Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

SIFAT-SIFAT DASAR KAYU


ACARA V
PENGUJIAN KETEGUHAN LENGKUNG STATIK KAYU

Oleh:
Nama : Nur Sarimah Oktaviani Maha
NIM : 19/442333/KT/09031
Co-Ass : Jibrael Pintana
Shift : Jum’at, 07.00 WIB

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2020
ACARA V
PENGUJIAN KETEGUHAN LENGKUNG STATIK KAYU

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Memahami cara pengukuran kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat
atau keteguhan lengkung statik.
2. Mengetahui besarnya kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat atau
keteguhan lengkung statik.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Sifat-sifat mekanika kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan gaya-
gaya dari luar yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan dimensi
kayu. Hal tersebut sesuai deengan pernyataan Panshin dan de Zeeuw (1980), dimana
sifat mekanika diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya-
gaya yang berasal dari luar. Dumanauw (1990) menjelaskan bahwa sifat-sifat mekanika
kayu terdiri atas keteguhan tarik, keteguhan tekan, keteguhan geser, keteguhan
lengkung, kekakuan, keuletan, kekerasan, dan keteguhan belah. Sifat mekanis kayu
dapat meningkat karena pengaruh kadar air yang menurun di bawah saturasi serat titik,
setidaknya turun menjadi sekitar 5% dan suhu ikut menurun [ CITATION Ger07 \l 1033 ].
Keteguhan lengkung merupakan kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha melengkungkan kayu atau menahan beban-beban mati maupun hidup selain
beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut, misalnya blandar (Dumanauw,
1990). Lebih lanjut Desch dan Dinwoodie (1981) menyatakan bahwa dalam
penggunaan suatu kayu kemungkinan lebih besar dikenai gaya pelengkungan dari pada
bentuk gaya lainnya. Dalam hal ini, dibedakan keteguhan lengkung statik dan keteguhan
lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan lengkung kayu
menahan gaya yanga mengenainya secara perlahan-lahan (Dumanauw, 1990).
Modulus Elastisitas (MOE) menggambarkan ketahanan terhadap lentur, yang
berhubungan langsung dengan kekakuan (Akhtari dkk, 2012 dalam Yoresta, 2015).
Arbintarso (2009) menyatakan MOR (Modulus of Rupture) adalah tegangan lengkung
akhir yaitu sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya, dan
itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan lainnya. Bila tekanan
yang diberikan melebihi MoR, maka kayu tersebut tidak akan kuat menyangga dan
akhirnya patah.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Contoh uji kayu
2. Alat tulis
3. Kaliper
4. Alat uji mekanika kayu

IV. CARA KERJA


Langkah-langkah yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Contoh uji Diukur dimensi dan Alat penguji


disiapkan kadar airnya disiapkan

Pembebanan Pembebanan
Contoh uji
dilakukan dan dihentikan setelah
dipasang pada
dicatat nilai beban maksimum
penumpu
defelksi tercapai

Grafik hubungan Tegangan pada


pembebanan dan Batas proporsi batas proporsi,
pelengkungan ditentukan MoR, dan MoE
dibuat dihitung

Deskripsi:
Pada praktikum ini dilakukan pengujian keteguhan lengkung statik kayu. Langkah
pertama yang dilakukan adalah menyiapkan contoh uji yang berukuran 2x2x30 cm.
Kemudian contoh uji tersebut diukur dimensinya dengan menggunakan kaliper dan
dikukur kadar airnya dengan moisture meters (contoh uji pada kondisi kering udara).
Penumpu disiapkan dengan bentangan bebas 28 cm dengan bagian tengahnya berada
tepat dibawah kepala pembebanan. Deflaktometer yang berupa dial gauge beserta
penyangganya disiapkan. Contoh uji dipasang pada penumpu dengan bagian tengahnya
berada tepat di bawah kepala pembebanan dan kemudian deflektometer dipasangkan
pada bagian tempat terjadinya kelengkungan. Jarum penunjuk harus diperhatikan dan
menunjukkan skala nol. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan turunnya beban tak
terhenti sebesar 0,254 cm per menit dan kemudian defleksi pada setiap interval
pertambahan pembebanan dicatat. Saat jarum penunjuk skala pembebanan terhenti yang
astinya beban maksimum telah dicapai maka pembebanan dihentikan. Dari hasil
pengukuran dibuat grafik hubungan pembebanan dan pelengkungan (defleksi) yang
terjadi dan ditentukan batas proporsinya. Perhitungan tegangan batas proporsi, MoR dan
MoE dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
 Tegangan pada Batas Proporsi
3 P1 L
TBP=
2b d 2
 Modulus Patah (MoR)
3 PL
MoR=
2b d2
 Modulus Elastisitas (MoE)
P 1 L3
MoE=
4 ∆ b d3

V. HASIL PENGAMATAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Data awal yang diperoleh dari pengujian
Support Flexure extension
Specimen Witdh Thickness Maximum
No span at maximum
label (mm) (mm) load (kgf)
(mm) flexure load (mm)
28 11.1 280 19.68 20.88 133.46 13.03675
29 11.2 280 20 21.01 112.24 9.61406
30 11.3 280 19.92 20.32 120.32 11.15963
Tabel 2. Data hasil perhitungan keteguhan lengkung statik
Beban Defleksi
Kode Beban pada pada
Lebar Tebal Panjan TBP MOR MOE
Sampe Max batas batas L
(cm) (cm) g (cm) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
l (kg) proporsi proporsi
(kg) (cm)
11.1 1.968 2.088 30 133.46 60 0.25 28 293.7071 653.303 73520.55
11.2 2 2.101 30 112.24 45 0.22 28 214.0818 533.968 60519.56
11.3 1.992 2.032 30 120.32 59 0.21 28 301.276 614.399 92254.25

Gambar 1. Hubungan beban dengan kelenturan sampel 1


Gambar 2. Hubungan beban dengan kelenturan sampel 2

Gambar 3. Hubungan beban dengan kelenturan sampel 3

Contoh perhitungan:
a. Tegangan pada batas proporsi
3 P1 L
Tegangan pada batas proporsi=
2 b d2

3 x 60 x 28
Sampel 1=
2 x 1,968 x 2.0882
5.040
Sampel 1= =2 93,7071 kg /cm2
17,16

b. MOR

3 PL
MOR=
2 b d2
3 x 133,46 x 28
Sampel 1=
2 x 1,968 x 2,0882
11.210,64
Sampel 1= =653,3025 kg /cm 2
17,16
c. MOE
P 1 L3
MOE=
4 Dbd 3
60 x 283
Sampel 1=
4 x 0,25 x 1,968 x 2.0883
1.317.120
Sampel 1= =73.520,55 kg /cm 2
17 , 915

