasi risiko fiskal,
perumusan metode atau model
pengukuran risiko, sampai kepada
perumusan alternatif rekomendasi
tentang pengendalian/pengelolaan
risiko hingga implementasinya.
c. Menyediakan payung hukum untuk
sumber-sumber risiko untuk
menjamin proses pengelolaan risiko
bisa berjalan efektif.
d. Memonitor implementasi
pengelolaan risiko fiskal yang sudah
dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga.

Risiko Kurs Untuk itu Pemerintah berupaya


mengendalikan fluktuasi nilai tukar rupiah
dengan cara memotong subsidi BBM
dengan cara menaikkan harga BBM
bersubsidi (premium dan solar) sebesar
Rp.2.000 per liter. Selain itu pemerintah
juga terus menekan tingkat inflasi serendah
mungkin, menjaga stabilitas ekonomi,
tingkat suku bunga, politik, dan keamanan
nasional dan menciptakan iklim investasi
yang kondusif.
Risiko Inflasi Pemerintah harus mengalokasikan anggaran
lain-lain sebagai bentuk mitigasi atas resiko
ini. Alokasi anggaran ini salah satunya
adalah untuk stabilisasi harga kebutuhan
pangan. Alternatif , yang dapat dilakukan
antara lain dengan kegiatan dengan operasi
pasar yang dapat dilakukan dengan
melibatkan BUMN-BUMN (yang
profitable) melalui program Corporate
Social Responsibility (CSR).
Risiko Suku Bunga Bank sentral sebagai pemegang otoritas
moneter harus menetapkan tingkat suku
bunga yang tepat agar laju pertumbuhan
ekonomi dapat dipercepat dengan ingkat
inflasi yang terkendali. Melihat tren setelah
krisis dunia, khususnya di Amerika, suku
bunga akan masih ada pada level yang
rendah, oleh karena itu laju pertumbuhan
ekonomi sebesar sekitar 5% di tahun 2014
ini diharapkan bisa dicapai.
Risiko Harga Dan Lifting Minyak Mitigasi yang dilakukan Pemerintah terkait
dengan risiko fiskal dari minyak adalah
meningkatkan lifting sektor minyak bumi
dan gas, mengefisienkan cost recovery, dan
efisiensi dari impor minyak, mengurangi
konsumsi BBM dan mengembangkan
sumber energi alternatif seperti gas dan
biodiesel.
Risiko Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah telah mendorong perekonomian
melalui upaya penekanan suku bunga dan
inflasi, sehingga dapat terjadi peningkatan
investasi, industri, daya saing ekspor,
penguatan penyerapan belanja negara, serta
pemantapan ketahanan pangan dan energi.
Selain itu, risiko melambatnya laju
pertumbuhan ekonomi oleh Pemerintah
dimitigasi dengan mengurangi subsidi
BBM untuk meningkatkan belanja publik
infrastruktur, terutama jalan dan jembatan
di daerah yang tertinggal, melakukan
program pemberdayaan masyarakat seperti
program Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), stimulus fiskal untuk
mengungkit kegiatan perekonomian,
penciptaan iklim investasi yang mudah,
murah dan kondusif.

Anda mungkin juga menyukai