KELOMPOK 4:
Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan segar,
seperti pada susu segar, buah-buahan dan sayuran. Pencoklatan enzimatik terjadi pada
buahbuahan yang banyak mengandung substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses
pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Reaksi ini dapat terjadi bila
jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena kerusakan secara mekanis yang dapat
menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak
dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti
katekin, asam kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh
enzim phenolase. Wiley-Blackwell (2012).
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan dan juga dampak
yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang 4
terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase bertanggung jawab
terhadap karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti
kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk
bahan pangan segar sehingga dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika
memotong buah apel atau pisang. Selang beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut akan
berubah warna menjadi coklat. Wiley-Blackwell (2012).
Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan
rasa serta hilangnya nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan
dalam penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk tersebut.
Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis pada bahan pangan dapat dihambat melalui
beberapa metode berdasarkan prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan
enzim, penggunaan chelating agents, oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara
konvensional yang biasa dilakukan adalah perlakuan perendaman bahan pangan dalam air,
larutan asam sitrat maupun larutan sulfit. Wiley-Blackwell (2012).
Kandungan pH
pH merupakan derajat keasaman yang dapat menentukan kualitas bahan hasil pertanian,
Alasannya adalah karena pH merupakan tolak ukur penghambat munculnya kontaminan biologis
seperti bakteri, jamur dan mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan rusaknya tekstur,
rasa maupun gizi yang terkandung dalam produk. Pada buah dan sayuran kemasan, pH memiliki
pengaruh penting sehingga harus dilakukan monitoring dari saat proses pemotongan, pencucian
dan proses lainnya. Hal ini karena kontaminasi pada buah dan sayuran tidak hanya disebabkan
oleh mikroogranisme, tetapi juga disebabkan oleh reaksi enzim yang terkandung di dalamnya.
pH atau derajat keasaman terdiri dari 3 kriteria, dimana netral, asam dan basa. Mikroba umunya
berkembang baik pada pH 6-7, sedangkan bakteri bisa tumbuh mulai dari pH 4-7 (Waluyo,
2005).
Secara umum suatu larutan dapat bersifat asam, basa, dan netral atau garam. Sifat keasaman
larutan tersebut, apakah dia bersifat asam atau basa dapat diketahui dengan menggunakan
indikator asam-basa. Berdasarkan rentang nilai pH (derajat keasaman), asam berarti larutan yang
memiliki nilai pH dibawah 7, sedangkan basa memiliki pH di atas 7, dan larutan dikatakan
bersifat netral jika larutan tersebut memiliki nilai pH 7. Pengukuran sifat asam, basa, atau netral
suatu bahan hasil pertanian dapat menggunakan kertas lakmus. Untuk mempermudah dalam
penggunaan kertas lakmus untuk mengidentifikasi sifat asam, basa dan netral, dirangkumkan
sebagai berikut:
Larutan bersifat asam jika lakmus merah tetap berwarna merah dan lakmus biru
berubah warna menjadi merah (semua kertas lakmus berwarna merah)
Larutan bersifat basa jika lakmus merah berubah warna menjadi biru dan lakmus biru
tetap berwarna biru (semua kertas lakmus berwarna biru)
Larutan netral adalah ketika kertas lakmus merah tetap merah dan biru tetap biru
(tidak ada perubahan warna lakmus)
Pengukuran pH bahan pangan dapat menggunakan indicator pH atau pH meter. Kertas pH
universal adalah salah satu jenis indikator asam basa yang berbentuk kertas seperti lakmus. Suatu
kertas pH Universal memiliki beberapa warna. Warna pada kertas pH Universal menunjukkan
skala nilai pH yang dimulai dari pH 1 sampai pH 14. Oleh karenanya kertas pH Universal tidak
hanya berfungsi untuk mengetahui sifat asam-basa, tapi juga dapat untuk mengetahui dan
mengukur nilai pH suatu larutan. Cara kerja indikator universal adalah dengan mengalami
perubahan warna menjadi warna tertentu yang menunjukkan nilai pH larutan yang diuji. Cara
menggunakan pH universal sama dengan cara penggunaan kertas lakmus, yaitu dengan cara
dicelupkan ke dalam larutan yang ingin diuji atau diukur nilai keasaman/kebasaannya.
Kandungan AW
Nilai aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan, yaitu perbandingan antara tekanan uap air
larutan dengan tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Jadi,
air murni mempunyai aw 1,0. Pada keadaan seimbang, aw akan seimbang dengan RH atau aw
sama dengan RH/100.
Aktivitas air (aw) berpengaruh terhadap stabilitas pangan. Berbagai reaksi kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan terjadi pada tingkat aw tertentu. Sebagai contoh,
kenaikan di atas zona I dan zona II akan menyebabkan terjadinya oksidasi lipida. Hal ini
dimungkinkan karena air pada zona I mengikat hidroperoksida dan terlibat dalam dekomposisi,
sehingga terjadi oksidasi.
Kenaikan air di atas zona I dan II menyebabkan kelarutan O2 naik dalam air dan makromolekul
mengembang sehingga mengekspos bagian katalitik dari lipida sehingga mepercepat oksidasi.
Selain reaksi kimia, kerusakan karena mikorba pun terjadi pada aw tertentu. Kebutuhan mikroba
akan air juga dinyatakan dalam istilah aw (water activity). Sebagian besar bakteri membutuhkan
nilai aw 0,75-1,00 untuk tumbuh. Beberapa ragi dan kapang tumbuh lambat pada nilai aw 0,62.
BAB III METODE PRAKTIKUM
Bahan
Apel
Biskuit
Cuka
4.1 Hasil
Proses Browning enzimatis
Hasil Pengamatan (Warna) Berat (gr)
Bahan
1 menit 2 menit 3 menit 4 menit Awal Akhir
Apel Belum ada Mulai Pada Bagian 91,9gr 90gr
perubahan berubah bagian tengah buah
yang warna pinggir mulai
terjadi menjadi buah mulai berwarna
pada kecoklatan terjadi kecoklatan.
sample namun perbuahan Sehingga
buah apel tidak warna. pada seluruh
menyeluruh permukaan
sample buah
telah
berubah
warna
kecoklatan
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Perubahan warna pada buah apel dipengaruhi oleh reaksi antara oksigen di udara dan
enzim polyphenol oxidase (PPO) yang ada dalam buah apel. Saat apel diiris atau digigit,
oksigen akan mengenai bagian yang diiris atau digigit itu. Saat ada oksigen dalam sel,
enzim PPO akan mengoksidasi senyawa phenol yang ada di jaringan apel. Oksidasi
adalah penggabungan suatu zat dengan oksigen. Pada
proses oksidasi senyawa phenol, terjadi reaksi kimia yang menghasilkan zat warna
(pigmen) melanin. Melanin merupakan pigmen warna gelap. Inilah mengapa hasil dari
reaksi oksidasi pada buah apel itu membuat warna daging buah apel berubah jadi
kecokelatan. Proses perubahan warna buah apel menjadi kecokelatan ini juga
disebut enzymatic browning.
Larutan cuka memerahkan kertas lakmus biru. Jika larutan bersifat asam, maka kertas
lakmus biru akan berubah menjadi merah, sedangkan kertas lakmus merah tidak akan
berubah warna (tetap berwarna merah). Bahan kimia dengan pH lebih rendah daripada 7
hingga 0 dianggap sebagai asam. Oleh karena itu pengamatn yang dilakukan pada kertas
indicator pH menghasilkan pH 3 sehingga bersifat asam.
Aktivitas air (AW) adalah ukuran yang menggambarkan ketersediaan air untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Nilai Aw berkisar antara 0-1, aktivitas air = 0 terdapat
pada produk-roduk yang sangat kering. Pada produk-produk yang sangat basah
mempunyai Aw 1 yang berarti kadar airnya mencapai 100%. Mikroba hanya dapat
tumbuh pada kisaran Aw tertentu. Oleh karena itu, untuk mencegah pertumbuhan
mikroba, maka Aw bahan harus diatur dengan cara mnghilangkan sebagian air pada
bahan sehingga mencpai kadar air tertentu.
BAB V KESIMPULAN
Bahan hasil pertanian dimanfaatkan untuk industri pangan dan nonpangan. Bahan hasil pertanian
umumnya dikelompokkan sebagai serealia (biji-bijian dan sumber karbohidrat), kacang-
kacangan, umbi-umbian, hortikultura, produk perkebunan, bahan sumber minyak atsiri, bahan
serat, hasil peternakan, hasil perairan, dan kelompok lainnya.
Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan segar,
seperti pada susu segar, buah-buahan dan sayuran. Pencoklatan enzimatik terjadi pada
buahbuahan yang banyak mengandung substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses
pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Reaksi ini dapat terjadi bila
jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena kerusakan secara mekanis yang dapat
menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman.
Perubahan warna pada buah apel dipengaruhi oleh reaksi antara oksigen di udara dan
enzim polyphenol oxidase (PPO) yang ada dalam buah apel. Saat apel diiris atau digigit, oksigen
akan mengenai bagian yang diiris atau digigit itu. Saat ada oksigen dalam sel, enzim PPO akan
mengoksidasi senyawa phenol yang ada di jaringan apel.
Aktivitas air (AW) adalah ukuran yang menggambarkan ketersediaan air untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Nilai Aw berkisar antara 0-1, aktivitas air = 0 terdapat pada produk-roduk yang
sangat kering. Pada produk-produk yang sangat basah mempunyai Aw 1 yang berarti kadar
airnya mencapai 100%. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran Aw tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Nasarudin. 2021. “Kenapa Apel Berubah Jadi Kecoklatan Setelah Kulitnya Dikupas?”,
https://pontianak.tribunnews.com/2021/05/20/kenapa-apel-berubah-jadi-kecoklatan-
setelah-kulitnya-dikupas, diakses pada 16 November 2022 pukul 19.52