Anda di halaman 1dari 19

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA


KEKERASAN RUMAH TANGGA

DISUSUN OLEH

NAMA : ANDI FATIMAH ALAM


NIM : 1344040003
KELAS : A

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013-2014
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni,
bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang
merasa tidak nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga,
baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun
penelantaran. Kekerasan dalam rumah tangga secara umum mengandung
pengertian bahwa sebagai suatu tindakan yang dimiliki seseorang untuk melukai
atau merusak benda milik korbannya. Dalam hal ini termasuk didalamnya segala
bentuk ancaman,penggunaan kata-kata kasar, ataupun segala sesuatu yang
mengakibatkan penderitaan bagi korbannya (dalam Su’adah, 2005). Adapun
bentuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang biasa terjadi seperti kekerasan
fisik yang berakibat langsung, kekerasan emosional atau psikologis yang termasuk
didalamnya penggunaan kata-kata kasar, kekerasan seksual biasanya terjadi dalam
hubungan suami istri, kekerasan ekonomi misalnya menghambur-hamburkan
penghasilan istri, ataupun kekerasan sosial yang membatasi pergaulan istri. Dalam
hal ini kekerasan yang terjadi biasa dilakukan oleh seorang suami kepada istri atau
anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga tersebut akan memiliki dampak
diantaranya dampak fisik seperti perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
dampak secara psikologis seperti perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya percaya diri dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Dari
beberapa dampak tersebut, maka kemungkinan akan muncul perilaku agresi pada
anak, dimana perilaku tersebut didapat dari hasil pengamatan dan
pengalaman.melihat kedua orang tuanya bertengkar seperti ketika ayahnya sedang
memukul dan menampar ibunya, selain itu subjek juga sering mendengar bahwa
ayahnya memanggil ibunya dengan kata-kata kasar seperti bego atau tolol.
Kekerasan yang dialami subjek tidak beda jauh dengan ibunya, dimana ia sering
dipukul dengan menggunakan tangan, dilempari sapu, sendal atau kaleng, subjek
juga sering mendengar ayahnya memanggil ia dengan kata kata bego dan tolol
saat ia tidak bisa mengerjakan PRnya. Dalam hal ini subjek setiap hari mengalami
serta mengamati kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada ia dan ibunya,
maka hal ini akan berdampak terhadap perilaku subjek karena anak yang tinggal
dalam keluarga dengan kekerasan dalam rumah tangga cenderung memiliki
perilaku agresi yang tinggi. Agresi yang dilakukan oleh subjek berupa agresi
verbal dan kejadian yang dialami anak sehingga anak akan berperilaku sama
seperti orang tuanya.
Agresi menurut Moore & Fine (dalam, Koeswara 1988) adalah tingkah
laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau
terhadap objek. Agresi secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan secara
fisik,seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya.Selain itu
agresi secara verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti bego, tolol.
Kekerasan dalam rumah tangga yang tertuang dalam UU RI No 23 Tahun
2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pasal 1 ayat 1
mengatakan bahwa,kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual,psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Menurut Davies (1994) kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk
kekerasan fisik maupun mental yang dilakukan oleh pria terhadap pasangannya
atau istrinya yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan baik secara
fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam rumah tangga. Adapun
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi terhadap anak menurut Gelles (dalam
Newberger,1982) adalah kondisi klinis dimana anak mengalami kekerasan dengan
sengaja melalui verbal seperti penggunaan kata-kata kasar dan non verbal seperti
penyerangan fisik oleh keluarga atau orang terdekat dari anak tersebut.
Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang biasa terjadi
seperti kekerasan fisik yang berakibat langsung, kekerasan emosional atau
psikologis yang termasuk didalamnya penggunaan kata-kata kasar, kekerasan
seksual biasanya terjadi dalam hubungan suami istri, kekerasan ekonomi misalnya
menghambur-hamburkan penghasilan istri, ataupun kekerasan terhadap ibu dan
anaknya, maka dalam hal ini anak mengadopsi perilaku agresinya dari hasil
belajar melalui pengamatan anak kepadaorang tua serta anak dapat meniru semua
tingkah laku orang tua yang didapatnya dari kekerasan tersebut. Di lain pihak
orang tua tidak menyadari bahwa pada kenyataannya anak dapat berperilaku
agresi tidak lain dari tingkah laku orang tua yang dipaparkannya setiap hari, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan lingkungan tempat tinggal juga dapat
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku agresi anak.Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti atas apa yang terjadi dalam keluarga
tersebut, yaitu meneliti tentang perilaku agresi anak dalam keluarga yang
mengalami kekerasan rumah tangga.
sosial yang membatasi pergaulan istri. Dalam hal ini kekerasan yang
terjadi biasa dilakukan oleh seorang suami kepada istri atau anaknya. Pada kasus
kekerasan dalam rumah tangga, banyak keluarga yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib atau pihak
yang menangani kasus tersebut. Dari keterangan diatas, maka kekerasan dalam
rumah tangga tersebut akan memiliki dampak diantaranya dampak fisik seperti
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, dampak secara psikologis seperti
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya percaya diri dan atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Dari beberapa dampak tersebut, maka
kemungkinan akan muncul perilaku agresi pada anak, dimana perilaku tersebut
didapat dari hasil pengamatan serta kejadian yang dialami anak sehingga anak
akan berperilaku seperti orang tuanya.
Agresi menurut Moore & Fine (dalam, Koeswara 1988) adalah tingkah
laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau
terhadap objek-objek. Agresi secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan
secara fisik,seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya.
Selain itu agresi secara verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti
bego, tolol. Selain bentuk agresi tersebut, ada faktor yang mempengaruhinya
dalam perbuatan agresi diantaranya faktor belajar, faktor imitasi, faktor
penguatan. Agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering
melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung
atau tidak langsung yang dilakukan ayah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah yang diajukan dalam karya tulis ilmiah ini, adalah sebagai berikut.
1. Mengapa perilaku agresi anak tersebut demikian?
2. Apa faktor yang mempengaruhi agresi anak yang tinggal dalam keluarga
kekerasan rumah tangga?
3. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi faktor yang mempengaruhi
agresi anak yang tinggal dalam keluarga kekerasan rumah tangga ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui perilaku agresi anak tersebut demikian
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi agresi anak yang tinggal
dalam keluarga kekerasan dalam ruamh tangga
3. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi faktor yang
mempengaruhi agresi anak yang tinggal dalam keluarga kekerasan rumah
tangga

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan penjelasan secara
teoritis mengenai pengaruh agresi anak yang tinggal dalam
keluarga kekerasan rumah tangga.
b. Bagi peneliti lain dapat dijadikan bahan referensi yang ingin
melakukan penelitian yang sama dan mampu dikembangkan kearah
yang lebih komperensif.
2. Secara Praktis
a. Karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah untuk
lebih memperhatikan dan mengambil tindakan tegas mengenai
kekerasan rumah tangga dan dampaknya terhadap perilaku agresi
anak tersebut.
b. Bagi masyarakat khususnya orang tua dapat dijadikan pandangan
mengenai dampak yang ditimbulkan dari kekerasan rumah tangga
terhadap perilaku agresi anak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian agresi menurut para ahli

Agresi Menurut Baron (dalam Koeswara, 1988), agresi adalah tingkah


laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu yang
tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron
ini mencakup empat faktor tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan
(termasuk menggangu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek,
mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau melakukan
tindakan sadistis lainnya.
Berkowitz (dalam Koeswara, 1988), membedakan agresi sebagai tingkah
laku sebagaimana diindikasikan oleh definisi Baron dengan agresi sebagai emosi
yang bisa mengarah kepada tindakan agresif. Sama dengan pendapat Berkowitz
Aronson (dalam Koeswara, 1988), mengajukan definisi agresi sebagai tingkah
laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan
individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Hawadi dan Akbar(2001), agresi adalah tingkah laku
yang meliputi fisik maupun verbal yang bertujuan menyakiti orang lain, dan
tingkah laku agresi ini merupakan perilaku yang normal bagi seseorang karena hal
ini sebagai kesiapsiagaan seseorang untuk melindungi dirinya agar aman.
Breakwell (1998), agresi adalah tindakan dimana ada usaha sengaja untuk
mencederai secara fisik. Sedangkan menurut Martono (2006), agresi adalah
perbuatan keras yang ditujukan kepada orang lain, diri sendiri,atau barang, dengan
menggunakan kekuatan, ancaman, atau paksaan, baik dengan alat maupun tanpa
alat. Melalui uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agresi merupakan bentuk
perilaku yang meliputi fisik maupun verbal yang dimaksudkan untuk menyakiti
atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang yang
disakiti.
Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey,Psikologi
kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat
kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,atau menghukum orang lain.
Menurut Sears (dalam Stewart dan Koch, 1983) tingkah laku agresi ini
pada dasarnya merupakan tingkah laku yang bermaksud untuk melukai, menyakiti
atau merugikan orang lain.
Herbert (1978) berpandangan bahwatingkah laku agresi merupakan suatu
tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial,yang menyebabkan luka fisik,
psiknis pada orang lain, atau yang bersifat merusak benda.
Secara umum Berkowitz (2003) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu (1)
agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression) dan (2) agresi sebagai
sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression).
B. Tipe-tipe dan bentuk-bentuk perilaku agresi
Menurut Buss (dalam Myers,1983), agresi dapat berbentuk verbal maupun
fisik, langsung maupun tidak langsung, dan aktif maupun pasif.
a) Bentuk verbal dari agresi : melibatkan usaha untuk menyakiti orang lain
melalui kata-kata, bukan perbuatan.
b) Bentuk fisik dari agresi : melibatkan perilaku tampak (overt) yang
dimaksudkan untuk menyakiti korban dengan cara tertentu
c) Bentuk langsung dari agresi : mengarah perilaku langsung ke korban
d) Bentuk tidak langsung dari agresi : mengarah perilaku melalui sarana lain
atau melebihi serangan terhadap orang lain atau benda yang berharga bagi
korban.
e) Bentuk aktif dari agresi : Menyakiti korban melalui pelaksanaan tindakan
tertentu.
f) Bentuk pasif dari agresi : Menyakiti korban melalui penahanan tindakan
tertentu.
BAB III
METODE PENULISAN
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pelepasan dan keputusasaan agresi pada anak
Bila pancaindra mendeteksi sesuatu yang tidak nyaman,korteks prefron
talis akan menerima informasi tersebut yang diteruskan ke nucleus.emosi berupa
rasa takut atau marah akan timbul.antisipasi yang timbul dapat berupa pertarungan
atau pelarian,yang segera mencetuskan reaksi fight or flight.kadar noradrenalin
meningkat yang akan memobilisasi sistem pertahanan dan energi tubuh.frekuensi
denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang membuat aliran darah ke otak
bertambah deras.kemampuan pancaindra dan menalar bertambah tajam.kita
menjadi waspada yang dirasakan sebagai ketegangan.korteks prefortalis melalui
reality judgement menilai :
1. Keberadaan mangsa atau pemangsa
2. Mengantipasi risk-benefit ratio (menjadi mangsa atau dapat di mangsa)
3. Perencanaan strategi dan taktik mengatasinya
Berdasarkan penilaian tersebut, korteks prefrontalis memerintahkan
perilaku flight atau fight. Dorongan timbul untuk melarikan diri,atau melancarkan
agresi.bila pilihan flight diambil,korteks prefontalis akan memerintahkan sistem
reward mesolimbik untuk memulai rangkaian reaksi kaskade.hipotalamus atak
mengeluarkan sinyal yang memrintahkan neuron serotonin di area tegmental
ventral untuk melepaskan 5-HT.pelepasan zat ini memicu pelepasan peptida
oploid meencephalin di ATV yang elenjutnya menghambat sel saraf pelepas –
GABA yang sebelumnya berfungsi menghambat neuron pelepas-
dopamin.penghambatan pelepasan GABA (seperti menarik pelatuk bedil)
mencetuskan sinyal yang melepaskan dopamin dari area tagmental ventral ke
nucleus accumbens.pelepasan dopamin akan memicu peningkatan pelepasan
noradrenalin sehingga jumlah noradrenalin dan dopamin mencapai
puncaknya.rasa tidak nyaman(keadaan disforik)akan timbul. Tahap ini di anggap
sebagai point of no return’ yaitu ketegangan dan keadaan disforik berada pada
puncaknya karena itu korteks prefrontalis memutuskan menyerang.
Agresi pada keputusasaan,dalam keputusan ini mereka melancarkan
sekali agresi sekaligus kedua arah,menghancurkan diri sendiri sambil
menghancurkan semuanya.perilaku mereka bukanlah pengorbanan diri yang
altruistik,tetapi bunuh diri karena keputusan.karena tidak ada rasa bersalah
ini,tidak terdapat titik tolak untuk memperbaiki perilakunya.sasaranya tidak dapat
di prediksi seperti seekor anjing gila yang menerjang kesemua arah.individu ini
sangat berbahaya untuk di biarkan berkeliaran di dalam masyarakat dan upaya
hukum sebaiknya di tekankan untuk menyingkirkan mereka dari kehidupan
masyarakat.
Kesombongan telah menyimpangkan mereka sejauh-jauhnya dari jalan
yang lurus,dan mereka jatuh ke dalam jurang terdalam yang mengerikan.
Hal tersebut pada haikakatnya merupakan contoh kejatuhan manusia
dalam perjalanan kemanusiaan yang dimulai dari kesombongan sehingga kita
menyimpang jauh dari jalan yang lurus.
B. Faktor yang mempengaruhi agresi anak yang tinggal dalam keluarga
kekerasan rumah tangga
Menurut Sears dkk (1994) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku agresi,diantaranya :
a. Proses Belajar.
Proses belajar merupakan mekanisme utama yang menentukan perilaku
agresi manusia. Bayi yang baru lahir menunjukkan perasaan agresi yang sangat
impulsif, tetapi akan semakin berkurang dengan bertambahnya usia, sehingga
akan mengendalikan dorongan impuls agresinya secara kuat dan hanya melakukan
agresi dalam keadaan tertentu saja. Perkembangan ini terutama disebabkan oleh
proses belajar. Menurut teori belajar, perilaku agresi didapatkan melalui proses
belajar. Belajar melalui pengalaman, coba-coba (trial and error), pengajaran
moral, instruksi,dan pengalaman terhadap orang lain. Oleh karena itu,
mempelajari kebiasaan melakukan perilaku agresi dalam beberapa situasi dan
menekankan amarah dalam situasi yang lain, bertindak agresi terhadap beberapa
orang tertentuan tidak terhadap yang lain, adalah penting untuk mengendalikan
perilaku agresi.
b. Penguatan (reinforcement).
Dalam proses belajar atau pembentukkan suatu tingkah laku, penguatan
atau peneguhan memainkan peranan penting bila perilaku tertentu diberi ganjaran,
kemungkinan besar individu akan mengulangi perilaku tersebut dimasa
mendatang; bila perilaku tersebut diberi hukuman, kecil kemungkinan bahwa ia
akan mengulanginya; begitu pula yang terjadi dalam pembentukan perilaku agresi.
Agresi terbentuk dan dilakukan berulang kali oleh individu karena dengan
agresinya itu individu tersebut mendapatkan hasil atau efek yang menyenangkan,
tindakan agresi biasanya merupakan reaksi yang ipelajari, dan penguatan
merupakan penunjang agresi yangutama.
c. Imitasi.
Imitasi adalah proses menuju tingkah laku model, sehingga sering
disebutkan juga sebagai modeling. Imitasi yang terjadi setiap jenis perilaku,
termasuk perilaku agresi. Semua orang, dan anak khususnya, mempunyai
kecenderungan kuat untuk meniru orang lain. Anak tidak melakukan imitasi
secara sembarangan, tetapi anak lebih sering meniru tertentu daripada orang lain.
Semakin penting, kuasa, berhasil seseorang, dan paling sering ditemui, semakin
besar kemungkinan anak dan perilaku orang tualah yang memenuhi kriteria
tersebut, sehingga merupakan model utama bagi seorang anak pada masa awal
kehidupannya. Orang tua merupakan sumber penguatan dan objek imitasi utama,
maka perilaku agresi anak dimasa mendatang sangat tergantung pada cara orang
tua memperlakukan anak dan pada perilaku anak itu sendiri.
C. Upaya mengatasi faktor yang mempengaruh agresi anak yang tinggal
dalam keluarga kekerasan rumah tangga

Adapun hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi anak agresif, diantaranya
melalui berbagai metode dan teknik sebagai berikut:

1. Memahami dan menerima pribadi anak.


Pemahaman terhadap anak merupakan mutlak, terlebih pemahaman
terhadap anak agresif yang memerlukan bantuan. Pemahaman dan
penerimaan akan menumbuhkan sikap simpati dan empati pada orang
tua/guru. Simpati dan empati akan menumbuhkan kepercayaan, hal ini
merupakan modal untuk mengarahkan perilaku-perilaku anak ke arah non-
agresif.
2. Ciptakan PAKEM.
 PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) akan
tercipta apabila program pembelajaran yang fleksibel, disesuaikan dengan
kemampuan setiap anak. Dengan terciptanya PAKEM akan terciptanya
kondisi-kondisi yang mendorong kegagalan sebagai benih frustrasi.
Dengan terhindar dari sifat frustrasi berarti mengurangi perilaku agresif.
3. Melakukan Katarsis.
Katarsis yaitu menyalurkan perilaku agresif ke aktivitas positif dan
berguna. Dengan kegiatan tersebut anak akan merasa puas dan energi
agresif akan tersalurkan, terbebas dari membahayakan dirinya maupun
orang lain, diterima oleh masyarakat dan mungkin menjadi kebanggaan
bagi dirinya.
4. Menciptakan lingkungan non-agresif
Bebaskan lingkungan sekitar dari perilaku agresif, menghilangkan
rangsangan yang dapat menumbuhkan perilaku agresif. Seperti
menghilangkan tontonan, bacaan, yang memperlihatkan kekerasan,
kebrutalan, dan sebagainya.
5. Mengembangkan sikap empati
Kita dapat membantu mengembangkan sikap empati anak melalui contoh
kegiatan, seperti : menunjukkan konsekuensi-konsekuensi yang berbahaya
dari tindakan-tindakan anak yang agresi; menempatkan anak di tempat
kejadian korban dan membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban.
6. Hukuman
Apabila pendekatan-pendekatan di atas kurang efektif, maka dapat
dilakukan dengan memberi hukuman  yang bersifat mendidik dan
manusiawi. Hukuman hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang
memiliki kedekatan dan kasih sayang terhadap anak ketika tingkah
lakunya dapat diterima dan menawarkan banyak dukungan positif untuk
perilaku non-agresif. Menghukum tanpa kejengkelan, ancaman, atau
melanggar moral, bersifat adil, konsisten dan segera. Jangan langsung
memberikan penguatan positif segera setelah hukuman, anak mungkin
belajar berperilaku agresif lalu menanggung hukuman untuk mendapat
dukungan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robert A. 1977. Human Aggression. New York: Plenum Press.
Koeswara, E.(1988). Agresi manusia. Bandung : PT. Eresco.
.Hawadi & Akbar, R. (2001). Psikologiperkembangan anak mengenal sifat, bakat,
dan kemampuan anak . Jakarta: PT.Grasindo.
Berkowitz, Leonard . 2003. Emotional Behavior, Penerjemah Hartantri Woro
Susiatni.Jakarta : Penerbit PPM
Belajarpsikologi.com
Sears, D. O., Freedman, J. L dan Peplau A. L., (1994). Psikologi sosial Jilid 2.
Jakarta Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai