Anda di halaman 1dari 6

Saran judul : Penegakan Hukum atas Kasus HAM Berat di Indonesia Pada Era

Reformasi

Abstrak

Hak asasi manusia merupakan hal penting dalam diri manusia yang harus dijaga dan

tidak boleh dilanggar. Oleh karenanya, negara Indonesia telah melakukan upaya

pemeliharaan hak asasi manusia. Hukum tersebut berlaku bagi seluruh rakyat

Indonesia yang berada maupun tidak berada di wilayah Indonesia.

Pendahuluan

Tinjauan Pustaka

Penegakan Hukum

Penegakan hukum akan selalu melibatkan manusia di dalamnya. Dengan

demikian penegakan hukum akan melibatkan tingkah laku dari manusia juga. Hukum

tidak bisa tegak dengan sendirinya. Ini berarti, hukum tidak mampu untuk

mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam

(peraturan-peraturan) hukum tersebut (Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran,

2007).

Dalam praktiknya, penegak hukum bertindak dalam kategori manusia dan bukan

sebagai jabatan. Para individu yang saat itu berada dalam posisi jabatannya, akan

cenderung memberikan penafsiran sendiri terhadap tugas-tugas yang harus

dilaksanakannya. Tentu telah disesuaikan dengan tingkat dan jenis pendidikannya,

kepribadiannya dan berbagai faktor lainnya.

Penegakan hukum bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri.

Kegiatan ini memiliki hubungan timbal balik yang erat dengan masyarakatnya. Oleh
karena itu, struktur masyarakat yang ada di belakang hukum tersebut sebaiknya tidak

diabaikan. Penegakan hukum dalam suatu masyarakat mempunyai kecenderungannya

sendiri, dimana ini disebabkan oleh struktur masyarakat di dalamnya. Struktur

masyarakat ini dapat dikatakan sebagai kendala, baik berupa penyediaan sarana sosial

yang memungkinkan penegakan hukum itu dijalankan, hingga memberikan

hambatan-hambatan yang menyebabkan suatu hukum tidak dapat atau kurang dapat

dijalankan dengan seksama (Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, 2007).

Dengan demikian, apabila kita berbicara mengenai penegakan ide-ide serta

konsep-konsep, maka dapat dirumuskan bahwa penegakan hukum adalah sebuah

usaha untuk mewujudkan ide yang dituangkan dalam peraturan hukum menjadi

kenyataan. Dengan kata lain, hukum atau peraturan itu ditaati oleh masyarakat.

Hak Asasi Manusia

Menurut UU No.39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat

hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang

Maha Esa, merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh negara hukum, Pemerintah, maupun setiap orang, demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Gagasan mengenai hak asasi manusia ini bersumber dari teori hak kodrati

(natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum

kodrati (natural law theory), yang apabila dirunut kembali sampai jauh ke belakang

hingga ke zaman kuno, dikenal dengan filsafat Stoika, yang terus berlanjut hingga ke

zaman modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas (Modul

1, Pengantar Hak Asasi Manusia dan Humaniter).

Hugo de Groot seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “Bapak

Hukum Internasional”, atau yang lebih dikenal dengan nama Latinnya, Grotius,
mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas. Ia memutus asal-usulnya

yang teistik dan kemudian membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang

rasional. Pada perkembangan selanjutnya berdasarkan landasan ini, salah seorang

kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori

hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang kemudian

melandasi munculnya revolusi hak yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan di

Perancis pada abad ke-17 dan ke-18 (PUSHAM UII Yogyakarta & Norwegian Center

for Human Rights (NCHR) Norwegia, dalam Modul 1, Pengantar Hak Asasi Manusia

dan Humaniter).

Sejarah HAM dimulai di Inggris sejak dideklarasikannya Magna Charta pada

1215. Magna Charta berisi tentang pembatasan kekuasaan raja yang tadinya absolut

menjadi terbatas. Dalam Magna Charta, Raja dapat dimintai pertanggungjawaban atas

kebijakannya di hadapan parlemen, dimana Raja secara tidak langsung bertanggung

jawab terhadap hukum dan rakyat. Sejarah berlanjut pada tahun 1689 dengan

dibentuknya Bill of Rights di Inggris, yang berisi persamaan kedudukan di hadapan

hukum. Sementara itu, perjalanan sejarah HAM di Amerika Serikat dimulai dengan

berdirinya negara merdeka di bekas wilayah koloni Inggris melalui The American

Declaration of Independence, disusul dengan The French Declaration yang merinci

lebih lanjut hak-hak yang kemudian disebut HAM, yang melahirkan The Rule of Law

(An Introduction to the Study of the Law of the Constitution dalam Modul 1).

Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa tidak boleh dilakukan penangkapan

sewenang-wenang tanpa alasan yang sah, maupun penahanan tanpa surat perintah

yang dikeluarkan oleh Pejabat sah (El –Muhtaj dalam Modul 1). Selain itu juga diatur

mengenai asas praduga tak bersalah, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, hak

kepemilikan, dan hak dasar lainnya. Hak-hak tersebut kemudian menjadi dasar
pemikiran dalam merumuskan HAM secara universal yang kemudian dikenal dengan

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan disahkan oleh PBB pada tahun 1948.

Dengan demikian, HAM merupakan suatu hak dasar yang melekat pada diri tiap

manusia (Modul 1).

Pembahasan

Penegakan hukum HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang

terjadi di masa lalu biasanya dilakukan melalui pengadilan. Berdasarkan pengalaman

dari banyak negara, kendala paling umum yang terjadi adalah sulitnya mencari alat

bukti, dan saksi. Hal ini dikarenakan kasusnya telah melampaui waktu yang relatif

lama, dan membuatnya tidak bisa menjangkau kasus dalam jumlah besar, memakan

waktu yang cukup lama dan berlarut-larut, hingga berpotensi gaga1 akibat tidak bisa

memenuhi syarat-syarat hukum formal dari proses hukum itu sendiri. Selain itu, cara

berpikir dan penilaian yang tidak objektif di kalangan aparatur penegak hukum

terhadap kasus yang terkontaminasi oleh oleh rezim sebelumnya.

Hal ini yang diungkapkan juga dalam Disertasi Suparman Marzuki dengan judul

“Politik Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia Pada Era Reformasi”

(Marzuki, 2010). Menurutnya, politik hukum HAM pada pemerintahan di era

reformasi berusaha menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dengan memproduksi

peraturan perundang-undangan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan

tersebut.

Pembentukan peraturan perundang-undangan ini diwujudkan dalam dua aspek,

yaitu :

1. Produk peraturan perundang-undangan yang bersifat umum dengan cakupan :

(i) pencabutan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan HAM, (ii)

pembebasan tahanan-tahanan politik, (iii) mencabut dan membuat peraturan


perundang-undangan baru untuk mereformasi kekuasaan-kekuasaan politik, (iv)

mencabut dan membuat peraturan perundang-undangan baru untuk mereformasi

institusi-institusi hukum dan keamanan.

2. Produk peraturan perundang-undangan bersifat khusus yang memuat substansi

perlindungan HAM, serta peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Tahap yang dapat disebut sebagai tahap legislasi ini dinilai cukup responsif pada

proses dan substansi terhadap hukum-hukum umum yang tidak terkait langsung

dengan penyelesaian HAM di masa lalu. Hanya saja, apabila dihadapkan dengan

produk hukum HAM yang menjadi dasar hukum penyelesaian pelanggaran HAM, ia

tidak lagi menjadi responsif dalam konteks substansi.

Kelemahan substansi pada produk hukum nantinya dapat berimplikasi pada

penegakannya. Misalnya pengadilan HAM ad hoc pada kasus Timor Timur dan

Tanjung Priok yang akhirnya tidak berhasil menghukum pelaku. Hal ini dapat

menunjukkan jika peraturan perundang-undangan dapat menjadi tidak lagi responsif

untuk menegakkan HAM.

Politik hukum HAM di era reformasi terhadap kasus pelanggaran HAM di masa

lalu lebih cenderung berusaha mengakhiri dan menutup, bukannya mengadili dan

menghukum pelaku. Ini lebih ditujukan untuk menyelesaikan hutang masa lalu yang

masih tersisa di satu sisi, serta kepentingan untuk membangun kehidupan manusia

yang lebih baik dengan mencegah terulangnya pelanggaran HAM dalam bentuk dan

skala yang lain.

Simpulan
Saran

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai