atau mereka yang belum menikah dalam usia mapan, pulang ke kampung
halaman kadang menjadi beban. Salah satunya, ketika "dihujani" pertanyaan, "Kapan nikah?".
Menjelang Lebaran, bahkan ada toko yang menjual kaus bertuliskan, "Tolong jangan tanya kapan
nikah". Fenomena lainnya, para pemudik yang masih jomblo, menuliskan kata-kata yang ditempel
di tas atau sepeda motornya dengan beragam pesan. Bagi yang membacanya, kata-kata seperti
"Tidak mudik bawa calon menantu" dan sebagainya mungkin lucu. Tetapi, bisa jadi hal itu cara
untuk membentengi diri agar tak ditanya pertanyaan terkait status dan lain-lain.
Baimana efek pertanyaan "Kapan nikah?" yang kerap ditanyakan saat silaturahim keluarga,
termasuk pada momen Lebaran? Psikolog Unit Layanan Psikologi Universitas Sebelas Maret
(UNS) Laelatus Syifa, M.Psi, mengatakan, pertanyaan "Kapan nikah" bisa jadi sebenarnya hanya
basa-basi. Akan tetapi, ia mengingatkan, pertanyaan ini bisa menimbulkan efek yang berbeda
terhadap masing-masing orang. "Bisa jadi awalnya pertanyaan ini sebenarnya basa-basi,
cenderung tidak terlalu serius, cuma ternyata menimbulkan efek. Efeknya ini berbeda-beda untuk
setiap orang," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/6/2018). Efek itu, bisa positif,
bisa negatif. Efek positif dan efek negatif Efek positif dari pertanyaan ini ada beberapa hal.
Misalnya, tetap cuek dan menanggapinya dengan tenang. Ada yang mendapat pencerahan dari
pertanyaan tersebut, contohnya, "Kamu mau mencarikan saya jodoh?", yang kemudian akan
membukakan jalan jodohnya. Efek negatifnya, bisa menimbulkan stres, frustasi, atau menghindar
secara sosial. Kedua efek tersebut muncul tergantung dua faktor, internal dan eksternal. Faktor
internal antara lain adalah, apakah ada trauma dalam diri orang tersebut, putus hubungan cinta,
kepercayaan diri, atau cara berpikirnya. Jika seseorang merasa pertanyaan tersebut menuntut,
kemudian membandingkan dirinya dengan orang lain, hal tersebut akan menuju pada efek
negatif. Baca juga: Baim Wong Bosan Ditanya Kapan Nikah Kepercayaan diri menjadi hal penting
dalam konteks ini. "Jika seseorang percaya diri, pertanyaan tersebut tidak akan ngaruh
sebenarnya," lanjut Laelatus. Faktor eksternal adalah yang muncul dari luar, seperti lingkungan
sosialnya atau tekanan pihak keluarga. Ia mengatakan, besarnya efek dari pertanyaan ini
terhadap seseorang tergantung dari besarnya harapan dan kenyataan. Contohnya, ketika
seseorang yang masih kuliah ditanya soal ini, akan biasa saja karena tidak ada harapan besar
agar ia cepat menikah. Akan tetapi, berbeda halnya jika terjadi pada seseorang yang secara umur
memang sudah matang. Mereka mempunyai harapan tinggi terhadap pernikahan, tapi
kenyataannya belum bisa terealisasi. Maka, pertanyaan ini bisa menjadi pertanyaan yang
sensitif.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sering Ditanya "Kapan Nikah" Saat Kumpul
Keluarga, Apa Efek Psikologisnya?", Klik untuk
baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2018/06/12/160927320/sering-ditanya-kapan-nikah-
saat-kumpul-keluarga-apa-efek-psikologisnya?page=all.
Penulis : Mela Arnani
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Kasus 1
Seorang pria Bernama is 35 tahun tega membunuh temannya sendiri lantaran kerap
mendapat cemoohan. Tragedi pembunuhan ini terjadi di Pantai
Tambakrejo, Blitar pada 10 Agustus 2021.
Dua sekawan itu diketahui merupakan warga asal Banyuwangi yang merantau
karena pekerjaannya sebagai nelayan.
