Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Masa remaja (aldolescence) merupakan masa terjadinya perubahan yang berlangsung


cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial. Masa ini merupakan masa
perlalihan dari anak-anak menuju remaja yang ditandai dengan banyak perubahan, di antaranya
pertambahan masa otot, jaringan lemak tubuh, dan perubahan hormon (Sari, 2012). Selain
perubahan tersebut remaja usia 13-15 tahun terjadi berbagai macam perilaku, pola hidup atau
gaya hidup dan dalam hal menentukan makanan yang akan di konsumsi. Sehingga perubuhan
tersebut mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang remaja (Nuraziah et al., 2019). Masa remaja
dibagi berdasarkan kondisi perkembangan fisik, psikologis, dan sosial. Remaja usia 13-15
tahun masuk dalam kelompok remaja awal, berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009):
1. Masa balita = 0 – 5 tahun.
2. Masa kanak- kanak = 6-11 tahun.
3. Masa remaja awal = 12-16 tahun.
4. Masa remaja akhir = 17-25 tahun.
5. Masa dewasa awal = 26-35 tahun.
6. Masa dewa akhir = 36-45 tahun.
7. Masa lansia awal = 46-55 tahun.
8. Masa lansia akhir = 56- 65 tahun.
9. Masa manula = 65 – atas. (Amin & Juniati, 2017)

Kebutuhan Zat Gizi Makro Anak Remaja Usia 10-15 Tahun


Tabel 1.1:
Kebutuhan Zat Gizi Makro Anak Remaja Usia 10-15 Tahun

KEBUTUHAN ZAT GIZI


NO. SEX
E (Kkal) P (Gr) L (Gr) KH (Gr) S (Gr) Air (Cc)
1. LK 2475 72 83 340 35 2000
2. P 2125 69 71 292 30 2000
Tabel 1.2:
Kebutuhan Zat Gizi Mikro Anak Remaja

KEBUTUHAN ZAT GIZI

NO. SEX
Vit A Vit D Vit E Vit K Vit Vit
(mcg) (mcg) (mcg) B12 C
(mcg) (mcg) (mg)
1. LK 600 15 12 55 2,4 75
2. P 600 15 15 55 2,4 65
Tabel 1.3:
Kebutuhan Zat Gizi Mineral Anak Remaja

KEBUTUHAN ZAT GIZI


NO. SEX
Ca (mg) F (mg) Na K Besi/Fe Yod Seng
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg)
1. LK 600 15 12 55 2,4 75 18
2. P 600 15 15 55 2,4 65 16

Tabel 1.4:
Kebutuhan Zat Gizi Makro Anak Remaja Usia 16-18 Tahun

KEBUTUHAN ZAT GIZI


NO. SEX
E (Kkal) P (Gr) L (Gr) KH (Gr) S (Gr) Air
(Cc)
1. LK 2676 66 89 368 37 2200
2. P 2125 59 71 292 30 2100

Tabel 1. 5:
Kebutuhan Zat Gizi Mikro Anak Remaja

KEBUTUHAN ZAT GIZI


NO. SEX
Vit A Vit D Vit E Vit K Vit B12 Vit C
(mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mcg) (mg)
1. LK 600 15 15 55 2,4 90
2. P 600 15 15 55 2,4 75
Tabel 1.6:
Kebutuhan Zat Gizi Mineral Anak Remaja

KEBUTUHAN ZAT GIZI


NO. SEX
Ca (mg) F (mg) Na (mg) K Besi/Fe Yod Seng
(mg) (mg) (mcg) (mg)
1. LK 1200 1200 1500 4700 15 150 17
2. P 1200 1200 1500 4700 26 150 14

Agar lebih mudah, berikut contoh menu untuk satu hari yang dapat membantu
memenuhi kebutuhan gizi seimbang pada remaja:

Tabel 1.7: Contoh Menu Seimbang

Satu Hari Untuk Remaja


NO. WAKTU MAKAN MAKANAN BERAT (Gram)
1 Pagi/Sarapan Nasi uduk 150
07.00 Telur ayam balado 100
Tahu goreng 50
Cah Kol 75
Susu 100 ml
2 Snack Jeruk 250
10.00
3 Siang Nasi 250
13.00 Daging sapi lada 75
hitam 50
Tempe goring tepung 100
Tumis brokoli + kol
4 Snack Kiwi 250
16.00
5 Siang Nasi 250
19.00 Daging ayam paha 75
bakar 40
Tumis oncom 100
Tumis buncis 100 ml
Susu
2.2 Pola Makan
2.2.1 Pengertian
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebiasaan makan
adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya. Kebiasaan
makan yang dimaksud adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makanan meliputi sikap, kepercayaan dan perilaku memilih makanan. (Suyatno,
2010) mengatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara-cara individu atau kelompok
individu dalam memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia yang
didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya dimana seseorang hidup.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Ada dua faktor yang mempengaruhi pola makan, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri
yang meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan serta penilaian yang
lebih terhadap makanan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri
manusia yang meliputi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan agama (Suyatno,
2010). Berikut akan dijelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi pola makan,yaitu:

1. Budaya
Keberadaan makanan memberikan warna-warni kehidupan yang berbeda antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. Makanan merupakan entitas budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam tatanan kehidupan manusia sehingga makna dari
makanan itu justru mengandung makna yang luas dibandingkan hanya sebagai bahan
konsumsi manusia (Sudarma, 2008). Budaya cukup menentukan jenis makanan yang
sering dikonsumsi. Pola makan dan konsumsi suatu makanan pada kehidupan
manusia terus menerus berubah seiring dengan perkembangan masa atau jaman.

7
8

Setiap masyarakat memiliki persepsi berbeda-beda mengenai makanan yang


dikonsumsinya. Perbedaan persepsi ini dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang
berlaku di masyarakat tersebut. Suku-suku di Indonesia sangat beragam sehingga
beragam juga jenis makanan dan tata cara makannya. Setiap suku mempunyai
keyakinan yang berbeda mengenai pengkonsumsian makanan dan pola makan yang
diturunkan oleh nenek moyang mereka. Kepercayaan suatu masyarakat tentang
makanan berakibat pada kebiasaan makan dan status gizi yang dialami oleh
masyarakat tersebut. Dalam antropologi, kebiasaan makan sebagai sesuatu yang
sangat kompleks karena menyangkut tentang cara memasak, suka dan tidak suka,
adanya kepercayaan (religi), pantangan-pantangan dan persepsi mistis (tahayul) yang
berkaitan dengan kategori makan: produksi, persiapan, dan konsumsi makan.
Dominasi kebudayaan menjadi sangat berperan terutama dalam pola makannya
(Suyatno,2010).
Pola makan masyarakat modern cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji
(fast food). Pola makan ini terjadi lantaran ritme kehidupan, tingginya jam kerja dan
kompetisi hidup yang membutuhkan segala bentuk kehidupan yang serba cepat,
instan, dan praktis. Padahal kandungan nutrisi dibalik makanan cepat saji tersebut
justru membahayakan tubuh. Ini dapat dilihat dari kandungan garam yang sangat
tinggi dan kolesterol jahat. Remaja saat ini menjadi salah satu lakon kehidupan
modern yang sangat tinggi dan padat, mereka mulai terlibat secara individual dalam
ritme kehidupan tersebut. Akhirnya mereka mengkonsumsi makanan yang cepat saji
dan pola makan yang tidak teratur dalam memenuhi kebutuhan makannya.
2. Agama/Kepercayaan
Agama/kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi dan
pola makan yang dianjurkan. Setiap agama mempunyai aturan-aturan yang berbeda
untuk umatnya dalam berbagai aspek kehidupan, contohnya dalam hal makanan baik
jenis makanannya maupun cara makannya. Islam dalam kitab sucinya, Al-Quran sudah
mengatur sedemikian rupa tatacara yang berhubungan dengan makanan baik itu aturan
cara makan dan pola makan yang baik sesuai dengan syariah. Hal ini dapat dilihat
dalam QS Al Maidah: 88, Annahl: 14, dan Al- A’raf: 31. Islam mengajarkan umatnya
agar makan disaat benar-benar lapar dan berhenti sebelum kenyang. Pola makan
masyarakat saat ini adalah makan sampai kenyang, jika belum kenyang akan terus
makan tanpa berhenti.
9

Sedangkan kebiasaan makan seperti itu sangat bereseiko dalam kesehatan. Jenis-
jenis makanan yang dilarang tiap agama juga berbeda. Tiap agama mempunyai suatu
alasan yang menurut mereka sudah merupaka ketentuan Tuhan yang wajib mereka
taati, jika dilanggar mereka akan terkena dosa besar yang tidak dapat diampuni oleh
Tuhan. Islam dan Yahudi melarang umatnya makan makanan yang mengandung unsure
babi namun dalam agama lain hal itu bukanlah merupakan pelanggaran karena
agamanya memperbolehkan makan makanan yang mengandung babi.
kenyang, jika belum kenyang akan terus makan tanpa berhenti. Padahal kebiasaan
makan seperti itu sangat bereseiko dalam kesehatan. Jenis-jenis makanan yang dilarang
tiap agama juga berbeda. Tiap agama mempunyai suatu alasan yang menurut mereka
sudah merupaka ketentuan Tuhan yang wajib mereka taati, jika dilanggar mereka akan
terkena dosa besar yang tidak dapat diampuni oleh Tuhan. Islam dan Yahudi melarang
umatnya makan makanan yang mengandung unsure babi namun dalam agama lain hal
itu bukanlah merupakan pelanggaran karena agamanya memperbolehkan makan
makanan yang mengandung babi.
10

3. Keluarga

Keluarga merupakan gerbang pertama seorang anak menerima informasi,


mencari identitas, dan belajar kehidupan di luar. Untuk itulah jika ditemukan
kasus seseorang hidup dalam keluarga yang menganggap bentuk tubuh yang
kurus itu sebagai sesuatu yang ideal, maka seorang anak akan berpikir bahwa
tubuhnya kurus dapat diperoleh dari tidak mengkosumsi makanan apapun atau
dia akan makan tetapi dengan pola makan yang salah sehingga ia akan mengalami
gangguan pola makan. Pengaruh keluarga dalam pola atau kebiasaan makan pada
anak sangat besar.

Model yang dikembangkan oleh Lund dan Burk (1969) dalam Panel on
Factors Affecting Food Selection Committee on Food Consumption Patterns
Food and Nutrition Board Commission on Life Sciences National Research
Council (2010), menganalisa tentang tingkah laku atau kebiasaan dari konsumsi
makan yang dilakukan oleh seorang anak. Kebiasaan makan ini dipengaruhi oleh
lingkungan sekolah, lingkungan rumah dan keluarga, motivasi anak dan kognitif
anak. Lingkungan rumah dan keluarga memberikan kontribusi faktor-faktor yang
mempengaruhi kebiasaan atau pola makan anak, yaitu bagaimana struktur dan
organisasi keluarga, bagaimana kegiatan atau penempatan sosial yang dilakukan
keluarga, riwayat mobilitas keluarga, tingkat ekonomi keluarga, pengetahuan dan
kepercayaan keluarga yang berhubungan dengan makanan, sikap dan nilai yang
dianut oleh keluarga berhubungan dengan makanan, dan karakteristik makanan
11

yang disajikan oleh keluarga. Di model ini jelas bahwa pola atau kebiasaan makan
seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan rumah dan keluarga.
a. Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang berawal dari lingkungan keluarga. Disini akan


diperolehnya tentang makanan baik jenis makanan maupun pola atau kebiasaan
makan yang nantinya akan diterapkannya. Pengetahuan ini akan semakin
berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan diri orang tersebut.
Perkembangan pengetahuan seseorang dimulai dari perkembangan kognitifnya
yang sesuai umurnya sampai akhir hayatnya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudahnya ia memperoleh pengetahuan tentang makanan
mana yang sehat dan berguna bagi dirinya. Selain itu, dia dapat memperkirakan
kandung gizi dan kalori dari suatu makanan sehingga membuat ia mampu
menentukan dan menghitung kandungan makanan yang sesuai dengan kebutuhan
tubuhnya.

Sistem pendidikan di Indonesia tidak menyebar secara merata sampai ke


penjuru desa. Ini dapat dilihat dari ketidaktahuannya ibu- ibu di pedesaan tentang
nilai gizi dalam yang terkandung dalam suatu makanan sehingga dalam
menyajikan makanan untuk suami dan anak tidak sesuai dengn kebutuhan
masing-masing anggota keluarga. Pada masyarakat perkotaan, disebabkan ritme
kehidupan yang padat, tinggi kompetensi, dan cepat sehingga membuat pola
makan mereka berubah menyesuai ritme tersebut. Makanan yang dikonsumsi
hanya dilihat dari cara penyajian yang cepat, simple, murah, dan menyita waktu
tanpa memperhatikan nilai kandungan gizi makanan tersebut.

Pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi seimbang sebenarnya


mudah didapat atau peroleh namun hal tersebut bergeser atau terkalahkan dengan
pendidikan tentang kehidupan modern yang praktis dan bergengsi (Noorkasiani,
Heryati, & Rita Ismail, 2009).
b. Status Sosial dan Ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi
oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah
atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi seperti makanan
siap saji (fast food), daging, buah dan sayuran yang mahal. Peningkatan
pendapatan
12

pada kelompok masyarakat tertentu misalnya di perkotaan menyebabkan


perubahan pola makan. Pola makan tradisional mulai ditinggalkan padahal pola
makan tradisional mengandung tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak.
Semakin tinggi pendapatan semakin besar proporsi pengeluaran untuk makanan
jadi dari jumlah total pengeluaran pangan. Pengeluaran untuk makanan jadi
(termasuk fast food) di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta lebih
besar, yaitu sekitar seperempat dari total pengeluaran pangan (Manurung, 2010).

Fenomena yang terjadi pada masyarakat perkotaan saat ini dengan kedua
orangtua yang bekerja adalah menyiapkan segala sesuatu dengan cara cepat saji
dan instan, begitu pula pada penyediaan makanan bagi keluarga. Pekerjaan dan
penghasilan orangtua mempunyai pengaruh yang besar dalam pola makan dan
jenis makanan yang mereka berikan kepada anak dan keluarga mereka. Modern
dan globalisasi menuntut masyarakat untuk dapat bertahan dan bersaing dalam
kehidupan ini, termasuk dengan banyak kedua orangtua bekerja, terutama ibu. Ibu
yang bekerja di luar rumah membuat semakin berubahnya pola makan penduduk
terutama keluarga. (Noorkasiani, Heryati, & Rita Ismail,2009).

Orang tua dengan tingkat kesibukan yang tinggi pada umumnya


mempunyai kebiasaan melepas perannya dalam mengontrol makanan anak-
anaknya pada orang yang di rumah atau membelikan makanan yang cepat saji dan
instan untuk anak- anak mereka. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap
kebiasaan makan karena pola makan anak berkembang sesuai dengan perilaku
orang di lingkungannya yang dijadikannya contoh. Keterlibatan remaja dalam
suatu organisasi akan dapat mengubah persepsi, pandangan, dan pengetahuannya
mengenai makanan. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya interaksi yang terus
menerus sehingga dapat membentuk pola pikir yang baru. Anak akan melihat apa
yang dimakan oleh anggota keluarga yang lain sehingga ia akan merekam dalam
otaknya. Remaja yang mempunyai kelompok sosial sendiri lebih memperhatikan
dan mengikuti apa yang yang dilakukan oleh anggota kelompok sosialnya
tersebut, seperti dalam perihal asupan makanan.
1. Psikologis
Psikologis seseorang dipengaruhi oleh keadaan hatinya. Ada sebagian orang
makan lebih banyak sebagai respon terhadap keadaan mood yang jelek seperti
13

sedih, bosan, marah dan stress. Makanakan menjadi pelampiasan dari situasi-
situasi tersebut. Sebagian lagi mungkin mengalami gangguan makan seperti
dorongan yang kurang terkendali (binge eating) walaupun sudah kenyang, atau
kebiasaan mengemil yang sulit dihentikan.
2. Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan, misalnya kemudahan
mendapatkan makanan seperti fast food. Lingkungan juga memberikan andil yang
cukup besar dalam kebiasaan makan seseorang. Model Lund dan Burk (1969)
dalam Suyatno (2010) menjelaskan tentang pengaruh lingkungan yang berdampak
pada kebiasaan atau pola makan anak. Lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah ataukeluarga.

Pola makan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah pada dasarnya


dipengaruhi oleh faktor dari diri anak tersebut dan gurunya. Faktor-faktor dalam
diri anak tentang masalah kebiasaan atau pola makan adalah pengalaman tentang
makan dan makanan, pendidikan yang berhubungan dengan makanan atau nutrisi.
Guru juga mempunyai peranan dalam menentukan pola makan anak didiknya, ini
didasari atas pengetahuan dan sikapnya yang berhubungan denganmakanan.
3. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.
Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan
yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar
dari pada makan. Pola makan seseorang dapat berubah jika sedang mengalami
gangguan kesehatan.
4. Pengaruh teman sebaya
Keterlibatan remaja dalam suatu organisasi akan dapat mengubah persepsi,
pandangan, dan pengetahuannya mengenai makanan. Keadaan ini dapat terjadi
karena adanya interaksi yang terus menerus sehingga dapat membentuk pola pikir
yang baru. Keterlibatan remaja dalam kelompoknya merupakan suatu proses
sosialisasi,kebutuhan dalam hal menerima penghargaan, kebutuhan akan
perhatian dari orang sekitarnya, dan menemukan dunianya sendiri (Yunani,
2016).
14

Remaja yang mempunyai kelompok sosial sendiri lebih memperhatikan dan


mengikuti apa yang yang dilakukan oleh anggota kelompok sosialnya tersebut,
seperti dalam perihal asupan makanan. Dengan adanya aktivitas dan interaksi
secara terus menerus sehingga dapat menularkan kebiasaan-kebiasaan yang
bermacam-macam pada kelompok remaja, yang nantinya akan dipilih dan
dijadikan kebiasaan untuk kelompok tersebut. Aktivitas yang banyak dilakukan di
luar rumah membuat individu sering dipengaruhi teman sebayanya. Salah satu
dari kebiasaan-kebiasaan ini adalah kebiasaan makan atau pola makan. Pemilihan
makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi,
untuk kesenangan, dan supaya tidak kehilangan status (Yunani, 2016).
5. Body Image
Remaja yang mempunyai kebiasaan atau pola makan buruk, identik
berkaitan dengan body image yang dimilikinya. Bagaimana pola makannya bisa
terbentuk baik, ini bisa dilihat dari kriteria- kriteria body image yang ia pahami.
Kriteria- kriteria ini biasanya berasal dari lingkungan keluarga, rumah, dan
sekolah. Individu merasa tidak puas dengan penampilannya sendiri. Mereka
menginginkan penampilan yang ideal seperti bintang film, penyanyi dan model.
Banyak idola para remaja mengidap gangguan pola makan (binge eating) agar
mendapat body image ideal menurut versi mereka. Remaja putri umumnya
memiliki gambaran body image yang ideal, awalnya berasal dari lingkungan
keluarga terutama ibu atau saudara perempuan. Remaja putri yang mengalami
gangguan pola makan seperti binge eating atau anoreksia, saat dikaji oleh petugas
kesehatan akan ditemukan fakta bahwa mereka mempunyai ibu, saudara, atau
tante yang mengalami gangguan pola makan dan citra tubuh. (Noorkasiani,
Heryati, & Rita Ismail, 2009).

6. Personal Preference

Kebiasaan makan bukan merupakan bawaan dari lahir tetapi merupakan


hasil belajar yang dilakukan sejak kanak-kanak Sikap seseorang tentang suka atau
tidak suka terhadap suatu makanan dapat berpengaruh pada kegiatan konsumsi
makanan, sedangkan kombinasi dan variasi rupa, rasa, warna dan bentuk
makanan dapat mempengaruhi nafsu makan seseorang. Hal-hal yang disukai dan
tidak disukai baik dari rasa atau penampilan makanan sangat berpengaruh
terhadap pola makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya
sejak dari masa kanak-
15

kanak hingga dewasa. Misalnya, seorang anak menyukai atau tidak menyukai
sayur-sayuran atau buah-buahan, dipengaruhi oleh kebiasaan orang di sekitarnya
termasuk orangtua, saudara kandung bahkan teman- temannya.
7. Rasa lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan
karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan
merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk
makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah
memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan
mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf
pusat, yaitu hipotalamus. Pola makan masyarakat saat ini adalah makan sampai
kenyang. Pola makan yang buruk ini justru berbahaya bagi kesehatan. Padahal
tubuh ini sudah mempunyai pola yang sudah demikian baiknya diatur Tuhan
dalam mengontrol rasa lapar dan kenyang.

A. Pengukuran Pola Makan


Pada tahun 1938, Burke & Stuart meminta ibu-ibu untuk terus mencatat
semua makanan selama 24 jam yang dikonsumsi anak mereka yang diikutkan
pada pusat penelitian kesehatan dan perkembangan anak, Harvard School Of
Public Health. Ibu-ibu tersebut kemudian diwawancarai (sebagai cek silang)
tentang asupan pangan anak mereka pada 24 jam sebelumnya. Penilaian ini
merupakan salah satu metode yang saat ini lazim digunakan, yaitu metode ingatan
24 jam (24- hour recall) dan catatan makanan (dietary record).

Metode penilaian konsumsi pangan individual dapat dikelompokkan


menjadi dua kelompok utama.Kelompok pertama disebut sebagai metode harian
kuantitatif, yang terdiri atas ingatan (recall) dan catatan (record). Metode ini
dirancang untuk mengukur kuantitas pangan yang dikonsumsi individu selama
kurun waktu satu hari. Dengan meningkatkan jumlah hari pengukuran pada
metode ini, perkiraan kuantitatif akan asupan actual saat ini, atau untuk periode
waktu yang lebih lama, asupan kebiasaan individual dapat diperoleh. Penilaian
asupan kebiasaan (usual intake) terutama penting ketika menilai hubungan antara
diet dan parameter biologis.
16

Kelompok kedua adalah metode riwayat makanan dan frekuensi konsumsi


pangan (food frequency questionnaire, FFQ).Keduanya memperoleh informasi
retrospektif pola konsumsi pangan pada periode yang lama di masa lalu.Metode
ini lazim digunakan untuk menilai asupan kebiasaan pangan atau kelompok
pangan spesifik. Dengan modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan
kebiasaan zat gizi.

Ada enam metode yang lazim digunakan untuk menilai konsumsi pangan
individu: (a) metode ingatan 24 jam (24 hours recall method), (b) metode
pengulangan ingatan dalam 24 jam (repeated 24 hours recall method), (c) metode
pencatatan makanan (food record method), (d) metode penimbangan pangan
(weighed food method), (g) metode riwayat makanan (dietary history) dan (f)
metode frekuensi konsumsi pangan (food frequency method) yang masing-masing
akan diuraikan berikut ini.
1. Metode Ingatan 24 jam (Food Recall)
Metode ingatan 24 jam yang dikembangkan oleh Mc Henry (1939), Kruse
dan koleganya (1940) dan Burke (1947) adalah metode penilaian konsumsi
pangan paling lazim digunakan. Metode ingatan 24 jam adalah metode untuk
menilai konsumsi pangan individual dengan cara mengingat-ingat pangan aja saja
yang dikonsumsi seseorang pada kurun waktu 24 jam yang lalu. Untuk ini,
pewawancara menggunakan suatu alat bantu yang dikenal sebagai formulir
ingatan 24 jam.

Peneliti atau pewawancara menanyakan kepada subjek tentang jenis dan


kuantitas pangan yang dikonsumsinya pada periode 24 jam yang lalu (terhitung
mulai saat terakhir subjek mengonsumsi pangan). Konsumsi suplemen vitamin
dan mineral juga ditanyakan. Apabila subjek yang hendak dinilai konsumsi
pangannya adalah anak-anak, yang belum bisa mengingat dan menceritakan
konsumsi pangannya dengan baik, maka responden pada wawancara ini boleh
orang tua atau saudara atau orang lain yang mengetahui dengan baik konsumsi
pangan anak yang bersangkutan.

Pewawancara boleh ahli gizi atau yang telah dilatih terlebih dahulu.Metode
ini tergolong cepat yang memerlukan waktu 10-20 menit untuk pewawancara
yang terampil.Oleh karena itu, metode ini menarik dari perspektif biaya.
Deskripsi
17

pangan atau minuman yag dikonsumsi antara lain Kuantitas, ukuran rumah tangga
(piring, sendok, dll), Jenis, Metode pemasakan/pengolahan, Merek (bagi produk
olahan). Metode ingatan 24 jam tunggal cocok diterapkan untuk menilai asupan
pangan/gizi rata- rata pada kelompok yang besar, kecuali untuk kelompok orang
dengan ingatan yang buruk (misalnya, orang berusia lanjut dan anak-anak).
Metode ini tidak cocok untuk menilai kebiasaan asupan pangan gizi individu.

Keberhasilan metode ingatan 24 jam ini tergantung pada daya ingat subjek,
kemampuan responden memberikan perkiraan ukuran/porsi yang akurat, tingkat
motivasi responden dan keuletan dan kesabaran pewawancara. Untuk membantu
subjek mengingat pangan yang dikonsumsinya, maka metode ini sering
membutuhkan alat bantu yang disebut food model. Food model adalah
sekumpulan model dari beberapa item pangan dalam bentuk dan ukuran dan
bentuk sama layaknya seperti pangan sebenarnya. Misalnya, untuk mengingatkan
subjek akan ukuran buah mangga yang dikonsumsinya, maka pewawancara dapat
menunjukkan model buah mangga dan meminta subjek untuk
membandingkannya dengan mangga yang dikonsumsinya berdasarkan
ingatannya. Akan tetapi, kadangkala subjek mungkin memperkirakan secara
berlebihan (overestimate) terhadap asupan rendah atau menduga kerendahan
(underestimate) terhadap asupan yang tinggi. Keadaan ini disebut sebagai flat-
slope-syndrome. Keadaan ini jugalah yang menjadi salah satu kelemahan metode
ingatan 24 jam.
2. Metode Pencatatan Makanan
Catatan makanan (dietary record) atau catatan harian diet (food diary)
adalah deskripsi lengkap jenis dan jumlah pangan dan minuman yang
dikonsumsi, setiap kali makan, pada periode tertentu yang ditetapkan, biasanya3-
7 hari. Catatan dapat berupa formulir khusus atau buku kecil yang berupa lembar
kosong atau telah berisi anjuran kategori pangan setiap hari.Pada beberapa
penerapan, pangan ditimbang atau diukur dengan prosedur tertentu.

Prosedur pencatatan, terutama yang berkaitan dengan deskripsi lengkap


jenis dan kuantitas pangan, harus dijelaskan kepada subjek atau responden.
Umumnya dengan pencatatan segera ini diharapkan kelupaan akan menjadi
minimal. Pencatatan ini kemungkinan akan mengubah perilaku makan. Hal ini
tidak diinginkan karena data yang diinginkan adalah asupan pangan yang lazim
pada
18

subjek atau keluarganya.

Pada metode ini, subjek atau responden saat konsumsi pangan diminta
untuk mencatat semua pangan (termasuk kudapan) yang dikonsumsi pada periode
waktu tertentu.Untuk makanan yang terdiri atas campuran bahan makanan
(misalnya gado-gado), kuantitas dari setiap bahan mentah yang digunakan dalam
resep makanan, berat akhir dari campuran makanan dan kuantitas yang
dikonsumsi oleh subjek harus dicatat, jika memungkinkan.

Ukuran porsi pangan dapat diperkirakan oleh responden dengan


menggunakan berbagai prosedur, yang masing-masing berbeda taraf presisinya.
Untuk mengukur porsi makan dapat digunakan ukuran rumah tangga baku seperti
piring, sendok makan. Pengukuran tambahan dapat dilakukan dengan
menggunakan rol (untuk dagig dan kue) dan hitungan (untuk telur dan
roti).Ukuran porsi biasanya dikonversi ke gram oleh peneliti sebelum menghitung
asupan zat gizi.

Jumlah hari yang diperlukan dalam metode ini bervariasi, biasanya tiga,
lima atau tujuh hari. Akhir minggu harus secara proporsional disertakan pada
periode survey makanan pada setiap objek untuk memperhitungkkan efek hari
dalam minggu yang potensial pada asupan pangan dan zat gizi.Tidak ada
kesepakatan tentang jumlah, jarak dan pemilihan hari pencatatan untuk
mencirikan baik asupan actual maupun asupan kebiasaan pangan dan zat gizi
individu dengan metode ini.
3. Metode Penimbangan Pangan
Metode penimbangan pangan lebih sering digunakan di Inggris dan Eropa
karena keluarga di sana hampir selalu menimbang pangannya. Metode
penimbangan pangan adalah metode yang paling akurat dalam memperkirakan
asupan kebuasaan atau asupan gizi individu.Data yang dihasilkan penting untuk
konseling diet dan untuk analisis statistic yang meliputi korelasi atau regresi
dengan parameter biologis.Pada metode ini, subjek atau responden diminta untuk
menimbang semua pangan yang dikonsumsi pada periode waktu tertentu. Lebih
jelasnya, subjek atau responden diminta untuk menimbang semua pangan yang
akan dikonsumsi (misalnya yang dimasukkan ke dalam piring) dan pangan yang
sisa. Kuantitas asupan pangan adalah selisih antara kuantitas yang akan
dikonsumsi
19

dengan kuantitas pangan yang sisa.

Untuk pangan yang dikonsumsi diluar rumah, subjek atau responden minta
untuk mendeskripsikan kuantitas atau jumlah pangan yang dikonsumsinya.
Peneliti atau pewawancara kemudian membeli dan menimbang porsi duplikat
pangan tersebut untuk memperkirakan kuantitas pangan yang dikonsumsi di luar
rumah tersebut.Seperti halnya metode pencatatan makanan, jumlah, jarak,
pemilihan hari untuk mencirikan asupan actual atau asupan kebiasaan individu
dengan metode penimbangan pangan bersifat bervariasi.Hal ini bergantung pada
zat gizi yang menjadi pokok perhatian, populasi penelitian, tujuan penelitian dan
sebagainya.Dengan metode ini pun, akhir minggu harus secara proporsional
disertakan pada periode survey makanan pada setiap subjek untuk
memperhitungkan efek akhir minggu pada asupan pangan dan zat gizi.

Metode ini sangat menuntut kerja sama dari subjek atau responden.
Kuantitas konsumsi yang lazim (kebiasaan) karena responden mungkin mengubah
jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi karena ia tahu konsumsi
pangannya sedang dinilai atau diamati. Hal lain yang mungkin terjadi adalah
subjek atau responden mengubah pola asupan kebiasaannya untuk mempermudah
penimbangan. Beban subjek lebih berap pada metode ini dibandingkan dengan
metode ingatan 24 jam, sehingga kemauannya untuk bekerja sama lebih rendah.
4. Metode Riwayat Makanan
Metode yang dikembangkan pertama kali oleh Bruke pada tahun 1947 ini
dimaksudkan untuk memperkirakan kebiasaan asupan pangan individu pada
periode waktu yang lama.Metode ini adalah metode wawancara yang terdiri dari
tiga komponen dan harus dilakukan oleh ahli gizi terlatih dalam teknik
wawancara. Komponen pertama adalah ingatan 24 jam dari asupan actual dan
pengumpulan informasi umum akan pola makan menyeluruh, baik pada saat
waktu makan maupun pada saat selingan. Informasi umum yang diperoleh
termasuk deskripsi lengkap makanan, frekuensi konsumsi dan porsi yang lazim
dalam rumah tangga. Pertanyaan yang lazim adalah: apa yang biasanya anda
makan pada saatsarapan?

Komponen kedua berperan sebagai cek silang bagi kebiasaan asupan,


metode ini terdiri atas kuesioner frekuensi konsumsi untuk jenis pangan khusus
yang
20

digunakan untuk memverifikasi atau mengklarifikasi informasi atas jenis dan


jumlah pangan yang diperoleh pada komponen pertama. Contoh pertanyaannya
adalah: apakah anda suka/tidak susu?

Komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi pangan selama tiga hari


dengan menggunakan ukuran rumah tangga. Kadang-kadang komponen yang
ketiga ini diabaikan.
5. Metode Frekuensi Konsumsi Pangan (FFQ)

Metode frekuensi konsumsi pangan dimaksudkan untuk memperoleh


informasi deskriptif kualitatif tentang pola kebiasaan konsumsi pangan. Secara
umum, metode ini tidak dihasilkan data kuantitas asupan pangan atau gizi. Prinsip
pendekatan frekuensi makan dalam kaitan antara asupan pangan (zat gizi) dengan
timbulnya penyakit adalah bahwa rata-rata asupan jangka panjang (misalnya,
diatas satu minggu, bulan atau tahun), merupakan paparan yang lebih bermakna
dibandingkan asupan pada beberapa hari.Oleh karena itu, perkiraan asupan
pangan secara kasar dalam jangka panjang lebih tepat dari pada perkiraan asupan
pangan periode yang singkat (yang diperoleh dengan metode ingatan 24 jam atau
metode penimbangan pangan).
Kuisoner atau formulir pengembangan frekuensi penggunaan bahan pangan
disesuaikan dengan prinsip pengembangan FFQ (food frequency questionare)
yaitu kandungan gizi dan frekuensi konsumsi. FFQ yang digunakan dalam
penelitian ini adalah FFQ murni, artinya tidak ada kuntitas (porsi) makanan
secara spesifik yang digunakan.
Pertimbangan kandungan gizi yang dimaksud adalah zat gizi yang memiliki
korelasi kuat dengan penyebab masalah gizi, sedangkan pertimbangan frekuensi
konsumsi yang dimaksud adalah untuk mengetahui dan memastikan bahwa hanya
makanan dengan frekuensi konsumsi relatif tinggi yang dimasukan ke dalam
formulir frekuensi penggunaaan bahan pangan. (Sirajuddin,dkk. 2015). Frekuensi
konsumsi bahan pangan menggunakan 6 tingkatan yaitu :

1) lebih dari 1x / hari (6-10 x seminggu) artinya bahan makanan dikonsumsi


lebih dari 1 kali perhari atau setiap kali makan

2) 1 x sehari (4-6 x seminggu), bahan makanan dikonsumsi hanya sekali


21

sehari atau 4-6 kali dalam seminggu

3) 3-6 kali / minggu

4) 2-3 kali / seminggu

5) Kurang dari 1 x perbulan

6) Tidak pernah
Selain metode penilaian konsumsi pangan yang disebutkan diatas, metode
baru yang dewasa ini digunakan dalam menilai konsumsi pangan individu adalah
metode telepon, fotografi dan perangkat elektronik untuk mencatat asupan
pangan. (Siagian,2010)
22

B. Aspek-aspek Pola Makan


Tindakan manusia terhadap makan dan makanan dipengaruhi oleh
berbagai aspek, yaitu pengetahuan, perasaan, persepsi terhadap makanan
tersebut. Menurut Levi dalam Purwaningrum (2008) mengemukakan aspek-
aspek pola makan adalah sebagai berikut :
1. Keteraturan makan
Keteraturan makan ini dilihat dari waktu yang digunakan untuk
makan dan apakah setiap waktu-waktu itu dipenuhinya dengan
melakukan kegiatan makan.
2. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa hal,
diantaranya dari cara makan. Dilihat dari cara makan seperti duduk,
berdiri atau sambil berbaring ketika makan. Tempat makan seperti
apakah yang dapat membuat peningkatan selera makan dan aktvitas apa
saja yang dilakukan ketika sedang makan.
1) Alasan makan
Makan dilakukan karena tuntutan kenutuhan fisiologis (rasa lapar),
kebutuhan psikologis (mood, perasaan, suasana hati), dan kebutuhan
sosial (konformitas antara teman sebaya, gengsi). Bermacam-macam
alasan inilah yang membuat seseorang memenuhi kebutuhan makannya
23

tercapai.
2) Jenis makanan yang dimakan
Jenis makan yang dimakan. Makan adalah suatu kegiatan yang
menyenagkan. Seseorang akan senang dan meningkat selera makannya
jika ia disajikan dengan jenis makan yang ia sukai atau gemari. Ini akan
berbanding terbalik disaat ia dihidangkan dengan jenis makanan yang ia
tidak sukai. Jenis makanan tersebut akan ia hindari bahkan tidak akan
disentuh sama sekali.

3) Perkiraan kandungan energi/ kalori dalam makanan.

Jumlah kalori dalam makanan akan diperhatikan seseorang terutama


jika ia sedang dalam kegiatan diet baik dalam pengobatan atau
pembentukan tubuh yang membuatnya tampak indah. Perkiraan kalori-
kalori ini akan diperhitungkan dan dipertimbangkannya saat ia memilih
jenis makanannya.

Permasalahan Gizi Remaja Cukup banyak masalah yang berdampak


negative terhadap kesehatan dan gizi remaja.Disamping penyakit atau
kondisi yang terbawa sejak lahir, penyalahgunaan obat, kecanduan alcohol
dan rokok serta hubungan seksual terlalu dini, terbukti menambah beban
para remaja. Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja serupa merupakan
kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defesiensi besi
serta kelebihan dan kekurangan berat badan. Yang agak sedikit berbeda
ialah cara menangani masalah itu. Pada kelebihan berat, misalnya
penanganan obesitas remaja ditujukan pada pengurangan berat itu sendiri.

Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski


asupan kalori dan protein sudah tercukupi, elemen lain seperti besi, kalsium
dan beberapa vitamin ternyata masih kurang. Survey terhadap mahasiswi
kedokteran di perancis misalnya, membuktikan bahwa 16% mahasiswi
kehabisan cadangan besi, sementara 75% menderita kekurangan. Penelitian
lain terhadap masyarakat miskin di kairo menunjukkan asupan besi sebagian
besar remaja putrid tidak mencukupi kebutuhan harian yang dianjurkan. Di
Negara yang sedang serkembang sekitar 27% remaja putra dan 26% remaja
24

putri menderita anemia; sementara dinegara maju angka tersebut hanya


berada pada bilangan 5% dan 7%. Secara garis besar, sebanyak 44% wanita
di Negara berkembang (10 negara asia tenggara, termasuk Indonesia)
mengalami anemia kekurangan besi, sementara ibu hamil lebih besar lagi,
yaitu 55%.

Di amerika serikat, sebagian remaja tidak memperoleh kalsium


sebanyak yang dianjurkan oleh RDA 18%. Remaja tidak setiap hari makan
buuah dan sayur, sementara kudapan asin dan manis 70% dimakan beberapa
kali (sepertiga dari mereka) setiap hari. Survey departemen pertanian
amerika serikat (1995) membuktikan bahwa remaja putri yang berusia 12-19
tahun, hanya mengonsumsi 777 mg kalsium sehari.Salah satu masalah serius
yang menghantui dunia kini adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang
ditayangkan dalam iklan televisi secara berlebihan. Makanan ini, meski
dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu banyak
mengandung gula serta lemak, disamping zat adiktif. Konsumsi makanan
jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain.
Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat (gula, lemak dan
adiktif secara berlebihan) ini menyebabkan remaja mengalami perubahan
patologis yang terlalu dini.

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada


kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia
lanjut. Kekurangan besi dapat menimbulkan anemia dan keletihan, kondisi
yang menyebabkan mereka tidak mampu merebut kesempatan bekerja.
Remaja memerlukan lebih banyak besi dan wanita membutuhkan lebih
banyak lagi untuk mengganti besi yang hilang bersama darah haid. Dampak
negative kekurangan mineral kerap tidak kelihatan sebelum mereka
mencapai usia dewasa. Contoh, kalsium sangat penting dalam pembentukan
tulang pada usia remaja dan dewasa muda. Kekurangan kalsium selagi muda
menyebabkan osteoporosis di usialanjut dan keadaan ini tidak dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan konsumsi zat ini ketika (tanda)
penyakit ini tampak.
25

Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energy mengakibatkan


pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja
cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. Sementara obesitas itu
sendiri merupakan salah satu factor risiko penyakit degenerative, seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, arthritis, penyakit kantong
empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai
gangguan kulit. Hampir separuh dari kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan sepertiga samapai setengah NIDD terkait pada factor
diet.Penurunan kandungan lemak, gula dan garam (ketiga zat ini banyak
terkandung dalam makanan modern) dapat memperbaiki penyakit
kardiovaskular, hipertensi dan diabetes mellitus. Selain itu, penurunan
tersebut yang disertai dengan peningkatan makanan berserat, berdampak
positif pada pencegahan penyakit lain yang biasanya muncul di usia dewasa,
misalnya kanker kolon.

Perilaku makan yang tidak sehat disertai kebersihan mulut yang buruk
dapat menyebabkan perusakan gigi dan gusi.Kondisi ini tidak hanya
menyebabkan gangguan kesehatan, tetapi juga penampilan. Mulut yang
tidak bersih menyebabkan penyakit gusi dan penanggalan gigi premature di
usia dewasa. Gigi berlubang dan tanggal merupakan masalah yang lazim
terjadi dinegara maju ketimbang Negara sedang berkembang.Pendidikan
tentang kebersihan mulut, penggunaan fluoride dalam air minum dan pasta
gigi, penggunaan pemanis alternative dan perbaikan kesehatan mulut, snagat
penting dalam penurunan kasus tersebut.

Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan.Pertama,


percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energy dan
zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan
pangan menuntut penyesuaian masukan energy dan zat gizi. Ketiga,
kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alcohol dan obat,
meningkatkan kebutuhan energy dan zat gizi, disamping itu, tidak sedikit
remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas.
Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja serupa dengan (merupakan
kelanjutan dari) masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi,
kelebihan dan kekurangan berat badan. Masalah ini berpangkal pada
26

a) kegemaran yang tidak lazim, b) lupa makan dan c) hamil.

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan


psikososial. Dalam masa pencarian identitas diri ini, remaja cepat sekali
terpengaruh oleh lingkungan.Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan
untuk menjadi vegetarian atau food fodism, merupakan sebagian contoh
keterpengaruhan ini. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja
sengaja tidak makan, tidak jarang berujung pada anoreksia nervosa.
Kesibukan menyebabkan mereka makan diluar atau hanya menyantap
kudapan.Lebih lanjut kebiasaan ini dipengaruhu oleh keluarga, teman, dan
media (terutama iklan di televisi). Teman akrab sebaya berpengaruh besar
pada remaja, dalam Masalah lain yang mungkin dapat memengaruhi gizi
adalah anoreksia nervosa, seperti yang telah disinggung di atas yang
sebetulnya merupakan masalah kejiwaan, namun terkait erat dengan
masalah gizi. Masalah lain ialah bolos sekolah, neurosis vegetative
psikosomatik (misalnya sakit kepala, dan perut), kelainan haid, penyakit
jiwa dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti hipertensi,
obesitas dan hyperlipidemia. (Siagian, 2010). hal memilih jenis makanan,
ketidak patuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya
terkucil dan itu akan merusak rasa percaya diri. Karena itu, seorang remaja
tidak akan memesan susu pada sebuah pub sementara temannya meminta
bir.

Hampir 50% remaja terutama remaja yang lebih tua tidak sarapan.
Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%) yang meyakini
kalau sarapan memang penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur
hanya 60%.Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan dan lebih
memilih kudapan.Sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi
juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu
(menghilangkan) nafsu makan. Mengudap sebetulnya tidak dilarang, asal
mengetahui cara memilih kudapan yang kaya zat gizi.

Makanan sampah (junk food) kini semakin digemari oleh remaja, baik
hanya sebagai kudapan maupun makan besar.Makanan ini mudah diperoleh,
disamping lebih bergengsi karena terpengaruh iklan. Disebut makanan
sampah karena sangat sedikit (bahkan ada yang tidak sama sekali)
27

mengandung kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin C;


sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Proporsi
lemak sebagai penyedia kalori lebih dari 50% total kalori yang terkandung
dalam makanan itu.

C. Pola Makan yang Sehat Selama Pandemi Covid-19


1. Makan Makanan Bergizi Seimbang
Makanan yang bergizi sangat penting untuk membangun sistem kekebalan
tubuh yang kuat agar terhindar dari infeksi virus. Dalam isi piring makan sehari-
hari sebaiknya terdiri atas:
1) Makanan pokok merupakan sumber dari karbohidrat, seprti nasi,
jagung, kentang dan umbi-umbian. Karbohidrat merupakan sumber
energi utama yang diperlukan tubuh. Dalam setiap harinya, kita
memerlukan 50-60% karbohidrat dari energi utama yang diperlukan
tubuh.
2) Lauk pauk merupakan sumber dari protein berfungsi untuk
mempertahankan struktur jaringan dan mengganti jaringan yang rusak.
Lauk hewani berasal dari daging, ikan, ayam, telur dan susu. Lauk
nabati, seperti tahu, tempe dan kacang- kacangan.
3) Sayuran dan buah merupakan sumber dari vitamin, mineral dan serat.
Sayuran dan buah juga berperan sebagai antioksidan yang akan
menangkal radikal bebas. Setiap hari makanlah 4 buah- buahan.
4) Batasi Konsumsi Lemak. Asupan lemak yang dibutuhkan setiap
harinya ialah 30% dari energi total. Dalam membatasi asupan lemak,
dapat menggunakan metode memasak dengan membatasi penggunaan
minyak, seperti mengukus dan menumis. Hindari lemak trans pada
makanan olahan seperti donat dan gorengan. Selain itu buanglah lemak
berlebih pada daging, sumber lemak ialah ikan, daging, susu, keju dan
minyak.
5) Minum Air Putih Setiap Hari. Air dapat mengangkut nutrisi dan
senyawa dalam darah, serta mengatur suhu tubuh. Minumlah air putih
8-10 gelas per hari.
6) Hindari Konsumsi Alkohol. Alkohol akan memberi efek
ketergantungan dan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain
itu alkohol juga
28

mampu mempengaruhi kondisi mental, meningkatkan gejala depresi,


kecemasan, kepanikan dan ketakutan.
7) Batasi Konsumsi Garam. Batasi penggunaan garam pada masakan,
sebab pada sumber makanan tersebut biasanyasudah mengandung
banyak garam. Batasi penggunaan makanan kaleng karena
mengandung banyak garam.
8) Batasi Konsumsi Gula. Konsumsi makanan dengan kadar gula rendah
karena biasanya pada sumber bahannya sudah banyak mengandung
gula. Lebih baik mengkonsumsi gula secara langsung daribuah-buahan
segar.kelebihan konsumsi gula dapat menyebabkan diabetes.
9) Konsumsi Serat yang Cukup. Serat sangat bagus untuk sistem
pencernaan dan memberi rasa kenyang yang cukup lama. Serat dapat
berasal dari sayuran, buah- buahan, kacang-kacangan dan gandum.
29

Anda mungkin juga menyukai