Anda di halaman 1dari 53

DIKTAT KIMIA DASAR I

PEMBUATAN LARUTAN DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI SERTA


PENGENCERAN

Disusun oleh:

Kelompok 7

1. Bintan baqiyatus Sholikha 220351611301


2. Ikrar Riyas Mutawaqil Yasin 220351603935
3. Naila Zulfa 220351600415
4. Nuril Chasanah Mukti 220351604592
5. Trisna Marsadi 220351603895

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

PRODI S1 PENDIDIKAN IPA

OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. Definisi Larutan
Campuran homogen dari dua zat atau lebih disebut larutan. Suatu
zat terdiri dari zat perlarut dan zat terlarut. DIsebut zat pelarut jika jumlah
zat nya lebih banyak dari biasanya, sementara zat yang jumlahnya lebih
sedikit biasa disebut zat terlarut. Tetapi hal ini tidak mutlak. Bisa saja zat
yang lebih sedikit dipilh sebagai pelarut, tergantung keperluannya.
Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Suatu larutan dapat
dikelompokkan berdasarkan wujud dari perlarutnya, sehingga larutan
dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair dan gas. Zat terlarut dalam
ketiga golongan tersebut juga dapat berupa padat, cair dan gas. Campuran
gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling bercampur
dalam berbagai perbandingan. Dalam larutan cair, cairan disebut sebagai
pelarut dan komponen lain disebut sebagai terlarut. Jika dua komponen
pembentuk larutan berupa cairan maka komponen yang jumlahnya lebih
besar atau strukturnya tidak mengalami perubahan disebut pelarut.

B. Jenis-Jenis Larutan
1. Larutan Ideal dan Non-Ideal
Dalam suatu sistem, ato-atom, ion-ion dan molekul-
molekul saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilaku
dari masing masing komponen tersebut sulit untuk diprediksi
secara tepat. Akibatnya, terbentuk cara atau model yang dapat
menjelaskan perilaku secara teoritis yang dinamakan hukum ideal.
Oleh karea itu muncullah istilah larutan ideal sebagai upaya untuk
menjelaskan keadaan sistem dari larutan nyata.
Larutan Ideal dengan zat terlarut ionic dideskripsikan
sebagai larutan yang ion-ion di dalam larutan bergerak bebas satu
sama lain, dan gaya tarik menarik hanya terjadi dengan molekul
pelarut.
Di dalam larutan non-ideal, gaya antar atom-atom,ion-ion
dan molekul-molekul harus dipertimbangkan melalui perhitungan.
Ion-ion yang muatan nya berlawanan melakukan gaya tari menarik
satu sama lain, sehingga menimbulkan ion-ion saling berdekatan
dan menjadikan larutan semakin pekat.
2. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan digolongkan ke
dalam larutan elektorlit dan nonelektrolit. Larutan elektrolit adalah
larutan yang dapat menghantarkan listrik. Seorang ahli kimia
terkenal dari swedia, Stante Arrhenius mengemukakan teori
elektrolit pada tahun 1884. Menurut Arrhenius, “Larutan elektrolit
dalam air terdiosiasi ke dalam partikel-partikel yang bermuatan
listrik positif dan negative yang disebut ion. Jumlah muatan dari
ion positif akan sama dengan jumlah muatan ion negatif, sehingga
muatan ion-ion di dalam larutan netral”. Ion-ion ini mempunyai
tugas untuk menghantarkan arus listrik. Larutan elektrolit
mempunyai ciri-ciri berupa menyalanya lampu atau timbulnya
gelembung gas dalam larutan. Larutan elektrolit dibagi menjadi
dua, yaitu elektrolit kuat dan elektrolit lemah.
Elektrolit kuat adalah larutan yang dapat menghantarkan
arus listrik dengan baik, disebabkan karena zat terlarut akan terurai
dengan sempurna menjadi ion-ion sehingga dalam larutan tersebut
mengandung ion dalam jumlah banyak. Daya hantar larutan
elektrolit kuat karena banyak ion yang dapat menghantarkan listrik.
Contoh larutan elektrolit kuat yaitu NaCl.
Elektrolit lemah adalah larutan yang tidak dapat
mengantarkan listrik dengan baik, disebabkan karena zat terlarut
akan terurai sebagian menjadi ion-ion sehingga larutan
mengandung sedikit ion dan menyebabkan di dalam larutan, hanya
ada sedikit ion-ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Contoh
larutan elektrolit lemah yaitu NH 3
Larutan Non-elektrolit adalah larutan yang tidak bisa
menghantarkan arus listrik. Ciri-ciri larutan non-elektrolit adalah
tidak menyala nya lampu dan tidak muncul gelembung gas dalam
larutan. Molekul-molekul dalam larutan ini tidak terionisasi dalam
larutan, sehingga tidak ada ion bermuatan yang dapat
menghantarkan arus listrik.

3. Larutan Asam Basa


Konsep asam basa dapat dipelajari melalui beberapa teori asam
basa yang dikemukakan oleh ahli kimia.
Seorang ahli kimia dari swedia, Arrhenius (1859-1927)
mengemukakan asam sebagai senyawa yang mengandung hidrogen
+ ¿¿
dan menghasilkan ion H 3 O jika dilarutkan dalam air. Sedangkan
basa sebagai suatu senyawa yang mengandung OH dan
menghasilkan ion OH jika dilarutkan dalam air.
Bronsted-Lowry (1923) mendefinisikan asam dan basa
berdasarkan reaksi protonisasi. Menurutnya, asam merupakan
seuatu senyawa yang dapat menghasilkan ion hidrogen (donor
proton). Sedangkan basa merupakan senyawa yang dapat
menerima ion hidrogen (aseptor proton).
Lewis mendefinisikan asam dan basa berdasarkan reaksi
transfer electron. Asam adalah senyawa yang fungsinya sebagai
aseptor elektron, sedangkan Basa fungsinya sebagai donor
elektron.
Dari ketiga teori yang dikemukakan oleh para ahli kimia di atas,
teori yang paling sering dipakai adalah teori milik Bronsted-
Lowry.
Sebuah larutan digolongkan menjadi asam, basa dan netral.
Untuk mengidentifikasi larutan bersifat asam, basa atau netral
dapat menggunakan indikator asam basa. Indikator asam basa
adalah suatu zat kimia yang jika dimasukkan dalam larutan asam
dan basa akan muncul warna yang berbeda. Batas saat indikator
mengalami perubahan warna disebut trayek perubahan warna atau
trayek indikator. Contoh indikator asam basa yaitu kertas lakmus.
Berdasarkan kekuatan ionisasi nya, asam dan basa dibagi
menjadi kuat dan lemah. Asam kuat akan terurai menjadi ion-ion
secara sempurna di dalam air. Namun pada asam lemah, hanya
sebagian kecil molekulnya yang menjadi ion. Sedangkan basa kuat
adalah basa yang menghasilkan ion hidroksi secara sempurna jika
dalam pelarut air, demikian sebaliknya pada basa lemah. Jadi,
sejauh mana mereka terionisasi dalam air menentukan kekuatan
asam basa tersebut. Derajat kekuatan

4. Larutan jenuh, tak jenuh, lewat jenuh


Larutan jenuh dari suatu zat A adalah larutan yang didalamnya
mengandung zat A terlarut dan berada dalam kesetimbangan
dengan zat A yang tidak larut. Contohnya dalam membuat larutan
jenuh NaCl dengan air pada suhu 25̊ C, kita harus memasukkan
NaCl berlebih dan terus diaduk hingga tidak ada yang melarut.
Pada larutan jenuh NaCl 25 C mengandung 36,5 gram per 100
gram air. Jika selanjutnya ditambahkan NaCl pada larutan jenuh
maka tidak akan mengubah konsentrasi larutan.
Pada larutan tak jenuh didalamnya mengandung zat terlarut
dengan konsentrasi yang lebih kecil dari larutan jenuh. Dalam
larutan tak jenuh antara zat terlarut dan zat yang tidak terlarut
belum mencapai kesetimbangan. Namun jika zat terlarut
ditambahkan pada larutan maka larutan akan mendekati jenuh.
Larutan lewat jenuh adalah larutan yang tidak stabil, karena
dalam larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi
konsentrasi untuk mencapai kesetimbangan. Pada umumnya
larutan lewat jenuh dapat terjadi jika larutan yang sudah melebihi
jenuh dan bersuhu tinggi kemudian diturunkan sampai mendekati
suhu kamar. Contohnya Natrium asetat, CH3COONa dengan
mudah dapat menjadi larutan lewat jenuh dalam air. Pada suhu 20
C, kelarutan natrium asetat mencapai jenuh pada 46,5 gram per 100
gram air. Pada suhu 60 C, Natrium asetat mencapai jenuh dalam
100 gram air sebanyak 80 gram. Jika larutan natrium asetat
didinginkan hingga mencapai suhu 20 C tanpa proses diaduk,maka
kelebihan natrium asetat masih ada di dalam larutan. Keadaaan ini
bisa dipertahankan selama tidak ada initi yang mengkristalisasi.

C. Konsentrasi
Suatu larutan pada umumnya terdiri dari satu jenis zat terlarut dan
satu jenis pelarut. Pada larutan yang berupa larutan campuran homogen,
komposisi pada setiap larutan dapart berbeda-beda. Misalnya terdapat dua
larutan garam, namun dalam kedua larutan tersebut tidak dapat ditentukan
berapa banyak komposisi garam yang terkandung didalam kedua larutan
tersebut, karena masing-masing larutan garam memiliki komposisi garam
yang berbeda. Oleh karena itu untuk mengetahui jumlah relatif zat terlarut
dan zat pelarut yang ada pada suatu larutan digunakanlah konsep
konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan merupakan komposisi yang
menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap zat pelarut.
Kelarutan bisa kecil ataupun besar sekali, dan ketika jumlah zat terlarut
melewati titik jenuhnya, zat tersebut akan keluar atau mengendap di
bawah larutan. Pada kondisi tertentu suatu larutan dapat memiliki
kandungan lebih banyak zat terlarut daripada saat dalam keadaan jenuh
(Adha, S. D. 2015)
Persen massa merupakan satuan konsentrasi larutan, persen massa
bertujuan untuk menunjukkan massa dengan cara membandingkan persen
massa per massa.persen massa per massa ini digunakan biasanya pada
pencarian kandungan zat terlarut dalam suatu larutan yang berasal dari
sautu wujud padat. Persen massa ditentukan dengan 100% dikali massa zat
terlarut dibagi dengan seluruh massa larutan atau dapat dirumuskan dalam
matematis sebagai berikut:

Massa Zat terlarut


Persen Massa= ×100 %
Massatotal larutan

Persen volume dalam satuan konsentrasi larutan digunakan sebagai


untuk membandingkan volume dari zat terlarut dengan volume larutan,
persen volume digunakan biasanya untuk zat terlarut yang asal mulanya
dari berupa fase cair dengan mengukur persamaan. Volume zat terlarut
dibagi drngan volume larutan dikali 100% atau dapat dirumuskan dalam
kondisi matematis sebagai berikut

Volume Zat terlarut


%Volume zat terlarut = × 100 %
Volume larutan

Persen massa per volume dalam satuan konsentrasi larutan


digunakan sebagai penunjuk massa zat dalam volume larutanya, yaitu
massa per volume zat terlarut sama dengan massa zat terlarut dibagi
volume larutan dikali 100%, atau dapat dirumuskan secara matematis
sebagai berikut:
Massa Zat terlarut
%(m/V) zat terlarut = ×100 %
Volume larutan

Molaritas dalam satuan konsentrasi dari larutan digunakan sebagai


penunjuk jumlah mol dari zat terlarut dalam satu liter larutan. Molaritas
sama dengan mol zat terlarut dibagi volume larutan dalam liter sama
dengan mmol zat teralrut dibagi volume larutan dalam mL atau molaritas
sama dengan massa zat terlarut dalam gram dibagi Mr zat terlarut dikali
1000 per volume larutan dalam mL. Dalam matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:

mol zat terlarut mmol zat terlarut


Molaritas (M) = =
Volume larutan( L) Volume larutan(mL)

massa zat terlarut ( gr) 1.000


Molaritas (M) = ×
Mr zat teralrut Volume larutan(mL)

Molalitas dalam satuan konsentrasi adalah banyaknya mol pada

Zat terlarut dalam satu kilogram zat pelarut. Dalam matematis dapat
molalitas dapat dirumuskan dengan sebagai berikut:

mol zat terlarut


Molalitas (m) =
massa pelarut (kg)

Fraksi mol dalam satuan konsentrasi digunakan sebagai penunuk


perbandingan antara konsentrasi mol zat terlarut atau zat pelarut terhadap
larutannya. Persamaan yang digunakan dalam menghitung fraksimol yaitu:
nₚ
Xₚ =
nₜ ₊nₚ
Keterangan:
Xₚ = Fraksi mol zat pelarut
nₜ = Jumlah mol zat terlarut
nₚ = Jumlah zat pelarut

D. Konsep Ph

Pada suatu zat kadang ditemukan zat yang dirasa memiliki


keasaman yang tinga dan keasaman yang rendah, atau pula menemukan
yang bersifat sangat korosoif dan hanya menyebabkan gatal pada kulit
saja. Untuk itu perlu nilai tertentu sebagai pengukur asam kuat, basa kuat,
asam lemah serta basa lemah tersebut, atau saat ini menggunakan konsep
pH unttuk menentukan derajat keasamanan pada suatu larutan. Tingkat
keasaman suatu larutan ialah bergantung pada perbandingan konsentrasi
ion H⁺ dengan konsentrasi ion OH⁻ dalam suatu larutan. Dalam
menentukan pH larutan dapat ditentukan dengan menggunakan pH-meter,
dengan menggunakan beberapa indikator yang diketahui trayek pHnya.
Trayek pH merupakan batas-batas pH di mana indikator mengalami
perubahan tingkat keasaman. Pada larutan asam dinyatakan dengan
memiliki pH>7 dan larutan basa dinyatakan dengan memiliki pH<7
sedangkan untuk larutan netral dinyatakan dengan memiliki pH senilai 7
atau pH=7 .
Namun dari pOH dapat diketahui pH dari derajat ketetapan air atau
bisa disebutjuga dengan pKw atau secara matematis dapat di rumuskan
sebagai berikut
pH+pOH=pKw

Agar dapat memahami mengenai derajat ketetapan air berikut contoh


penjelasan terkait reaksi ionisasi air hinggadiperolehnya harga derajat
tetapan kesetimbangan air. Air merupakan elektrolit lemah. Air murni
menghasilkan H+ dan OH- dengan jumlah yang sangat sedikit. Dalam
persamaan reaksi sebagai berikut:

H20(l)↔H+(aq)+OH-(aq)

Tetapan kesetimbangan air atau Kw dapat dinyatakan sebagai berikut


dengan penurunan rumus:

K¿ ¿ ¿
K[H2O]=[H+][OH-]
Kw=[H+][OH-]
Keterangan:
Kw= tetapan kesetimbangan air
[H+]= molaritas ion H+ (M)
[OH-]= molaritas ion OH- (M)

Harga tetapan kesetimbangan air dipengaruhi oleh suhu. Jadi jika


suhu pada larutan tersebut semakin tinggi, maka semakin banyak air yang
terionisasi. Harga Kw pada macam macam suhu dapat dilihat pada tabel
berikut:
Sumber: General Chemistry,Hill J, W, Pettrucci R. H, McCreary T.W, dan
Perry S.S

Dalam menghitung pH suatu laruan asam dan larutan basa dapat


diprediksi dengan jika telah diketahui konsentrsi dan derajat ionisasi atau
tetapan asam dan basa. Untuk asam kuat dinyatakan jika [H⁺]=M , pada
Asam lemah dinyatakan dengan [H⁺]=M.a atau [H⁺]=√ K a M . Pada basa
kuat dapat dinyatakan ketika [OH⁻]=M × valensi basa dan pada basa
lemah dapat dinyatakan dengan [OH⁻]= Ma atau [OH⁻]=√ K b M .

E. Larutan Penyangga (buffer)


Larutan buffer atau larutan penyangga yaitu larutan yang dapat digunakan
untuk mempertahankan nilai pH . Jadi harga pH larutan penyangga tidak akan
berubah meskipun ada sedikit penambahan asam,basa ataupun pengenceran.
Larutan buffer atau larutan penyangga memiliki sifat khas yaitu pHnya hanya
berubah dengan sedikit pemberian basa kuat atau asam kuat.Larutan penyangga
terdiri dari basa lemah dengan asam konjugatnya atau asam lemah dengan basa
konjugatnya.

Secara umum larutan penyangga atau larutan buffer digambarkan sebagai


campuran yang tersusun oleh : Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion
A-),campuran ini menghasilkan larutan yang memiliki sifat asam. Dan basa lemah
(B) dan asam konjugsinya (BH+),campuran menghasilkan larutan yang memiliki
sifat basa.

 Larutan penyangga yang bersifat asam

Larutan yang bersifat asam ini mempertahankan pH pada daerah asam atau daerah
yang memiliki pH kurang dari 7 (pH<7).Cara untuk mendapatkan larutan ini bisa
dibuat dari larutan asam lemah dan garamnya yaitu basa konjugasi dari
asamnya.Selain menggunakan cara itu dapat juga menggunakan cara dengan
mencampurkan asam lemah dengan basa kuat dimana asam lemahnya
dicampurkan dengan jumlah yang lebih banyak. Dan campuran akan
menghasilkan suatu garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah
yang ada.Pada umumnya basa kuat yang digunakan berupa
natrium,kalium,barium,kalsium dan lainya

 Larutan penyangga yang bersifat basa

Pada larutan penyangga yang bersifat basa,larutan ini mempertahankan pH pada


daerah basa atau dengan pH lebih dari 7 (pH>7).Untuk mendapatkan larutan basa
ini dapat diperoleh dari basa lemah dan garam yang garamnya diperoleh dari asam
kuat.Selain menggunakn cara itu dapat juga menggunakan cara mencampurkan
suatu basa lemah dengan dengan suatu asam kuat dengan syarat basa lemahnya
dicampurkan lebih banyak daripada asam kuatnya.

 Sifat Larutan penyangga atau larutan buffer

1. pH larutan buffer tidak berubah meskipun ada penambahan sedikit asam kuat
atau sedikit basa kuat atau pengenceran.

2. pH pada larutan buffer berubah saat ada penambaan asam kuat atau basa kuat
yang relative banyak,yaitu jika asam kuat maupun basa kuat yang ditambahkan
menghabiskan larutan buffer itu,maka pH larutan tersebut akan berubah secara
drastis.

3. Kekuatan penyangga atau daya penyangga suatu larutan buffer tergantung pada
jumlah mol komponen penyusunnya,yaitu jumlah mol yang berasal dari asam
lemah dan basa konjugasinya atau jumlah mol yang berasal dari basa lemah dan
asam konjugasinya.

 Prosedur kerja pada larutan penyangga atau larutan buffer.

Larutan penyangga atau larutan buffer mengandung komponen asam dan basa
dengan asam dan basa konjugasinya juga.Sehingga dapat mengikat suatu ion H+
maupun ion OH-.Sehingga pada saat terjadi penambahan sedikit asam kuat atau
basa kuat tidak mengubah pH nya secara drastis.Berikut ini adalah prosedur atau
cara kerja larutan buffer atau larutan penyangga.
 Larutan penyangga asam

Berikut adalah contoh prosedur kerja dalam larutan penyangga yang mengandung
CH3COOH dan CH3COO- yang mengalami kesetimbangan.

Pada penmbahan asam

Pada penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan menuju ke


kiri.Dimana ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO-
membentuk molekul CH3COOH.

CH3COO-(aq) + H + (aq) → CH3COOH (aq)

Pada penambahan basa

Jika yang ditambahkan adalah larutan basa,maka ion OH- dari bas aitu akan
bereaksi dengan ion OH+ membentuk cairan.Maka hal ini akan menyebabkan
kesetimbangan menjadi bergeser menuju ke sebelah kanan sehingga konsentrasi
ion H+ dapat dipertahankan.Selain itu penambahan basa ini menyebabkan
berkurangnya komponen basa (NH3), bukan ion OH-.Asam yang ditambahkan
bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion CH3COOH.

CH3COOH (aq) + OH-(aq)→ CH3COOH (aq) + H2O (I)

Larutan penyangga basa

Berikut adalah contoh prosedur kerja dalam larutan penyangga basa yang
mengandung NH3 dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan.
Pada penambahan asam

Jika ditambahkan suatu asam,maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-.Hal
ini mengakibatkan kesetimbangan menjadi bergeser menuju ke kanan sehingga
ion OH- bisa dipertahankan.Selain itu pada penambahan ini menyebabkan
komponen basa (NH3) berkurang.Bukan ion OH-.Asam yang ditambahkan
bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion NH4+. Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:

NH3 (aq) + H + (aq)→ NH 4+ (aq)

Pada penambahan basa.

Jika ditambahkan basa,maka keteimbangan akan bergeser munuju ke arah kiri


sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan sehingga tetap. Basa yang
ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (NH4+) membentuk komponen
basa NH3 atau dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:

NH4 + (aq) + OH- (aq) → NH3 (aq) + H2O (I)

Aturan pH Larutan Penyangga

Larutan penyangga asam

Bisa dipakai tetapan ionisasi dalam memilih konsentrasi ion H+ dalam suatu
larutan dengan rumus berikut:
a
[H+] = Ka atau
val x g

a
pH = p Ka – log
g

Dengan Ka = tetapan ionisasi asam lemah

a=jumlah mol asam lemah

g=jumlah mol basa konjugasi

Larutan penyangga basa

Bisa dipakai tetapan ionisasi dalam memilihkan konsentrasi ion H+ dalam suatu
larutan dengan rumus:

B
[OH-] = Kb x atau
val x g

b
pOH = pKb – log
g

pH = 14- pOH

Dengan Kb = tetapan ionisasi basa lemahb

b=konsentrasi basa lemah

g=konsentrasi asam konjugasi

Fungsi Larutan penyangga atau larutan buffer.

Larutan buffer atau larutan penyangga digunakan secara luas dalam kimia analitis,
biokimia, dan bakteriologi, juga dalam fotografi, zat warna dan industri kulit.
Terutama dalam biokimia dan bakteorologi,diperlukan rentang pH tertentu yang
sempit untuk mencapai hasil optimum.Kerja suatu enzim,tumbuhnya kultur
bakteri dan proses lainya sangat sensitive dengan perubahan yang terjadi pada pH.
Selain itu konsep larutan penyangga juga terddapat di dalam tubuh manusia yaitu
terdapat pada cairan tubuh manusia.Cairan tubuh ini memiliki penyangga utama
dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi dengan
suatu asam dan basa.Sistem tersebut bisa menjaga pH darah yang hamper konstan
yaitu sekitar 7,4.Selain itu larutan penyangga dapat kita temui pada obat tetes
mata yang memiliki pH yang sama dengan tubuh kita agar tidak menumbuhkan
efek samping.

Sumber :
https://res.cloudinary.com/dk0z4ums3/image/upload/v1621834204/attached_imag
e/penggunaan-obat-tetes-mata-yang-tepat.jpg )

A. Hidrolisis

Kata hidrolisis diturunkan dari kata hidro yang mempunyai arti “air“ dan lisis
yang mempunyai arti “membelah atau penguraian”. Sedangkan hidrolisis garam
mempunyai arti reaksi antara air dengan ion-ion yang berasal dari asam lemah
ataupun suatu basa lemah suatu garam.

Kation basa lemah atau anion asam lemah suatu garam,atau keduanya bisa
mengalami hidrolisis yang terjadi melalui reaksi kesetimbangan dengan air
membentuk ion H3O+ ataupun membentuk ion OH-,peristiwa tersebut merupakan
bentuk peristiwa hidrolisis garam. Namun jika hidrolisis menghasilkan ion H3O+
maka larutan tersebut bersifat asam,sedangkan jika hidrolisis menghasilkan ion
OH- maka larutan tersebut bersifat basa. Sifat larutan garam ini tergantung pada
kekuatan asam dan basa pembentuk garam tersebut.

Sifat Larutan Garam

- Sifat larutan garam bergantung pada kekuatan relative asam-basa


penyusunya
- Komponen garam yang berasal dari asam atau basa lemah mengalami
hidrolisis
- Pada hidrolisis anion menghasilkan ion OH-, sehingga menghasilkan
larutan yang bersifat basa.
- Pada hidrolisis kation menghasilkan ion H+, sehingga menghasilkan
larutan yang bersifat asam.

Jenis-jenis garam

Dari komponen pembentuknya,garam dapat dibedakan menjadi empat


macam,yaitu: garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat,
garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dan basa lemah,garam yang
terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah, dan garam yang
terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah.

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah

Dalam air murni terdapat ion (H3O+) dan ion OH- yang memiliki ukuran
sangat kecil dengan konsentrasi yang sama.Saat garam berasal dari asam kuat
dan basa kuat di larutkan dalam air,maka akan terjadi ionisasi sempurna yang
menjadi anion dan kationya.

Didalam larutan tersebut,ion-ion garam dan air tidak bereaksi satu sama lain.
Basa konjugat dari asam kuat tidak mempunyai afinitas terhadap proton
disbanding denagn molekul air. Jadi jika anion seperti Cl- dimasukkan
kedalam air,anionnya tidak menarik proton dari H+ yang ada pada air
sehingga tidak mempengaruhi pH pada larutan. Begitu juga dengan asam
konjugat dari basa kuat tidak memiliki afinitas terhadap electron dibandingkan
dengan molekul air.Kation seperti K+ dan Na+ dari basa kuat tidak menarik
ion OH- dari air,Sehingga tidak mempengaruhi pH larutan. Larutan tidak
mengalami hidrolisis karena kation dan anion tidak bereaksi dengan air.

Contoh larutan garam yang berasal dari suatu asam kuat dan basa kuat adalah
NaCl. Natrium Klorida (NaCl) dalam suatu larutan akan terionisasi dengan
sempurna menjadi kation Na+ dan menjadi anion Cl-. Ion Na+ ataupun ion Cl-
berasal dari elektrolit kuat,sehingga keduanya tidak mengalami hidrolisis. Dan
larutan NaCl bersifat netral.

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah akan terionisasi sempurna
menjadi kation dan anion di dalam air. Garam dari asam kuat dan basa lemah
akan mengalami hidrolisis parsial.

Contoh larutan garam yang berasal dari suatu asam kuat dan basa lemah
adalah larutan Amonium Klorida (NH4Cl). Garam ini terbentuk dari basa
lemah NH3 dan asam kuat HCl.

Pada saat garam NH4Cl dilarutkan dalam air maka akan membentuk kation
NH4+ dan anion Cl-. Ion NH4+ yang berasal dari basa lemah NH3 akan
mengalami hidrolisis. Sedangkan ion Cl- yang berasal dari asam kuat HCl
tidak ikut terhidrolisis. Ion NH4+ akan berperan sebagai asam konjugat kuat
dari garamnya dan akan bereaksi kesetimbangan dengan air dengan
memberikan muatan positif (Proton) kepada air. Sedangkan ion Cl- tidak
memiliki afinitas terhadap H3O+ dalam air sehingga tidak berpengaruh pada
pH larutan
Karena reaksi hidrolisis kation dengan air dapt menghasilkan ion H3O+ ,maka
akan terjadi peningkatan konsentrasi H3O+ dalam larutan tersebut. Maka akan
berakibat pada konsentrasi OH- yang ebih kecil dibandingkan dengan
konsentrasi H3O+. Jadi larutan yang terbentuk akan memiliki sifat asam
karena mempunyai pH kurang dari 7 (pH <7).

Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.

Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat akan terionisasi sempurna
menjadi kation dan anion di dalam air. Garam yang berasal dari asam lemah
dan basa kuat akan terhidrolisis parsial.

Contoh larutan yang berasal dari asam lemah dan basa kuat adalah larutan
natrium asetat (CH3COONa). Garam ini terbentuk dari asam lemah
CH3COOH dan basa kuat NaOH.

Ketika garam CH3COONa dilarutkan di dalam air,maka akan membentuk


kation Na+ dan anion CH3COO-. Ion CH3COO- yang berasal dari suatu asam
lemah CH3COOH akan terhidrolisis. Sedangkan pada ion Na+ yang berasal
dari suatu basa kuat NaOH tidak akan mengalami hidrolisis. Ion Na+
merupakan asam konjugat yang bersifat lebih lemah dari air,sehingga tidak
menyebabkan perubahan sifat, baik sifat asam ataupun basa pada suatu
larutan. Ion CH3COOH- yang merupakan basa konjugat kuat dari asam asetat.
Maka ion CH3COO- memiliki afinitas terhadap proton dari air. Sehingga Ion
CH3COO- yang berasal dari asam lemah CH3COOH akan mengalami reaksi
dengan air dan membentuk ion OH-. Maka larutan garam Natrium Asetat akan
terhidrolisis Sebagian.

Molekul H2O yang terdapat dalam air murni akan sedikit terurai menjadi
H3O+ dan OH+. Pada saat garam CH3COONa dilarutkan dalam air
murni,molekulnya akan terionisasi menjadi CH3COO- dan Na+. Molekul
H2O akan bereaksi dengan anion CH3COO- yang merupakan basa konjugat
kuat dari asam asetat. Maka dari itu,jumlah molkeul yang H2O,H+ dan OH-
akan mengalami suatu perubahan, Yitu salah satu molkeul H2O akan
mengalami reaksi dengan anion sehingga menghailkan molekul CH3COOH
dan ion OH-. Karena dari hidrolisis menghasilkan OH- maka aka nada
peningkatn konsentrasi pada ion OH-. Sehingga larutan CH3COONa
konsentrasi pada OH- akan lebih besar daripada konsentrasi pada H+ dan akan
membentuk larutan yang bersifat basa dengan pH lebih dari 7 (pH >7). Pada
action yang berasal dari basa kuat tidak akan bereaksi dengan molekul
air ,atau tidak mengalami hidrolisis.

Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah

Garam ini terdisosiasi di dalam air dan akan menghasilkan ion. Kation dan
anion keduanya berasal dari asam lemah dan basa lemah. Keduanya bereaksi
dengan air, sehingga mengalami hidrolisis total.

Contoh larutan garam yang berasal dari asam lemah dan absa lemah adalah
larutan ammonium asetat (CH3COONH4). Garam ini terbentuk dari asam
lemah CH3COOH dan basa lemah NH3.

Amonium asetat terdiri dari kation NH4+ dan anion CH3COO-. Baik ion
NH4+ ataupun ion CH3COO- berasal dari elektrolit lemah, sehingga kedua
larutan tersebut dapat terhidrolisis. Ion NH4+ memiliki peran sebagai konjugat
dari basa pembentuknya. Apabila ion NH4+ bereaksi kesetimbangan dengan
air, Kation ini akan memberikan proton pada air, sehingga ion NH4+ akan
terhidrolisis dan membentuk ion H3O+. Sedangkan ion CH3COO- yang
merupakan basa konjugat kuat dari asam pembentuknya memiliki afinitas
terhadap muatan positif dari air. Sehingga ion CH3COOH- yang berasal dari
suatu basa lemah akan bereaksi dengan molekul air dan menghasilkan ion
OH-.

Karena pada hasil reaksi terdapat ion OH- dan ion H3O+, maka larutan ini
dapat bersifat asam,basa,ataupun netral. Sifat larutan garam yang berasal dari
asam lemah dan basa lemah bergantung pada harga Ka (Konstanta ionisasi
asam) dan Kb (Konstanta ionisasi basa), dengan ketentuan:

1). Jika Ka > Kb maka larutan bersifat asam dengan pH kurang dari 7 (pH<7)
sebab dalam larutan [H+] > [OH-]

2). Jika Ka = Kb maka larutan garam bersifat netral dengan pH sama dengan 7
(pH=7) sebab dalam larutan [H+] = [OH-]

3). Jika Ka < Kb maka larutan garam bersifat basa dengan pH lebih dari 7
(pH>7) sebab dalam larutan [H+] < [OH-].

B. Titrasi asam basa

Titrasi merupakan metode analisis tentang pengukuran jumlah larutan


yang dibutuhkan untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat di larutan
lain. Analisis yang berhubungan dengan volume-volume larutan pereaksi disebut
sebagai analisis volumetrik. Dalam volumetrik juga sering memakai istilah titer
yang memiliki arti bobot suatu zat yang ekuivalen dengan 1 mL larutan standar.

Contoh, diumpamakan 1 mL larutan zat A ekuivalen dengan 0,010 gram


NaOH. Maka dapat dikatakan bahwa titer larutan standar A terhadap NaOH
adalah 0,010 gram. Dalam titrasi titik ekuivalen tersebut ditetapkan dengan
menggunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang harus mengalami perubahan
saat titik ekuivalen tercapai. Bila dilakukan pada larutan asam kuat berbasa satu
dengan basa kuat berasam satu, atau asam kuat berbasa dua dengan basa kuat
berasam dua digunakan rumus sebagai berikut. V 1 . M 1=V 1 . M 2 (Ari Harnanto,
2002).

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi sebuah


larutan suatu zat denga cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang
konsenntrasi nya diketahui. Titik ekuivalen pada titrasi asam basa yaitu pada saat
dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Terjadi perubahan
Ph saat proses titrasi berlangsung. pH pada titik ekuivalen ditentukan oleh
sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasai asam basa. Umumnya titik
ekuivalen sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi
sebelum ataupun sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi dihentikan pada saat titik
akhir titrasi tercapai, ditandai dengan perubahan warna pada indikator.

Tujuan dari titrasi adalah untuk menentukan secara kuantitatif suatu zat
dalam larutan dengan zat atau larutan lain yangmana konsentrasinya tekah
diketahui melalui reaksi secara bertahap hingga mencapai titik stoikiometri.

Menurut Raymond Chang, reaksi kimia yang digunakan sebagai dasar tritasi yaitu

1. Reaksi yang melibatkan asam lemah dengan basa kuat


2. Reaksi yang melibatkan asam lemah dengan basa kuat, dan
3. Reaksi yang melibatkan asam kuat dan basa lemah.

A. Prinsip Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa menggunakan asam maupun basa sebagai titer
maupun titran. Titer yaitu larutan standar, yaitu larutan yang konsentrasi
nya sudah diketahui dan ditempatkan dalam buret, sedangkan titran yaitu
larutan yang akan dicari atau ditentukan konsentrasi nya, biasanya
diletakkan dalam labu Erlemneyer.
Kadar atau konsentrasi asam ditentukan melalui larutan basa,
begitupun sebaliknya. Reaksi yang terjadi pada titrasi asam basa yaitu
reaksi penetralan, sehingga titrasi asam-basa sering disebut juga titrasi
netralisasi. Reaksi yang telah terjadi merupakan reaksi netralisasi, dapat
dijabarkan sebagai berikut.

H +¿¿ + OH −¿→ ¿ H 2 O

Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen dari larutan yang


bersifat asam dengan ion hidroksida dari larutan yang bersifat basa dan
membentuk air yang bersifat netral. Hal ini dapat juga dikatakaan sebagai
reaksi antara donor proton (pemberi) dan aseptor proton (penerima).

Dalam titrasi asam basa, ada beberapa istilah yang harus


diperhatikan, yaitu

1) Larutan standar
Larutan standar merupakan larutan yang telah ditetapkan
konsentrasinya. Dalam titrasi, larutan standar disebut sebagai titran.
Tahap pertama yang harus dilakukan sbeelum titrasi dilakukan adalah
membuat larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai
larutan standar jika memenuhi syarat berikut :
 Mempunyai kemurnian tinggi
 Mempunyai rumus molekul yang pasti
 Larutan bersifat stabil
 Mudah ditimbang dan tidak bersifat higroskopis
 Mempunyai massa molekul relative (Mr) tinggi tapi muatan
ionnya rendah

Larutan yang memenuhi persyaratan disebut larutan standar


primer, sedangkan larutan yang jika ingin digunakan untuk
standardisasi harus distandardisasai terlebih dahulu dengan larutan
standar primer disebut larutan sekunder.

2) Cara menghitung konsesntrasi larutan yang belum diketahui


konsentrasi nya.
Jika volume dari larutan standar sudah diketahui dari percobaan,
maka konsentrasi senyawa dalam larutan yang belum diketahui dapat
dihitung menggunakan persamaaan berikut :
V A×NA
NB =
VB

Dimana :

N B = Konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya


V A = Volume larutan yang belum diketahui komsentrasi nya

NA = Konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasi nya


(larutan standar)

VA = Volume larutan yang telah dikeatahui konsentrasinya (larutan


standar)

3) Indikator
Indikator adalah suatu asam atau basa organik lemah yang
menunjukkan perbedaan warna antara bentuk molecular (tidak
terionisasi) dna bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini bergantung
pada pH larutan yang diuji.
Indikatri ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi terjadi, dan
jika warna indikator berubah, maka titrasi dihentikan saat itu juga.
Indikator yang digunakan adalah indikator yang perubahan warna nya
bergantu pada pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit
mungkin dan biasanya sekitar dua atau tiga tetes. Untuk memperoleh
ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih yang paling dekat
dengan titik ekuivalen. Pemilihan indikator untuk proses titrasi
bergantung pada kekuatan asam dan basa yang digunakan dalam
memilih titrasi. Jika indikator yang dipilih tepat, maka titik akhir titrasi
bisa digunakan untuk menentukan titik ekuivalen.

4) Titik Ekuivalen.
Titik ekuivalen merupakan titik dimana reaksi penetralan tepat tercapai
sehingga titrasi harus dihentikan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
warna pada indikator. Pada titrasi asam-basa kuat, titik akhir dari titrasi
adalah titik saat pH reaktan sekitar 7. Jika menggunakan indikator
fenolphtalein maka akan terjadi perubahan warna menjadi merah
muda, namun indikator yang tepat untuk titrasi asam basa adlaah
bromtimol biru atau BTB.
Cara mengetahui titik ekuivalen
 Menggunakan pH meter untuk memonitor perubahan pH
selama titrasi dilakukan, kemudian membuat grafik antara pH
(sebagai ordinat) dengan volume titran (sebagai absis) untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva tesebutlah
yang disebut sebagai titik ekuivalen.

 Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua


hingga tiga tetes pada titran sebelum proses titrasi dilakukan.
Indikator akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, dan
pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai
adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh
pH.

B. Titrasi Asidimetri
Asidimetri merupakan metode pengukuran kadar kebasaan suatu zat
menggunakan larutan asam sebagai standar. Standar asam yang digunakan
yaitu asam klorida (HCl) dan asam sulfat ( H 2 S O4 ). Keadaan kedua asam
tersebut umumnya pekat. Kepekatan konsentrasi asam klorida adalah 10,6-
12 M, sedangkan kepekatan konsesntrasi asma sulfat adalah 28 M. Yang
sering digunakan sebagai standar adalah asam klorida, karena mudah larut
dalam air. Kelemahan asam sulfat adalah asal sulfat dapat membentuk
garam sukar larut seperti barium sulfat.

C. Titrasi Alkalimetri
Alkalimetri merupakan Teknik analisis untuk mengatahui kadar keasaman
suatu zat dengan menggunakan larutan standar basa. Basa yang biasanya
digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH). Sebelum digunakan,
larutan NaOH distandarisasi terlebih dahulu dengan asam oksalat (
H 2 C 2 O4). Hidroksida-hidroksida dari natrium, kalium dan barium
biasanya digunakan sebagai larutan standar alkalis (basa). Ketiganya
merupakan basa kuat dan sangat mudah larut dalam air. Natrium
hidroksida paking sering digunakan karena harganya sangat murah dan
kemurniannya tinggi.

C. Proses Pelarutan

Proses pelarutan adalah dimana proses sifat zat padat, cair dan gas dapat
melarut pada pelarutnya dan membentuk larutan yang homogen.tingkat kelarutan
didefinisikan sebagai seberapa banyak zat yang terlarut yang terlarut hingga
keadaan jenuh, pada saat jenuh kesetimbangan larutn terjadi karena kecepatan
reaksinya konstan.

Pada cairan dan padatan molekul akan salingterikat dengan adanya tarik
menarik antar molekul dan ini merupakan peran penting dalam pembentukan
larutan. Bila suatu zat melarut dalam pelarut seperti air maka proses pelarutan bisa
dilakukan dengn tiga tahap yaitu tahap pertama adalah pemisahan molekul
pelarut, tahap kedua adalah pemisahan molekul zat terlarut dan untuk tahap ketiga
yaitumolekul pelarut dan molekul zat terlarut tercampur.

Kemudahan saat molekul zat terlarut menggantikan molekul zat pelarut


tergantung padakekuatan relatif dari tiga jenis interaksi yaitu
a. Interaksi zat pelarut dan zat pelarut

b. Interaksi zat terlarut dan zat terlarut

c. Interaksi zat pelarut dan zat terlarut

Kalor pelarutan mempunyai rumus :

ΔHpelarutan=ΔH1+ΔH2+ΔH3
Dimana :

ΔH1 = kalor pemutusan ikatan pelarut - pelarut

ΔH2 = kalor peemutusan zat terlarut - zat terlarut

ΔH3 = kalor pemutusan pelarut dan zat terlarut

Jika interaksi antara pelarut-zat terlarut lebih kuat dibandingkan interaksi


pelarut-pelarut dan interaksi zat terlarut-zat terlarut maka proses pelarutannya
disebut eksoterm (ΔHpelarutan < 0) dan sebaliknya juka interaksi pelarut-zat
terlarut lebih lemah dibandingkan interaksi pelarut-pelarut dan interkasi zat
terlarut-zat terlarut maka proses pelarutannya disebut endoterm(ΔHpelarutan > 0)

Pelarut murni (air) memiliki titik beku, titik didih, dan tekanan uap. Bila
larutan non elektrolit seperti gula dimasukkan kedalam pelarut murni maka sifat
larutan tersebut akan berubah. Apabila suatu senyawa non elektrolit terlarut
didalam pelarut maka sifat pelarut murni akan berubah dengan adanya zat terlarut,
perubahan sifat pelarut ini tergantung pada jumlah partikel yang ada didalam
larutan tersebut. Jumlah partikel terlarut sama dengan berat jenis larutan
(sebanding).

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi pelarutan yaitu jenis zat yang
terlarut, jenis pelarut, temperatur dan tekanan

Pengaruh jenis zat pada pelarutan yaitu zat yang mempunyai struktur
kimia yang sama atau mirip pasti dapat bercampur dengan baik sedangkan zat-zat
yang mempunyai struktur kimia tidak sama tidak bisa bercampur dengan baik.
Senyawa polar akan mudah larut pada pelarut polar dan begitu juga dengan
senyawa non polar yang akan dengan sangat mudah larut dengan pelarut nonpolar.
Temperatur juga berpengaruh pada pelaruta yaitu zat gas dan zat padatan.
Kelarutan pada gas biasanya akan berkurang pada temperatur yang lebih tinggi
dan pada zat padat kelarutannya akan lebih tinggi pada temperatur yang tinggi
tetapi juga ada gas padat yang kelarutannya kurang karena temperatur tinggi
contohnya natrium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesteimbngan antara proses
pelarutan dan proses pengkristalan kembali, jika salah satu proses bersifat
endoterm maka proses sebaliknya bersifat eksoter. Le Chatelier (Henri Louis Le
Chatelier : 1850-1936) mengemukakan bahwa kesetimbangan itu bergeser ke arah
proses endoterm, jika proses pelarutan endoterm maka kelarutannya bertambah
pada temperatur yang lebih tinggidan sebaliknya jika proses pelarutan bersifat
eksoterm maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.

Pemgaruh tekanan pada kelarutan sangat kecil yaitu pada zat cair dan zat
padat . Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu Menurut hukum
Henry (William Henry : 1774-1836) massa gas yang melarut pada pelarutnya
dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas
itu (tekanan partial) yang berada dalam kesetimbanagan dengan larutan tersebut.

Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam


konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut
membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.

Adapun cara pembuatan larutan, proses pembuatan larutan adalah


mempelajari tentang cara pembuatan larutan dari bahan cair, padat dan gas. Bila
preaksi yang digunakan dalam bentuk padatan maka beratnya harud diketahui
dengan tepat dan bila preaksi yang digunakan dalam bentuk larutan atau cairan
maka volume nya harus diketahui dengan tepat.

Cara membuat larutan dengan konsentrasi tertentu :

Zat kimia yang ada dilaboratorium umumya berupa zat padat, larutan dibuat
dengan mencampurkan zat terlarut dan pelarut dalam jumlah ter tentu dengan cara
:

a. Menimbang bahan kimia berupa padatan.

b. Memsukkan padatan kedalam labu ukur

c. Lalu ditambahkan air (pelarut) sampai tanda batas

d. Kemudian mencari konsentrasi larutan dengan cara menghitung


moralitas, normalitas dan konsentrasi persennya.

Dalam kehdupan sehari hari banyak contoh proses pelarutan zat cair
dengan zat cair, zat padat dengan zat cair, zat cair dengan zat gas dan zat gas
dengan zat padat.

1. Pelarutan zat cair dengan zat cair


Contoh pelarutan zat cair dengan zat cair dan penerapannya dalam
kehdidupan sehari hari yaitu saat kita menbuat minuman dari sirup atau
marjan yang bisa larut dengan air. Cara membuat larutan sirup dengan air
yaitu

Yang pertama menyiapkan alat dan bahan seperti sirup, gelas, air, dan
sendok atau pengaduk, lalu mencanpurkan sirup dan air kedalam gelas.

Lalu mengaduknya dengan sendok dan warna dari air akan berubah
mengikuti warna dari sirup tersebut. Pelarutan ini menggunakan air sebagai
pelarut dan sirup sebagai zat yang terlarut.
Pelarutan zat cair dengan zat cair (air) contohnya yaitu sirup
dengan air, air sebagai pelarut dan sirup yang terlarut.

2. Pelarutan zat padat dengan zat cair

Contoh dari pelarutan zat padat dengan zat cair juga penerapannya dalam
kehidupan sehari hari yaitu larutan gula. Cara membuat larutan gula yaitu :

Yang pertama yaitu menyiapkan alat dan bahan, alat dan bahan
meliputi : Aquades atau air biasa, sendok, batang pengaduk, gelas dan gula.

Yang kedua yaitu memasukkan aquades atau air biasa dan gula kedalam
gelas

Cara yang ketiga yaitu air dan gula yang sudah dimasukkan kedalam gelas
diaduk hingga larut dan gula pasir sudah tercampur dengan air, dan pelarutan air
dan gula sudah jadi dengan air sebagai pelarut dan gula yang terlarut.
Dan masih banyak lagi bahan padat yang bisa larut dengan air contoh
lainnya yaitu garam, jus serbuk, sabun, cat pernis dan pewarna yang larut dalam
thinner dan masih bnayak lagi.

3. Pelarutan gas dengan zat cair

Contoh pelarutan gas dengan zat cair dan penerapannya dalam kehidupan
sehari hari yaitu udara bebas yang kita hirup terdiri dari oksigen dan nitrogen.

Penyimpanan larutan juga harus diperhatikan, larutan pereaksi yang sudah


dibuat harus disimpan sesuai tempatnya. Hal yang harus diperhatikan yaitu
pemisahan, tingkat resiko bahay, pelabelan, fasilitas penyimpanan, wadah
sekunder, larutan kadaluarsa, inventarisasi, dan informasi resiko berbahaya.

Penyimpanan dan penataan larutan harus dicantumkan tanggal


pembuatannya. Tempat penyimpanan larutan dalam botol, karena bahan air harus
disimpan di lemari asam, sedangkan uutk bahan yang tidak berbahaya dapat
disimpan dalam lemari tersendiri.

D. Sifat -sifat Koligatif Larutan


Sifat koligatif larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis
zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada konsesntrasi partikel zat
terlartunya. Sifat koligatif larutan dibagi menjadi dua jenis, yaitu sifat
koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit. Sifat
koligatif bergantung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan.
Sifat koligatif terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,
penurunan titik beku dan tekanan osmotik.

a) Penurunan Tekanan Uap


Tekanan uap (vapor pressure) adalah ukuran
kecenderungan molekul-molekul suatu cairan untuk lolos
menguap. Semakin besar tekanan uap suatu cairan, makin mudah
molekul-molekul cairan berubah menjadi uap. Tekanan uap suatu
cairan bergantung pada banyaknya molekul di permukaan yang
memiliki cukup energi kinetik untuk melepaskan diri dari. tarikan
molekul-molekul tetangganya. Jika cairan itu dilarutkan suatu zat,
maka yang menempati permukaan bukan hanya molekul pelarut,
tetapi juga molekul zat terlarutnya. Laju penguapan akan
berkurang karena molekul pelarut di permukaan semakin sedikit.
Makin banyak zat terlarut, makin besar pula penurunan tekanan
uap.
Besarnya tekanan uap dirumuskan sebagai berikut :
∆P = P0 - P

Menurut Raoult,
P = P0 X A

Maka,

∆P = P0- P

= P 0 - P0 . X A

= P0 (1 - X A ¿

∆P = P0. X B

mol zat terlarut


Atau ∆P = P0 ×
mol seluruh zat

Keterangan :

0
P = tekanan uap pelarut murni

X A = fraksi mol terlarut

∆P = penurunan tekanan uap

X B = fraksi mol terlarut

0
P > P (tekanan uap pelarut murni lebih besar dibandingkan
tekanan uap larutan).

Contoh penurunan tekanan uap dalam kehidupan yaitu laut


mati. Laut mati merupakan contoh penurunan tekanan uap oleh zat
terlarut yang tidak menguap. Biasanya kadar garam pada laut mati
ini sangat tinggi dibandingkan dengan kadar garam laut pada
umumnya. Kadar garam yang sangat tinggi menyebabkan air itu
tidak mudah menguap. Biasanya laut mati ini berada pada daerah
gurun yang cuaca nya sangat panas. Kita tidak akan tenggelam jika
berenang di laut mati, karena konsentrasi zat terlarutnya sangat
tinggi.
Sumber : wajibbaca.com

b) Kenaikan Titik Didih


Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair
mendidih. Pada suhu ini, zat cair sama dengan tekanan udara di
sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh
bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur memakai tekanan 1
atmosfer. Dari hasil penelitian yang dilakukan, titik didih larutan
akan selalu lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya. Hal
ini disebabkan adanya partikel-partikel dari zat terlarut dalam suatu
larutan menghalangi peristiwa penguapan dari partikel-partikel
pelarut. Oleh karena itu, penguapan partikel-partikel pelarut
membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan titik didih
larutan dengan titik didih pelarut murni disebut dengan kenaikan
titik didih yang dilambangkan dengan (∆Tb).

Persamaan nya dapat ditulis :

∆Tb = kb × m

g 1000
∆Tb = kb × ×
Mr P

∆Tb = Tb larutan – Tbpelarut

Keterangan :

∆Tb = kenaikan titiik didih


kb = tetapan kenaikan titik didih molal

m = massa zat terlarut

Mr = massa molekul relatif

Contoh kenaikan titik didih dalam kehidupan sehari hari


adalah air yang dipanaskan hingga mendidih. Di saat kita sedang
merebus air, saat itulah terjadi kenaikan titik didih oleh air. Titik
didih air mencapai 100̊C.

Sumber : blogspot.com

c) Penurunan Titik Beku


Penurunan tekanan uap akibat zat terlarut tidak menguap
juga dapat menyebabkan penurunan titik beku larutan.
Gejala ini terjadi karena zat terlarut tidak larut dalam fasa
padat pelarut. Agar tidak terjadi pemisahan zat terlarut dan
pelarut ketika larutan membeku, maka diperlukan suhu
yang lebih rendah lagi untuk mengubah seluruh larutan
menjadi fasa padatnya. Seperti hal nya titik didih,
penurunan titik beku, ∆Tf berbanding lurus dengan
molalitas larutan.

∆Tf = Tfp – Tfl


Menurut Raoult, ∆Tf = m.Kf

Atau

gram 1000
∆Tf = × × Kf
Mr P
Keterangan :
Tfp = titik beku pelarut
Tfl = titk beku larutan
m = molalitas larutan
Kf = konstanta titik beku molal
P = berat pelarut
Contoh penurunan titik beku dalam kehidupan
sehari-hari yaitu mencairkan salju di jalan. Kita dapat
mencairkan salju yang melapisi jalanan ketika sedang
musim salju. Lapisan salju tersebut dapat membahayakan
pengendara yang melintasi jalanan sehingga perlu
dibersihkan. Untuk mengatasinya, jalanan bersalju tersebut
bisa ditaburi campuran garam NaCl dan CaCl2. Penaburan
garam tersebut dapat mencairkan salju di jalanan.

Sumber : blogsopt.com

d) Tekanan Osmotik
Tekanan osmotic adalah tekanan yang diberikan kepada larutan
sehingga bisa mencegah mengalirnya molekul. Pelarut masuk ke
sela sela selaput semipermeable. Misalnya suatu larutan encer dan
pekat dipisahkan oleh selaput (membran) yang semipermeabel,
yaitu selaput yang bisa ditembus oleh molekul pelarut tetapi tidak
bisa ditembus oleh molekul zat terlarut. Selaput semipermeabel ini
bisa berupa kertas perkamen, lapisan film selofan, gelatin, ataupun
membrane sel dari makhluk hidup. Maka terjadilah peristiwa
osmosis, yaitu perpindahan zat atau molekul pelarut dari larutan
dengan konsentrasi rendah ke larutan yang konsentrasinya lebih
tinggi melalui membrane semipermeabel. Peristiwa osmosis
menyebabkan naiknya permukaan dari larutan yang pekat,
sehinggga tekanan membesar yang pada waktu tertentu akan
memperlambat laju osmosis. Akhirnya tercapailah suatu tekanan
osmosis, yaitu tekanan yang mampu menghentikan osmosis atau
perpindahan molekul pelarut atau disebut tekanan osmosis.
Tekanan osmosis memiliki kesamaan rumus dengan gas ideal.
PV = nRT
n
Jika P adalah tekanan osmotik (π), sedangkan adalah kemolaran
v
(M), maka

n
π = MRT atau ×R×T
v

keterangan :
M = mol/l
R = 0,082
T = ̊K (̊C + 273)
Contoh penerapan osmotik dalam kehidupan sehari-
hari yaitu pengawetan makanan. Garam dapur dapat membunuh
mikrobakteri penyebab busuknya makanan. Oleh karena itu, garam
dapur digunakan sebagai bahan untuk mengawetkan makanan
seperti ikan. Contoh lainnya yaitu penyerapan air oleh akar
tanaman. Tanaman menyerap air tanah melalui akar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sel-sel yang Menyusun akar
tanaman mengandung zat-zat terlarut sehingga konsentrasinya
menjadi lebih tinggi daripada air di sekitar tanaman terssebut,
sehingga air dalam tanah dapat diserap oleh tanaman.

E. Koloid
A. Penggolongan dan Sifat-Sifat Koloid
a. Pengertian koloid
Koloid merupakan campuran yg hampir sama dengan campuran homogen
tetapi sifatnya berbeda sehingga campuran tersebut tidak bisa digolongkan
kedalam homogen dan juga heterogen.
Ahli kimia menggolongkan koloid Berdasarkan ukuran partikel.Sistem
koloid berada di antara heterogen dan juga homogen. Ukuran partikel
koloid lebih kecil dari campuran heterogen sehingga tidak membentuk
fasa terpisah, dan juga tidak keci jika dibandingkan dengan larutan
homogen.

Dalam larutan homogen molekul, atom, dan ion terlarut secara homogen.
Pada sistem koloid, partikel-partikel koloid terdispersi secara homogen
dalam mediumnya. Oleh karena itu, partikel koloid disebut sebagai fasa
terdispersi dan mediumnya disebut sebagai medium pendispersi.
b. Penggolongan koloid
a)liofob dan liofil
Berdasarkan tingkat kestabilan, koloid digolongkan menjadi dua macam
yaitu koloid liofob dan liofil. Koloid liofob yaitu koloid yg memiliki
kestabilan rendah, sedangkan koloid liofil yaitu koloid yg memiliki
kestabilan tinggi.Liofob berasal dari bahasa Latin yang artinya menolak
pelarut,sedangkan liofil artinya menyukai pelarut.
Koloid liofil relatif stabil dan mudah dibuat sedangkan Koloid liofob
bersifat irreversible. Jika koloid liofob mengalami kekurangan air koloid
tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula walaupun sudah diberi air
lagi
b)Jelifikasi
Jeli terjadi akibat molekul-molekul bergabung menjadi satu yg membentuk
rantai panjang sehingga menyebabkan terbentuknya ruang ruang kosong
yang dapat diisi oleh cairan sehingga cairan tersebut terjebak dalam
jaringan rantai yg di sebut dengan peristiwa swelling.Pada suhu tinggi
jelly akan susah mengeras sedangkan pada suhu rendah jely akan
memadat. Pada Pembentukan jeli membutuhkan konsentrasi tinggi agar
seluruh pelarut dapat terjebak dalam jaringan.Kepadatan gel tergantung
pada zat yang terdispersi.
Silica gel mengandung air yg banyak, sehingga membentuk cairan kental.
Saat kadar air berkurang kepadatannya meningkat sehingga memudahkan
dalam memotongnya. Silica gel dibuat dengan cara pengeringan dan
pengkristalan.silika gel digunakan sebagai pengering udara untuk
pengalengan, peralatan elektronik, dll.
Volume jeli akan berkurang jika dibiarkan karena cairannya keluar proses
tersebut disebut dengan sinergis. Efek sinergis terlihat pada jely yang
dibiarkan dalam waktu yg lama.
c) Sifat Koloid
a)Gerak brown
Robert Brown seorang pakar botani menemukan percobaan yg mana,jika
mikroskop optik diarahkan pada suatu dispersi koloid dengan arah tegak
lurus dengan bekas cahaya,maka akan menampakkan partikel partikel
koloid dengan bentuk bintik bintik terang yg bergerak secara zig zag.
Gerakan bintik bintik terang secara zig zag tersebut di sebut dengan
gerakan brown.
Robert brown tidak dapat menjelaskan mengapa bintik terang tersebut
bergerak secara zigzag, sehingga pada tahun 1905 Albert Einsten
menjelaskan pergerakan tersebut secara matematika yang mana partikel yg
bergerak dalam suataui medium akanmenunjukkan suatau gerakan acar
seperti geakan brown yg penyebabnya adalah tumbukan antarpartikel yang
tidak rata.Sehingga dapat disimpulkan gerakan brown adalah gerakan yg
terjadi karena adanya tu,bukan antar partikel pelarut dengan partukel lain.

b) Efek Tyndall

Larutan ada yg dapat ditembus oleh cahaya dan juga ada yg tidak bisa
ditembus oleh cahaya, namun menghamburkan cahaya sehingga
mengakibatkan berkas cahaya tampak pada medium. berkas cahaya dapat
terlihat di dalam koloid karena ukuran partikel koloid yang cukup besar
dibandingkan dengan larutan homogen sehingga dapat mengakibatkan cahaya
yang jatuh memantul.

Ketika cahaya senter dilewatkan ke dalam sistem koloid maka cahaya


tersebut akan dipantulkan oleh partikel-partikel koloid ke segala arah
sehingga tampak sebagai hamburan cahaya. Gejala pemantulan cahaya oleh
partikel koloid dinamakan efek Tyndall Dengan demikian, efek Tyndall dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk membedakan sistem koloid danlarutan
homogen.

Air dan minyak zaitun, masing-masing dapat tembus cahaya, tetapi jika
keduanya dicampurkan akan terbentuk sistem koloid seperti susu. Campuran
ini dapat menghamburkan cahaya.

c. Adsorpsi

Zat-zat yang terdispersi dalam sistem koloid dapat memiliki sifat listrik pada
permukaannya. Sifat ini menimbulkan gaya an der aals bahkan ikatan valensi
yang dapat mengikat partikel-partikel zat asing.gejala penempelan zat asing
pada permukaan partikel koloid disebut adsorpsi Zat-zat teradsorpsi dapat
terikat kuat membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua
lapisan partikel.
Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi suatu anion maka koloid akan
bermuatan negatif. Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi suatu kation
maka koloid akan bermuatan positif. Jika yang diadsorpsipartikel netral,
koloid akan bersifat netral.

Oleh karena kemampuan partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel lain


maka sistem koloid dapat membentuk agregat sangat besar berupa jaringan,
seperti pada jel. Sebaliknya, agregat yang besar dapat dipecah menjadi
agregat kecil-kecil seperti pada sol.absorpsi berbeda dengan adsorpsi.
Adsorpsi hanya menempel pada permukaan, sedangkan absorpsi merembes
sampai ke bagian dalam absorben.

d. Elektroforesis

Oleh karena zat-zat terdispersi dalam sistem koloid dapat memiliki muatan
lisrik maka zat tersebut dalam medan listrik dapat bergerak ke arah elektrode
yang berlawanan muatan. igrasi partikel koloid dalam medan listrik disebut
peristiwa elektroforesis.

Elektroforesis banyak digunakan dalam industri, misalnya pelapisan antikarat


(cat) pada badan mobil. Partikel-partikel cat yang bermuatan listrik dioleskan
pada badan mobil yang dialiri muatan listrik berlawanan dengan muatan cat.
Pelapisan logam dengan cat secara elektroforesis lebih kuat dibandingkan
cara konvensional seperti pakai kuas.

e. Dialisis

Dialisis adalah suatu teknik pemurnian koloid yang didasarkan pada


perbedaan ukuran partikel-partikel koloid. Dialisis dilakukan dengan cara
menempatkan dispersi koloid dalam kantong yang terbuat dari membran
semipermeabel, seperti kertas selofan dan perkamen. Selanjutnya merendam
kantong tersebut dalam air yang mengalir. Oleh karena ion-ion atau molekul
memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid maka ion-ion tersebut dapat
pindah melalui membran dan keluar dari sistem koloid. Adapun partikel
koloid akan tetap berada di dalam kantung membran.
Proses dialisis dapat dimanfaatkan untuk membersihkan darah. Proses dialisis
dipakai pada pencucian darah, yang lebih populer sebagai hemodialisis.
Darah dipompa dan dialirkan melalui tabung dialisis selofan. Di dalam
tabung tersebut, terdapat larutan yang telah diformulasikan sehingga
memiliki kandungan komponen yang sama dengan plasma darah, yaitu
glukosa, NaCl, NaHCO3 , dan KCl. Konsentrasi senyawa-senyawa tersebut
memiliki kesamaan dengan yang terkandung dalam darah sehingga tidak
akan mengalir menembus membran selofan.

B. Kestabilan Koloid

a. Kestabilan Koloid

Sistem koloid pada dasarnya stabil selama tidak ada gangguan dari luar.
Kestabilan koloid bergantung pada macam zat terdispersi dan mediumnya.
Ada koloid yang sangat stabil, ada juga koloid yang kestabilannya rendah.
Koloid-koloid yang stabil dapat menjadi suspensi atau larutan sejati jika
diganggu.

Kestabilan koloid pada umumnya disebabkan oleh adanya muatan listrik pada
permukaan partikel koloid, akibat mengadsorpsi ion-ion dari medium
pendispersi. Jika larutan asam arsenat direaksikan dengan gas H2S, akan
terbentuk larutan arsen(III) sulfida menurut persamaan:

2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) ⎯⎯→As2S3(aq) + 6H2O(l)

Oleh karena H2S dalam air dapat terionisasi membentuk ion H+ dan ion
HS– , arsen(III) sulfida memiliki kemampuan mengadsorpsi ion HS–. Oleh
karenanya, pada kondisi tertentu larutan As2S3 akan membentuk koloid
bermuatan negatif berupa sol arsen(III) sulfida.

Sol As2S3 bersifat stabil karena partikel-partikel koloid yang terbentuk


bermuatan sejenis, yakni muatan negatif. Menurutkonsep fisika, muatan
sejenis akan saling tolak-menolak sehingga partikelpartikel As2S3 tidak
pernah berkoagulasi menjadi endapan.
b.Destabilisasi Koloid

Karena kestabilan koloid disebabkan oleh muatan listrik pada permukaan


partikel koloid maka penetralan muatan partikel koloid dapat menurunkan
bahkan menghilangkan kestabilan koloid. Penetralan muatan partikel koloid
menyebabkan bergabungnya partikel-partikel koloid menjadi suatu agregat
sangat besar dan mengendap, akibat adanya gaya kohesi antarpartikel koloid.
Proses pembentukan agregat dari partikel-partikel koloid hingga menjadi
berukuran suspensi kasar dinamakan koagulasi atau penggumpalan dispersi
koloid.

Penetralan muatan koloid dapat dilakukan dengan cara menambahkan zat-zat


elektrolit ke dalam sistem koloid, seperti ion-ion Na+, Ca2+,dan
Al3+.Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah muatan elektrolit. Makin
besar muatan elektrolit, makin cepat proses koagulasi terjadi. Penambahan
ion Al3+ ke dalam sistem koloid yang bermuatan negatif, seperti sol As2
O3lebih cepat dibandingkan dengan ion Mg2+ atau ion Na+.

Gejala koagulasi pada dispersi koloid dengan cara penetralan muatan koloid
dapat dilihat pada pembentukan delta di muara sungai yang menuju laut.
Pembentukan delta di muara sungai disebabkan oleh koagulasi lumpur yang
bermuatan negatif oleh zat-zat elektrolit dalam air laut, seperti ion-ion Na+
dan Mg2+.

Ketika lumpur tersebut sampai di muara (pertemuan sungai dan laut), di laut
sudah tersedia ion-ion seperti Na+ dan Mg2+. Akibatnya, lumpur kehilangan
muatannya dan beragregat satu dengan lainnya membentuk delta. Proses
koagulasi dispersi koloid bermanfaat bagi manusia, terutama pada
penjernihan air dan penyaringan udara.

Pengolahan air minum pada prinsipnya memanfaatkan sifat-sifat koloid untuk


memperoleh air bersih dari air sungai. Prosesnya adalah sebagai berikut.

a) Air sungai dialirkan melewati bak screen untuk memisahkan air dari
sampah menuju bak homogenisasi.
b) Pada bak homogenisasi, air sungai dihomogenkan dengan cara diaduk dan
ditambahkan kapur serta besi(II) sulfat untuk mengendapkan limbah logam-
logam berat

c) Pada bak koagulan, air sungai yang sudah bebas dari logam-logam berat
ditambah tawas atau PAC untuk mengendapkan lumpur dan limbah
anorganik lainnya. Selanjutnya, air dialirkan ke dalam bak aeator.

d) Pada bak aerator, air sungai diaerasi untuk menghilangkan limbah organik
(protein, karbohidrat, dan lemak) dengan memanfaatkan bakteri aerob. Pada
bak aerator, udara dihembuskan ke dalam air selama lebih kurang 48 jam dan
diberi pupuk untuk menyuburkanbakteri aerob (sistem lumpur aktif). Limbah
organik + O2 ⎯⎯⎯⎯⎯ Bakteriaerob→ CO2 + H2O + endogenus

e) Setelah bebas dari limbah organik, air dipindahkan ke dalam bak


sterilisasi. Pada bak ini, air dibersihkan dari bakteri yang merugikan dengan
menambahkan kaporit. Selanjutnya, air didistribusikan kekonsumen.

Prinsip koagulasi partikel koloid dengan cara penetralan juga dipakaiuntuk


menyaring asap yang dibuang melalui cerobong pabrik. Asap industri dan
debu jalanan yang terdiri atas partikel karbon, oksida logam, dan debu dapat
diendapkan menggunakan alat yang disebut pengendap Cottrell.

Asap dan debu dilewatkan ke dalam pengendap Cottrell. Dalam alat tersebut
terdapat kisi-kisi elektrode bertegangan tinggi yang dialiri arus listrik searah.
Partikel-partikel debu yang bermuatan akan dinetralkan hingga membentuk
agregat sangat besar, yang akhirnya mengendap di bagian dasar pengendap
Cottrell.

C. Pembuatan Koloid

Karena ukuran partikel koloid berada pada rentang antara larutan sejati dan
suspensi kasar maka sistem koloid dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu

1. Pemecahan partikel-partikel besar menjadi partikel berukuran koloid. Cara


ini disebut cara dispersi.
2. Pembentukan agregat dari molekul-molekul kecil berukuran larutan
menjadi berukuran koloid. Cara ini disebut sebagai cara kondensasI.

1. Metode secara Dispersi

Beberapa metode praktis yang biasa digunakan untuk membuat koloid yang
tergolong cara dispersi adalah cara mekanik, cara peptisasi, homogenisasi,
dan cara busur listrik redig.

a. Cara Mekanik Zat-zat yang berukuran besar dapat direduksi menjadi


partikel berukuran koloid melalui penggilingan, pengadukan, penumbukan,
dan penggerusan. Zat-zat yang sudah berukuran koloid selanjutnya
didispersikan ke dalam medium pendispersi.

Cara mekanik, contohnya pengilingan kacang kedelai pada pembuatan tahu


dan kecap. Pembuatan cat di industri, caranya bahan cat digiling kemudian
didispersikan ke dalam medium pendispersi, seperti air.

Teknik penumbukan dan pengadukan banyak digunakan dalam pembuatan


makanan, seperti kue tart dan mayones. Kuning telur, margarin, dan gula
pasir yang sudah dihaluskan, kemudian dicampurkan dan diaduk menjadi
koloid.

b. Cara Busur Listrik Bredig

Arus listrik bertegangan tinggi dialirkan melalui dua buah elektrode logam
(bahan terdispersi). Kemudian, kedua elektrode itu dicelupkan ke dalam air
hingga kedua ujung elektrode itu hampir bersentuhan agar terjadi loncatan
bunga api listrik. Loncatan bunga api listrik mengakibatkan bahan elektrode
teruapkan membentuk atom-atomnya dan larut di dalam medium pendispersi
membentuk sol.

c. Cara Peptisasi

Dispersi koloid dapat juga diperoleh dari suspensi kasar dengan cara
memecah partikel-partikel suspensi secara kimia. Kemudian, menambahkan
ion-ion sejenis yang dapat diadsorpsi oleh partikel-partikel koloid sampai
koloid menjadi stabil. Koagulasi agregat-agregat yang telah membentuk
partikel-partikel berukuran koloid dapat dihambat karena adanya ion-ion
yang teradsorpsi pada permukaan partikel koloid.

Contohnya, tanah lempung pecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid


jika ditambah NaOH dan akan menjadi koloid jika didispersikan ke dalam
air. Partikel-partikel silikat dari tanah lempung akan mengadsorpsi ion-ion
OH– dan terbentuk koloid bermuatan negatif yang stabil.

d. Cara Homogenisasi

Pembuatan koloid jenis emulsi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin


penghomogen sampai berukuran koloid. Cara ini digunakan pada pembuatan
susu. Partikel lemak dari susu diperkecil sampai berukuran koloid dengan
cara melewatkan melalui lubang berpori dengan tekanan tinggi. Jika ukuran
partikel sudah sesuai ukuran koloid, selanjutnya didispersikan ke dalam
medium pendispersi.

2. Metode secara Kondensasi

Ion-ion atau molekul yang berukuran sangat kecil (seperti ukuran larutan
homogen) diperbesar menjadi partikel-partikel berukuran koloid. Dengan
kata lain, larutan sejati diubah menjadi dispersi koloid.

Pembentukan kabut dan awan di udara merupakan contoh pembentukan


aerosol cair melalui kondensasi molekul-molekul air membentuk kerumunan
(cluster). Cara kondensasi umumnya dilakukan melalui reaksi kimia. Tiga
macam reaksi yang dapat menghasilkan kondensasi adalah reaksi hidrolisis,
reaksi redoks, dan reaksi metatesis.

a. Reaksi Metatesis

Apabila ke dalam larutan natrium tiosulfat ditambahkan larutan asam klorida


akan terbentuk partikel berukuran koloid. Persamaan reaksinya sebagai
berikut.

Na2S2O3+ 2HCl ⎯⎯→2NaCl + H2SO3+ S


Partikel berukuran koloid terbentuk akibat belerang beragregat sampai
berukuran koloid membentuk sol belerang. Jika konsentrasi pereaksi dan
suhu reaksi tidak dikendalikan, dispersi koloid tidak akan terbentuk sebab
partikel belerang akan tumbuh terus menjadi suspensi kasar dan mengendap.

b. Reaksi Redoks

Sol emas dapat diperoleh melalui reduksi emas(III) klorida dengan formalin.
Persamaan reaksinya sebagai berikut.

2AuCl3 + CH4O + 3H2O ⎯⎯→2Au + 6HCl + CH4O2

Awalnya emas terbentuk dalam keadaan atom-atom bebas, kemudian


beragregat menjadi berukuran partikel koloid. Partikel koloid distabilkan oleh
ion-ion OH– yang teradsorpsi pada permukaan partikel koloid. Ion ion OH–
ini berasal dari ionisasi air.

c. Reaksi Hidrolisis

Besi(III) klorida jika dilarutkan dalam air akan mengionisasi air membentuk
ion OH– dan H+. Ion-ion OH– bereaksi dengan besi(III) klorida membentuk
besi(III) hidroksida. Persamaan reaksinya sebagai berikut.

FeCl3 + 3H2O ⎯⎯→Fe(OH)3+ 3HCl

Ukuran partikel-partikel Fe(OH)3 yang terbentuk lebih besar dari ukuran


larutan sejati, tetapi tidak cukup besar untuk mengendap. Selain itu, koloid
Fe(OH)3 yang terbentuk distabilkan dengan mengadsorpsi ion-ion Fe3+ dari
larutan.

3. Pengubahan Medium Pendispersi

Kondensasi dapat terjadi jika kelarutan zat dikurangi dengan cara mengubah
pelarut. Contoh, jika larutan belerang jenuh dalam etanol dituangkan ke
dalam air, akan terbentuk sol belerang. Hal ini akibat terjadinya penurunan
kelarutan belerang dalam campuran air-etanol. Pembentukan larutan koloid
dengan cara mengurangi kelarutan dapat diamati pada saat air ditambahkan
ke dalam larutan yang mengandung indikator fenolftalein. Akibatnya, akan
terbentuk koloid yang berwarna putih seperti susu.

F. Pengenceran

Pengenceran Larutan adalah proses penurunan Konsentrasi larutan dengan


penambahan zat pelarut seperti air ke dalam Larutan yang pekat untuk
menurunkan Konsentrasi Larutan dari yang semula pekat menjadi lebih encer
guna keperluan didalam Laboratorium. Pengenceran pada prinsipnya hanya
menambahkan pelarut saja, sehingga jumlah mol zat terlarut sebelum
pengenceran sama dengan jumlah mol zat terlarut sesudah pengenceran.

Dengan kata lain jumlah mmol zat terlarut sebelum pengenceran sama
dengan jumlah mmol zat terlarut sesudah penegenceran atau jumlah gr zat
terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah gr zat terlarut sesudah
pengenceran. Apabila konsentrasi larutan dinyatakan dalam skala volumetrik,
jumlah solute yang terdapat dalam larutan pada volume tertentu akan setara
dengan hasil kali volume dan konsentrasi.

Jika suatu larutan diencerkan, volume akan meningkat dan konsentrasi akan
berkurang nilainya, tetapi jumlah keseluruhan solute akan konstan. Jadi, dua
buah larutan yang mempunyai konsentasi berbeda tetapi mengandung jumlah
solute yang sama dapat dihubungkan dengan:

V1 x K1 = V2 x K2

V1 = (V2 x K2) ÷ K1

K1 = (V2 x K2) ÷ V1

V2 = (V1 x K1) ÷ K2
K2=(V1 x K1) ÷ V2

Dimana: V1 = volume larutan asal yang akan diencerkan (mL);

K1 = konsentrasi larutan asal

V2 = volume larutan yang akan dibuat (mL)

K2 = konsentrasi larutan yang akan dibuat

Prinsip Pengenceran Larutan

Tatacara Pengenceran

1. Lakukan perhitungan pengenceran

2. Masukan larutan pekat ke labu takar (dengan pemipetan) atau wadah


dengan ukuran sesuai volume yang akan dibuat

3. Tambahkan pelarut sampai ½ atau ¾ volume labu takar atau penampung

4. Gojok atau aduk larutan atau aduk hingga homogen atau merata.

5. Tambahkan air atau pelarut sampai batas volume dibuat pada labu takar
atau penampung

6. Gojok atau aduk lagi hingga merata lalu tutup dan simpan atau siap untuk
digunakan. Catatan: untuk labu ukur, ditutup terlebih dahulu lalu digojok
hingga merata.

PeralatanPengenceran di Laboratorium

Khusus untuk kegiatan laboratorium cara pengenceran larutan menggunakan


alat pipet dan labu takar. Penggunaan labu takar akan lebih tepat dalam
penaraan volume. Bila menggunakan labu takar, rawat alat dengan cara
mencuci dengan sabun lunak dan bilas dengan air kran diikuti akuades.
Kemudian biarkan kering sebelum digunakan kembali. Pengeringan labu
takar jangan didalam oven.

Faktor Pengenceran (FP)


Faktor pengenceran (juga dikenal sebagai rasio pengenceran) adalah rasio
antara volume akhir dan volume awal dari solusi. Volume akhir adalah
volume larutan setelah pengenceran. Volume awal adalah volume larutan
sebelum encer, atau volume larutan asli yang digunakan untuk pengenceran.
Hubungan ini juga dapat digunakan bersama dengan massa zat terlarut.

Perhitungan Faktor Pengenceran

Faktor pengenceran = V2 ÷ V1

V1 = volume larutan asal (mL)

V2 = volume larutan yang akan dibuat (mL).

Contoh volume larutan asal (V1) = 25 mL dan volume akhir (volume larutan
dibuat (V2) = 500 mL, maka:

Faktor Pengenceran = V2 ÷ V1

= 500ml ÷ 25ml

= 20

Jadi, besarnya faktor pengenceran = 20 kali.

G.

Anda mungkin juga menyukai