Dari keterangan pelaku pada pihak kepolisian, dia sebenarnya berteman baik dengan
N. Korban juga sempat menjanjikan calon pendamping hidup untuk IS sesampainya
di Blitar.
“Modus pelaku (N) itu merencanakan membunuh kepada korban, saat korban
tertidur,” ujarnya saat melakukan konferensi pers di Mapolres Blitar, Sabtu, 14
Agustus 2021.
Sementara itu, pelaku segera diamankan oleh polisi dan dibawa ke Polsek Wonotirto
untuk diperiksa sebelum akhirnya diserahkan ke Polres Blitar.
Kasus 2
Seorang pemuda berinisial FN, 28, tega membunuh tetangganya sendiri Iis Aisyah,
32, karena tersinggung selalu ditanya kapan nikah. Warga Kampung Pasir Jonge
Desa Sukawangi Kecamatan Singajaya Kabupaten Garut, itu gelap mata membunuh
Iis yang sedang hamil delapan bulan.
Radar Tasikmalaya (Jawa Pos Group) melaporkan, pelaku yang sempat melarikan
diri selama enam hari akhirnya diringkus Satreskrim Polres Garut di tempat
persembunyiannya di Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu (27/1) lalu.
Mendengar perkataan itu, pelaku merasa sakit hati. Niat untuk membunuh korban
pun muncul. Pelaku kemudian melancarkan aksi dengan berpura-pura bertamu ke
rumah korban. Setelah dipersilakan masuk oleh korban, pelaku langsung masuk ke
dalam kamar dan mendorong korban hingga tersungkur ke ranjang.
“Pelaku mencekik korban sekuat tenaga dan menggigit jari korban karena melawan
saat sedang dicekik,” paparnya.
Tak puas, lanjutnya, pelaku kemudian menginjak leher korban hingga tewas. Pelaku
kemudian mengambil uang Rp 800 ribu dan satu unit telepon genggam milik korban.
“Saat itu juga pelaku langsung melarikan diri ke Jakarta untuk menghindari petugas,”
terangnya.
Atas kejahatan tersebut, FN dijerat Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 338 KUHP dan
Pasal 365 KUHP ayat 1, 2 dan ayat 3 dengan ancaman hukuman maksimal seumur
hidup.
Edan, hanya karena ditanya tetangganya ‘kapan nikah’, seorang warga Kampung Pasir Jonge,
Desa Sukawangi, Kecamatan Singaya, Garut, Jawa Barat, nekat menghabisi nyawa
tetangganya tersebut.
Mengutip TribunnewsBogor.com, kasus bermula saat pelaku Faiz Nurdin (28) alias Nurdin
melintas di depan rumah korban, Iis Aisyah (32) saat akan ke rumah neneknya pada Kamis
(18/1/2018) sore. Di saat bersamaan, korban yang tengah duduk di depan rumah lantas
menanyakan pelaku kapan nikah dengan nada bercanda.
Tanpa disangka, ucapan sederhana tersebut menjadi ‘malapetaka’ bagi korban. Pelaku yang
merasa naik pitam dengan ucapannya langsung mendatanginya pada malam harinya, tepatnya
selepas Magrib. Saat itu, pelaku beralasan ingin bertamu.
Saat korban hendak membuat minuman, sembari menyimpan Al-Qur’an, pelaku mengikuti
dari belakang dan langsung mendorong korban hingga terjatuh.
Parahnya, setelah menghabisi nyawa korban, pelaku masih sempat menggasak ponsel milik
korban serta uang Rp 800.000.
Mayat korban ditemukan keesokan harinya, Jumat (19/1/2018) pagi oleh tetangganya yang
merasa curiga korban tidak keluar dari rumah pada pagi harinya.
“Sabtu (27/1/2018), pelaku ditangkap di Terminal Kalideres dan terpaksa ditembak di kaki
karena melawan,” kata Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna.
Mengenai kasus tersebut, Budi memastikan bahwa pelaku sakit hati dengan ucapan korban.
“Motifnya sakit hati karena omongan korban yang bilang agar pelaku segera menikah karena
teman sebayanya sudah punya anak,” ujarnya.
Sementara hukuman yang akan diberlakukan pada pelaku, dikatakan oleh Budi, bahwa
pelaku akan “Dijerat pasal berlapis, pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman
seumur hidup.”
Kasus 3
Seorang pria menebas hingga tewas teman sekampungnya gara-gara ditanya kapan nikah.
Pertanyaan kapan nikah hampir selalu dihindari oleh sebagian kaum lajang.
Entah apapun alasan seseorang melajang. Namun, umumnya mereka tak nyaman terus ditanyai
waktu pernikahan.
Namun, seorang sang ayah tersinggung karena pertanyaan soal pernikahan anaknya.
Pria berinisial AM alias Aswin (52) menebas teman sekampungnya gara-gara ditanya 'Kapan
Nikah'.
Aswin menebas temannya Ari Kongingi (47) menggunakan parang pada Sabtu (18/5/2019) jam
22.00 wita,
Kedua pria tersebut sekampung dan sama-sama berprofesi sebagai petani.
Peristiwa itu berawal saat tersangka Aswin pergi ke rumah korban Ari untuk membeli minuman
keras jenis cap tikus.
Namun, korban yang mungkin tersinggung juga atas perkataan tersangka mengikuti dari
belakang.
Pertengkaran berlanjut dan tersangka masuk ke dalam rumah.
Dia ternyata mengambil parang dari rumahnya, masih terjadi cekcok hingga tersangka menebas
korban.
Rudy Wahongan, kepala lingkungan sempat melerai keduanya.
Rudy menahan tersangka yang hendak mengambil sencata tajam namun tak berhasil
menahannya.
Peristiwa penganiayaan dan pembunuhan tersebut pun tak terhindarkan
Tebasan parang tersebut mengenai kepala korban bagian kiri.
Kompol Ronny Tumalun, Kapolsek Ratahan mengatakan perisitiwa berdarah tersebut terjadi di
jalan raya Kelurahan Wawali, Kabupaten Minahasa Tenggara, pada Sabtu (18/5/2019) jam 22.00
Wita
"Tersangkanya AM alias Aswin (52), melakukan penganiayaan kepada korban dengan sebilah
parang dengan cara sekali menebas korban kena bagian kepala sebelah kiri," kata Kapolsek
Ronny Minggu (19/05/2019).
Katanya, tersangka sempat melarikan diri setelah menebas kepala korban.
Korban langsung dilarikan ke Puskesmas Ratahan.
Namun, nyawa tak tertolong karena mengalami luka robek dan pendarahan di kepala langsung
di rujuk ke RSUD Noongan Langoan.
"Korban meninggal dunia pada Minggu (19/5/2019) pukul 01.30 Wita di rumah sakit," kata
Kompol Ronny
"Kami langsung mendatangi rumah tersangka dan menangkapnya. Atas perbuatannya tersangka
diancam dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, subsider pasal 351 ayat 3 KUHP
tentang penganiayaan berat sehingga mengakibatkan orang mati," jelasnya.
Dari hasil sidik Polsek Ratahan, kasus penganiayaan hingga menyebabkan korban jiwa
disebabkan karena ketersinggungan atau sakit hati dirasakan tersangka atas ucapan korban.
"Tersangka sudah diamankan di Mapolsek Ratahan," katanya.
Kasus 4
Kasus 5
Perbesar
Kasus 6
Itu seperti yang terjadi di Kecamatan Rano, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi
Selatan ini. Seorang petani di daerah itu dibacok oleh temannya yang kesal
karena kerap ditanya menikah dan didesak untuk menyunting seorang gadis.
"Dalam canda itulah korban mendesak pelaku untuk menikah. Ternyata pelaku
sakit hati sehingga muncul niat menganiaya," kata Juara Silalahi.
"Ya itu tadi, niat korban bercanda tapi ditanggapi lain. Akhirnya terjadi
penganiayaan."
Alhasil, korban masuk rumah sakit untuk dirawat secara intensif. Sedangkan
pelaku langsung ditangkap polisi.
"Pelaku kami jerat memakai Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang Penganiayaan.
Kalau terbukti bersalah, pelaku bisa dipenjara 5 tahun," kata Juara.