Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN PRIMER KAYU

ACARA III

PERSIAPAN PENGERINGAN KAYU MENGGUNAKAN METODE

PENGERINGAN ALAMI

Oleh:
Nama : Annisa Mutiya Khasanah
NIM : 21/473791/KT/09470
Kelompok : 9
Co-Ass : Awanda Sifa Maharani
LABORATORIUM REKAYASA BIOMATERIAL

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2022
ACARA III

PERSIAPAN PENGERINGAN KAYU MENGGUNAKAN METODE

PENGERINGAN ALAMI

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Memahami cara penentuan kadar air kayu yang dilakukan melalui
proses pengeringan kayu
2. Memahami prosedur di dalam proses pengeringan kayu dengan
menggunakan metode radiasi matahari.
3. Memahami cara penentuan penyusutan kayu di dalam proses
pengeringan kayu dan upaya untuk meminimalkan cacat-cacat yang
mungkin ditimbulkan.

II. BAHAN DAN ALAT


Alat yang digunakan pada praktikum acara ini adalah :
1. Alat tulis
2. Kaliper
3. Penggaris
4. Oven/tanur pengering
5. Timbingan digital dan manual

Bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah :

1. Sampel pengeringan kayu mahoni (Swietenia mahagoni) berukuran


30 x 12 x 2 cm dengan jumlah 16 sampel
2. Sampel kadar air kayu mahoni (Switenia mahagoni) berukuran 2 x
2 x 2 cm dengan jumlah 6 sampel
III. CARA KERJA
Berikut cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu sebagai
berikut :
1. Kadar Air

Papan hasil gergajian Sampel ditimbang


Sampel tersebut
dipotong dengan beratnya dan dicatat
diberikan kode
ukuran 2x2x2 cm sebagai berat awal.

Setiap hari sampel


Sampel dikeringkan di
Dilakukan perhitungan ditimbang hingga
dalam oven dengan
kadar air kayu mencapai berat
suhu 103±2 ⁰C
konstan

Dalam praktikum acara 3 ini, untuk melakukan kegiatan


perhitungan kadar air pada kayu dilakukan dengan beberapa langkah
kerja. Pertama, papan hasil gergajian dipotong dengan ukuran 2x2x2
cm. Kedua, masing-masing sampel diberikan kode berupa nama
kelompok, nomor sampel, dan jenis kayunya. Ketiga, masing-masing
sampel tersebut ditimbang beratnya dan dicatat sebagai berat awal
atau berat basah. Keempat, sampel yang telah ditimbang dikeringkan
di dalam oven dengan suhu 103±2 ⁰C. Setiap hari masing-masing
sampel dilakukan penimbangan hingga mencapai berat konstan atau
berat kering tanur. Terakhir, setelah mencapai berat konstan,
dilakukan perhitungan kadar air kayu.
2. Penyusutan Kayu

Jenis sampel yang akan


Penandaan arah Dilakukan pengukuran
digunakan untuk panjang, lebar, dan tebal
pengukuran penyusutan ditentukan pada
sampel pengeringan sampel.
ditentukan terlebih
dahulu

Dilakukan pengukuran Pengeringan sampel kayu


Dilakukan perhitungan penyusutan kayu yang
penyusutan kayu dilakukan hingga
terjadi setiap hari dan mencapai berat konstan
dicatat hasilnya dengan menggunakan
radiasi matahari
Dalam praktikum acara 3 ini, untuk melakukan kegiatan
perhitungan penyusutan pada kayu dilakukan dengan beberapa langkah
kerja. Pertama, jenis sampel yang akan digunakan untuk pengukuran
penyusutan ditentukan terlebih dahulu. Sampel yang digunakan untuk
kegiatan ini berukuran 30 cm × 10 cm × 2 cm . Kedua, penandaan arah
ditentukan pada sampel pengeringan. Ketiga, dilakukan pengukuran
panjang, lebar, dan tebal sampel. pengukuran panjang dan lebar sampel
dilakukan dengan menggunakan penggaris, sementara pengukuran
tebal sampel dilakukan dengan menggunakan kaliper. Keempat,
pengeringan sampel kayu dilakukan hingga mencapai berat konstan
dengan menggunakan radiasi matahari. Kelima, dilakukan pengukuran
penyusutan kayu yang terjadi setiap hari dan dicatat. Terakhir,
dilakukan perhitungan penyusutan kayu.

IV. HASIL PENGAMATAN


Tabel 1. Perhitungan Kadar Air Sampel

Kode Nomor Berat


BKT (g) KA (%) Rata-rata KA
Sampel Sampel Awal (g)
1 4.491 3.713 20.95
A68 2 5.172 4.241 21.95 21.44
3 4.298 3.540 21.41
1 4.380 3.414 28.30
A70 2 5.180 3.288 57.54 47.96
3 4.890 3.094 58.05
1 3.784 3.110 21.67
A71 2 4.167 3.424 21.70 23.52
3 3.780 2.972 27.19
1 4.930 3.602 36.87
A72 2 4.938 3.529 39.93 38.93
3 4.935 3.525 40.00

Contoh Perhitungan

- KA A68 (1) - KA A71 (1)


BB−BKT
= × 100%
BKT
4,491−3,713 BB−BKT
= × 100% = × 100%
3,713 BKT
= 20,95…% 3,784−3,110
= × 100%
3,110
= 21,67…%

- KA A70 (1) - KA A72 (1)


BB−BKT BB−BKT
= × 100% = × 100%
BKT BKT
4,380−3,414 4.930−3,602
= × 100% = × 100%
3,414 3,602
= 28,30…% = 36,87….%

Tabel 2. Perubahan Berat Sampel


Nomor Kode Berat Berat pada Tanggal (g)
Sampel Sampel Awal (kg) 9/11/2022 10/11/2022 14/11/2022 15/11/2022 16/11/2022 17/11/2022
1 A72 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.280 0.28
2 A72 0.32 0.3 0.3 0.3 0.3 0.300 0.30
3 A72 0.32 0.32 0.32 0.32 0.3 0.3 0.3
4 A72 0.28 0.28 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
5 A70 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
6 A70 0.3 0.3 0.3 0.28 0.28 0.28 0.28
7 A70 0.3 0.3 0.29 0.28 0.28 0.28 0.28
8 A71 0.3 0.3 0.3 0.3 0.28 0.28 0.28
9 A68 0.34 0.34 0.34 0.34 0.32 0.325 0.32
10 A68 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36 0.36
11 A68 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34
12 A71 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.28
13 A71 0.3 0.3 0.29 0.28 0.28 0.28 0.28
14 A72 0.26 0.26 0.26 0.26 0.25 0.25 0.24
15 A71 0.29 0.29 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
16 A71 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
17 A72 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28

Tabel 3. Perubahan Kadar Air Sampel


Nomor Kode Kadar Air sampel pengeringan alami selama pengamatan ke.. (%)
Sampel Sampel awal 1 2 3 4 5 6
1 A68 21.44 21.44 21.44 21.44 19.06 19.65 19.06
2 A70 47.96 47.96 46.32 41.39 41.39 41.39 41.39
3 A71 23.52 23.52 21.84 21.02 19.37 19.37 17.73
4 A72 38.93 37.48 37.48 37.48 34.32 33.49 32.60
* Perhitungan kadar air menggunakan rumus dan cara perhitungan yang
sama dengan perhitungan pada Tabel 1.

Gambar 1. Grafik Perubahan Kadar Air

Tabel 4. Perubahan Dimensi Sampel Pengeringan


No. Sampel Dimensi Awal (cm) Dimensi Akhir (cm) Penyusutan (%)
P 30.00 30.00 0.000
1 L 9.97 9.91 0.565
T 1.918 1.92 -0.083
P 30.00 30.00 0.000
2 L 10.61 10.20 3.833
T 1.926 1.914 0.613
P 30.00 30.00 0.000
3 L 10.27 10.10 1.688
T 1.924 1.92 0.187
P 30.00 30.00 0.000
4 L 10.54 9.90 6.072
T 1.928 1.912 0.850
P 30.00 30.00 0.000
5 L 10.00 9.98 0.200
T 1.9 1.912 -0.632
P 30.00 30.00 0.000
6 L 9.98 9.95 0.301
T 1.9 1.914 -0.737
P 30.00 30.00 0.000
7 L 10.02 9.94 0.785
T 1.9172 1.922 -0.250
P 30.00 30.00 0.000
8 L 10.13 9.80 3.289
T 1.934 1.896 1.965
P 30.00 30.00 0.000
9 L 9.99 9.94 0.441
T 2.360 2.362 -0.068
P 30.00 30.00 0.000
10 L 10.65 10.53 1.126
T 1.921 1.917 0.208
P 30.00 30.00 0.000
11 L 9.97 9.99 -0.217
T 2.372 2.392 -0.843
P 30.00 30.00 0.000
12 L 9.60 9.96 -3.715
T 1.91 1.906 0.021
P 30.00 30.00 0.000
13 L 10.00 9.92 0.800
T 1.93 1.904 1.347
P 30.00 30.00 0.000
14 L 9.76 9.77 -0.068
T 1.913 1.934 -1.108
P 30.00 30.00 0.000
15 L 9.98 10.00 -0.210
T 1.954 1.89 3.275
P 30.00 30.00 0.000
16 L 9.93 9.90 0.369
T 1.914 1.886 1.463
P 30.00 30.00 0.000
17 L 10.02 9.93 0.905
T 1.934 1.904 1.561
- Sampel 1 (L) - Sampel 1 (T)
10,243−10,187 1,918−1,912
= ×100% =
10,187 1,912
= 0,565% ×100%
= -0,083%

- Sampel 2 (L) - Sampel 2 (T)


9.97−9.91 1,943−1,925
= ×100% =
9.91 1,925
= 0,247% ×100%
= 0,937%

- Sampel 3 (L) - Sampel 3 (T)


10,61−10,20 1,924−1,920
= ×100% =
10,20 1,920
= 3,833% ×100%
= 0,187%

- Sampel 4 (L) - Sampel 4 (T)


10,54−9.90 1,928−1,912
= ×100% =
9.90 1,912
= 0,672 ×100%
= 0,850%
V. PEMBAHASAN
Pengeringan kayu merupakan suatu usaha atau proses untuk menurunkan
kadar air dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan
meminimalkan cacat-catat pengeringan dengan kombinasi perhitungan yang
ekonomis baik waktu maupun biaya (Listyanto, 2018). Pengeringan kayu
penting dilakukan dalam kegiatan pengolahan kayu karena berpengaruh
langsung terhadap penampilan produk akhir. Jika kayu dalam keadaan basah
langsung diolah menjadi produk maka akan diperoleh banyak kerugian seperti
bentuk dan ukuran produk akan berubah, sambungan menjadi longgar, terdapat
celah, dan lainnya (Basri, dkk, 2020).
Kegiatan pengeringan kayu pada saat sebelum dilakukan pengolahan kayu
memiliki berbagai keuntungannya yaitu kayu menjadi lebih ringan. Hal tersebut
bisa terjadi karena kadar air pada kayu sudah berkurang sehingga memudahkan
dalam penanganan serta menghemat biaya transportasi dan kegiatan muat
bongkar. Kayu juga akan terbebas dari serangan jamur dan bubuk kayu basah.
Hal ini karena air yang menjadi media untuk pertumbuhan jamur dan organisme
perusak kayu lainnya sudah berkurang drastis. Selain itu, dengan dilakukaknnya
pengeringan mampu menciptakan dimensi kayu yang lebih stabil karena pada
dasarya kayu akan menyusut atau mengembang mengikuti perubahan kadar air
atau kelembaban lingkungannya. Dimensi kayu akan stabil melalui pengeringan
yang tepat dengan tingkat kekeringan yang disesuaikan dengan tujuan
penggunaan (Basri, dkk, 2020). Kekuatan kayu akan meningkat jika kadar air
yang ada di dalam kayu rendah. Namun, dalam hal ini kadar air kayu tidak boleh
terlalu rendah karena juga mampu menurunkan kekuatan kayu dimana beberapa
komponen kimia kayu dapat terdegradasi. Dilakukan kegiatan pengeringan kayu
tersebut menjadi mudah untuk pengerjaan lanjutan. Prinsip dasar pengeringan
adalah bagaimana menurunkan kadar air dari suatu kayu dengan cara yang
benar. Prinsip pengeringan bertumpu pada dua hal yaitu evaporasi air dari
permukaan kayu kepada udara yang melingkupinya dan perpindahan air di
dalam kayu dari bagian dalam kayu menuju ke permukaan kayu. Air yang
terdapat dalam kayu terbagi menjadi dua jenis yaitu air terikat dan air bebas. Air
terikat merupakan air yang terdapat pada dinding sel. Sementara, air bebas
merupakan air yang terdapat dalam rongga sel. Pada proses pengeringan, bagian
permukaan kayu lebih dahulu mengeluarkan uap air karena perbedaan tekanan
uap dari kayu dengan lingkungannya. Air yang mengalir ke permukaan dan
menguap pertama kali yaitu air bebas yang kemudian diikuti oleh air terikat. Air
akan terus menguap dan keluar dari permukaan kayu secara terus menerus
hingga tercapai keseimbangan antara kayu dengan lingkungannya. Proses
pengeringan yang sesuai mampu mengurangi kembang susut kayu,
meningkatkan sifat-sifat kayu diantaranya sifat kekuatan, kelistrikan, dan sifat
insulasi panas kayu (Purnawati dan Muliyana, 2021).
Metode pada pengeringan kayu yang dilakukan terdapat beberapa jenis
antara lain yaitu pengeringan alami, pengeringan dengan bantuan fan,
pengeringan dengan ruang panas, pengeringan dengan dehumidifikasi, dan
pengeringan konvensional. (Darmawan, dkk, 2017). Pengeringan alami
merupakan suatu metode pengeringan tanpa pengaturan faktor-faktor
pengeringan seperti suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara. Metode ini
mengandalkan faktor alam berupa panas matahari serta angin. Pengeringan
dengan bantuan fan merupakan suatu metode pengeringan yang hanya diatur
oleh faktor pengeringan berupa sirkulasi udara, sedangkan faktor suhu dan
kembaban tergantung pada cuaca (Darmawan, dkk, 2017). Pengeringan dengan
ruang panas merupakan suatu metode pengeringan yang hanya diatur oleh faktor
pengeringan berupa suhu, sedangkan faktor kelembaban dan sirkulasi udara
tergantung pada cuaca. pengeringan dengan dehumidifikasi merupakan suatu
metode pengeringan yang salah satu faktornya yang berupa udara menjadi
penyebab molekul air keluar dari kayu sehingga dapat dengan cepat menyerap
uap air yang keluar dari dalam kayu (Darmawan, dkk, 2017). Meode ini
dilakukan dengan menggunakan alat dehumidifikasi. Pengeringan konvensional
merupakan suatu metode pengeringan yang dilakukan di ruang pengering yang
dilengkapi alat penyedia dan pengatur faktor suhu, kelembaban, dan sirkulasi
udara (Priadi dan Gunes, 2019).
Dalam praktikum ini dilakukan pengukuran kadar air dan penyusutan kayu.
Dalam pengukuran kadar air kayu dilakukan pada sampel kayu berukuran 2 cm
× 2 cm × 2 cm, sementara pengukuran penyusutan kayu dilakukan dengan pada
sampel kayu berukuran 30 cm × 10 cm × 2 cm . Berdasarkan tabel 1, data
pengukuran kadar air pada sampel kayu berukuran 2 cm × 2 cm × 2
cmmenunjukkan bahwa berat awal dari keenam sampel menunjukkan
perbedaaan dan selama 8 hari pengamatan diperoleh data berat sampel yang naik
turun. Penyebab diperolehnya berat sampel yang naik turun dikarenakan mesin
oven yang digunakan untuk mengeringkan sampel tidak menyala selama 24 jam
dan suhu yang digunakan terkadang tidak mencapai suhu yang sudah ditetapkan
yaitu sebesar 103±2 ⁰C. Dari tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air kayu pada
keduabelas sampel kayu diperoleh nilai kadar air antara 21.44 % - 47.96 %. Dari
data tersebut menunjukkan bahwa dari keenam sampel yang diamati memiliki
kadar air yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena berat kayu pada keadaan
basah yang tidak sama sehingga ketika dilakukan pengeringan berat kering
tanurnya juga akan berbeda nilainya dari masing-masing sampelnya.
Berdasarkan tabel 4, data pengamatan penyusutan kayu pada sampel kayu
berukuran 30 cm × 10 cm × 2 cm menunjukkan bahwa penyusutan pada tiga
bagian kayu menunjukkan bahwa nilai dari masing-masing bagian dari setiap
sampel berbeda selama 8 hari pengamatan diperoleh data pengukuran sampel
yang mengalami penurunan serta ada beberapa sampel ukurannya tetap atau
konstan. Pengamatan penyusutan dilakukan pada tiga bagian yaitu penyusutan
panjang, tebal, dan lebar serta dilakukan dengan menggunakan metode
pengeringan secara alami. Penyusutan bagian panjang dianggap tidak mengalami
penyusutan sehingga tidak dimasukkan dalam perhitungan. Penyusutan bagian
panjang dianggap tidak mengalami penyusutan sehingga tidak dimasukkan
dalam perhitungana. Penyusutan bagian tebal menunjukkan bahwa dari ketujuh
belas sampel diperoleh nilai penyusutan terkecil yaitu 0.021… % pada sampel
no 12 dan nilai penyusutan terbesar yaitu 3.275 …% pada sampel no .
Penyusutan bagian lebar menunjukkan bahwa dari kedelapan belas sampel
diperoleh nilai penyusutan terkecil yaitu sebesar 0.200… % pada sampel no 5
dan nilai penyusutan terbesar yaitu 6,072…% pada sampel no 4. Dari bagian-
bagian yang diukur nilai penyusutan menunjukkan bahwa penyusutan terbesar
terjadi pada bagian tebal sampel dan penyusutan terkecil terjadi pada bagian
panjang.
Pada pengeringan kayu dipengaruhi dua faktor yaitu faktor luar dan faktor
dalam. Faktor luar yang mempengaruhi pengeringan kayu antara lain suhu,
kelembaban udara relative, sirkulasi udara, cara penumpukan, dan kondisi alat
pengeringan (Basri, dkk, 2020). Proses pengeringan kayu, suhu udara harus
dirancang seefisien mungkin terutama dengan menggunakan alat pengering
kayu. kelembaban udara disesuaikan dengan tingkat kadar air kayu karena
kelembaban yang terlalu tinggi menyebabkan kayu rentan terserang jamur dan
organisme lainnya, sebaliknya kelembaban yang terlalu rendah menyebabkan
kayu mudah berubah bentuk dan pecah. Sirkulasi udara yang baik dapat
mengahntarkan panas secara merata ke seluruh permukaan kayu dari setiap
tumpukannya dimana semakin cepat sirkulasi udara maka akan mempercepat
proses pengeringan. Kondisi alat pengering sangat menentukan kecepatan
pengeringan dan kualitas kayu kering. Penumpukan kayu ini mampu
menghasilkan tingkat kekeringan merata ataupun tidak. Cara penumpukan kayu
yang benar mampu menghasilkan tingkat kekeringan yang merata, sebaliknya
jika cara penumpukan kayu salah ini akan menghasilkan tingkat kekeringan
tidak merata.
Selain itu, faktor dalam kegiatan pengeringan kayu yaitu sifat anatomi, sifat
fisik, dan kandungan kimia kayu (Basri, dkk, 2020). Sifat anantomi kayu terdiri
dari struktur makroskopis dan mikroskopis. Struktur makroskopis kayu berupa
kayu gubal, kayu teras; kayu juvenil, mata kayu, kayu reaksi, dan lain-lain.
Struktur mikroskopis berupa jari-jari. Terkait dengan kayu gubal dan teras,
dalam kegiatan pengeringan kayu yang terpenting adalah sortimen yang
dikeringkan harus seragam baik dalam satu tumpukan maupun dalam selembar
sortimen karena satu tumpukan sortimen atau selembar sortimen hanya berasal
dari bagian kayu gubal atau terasnya (Basri, dkk, 2020). Kayu juvenil berpotensi
susut arah longitudinal lebih besar dibandingkan bagian kayu lainnya. Pada saat
pengeringan, mata kayu rentan mengalami pecah sehingga dapat menurunkan
mutu kayu hasil pengeringan. Menurut Basri, dkk (2020), kayu reaksi pada kayu
mempunyai penyusutan arah longitudinal yang besar sehingga berpotensi
mengakibatkan terjadinya cacat bentuk. Menurut Basri (2020), jari-jari kayu
terdiri dari sel-sel berdinding tipis oleh karena itu relatif lebih lemah terutama
jari-jari yang rapat, sehingga bagian ini sering mengalami cacat pengeringan
seperti retak permukaan, pecah atau retak dalam. Sifat fisik kayu mempengaruhi
kegiatan pengeringan. Sifat fisik kayu terdiri dari kadar air, kerapatan, dan tebal
kayu. Kayu yang memiliki kadar air, kerapatan, dan tebal dimensi yang tinggi
menyebabkan kayu lebih lama dikeringkan dan semakin besar kemungkinan
terjadinya kerusakan pada kayu tersebut. (Marsoem, 2011). Sebaliknya, kayu
yang memiliki kadar air, kerapatan, dan tebal dimensi yang kecil menyebabkan
kayu lebih cepat dikeringkan. Adanya zat ekstraktif pada kayu mampu
menghambat laju pengeluaran air karena adanya zat ekstraktif ini mempengaruhi
permaebilitas kayu sehingga mengakibatkan tertutupnya rongga-rongga sel.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara penentuan kadar air kayu yang dilakukan melalui proses
pengeringan kayu yaitu papan hasil gergajian dengan ukuran 2 cm × 2
cm × 2 cm ditimbang beratnya dan dicatat sebagai berat awal atau berat
basah. Kemudian, sampel tersebut dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 103±2 ⁰C. Setiap hari masing-masing sampel dilakukan
penimbangan hingga mencapai berat konstan atau berat kering tanur.
Terakhir, setelah mencapai berat konstan, dilakukan perhitungan kadar
air kayu.
2. Dalam praktikum acara ini metode pengeringan kayu yang digunakan
yaitu metode pengeringan alami. Metode ini mengandalkan faktor alam
berupa panas matahari serta angin. Dalam pengeringan sampel kayu
dikeringkan dibawah panas matahari. Apabila suatu sampel, dalam
proses pengeringan ditumpuk harus diberikan sekat menggunakan
potongan kayu agar panas matahari mampu menembus seluruh bagian
dari sampel kayu.
3. Cara penentuan penyusutan kayu di dalam proses pengeringan kayu yaitu
sampel kayu berukuran 30 cm × 10 cm × 2 cm dilakukan pengukuran
panjang, lebar, dan tebal sampel. Pengukuran panjang dan lebar sampel
dilakukan dengan menggunakan penggaris, sementara pengukuran tebal
sampel dilakukan dengan menggunakan kaliper. Kemudian, pengeringan
sampel kayu dilakukan hingga mencapai berat konstan dengan
menggunakan radiasi matahari. Upaya untuk meminimalkan cacat-cacat
yang mungkin ditimbulkan yaitu sebelum kayu diolah menjadi suatu
produk maka dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu dengan
memperhatikan faktor luar dan faktor dalam yang mempengaruhi proses
pengeringan kayu. Setelah itu, dilakukan pengukuran penyusutan kayu
yang terjadi setiap hari dan dicatat. Terakhir, dilakukan perhitungan
penyusutan kayu.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. (2020). Teknologi pengeringan kayu. Bogor: IPB Press.
Darmawan, W., Rahayu, I. S., Padlinurjaji, I. M., & Pandit, K. N. 2011.
Pengerjaan Kayu Ilmu-Ilmu Penunjang dan Teknologi Proses. Bogor: IPB
Press
Listyanto, T. 2018. Teknologi Pengeringan Kayu dan Aplikasinya Di Indonesia.
Yogyakarta: UGM Press
Listyanto, T. 2018. Teknologi Pengeringan Kayu dan Aplikasinya Di Indonesia.
Yogyakarta: UGM Press
Marsoem, S.N. 2011. Karakteristik Sifat Fisika, Mekanika dan Kimia Kayu
Terhadap Proses danKualitas Hasil Pengeringan dalam Pengeringan Kayu
dan Solusi Permasalahannya. Yogyakarta : Cakrawala Media
Priadi, T., Giyarto, G. T. 2019. Profil Suhu dan Kadar Air Kayu dalam
Pengeringan Oven Pemanas dan Gelombang Mikro. Jurnal Ilmu Teknologi
Kayu Tropis, Vol 17 (2): 160-171
Purnawati, R., Arifudin, M. 2021. Sifat dan Jadwal Pengeringan Kayu Flinderia
pimentelia. Jurnal Kehutanan Papuasia Vol 7 (2): 208-214
VIII. LAMPIRAN

Lampiran 1. Disk Kayu Trembesi Lampiran 2. Pengukuran Kayu

Lampiran 3. Pemberian nomor kayu Lampiran 4. Penimbangan berat


potongan kayu
Lampiran 5. Pengukuran sesuai
Arah Kayu menggunakan kaliper

Anda mungkin juga menyukai