VI. PEMBAHASAN
Sifat-sifat mekanika kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan gaya-
gaya dari luar yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan dimensi
kayu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Panshin dan de Zeeuw (1980), dimana sifat
mekanika diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya
yang berasal dari luar. Perubahan bentuk pada kayu selain disebabkan oleh beban juga
disebabkan oleh perubahan kadar air, dan perubahan suhu. Dumanauw (1990)
menjelaskan bahwa sifat-sifat mekanika kayu terdiri atas keteguhan tarik, keteguhan
tekan, keteguhan geser, keteguhan lengkung, kekakuan, keuletan, kekerasan, dan
keteguhan belah. Dalam kehidupan sehari-hari, sifat mekanika kayu digunakan dalam
perhitungan kekuatan kayu untuk pemanfaatan kayu sehingga dapat dilakukan tindakan
yang tepat dalam pengolahan dan pemanfaatannya misalnya pada pembuatan mebel,
pembuatan kapal, bahan konstuksi dan lain-lain.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian sifat mekanika kayu yaitu keteguhan
lengkung statis. Keteguhan lengkung merupakan kekuatan kayu untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau menahan beban-beban mati maupun
hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut, misalnya blandar
(Dumanauw, 1990). Dalam perhitungan keteguhan lengkung statis maka akan
ditemukan istilah TBP, MOE dan MOR. TBP atau tegangan pada batas proporsi
menggambarkan berapa tekanan yang diperlukan untuk membuat kayu menjadi
kehilangan proporsi penyusutannya. Modulus Elastisitas (MOE) menggambarkan
ketahanan terhadap lentur, yang berhubungan langsung dengan kekakuan (Akhtari dkk,
2012 dalam Yoresta, 2015). Arbintarso (2009) menyatakan MOR (Modulus of Rupture)
adalah tegangan lengkung akhir yaitu sebelum terjadinya patah dari suatu material
dalam kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu
dengan lainnya. Bila tekanan yang diberikan melebihi MoR, maka kayu tersebut tidak
akan kuat menyangga dan akhirnya patah.
Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga sampel, didapatkan nilai tegangan
pada batas proporsi dari spesimen 28, 29, dan 30 secara berurutan yaitu sebesar
293,7071 kg/cm2, 214,0818 kg/cm2, dan 301,276 kg/cm2. Dari hasil tersebut terlihat
bahwa spesimen 30 memiliki nilai tegangan pada batas proprosi tertinggi yang artinya
pada spesimen ini memiliki kemampuan dalam menahan beban yang lebih tinggi dari
pada specimen lainnya. Kemudian pada perhitungan nilai MOR (Modulus of Rupture)
kayu didapatkan pada spesimen 28, 29, dan 30 berturut-turut sebesar 653,3025 kg/cm 2,
533,9675 kg/cm2, dan 614,3988 kg/cm2. Nilai MOR ini berkaitan dengan kekuatan kayu
menahan beban dari luar dimana nilai MOR didapatkan dari beban maksimum pada saat
kayu mulai patah. Sehingga dari hasil tersebut terlihat bahwa specimen kayu 28
memiliki kemampuan menahan beban lebih berat dimana pada nilai tersebut kayu baru
mulai mengalami patah.
Pada perhitungan MOE (Modulus of Elasticity), didapatkan hasil pada
spesimen 28, 29, dan 30 berturut-turut memiliki nilai MOE sebesar 73.520,55 kg/cm 2,
60.519,56 kg/cm2, dan 92.254,25 kg/cm2. Semakin besar nilai MoE maka semakin
sedikit defleksi kayu dan semakin tahan suatu kayu terhadap perubahan bentuk. Pada
data terlihat bahwa kayu specimen 30 memiliki nilai MOE tertinggi, sehingga kayu
spesimen 30 memiliki ketahanan atau kekakuan kayu terhadap perubahan bentuk paling
baik dikarenakan paling sedikit terjadi defleksi kayu akibat beban yang diberikan di titik
pusat balok lentur. Dari ketiga data itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa MOR dan MOE
memiliki hubungan berbanding terbalik, sedangkan pada MOE dan tegangan batas
proporsi memiliki hubung berbanding lurus. Spesimen 30 adalah yang paling tinggi
tegangan batas proporsinya, specimen 30 adalah yang paling tinggi MOE nya, dan
specimen 28 adalah yang paling tinggi MOR nya.
Sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh berat jenis (BJ) atau kerapatan kayu
sehingga faktor – faktor yang mempengaruhi berat jenis atau kerapatan seperti jenis
kayu, umur, diameter pohon, tempat tumbuh, letak dalam batang, kelembaban, kadar air
dan suhu akan berpengaruh pula pada sifat mekanik kayu. Dari beberapa hasil
penelitian, nilai – nilai sifat mekanik kayu pada umumnya meningkat dengan
bertambahnya umur pohon, serta menurun dari pangkal ke ujung batang (secara
vertikal) dan dari kayu teras ke kayu gubal (secara horizontal). Pengaruh ini hanya jika
contoh uji yang digunakan bebas cacat. Hasil pengujian sifat mekanik ini dapat menjadi
bias dengan adanya faktor – faktor mata kayu yang tidak terlihat, orientasi lingkaran
tumbuh, arah serat atau adanya kayu reaksi. Selain faktor internal tersebut, sifat
mekanika kayu juga dipengaruhi oleh tempat tumbuh, kelembaban dan suhu udara
lingkungan, pelapukan oleh cuaca, serangan jamur, dan kebakaran hutan. Tempat
tumbuh berhubungan berhubungan dengan riap tumbuh yang akan mempengaruhi
kecepatan pembentukan struktur kayu. Umur/diameter dan letak dalam batang
berhubungan dengan persentase kayu teras dan kayu gubal dimana keduanya memiliki
sifat fisik dan mekanik yang berbeda.
Sifat fisika kayu juga mempengaruhi sifat mekanika kayu. Semakin tinggi berat
jenis atau kerapatan maka tingkat absorpsi kayu semakin rendah karena kayu dengan
berat jenis atau kerapatan tinggi cenderung memiliki tempat penampung air lebih sedikit
daripada kayu dengan berat jenis atau kerapatan lebih rendah oleh karena itu kayu
dengan berat jenis atau kerapatan rendah memiliki kadar air basah yang lebih tinggi
karena memiliki ukuran rongga sel yang lebar sehingga lebih banyak menampung air.
Pada kayu dengan BJ tinggi dan kerapatan tinggi tentu akan memiliki keteguhan yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kayu yang memiliki BJ dan kerapatan yang lebih
rendah. Sifat kimia kayu berisi senyawa – senyawa yang terdapat pada batang kayu.
Sifat kima kayu terutama ekstraktif dapat mempengaruhi keawetan dan kekuatan kayu
sehingga dapat meningkatkan nilai kekuatan kayu.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengujian keteguhan lengkung statik dilakukan dengan menggunakan alat UTM
(Universal Testing Machine). Sampel yang diuji merupakan sampel pada
kondisi kering udara. Dari hasil pengujian kemudian dilakukan perhitungan nilai
MOE (Modulus Elastisitas) dan MOR (Modulus Patah).
2. Perhitungan dari ketiga sampel, didapatkan nilai tegangan pada batas proporsi
dari spesimen 28, 29, dan 30 secara berurutan yaitu sebesar 293,7071 kg/cm 2,
214,0818 kg/cm2, dan 301,276 kg/cm2. Perhitungan nilai MOR (Modulus of
Rupture) kayu didapatkan pada spesimen 28, 29, dan 30 berturut-turut sebesar
653,3025 kg/cm2, 533,9675 kg/cm2, dan 614,3988 kg/cm2. Perhitungan MOE
(Modulus of Elasticity), didapatkan hasil pada spesimen 28, 29, dan 30 berturut-
turut memiliki nilai MOE sebesar 73.520,55 kg/cm2, 60.519,56 kg/cm2, dan
92.254,25 kg/cm2.
DAFTAR PUSTAKA

Arbintarso, E. S. 2009. Tinjauan Kekuatan Lengkung Papan Serat Sabut Kelapa sebagai
Bahan Teknik. Jurnal Teknologi. Vol. 2 No 1: 53-60.

Desch, H. E. dan Dinwoodie. 1981. Timber, It’s Structure, Properties, and Utilization.
London: The Macmillan

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius.

Gerhards, C., 2007. Effect of Moisture Content and Temperatur of Mechanical Properties of
Wood: An Analysis of Immediate Effects. Journal of Wood and Fiber. Vol. 14
(1): 4-36.

Panshin, A. J. dan de Zeeuw, C. 1980. Textbook of Wood Technology. New York: McGraw-
Hill Book Co.

Ridho, M. R. dan Marsoem, S. N., 2015. Variasi Aksial dan Radial Sifat Fisika dan Mekanika
Kayu Jabon Yang Tumbuh di Kabupaten Sleman. Prosiding Seminar Nasional
XVIII MAPEKI. 47-53

Yoresta, F. S. 2015. Modulus Elastisitas dan Kekuatan Lentur Balok Kayu Laminasi. Jurnal
Rekayasa Sipil. Vol. 11 No. 1: 40-43
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai