Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permulaan ilmu dapat ditelusuri pada permulaan manusia. Teori
merupakan salah satu unsur penting dari setiap pengetahuan ilmiah atau ilmu,
termasuk psikologi. Tanpa teori psikologi usaha memahami perilaku dan
kepribadian manusia pasti sulit untuk dilaksanakan. Teori banyak bersumber dari
observasi dan introspeksi mendalam dari para pemikir. Ilmu merupakan sebagian
pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik,
rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif.
Kita manusia adalah makhluk yang sangat mudah beradaptasi. Kita dapat
menyesuaikan dengan dan tumbuh dalam beragam lingkungan fisik, social, dan
budaya. Dengan kata lain kita belajar dari pengalaman kita.
Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk
kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan
perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan
biologi dan antara fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif. Terlepas dari
apakah orang memiliki perilaku atau memperoleh informasi dan keyakinan-
keyakinan baru, pembelajaran utamanya adalah sebuah fenomena mental yang
berbasis dalam otak. Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa
memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang
ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber,
hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya
bagi masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu untuk memahami seberapa besar
pengaruh ilmu maupun teknologi yang ada di kehidupan.
Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang
mapan, namun harus sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global yang
dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, kemudahan
transportasi, dan ‘hilangnya’ batas-batas struktural yang mengkotak-kotakan
manusia berdasarkan Negara atau wilayah. Orientasi pendekatan, strategi bantuan,

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 1


Konseling”
kurikulum bantuan, sampai pada bagaimana konselor dipersiapkan merupakan
sederet isu yang harus direspon oleh para pengembang teori, peneliti, dan praktisi
di bidang konseling. Jika dilihat dari peta perkembangan bimbingan dan konseling
baik dari sisi perkembangan profesi, maupun sebagai kajian keilmuan, sudah
semestinya bimbingan dan konseling di Indonesia sudah mempunyai bentuk kerja
profesional yang jelas. Namun sampai detik ini kejelasan bentuk kerja profesional
baru di dunia pendidikan yaitu sebagai konselor sekolah, walaupun pada
kenyataannya pelaksanaan di lapangan masih terseok-seok dan bingung, karena
ketidak jelasan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis layanan BK di sekolah.
BK telah berkembang relatif lama dan diharapkan berkembang ke arah yang lebih
profesional. Namun, kenyataan di lapangan sekarang, BK baru dilirik sebelah
mata. Bahkan pelecehan atau menganggap gampang BK di sekolah masih banyak
terjadi.
Secara profesional bimbingan dan konseling dapat berdiri sendiri, namun
dalam konteks perkembangannya di Indonesia bimbingan konseling yang
dintegrasikan dalam pendidikan akan terkait dengan sejumlah aturan pemerintah
tentang pendidikan. Sebuah ironi jika bimbingan dan konseling yang sudah
menjadi sebuah profesi masih dipandang sebelah mata bahkan dianggap kurang
penting, hanya karena ketidak jelasan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
yang ada di lapangan (sekolah). Makalah ini lebih lanjut menyajikan bagaimana
perkembangan profesi konseling di Indonesia sehingga akan terlihat peta
perkembangan profesi BK dalam menatap masa depan yang lebih menantang.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka masalah yang
dirumuskan adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan profesi?
2. Bagaimana ciri-ciri profesi?
3. Bagaimana perkembangan profesi konseling di Indonesia?
4. Faktor apa yang menghambat laju perkembangan profesi konseling di
Indonesia.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 2


Konseling”
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Agar dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian dari profesi.
2. Agar dapat mengetahui dan mendeskripsikan ciri-ciri dari profesi.
3. Agar dapat mengetahui dan menjelaskan perkembangan profesi
konseling di Indonesia.
4. Agar dapat mengetahui laju perkembangan profesi konseling di
Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dalam makalah kami yaitu :
1. Secara Teoritis
Menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, sebagai penunjang
pembelajaran khususnya dibidang mata kuliah Psikologi Konseling
yang berorientasi pada pembahasan “Perkembangan Profesi
Konseling”.
2. Secara Praktis
Menjadi referensi bagi penulis lain yang ingin melakukan penulisan
yang serupa yang kemudian dikembangkan dan diarahkan pada
pemecahan masalah yang lebih komperensif dan konstruktif dan
disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi
Konseling.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 3


Konseling”
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Profesi
Istilah “profesi” memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua
pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti
profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan
beberapa istilah dan ciri-ciri profesi. “Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan
yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut
profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu
profession atau bahasa latin profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan,
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan
secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan
pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu
adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan
perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual.
Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan,
keahlian, dan persiapan akademik. Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian
dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi
bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di
persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Profesi adalah suatu
pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut
keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 4


Konseling”
tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan
untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Profesi mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila
artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan
“siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian
tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan
berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan
norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja
yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian
tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya
pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian tinggi, hanya
dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup
yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan
hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh
kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi, antara lain :
 Profesi adalah jabatan yang menuntut keahlian seseorang walau profesi
tersebut tidak bersifat komersial.
 Profesional mengacu pada dua hal yaitu, pertama orang yang menyandang
suatu profesi. Kedua, penanpilan seorang dalam melakukan pekerjaan
sesuai profesinya.
 Profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu
rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu
“profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan
suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
 Profesionalitas merupakan kemampuan sikap seorang anggota profesi
untuk bertindak secara professional.
 Profesionalisasi meruju kepada suatu proses pengembangan
keprofesionalan para anggota suatu profesi

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 5


Konseling”
B. Ciri-ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang melekat pada profesi, yaitu:
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-
tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu
ada izin khusus.
5. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi.
Di lain pihak, D. Westby Gibson (1965) menjelaskan ada empat ciri yang
melekat pada profesi, yaitu:
1. Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat
dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi.
2. Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah
teknik dan prosedur yang unik.
3. Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang
mampu melaksanakan suatu pekerjaan professional.
4. Dimilikinya organisasi profesional yang disamping melindungi
kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak
saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas
layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional
kepada anggotanya.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 6


Konseling”
C. Perkembangan Profesi Konseling di Indonesia
Sejarah kelahiran layanan bimbingan dan konseling di lingkungan
pendidikan di tanah air dapat dikatakan tergolong unik. Terkesan oleh layanan
bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah yang diamati oleh para pejabat
pendidikan dalam peninjauannya di Amerika Serikat sekitar tahun 1962, beberapa
orang pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan
dibentuknya layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah menengah
sekembalinya mereka di tanah air.
Pada awal dekade 1960-an, LPTK-LPTK mendirikan jurusan untuk
mewadahi tenaga akademik yang akan membina program studi yang menyiapkan
konselor yang dinamakan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, dengan program
studi yang diselenggarakan pada 2 jenjang yaitu jenjang Sarjana Muda dengan
masa belajar 3 tahun, yang bisa diteruskan ke jenjang Sarjana dengan masa belajar
2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana Muda dan Sarjana
dengan masa belajar 5 tahun inilah yang kemudian pada akhir dekade 1970-an
dilebur menjadi program S-1 dengan masa belajar 4 tahun, tidak berbeda, dari segi
masa belajarnya itu, meskipun ada perbedaan tajam dari sisi sosok kurikulernya.
Pada dekade 1970-an itu pula mulai ada lulusan program Sarjana (lama) di
bidang Bimbingan dan Konseling, selain juga ada segelintir tenaga akademik
LPTK lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kembali ke tanah air. Kurikulum
1975 mengacarakan layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari
wilayah layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan
SMA, yaitu pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan
Bimbingan dan Konseling. Pada tahun 1976, ketentuan yang serupa juga
diberlakukan untuk SMK. Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang, pada tahun
1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling untuk guru-guru SMK yang ditunjuk. Tindak lanjutnya
memang raib ditelan oleh waktu, karena para kepala SMK kurang memberikan
ruang gerak bagi alumni pelatihan Bimbingan dan Konseling tersebut untuk

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 7


Konseling”
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling sekembalinya mereka ke
sekolah masing-masing. Tambahan pula, dengan penetapan jurusan yang telah
pasti sejak kelas I SMK, memang agak terbatas ruang gerak yang tersisa, misalnya
untuk melaksanakan layanan bimbingan karier. jenjang SD, pelayanan bimbingan
dan konseling belum terwujud sesuai dengan harapan, dan belum ada konselor
yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta tertentu.
Untuk jenjang sekolah menengah, posisi konselor diisi seadanya termasuk,
ketika SPG di-phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru-guru SPG
yang tidak diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen Program D-II
PGSD, juga ditempatkan sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA. Meskipun
ketentuan perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi
karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka
dengan dimotori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga
akademik di LPTK-LPTK.
Pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikanlah Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun konselor lulusan Program
Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik konselor
yang bertugas di LPTK, di samping para konselor yang berlatar belakang
bermacam¬-macam yang secara de facto bertugas sebagai guru pembimbing di
lapangan. Ketika ketentuan tentang Akta Mengajar diberlakukan, tidak ada
ketentuan tentang ”Akta Konselor”. Oleh karena itu, dicarilah jalan ke luar yang
bersifat ad hoc agar konselor lulusan program studi Bimbingan dan Konseling
juga bisa diangkat sebagai PNS, yaitu dengan mewajibkan mahasiswa program S1
Bimbingan dan Konseling untuk mengambil program minor sehingga bisa
mengajarkan 1 bidang studi.
Dalam pada itu IPBI tetap mengupayakan kegiatan peningkatan
profesionalitas anggotanya antara lain dengan menerbitkan Newsletter sebagai
wahana komunikasi profesional meskipun tidak mampu terbit secara teratur, di
samping mengadakan pertemuan periodik berupa konvensi dan kongres. Pada
tahun 2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) berganti nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 8


Konseling”
(ABKIN). Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak
bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di
Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap sekolah untuk
menyediakan 1 (satu) orang konselor untuk setiap 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, meskipun hanya terealisasi pada jenjang pendidikan menengah.
Dengan jumlah lulusan yang sangat terbatas sebagai dampak dari
kebijakan Ditjen Dikti untuk menciutkan jumlah LPTK Penyelenggara Program
S-1 Bimbingan dan Konseling mulai tahun akademik 1987/1988, maka semua
sekolah menengah di tanah air juga tidak mudah untuk melaksanakan instruksi
tersebut. Sesuai arahan, masing-masing sekolah menengah ”mengalih tugaskan”
guru-gurunya yang paling bisa dilepas (dispensable) untuk mengemban tugas
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling setelah dilatih melalui
Crash Program, dan lulusannyapun disebut Guru Pembimbing.
Dan pada tahun 2003 diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebut adanya jabatan “konselor” dalam
pasal 1 ayat (6), akan tetapi tidak ditemukan kelanjutannya dalam pasal-pasal
berikutnya. Pasal 39 ayat (2) dalam UU nomor 20 tahun 2003 tersebut
menyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik pada perguruan
tinggi”, meskipun tugas “melakukan pembimbingan” yang tercantum sebagai
salah satu unsur dari tugas pendidik itu, jelas merujuk kepada tugas guru,
sehingga tidak dapat secara sepihak ditafsirkan sebagai indikasi tugas konselor.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam bagian Telaah Yuridis, sampai
dengan diberlakukannya PP nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan
UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pun, juga belum ditemukan
pengaturan tentang Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Konselor. Oleh karena
itu, tiba saatnya bagi ABKIN sebagai organisasi profesi untuk mengisi
kevakuman legal ini, dengan menyusun Rujukan Dasar bagi berbagai tahap
dan/atau sisi penyelenggaraan layanan ahli bimbingan dan konseling yang

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 9


Konseling”
memandirikan khususnya dalam jalur pendidikan formal di tanah air, dimulai
dengan penyusunan sebuah naskah akademik yang dinamakan Naskah Akademik
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis
gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia, perkembangan gerakan bimbingan
dan konseling di Indonesia melalui tiga periode yaitu:
1. Prawacana (sebelum 1960 sampai 1970-an)
Pada perioode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling
telah dimulai,terutama oleh para pendidik yang telah mempelajari diluar
negeri dengan dibukanya juruan bimbingan dan penyuluhan di UPI
Bandung pada tahun 1963. Pembukaan jurusan ini menandai dimulainya
periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalkan bimbingan
dan penyuluhan kepada masyarakat,akademik,dan pendidikan.
Kesuksesan periode ini ditandai dengan diluluskannya sejumlah sarjana
BP dan semakin dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayanan
tersebut.
2. Pemasyarakatan (1970 sampai 1990-an)
Pada periode ini diberlakukan kurikulum 1975 untuk sekolah dasar
sampai sekolah menengah tingkat atas dengan mengintregasikan layanan
BP untuk siswa.Pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan
nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia).Pda periode ketiga ini
ditandai dengan berlakunya kurikulum 1984 yang difokuskan pda
bimmbingan karir.Pada periode ini muncul beberapa masalah
seperti:berkembangnya pemahaman yang keliru yaitu mengidentikan
bimbingan karir (BK) dengan BP sehingga muncul istilah
BP/BK,kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpa no 26 tahun
1989 terhadap penyelenggaraan bimbingan di sekolah yang menyatakan
bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP yang
mengakibatkan pelayanan BP menjaddi kabur baik pemahaman maupun
mengimplementasikannya.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 10


Konseling”
3. Konsolidasi (1990-Sekarang)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan
bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru yang
ditandai dengan :
a. Diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling istilah
yang dipakai sekarang adalah bimbingan dan konseling “BK”.
b. Pelayanan BK disekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing
yang secara khusus ditugasi untuk itu.
c. Mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah) untuk guru-
guru pembimbing.
d. Mulai adanya formasi untuk mengangkat menjadi guru pembimbing
e. Dalam bidang pengawasan sekolah dibentuk bidang pengawaan BK
f. Dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK disekolah yang
lebih operasional oleh ABKIN (dulunya IPBI).

D. Faktor yang Menghambat Laju Perkembangan Profesi Konseling di


Indonesia
1. Kelangkaan Tenaga Konselor
Tenaga konselor yang berlatar bimbingan dan konseling memang
masih belum memenuhi kebutuhan di lapangan. Selama ini masih banyak
sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa
didukung oleh tenaga konselor profesional dalam jumlah yang memadai.
Sehingga, tenaga bimbingan dan konseling terpaksa banyak direkrut dari
non bimbingan dan konseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan
dan keterampilan tentang bimbingan dan konseling yang minimal atau
bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang
bimbingan dan konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh
terhadap kinerja bimbingan dan konseling itu sendiri, baik secara personal
maupun lembaga.
Meminjam bahasa ekonomi, kelangkaan ini diduga disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara demand dan supply. Tingkat produktivitas

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 11


Konseling”
dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan penghasil tenaga konselor
tampaknya relatif masih terbatas jumlahnya dan belum mampu memenuhi
kebutuhan pasar. Demikian pula dalam distribusinya relatif tidak merata.
Oleh karena itu, ke depannya perlu dipikirkan bagaimana Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan pencetak tenaga konselor untuk dapat
memproduksi lulusannya, dengan memperhitungkan segi kuantitas,
kualitas dan distribusinya., sehingga kelangkaan tenaga konselor dapat
segera diatasi.
2. Kebijakan Pemerintah yang kurang berpihak terhadap profesi
bimbingan dan konseling
Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari
pemerintah pusatm tentang profesi bimbingan dan konseling.
Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita sedang berupaya
mereformasi pendidikan kita. Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi
guru, banyak konselor dan pengawas satuan pendidikan yang kebingungan
untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan pelaksanaan
bimbingan dan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak
sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan
pelaksanaan bimbingan dan konseling
Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling
pada tataran pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada
tataran di bawahnya (messo dan mikro), termasuk pada tataran operasional
yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah Jadi, kalau ada
pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang optimal,
maka kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah-satunya
adalah ketidakjelasan dalam kebijakan pemerintah terhadap profesi
bimbingan dan konseling.
Untuk ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan
dipertahankan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya
perlu ada komitmen dan good will dari pemerintah untuk secepatnya

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 12


Konseling”
menata profesi bimbingan dan konseling, salah satunya dengan berupaya
melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku
wadah yang menaungi para konselor dan para pakar bimbingan dan
konseling untuk duduk bersama merumuskan bagaimana sebaiknya
kebijakan bimbingan dan konseling untuk hari ini dan ke depannya.
Kemudian terlepas dari itu, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam
profesi Konseling, yaitu:
a. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,
kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam
konteks kemaslahatan umum.
b. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling:
 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya.
 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses
pembelajaran.
 Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
c. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,
jenjang, dan jenis satuan pendidikan:
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur
pendidikan formal, non formal, dan informal.
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis
pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang
pendidikan usia dini, dasar dan menengah.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 13


Konseling”
BAB III
PEMBAHASAN
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal,
pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan
fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku
tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara
individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif.
Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting
untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu
dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks
adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang
studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah
Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal,
2007). Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi “Konselor.” Keberadaan
konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,
widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6).
Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu
dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik,
termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting
layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan. Kehadiran layanan
bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui
proses yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan
dengan munculnya kebutuhan akan penjurusan di SMA pada saat itu. Selama
perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 14


Konseling”
pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai
dengan sekarang. Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya
terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan
konseling sebagai suatu profesi. Kendati demikian harus diakui bahwa untuk
mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang dapat
memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras
dari semua pihak yang terlibat dengan profesi bimbingan dan konseling.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini
boleh dikatakan sudah berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-
masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului teori-teori yang dikembangkan
dalam pembelajaran untuk mata pelajaran di sekolah. Perkembangan teori
bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber
dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori
bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di
sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang
memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Keberadaan profesi konselor di Indonesia memang sudah diakui secara
undang-undang, tetapi hal itu tidak dibarengi dengan pengetahuan masyarakat
tentang profesi konselor. Di luar sana masih banyak orang yang kebingungan jika
ditanya tentang profesi konselor. Mereka bingung bukan karena sulit
membedakan sesuatu, tetapi lebih karena mereka tidak tahu apa itu konselor.
Profesi yang mereka tahu hanyalah dokter, guru, petani, dan lain-lain. Hal ini
mungkin disebabkan karena masyarakat belum begitu merasakan manfaat dari
adanya profesi konselor ini. Tentu hal ini bisa sedikit dimaklumi karena profesi
konselor muncul baru sekitar tahun 1960an. Tidak seperti profesi lain yang sudah
ada sejak dulu sehingga masyarakat lebih mengenal profesi yang lain tersebut.
Namun jika kita melihat lebih dalam lagi, 40 tahun bukanlah waktu yang sedikit.
Selama waktu itu seharusnya sekarang ini konselor sudah menjadi suatu profesi
yang diakui oleh pemerintah dan masyarakat.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 15


Konseling”
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Sebagaimana perumusan masalah yang telah diajukan dibagian
pendahuluan, maka kami menyimpulkan bahwa “Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Profesi harus memiliki tiga
pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Secara umum
ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu ; adanya
pengetahuan khusus, adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi,
mengabdi pada kepentingan masyarakat, ada izin khusus untuk menjalankan suatu
profesi. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui
standardisasi untuk kerja profesional konselor dan standardisasi penyiapan
konselor. Perkembangan Gerakan bimbingan di Indonesia pada dasarnya terdapat
tiga periode perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia yakni periode
prawacana (1960-1970), periode pemasyarakatan (1970-1990), periode
konsolidasi (1990-sekarang).
Pengembangan bimbingan dan konseling sebagai sebuah profesi bukan
hanya kewajiban dari ABKIN saja sebagai organisasi profesi, namun menjadi
kewajiban bagi seluruh bagian yang terkait seperti ; lembaga pendidikan tenaga
kependidikan, pakar/ilmuan bimbingan dan konseling, mahasiswa BK, dan para
praktisi BK di lapangan baik di dunia pendidikan atau non pendidikan, sehingga
ketika semua kekuatan saling bersinergi akan menghasilkan sebuah dinamika
yang bagus.
ABKIN sebagai organiasasi profesi yang memiliki kewenangan untuk
menetapkan kebijakan dalam mengembangakan organisai profesi BK harus bisa
membaca realitas dan kebutuhan dari dalam dan luar organisasi, sehingga
lebijakan yang dikeluarkan benar-benar menjadi sarana pengambangan profesi
BK dan menjaga kepercayaan publik atas profesi ini. Hal-hal yang berpengaruh

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 16


Konseling”
dalam menetapkan kebijkan juga harus diperhatikan. Hubungan dengan para
stakeholder  dan pemerintah juga mesti terus dijaga untuk tetap mempertahankan
aspek legal dari organisasi profesi ini.

B. Saran
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai
bidang kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan akibat metode
belajar dan pembelajaran yang kurang baik. Untuk itu kita harus memajukan
prinsip belajar yang efektif. Kerja sama yang baik antara guru dan siswa bisa
membantu pelajar untuk mencari dan menerima pelajaran dengan baik dan
dibutuhkan kesadaran diri murid dalam belajar dan dari guru dibutuhkan
pengalaman mengajar yang baik dan benar-benar berkualitas yang merupakan
suatu modal penerapan dalam pengembangan ilmu yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari
Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami
ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami
harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 17


Konseling”
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling. (2008). Penataan Pendidikan Profesional


Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN.
Dikutip dari: Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan &
Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hal : 32
Sudrajat, A. (2008). Perjalanan Jauh Bimbingan Dan Konseling Sebagai
Profesi.(online)http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/perjal
anan-jauh-bimbingan-dan-konseling-sebagai-profesi/(07 Maret 2015)

PSIKOLOGI KONSELING “Perkembangan Profesi 18


Konseling”

Anda mungkin juga menyukai