Disusun Oleh :
Mesayu Verrara Sandra (2110631010024)
Muhammad Thoriq Alfalah (2110631010122)
Fahmi Fansuri (2110631010016)
Irma Julia (2110631010099)
Fatchul Ulum (2110631010089)
Elbert Novstyanto (2110631010015)
Ahludz Dzikri Fikri (2110631010197)
A. Latar Belakang
Subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban langsung
berdasarkan hukum internasional. Untuk memenuhi syarat sebagai subjek hukum
internasional perlu memiliki kepribadian hukum (legal personality). Kepribadian hukum
ini diperlukan untuk memperoleh keabsahan hukum sebagai subjek serta satuan tersendiri
dalam hubungan internasional.1 Pada umumnya Multi-National Corporations (MNC)
dikategorikan sebagai badan hukum (legal person) yang setara dengan warga negara di
mana MNCs tersebut didirikan. Dengan demikian hanya negara yang memiliki
kewenangan dalam mengatur kegiatan MNCs.
Namun dalam pelaksanaannya pengaruh ekonomi dari MNCs membuat pemerintah di
negara-negara berkembang cenderung meringankan tanggung jawab hukum dari MNCs
karena takut akan berdampak buruk pada kondisi ekonomi di negaranya. Menghadapi
kondisi ini Hukum Internasional berupaya dalam pemberian dasar untuk penerapan
tanggung jawab hukum terhadap MNCs dengan menempatkannya sebagai subjek hukum
internasional. Namun hal tersebut menimbulkan kekhawatiran negara-negara bila
kedudukannya disetarakan dengan MNCs karena dimungkinkan MNCs dapat bersengketa
melawan negara. Tujuan dari penulisan ini, di samping untuk mengetahui status MNC
dalam hukum internasional juga untuk mengetahui bagaimana upaya pembebanan
tanggung jawab terhadap MNC.
B. Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik perusahaan multinasional
2. Apa yang menjadikan Perusahaan multinasional sebagai subjek hukum internasional
3. Peran perusahaan Multinasional dalam Diplomatik
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam hubungan internasional MNC saat ini menjadi sebuah fenomena yang sangat
berpengaruh dalam perdagangan global dan perkembangan perekonomian dunia. Globalisasi
dalam dimensi ekonomi mengacu pada satu Ciri, Tujuan, Karakteristik dan Bentuk-Bentuk
MNC. Ciri – Ciri Dari Perusahaan Multinasional yaitu :
Terdapat dua pendektan diakuinya sebuah entitas sebagai subjek hukum internasional,
yang pertama yaitu pendekatan secara teoritis yang dimana terdapat dua pendapat yang
berbeda yang satu menyatakan bahwa subyek hukum internasional hanyalah negara,
sedangkan teori lain menyatakan bahwa subjek hukum internasional hanyalah individu. Dan
yang kedua adalah pendekatan secara praktis bahwa personalitas bukanlah suatu yang
absolut, karena hukum internasional terus berkembang mengikuti keadaan masyarakat.
Pendekatan secara teori yang menyatakan hanya negara yang menjadi subjek hukum
internasional merupakan konsep hukum teknis untuk menunjuk sekumpulan ketentuan hukum
yang ada di suatu wilayah. Menurut teori ini juga individu bukanlah penanggung hak atau
kewajiban yang lahir secara langsung dari hukum internasional. Apabila aturan-aturan hukum
internasional melahirkan suatu hak yang memberi perlindungan kepada individu, maka ia hanya
dapat memiliki atau mempertahankan haknya jika terdapat dukungan dari negaranya.
Berlawanan dengan teori tersebut, terdapat juga teori yang menyatakan bahwa sebenarnya
individu merupakan subjek hukum internasional yang sesungguhnya. Teori ini dinyatakan oleh
Hans Kelsen di dalam bukunya yang berjudul Principles of International Law bahwa kewajiban
negara sebenarnya yaitu kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat di
suatu negara.
Hal tersebut membuktikan bahwa subjek hukum internasional bukan hanya negara atau
individu namun dalam perkembangannya terdapat entitas lain yang diakui sebagai subjek
hukum internasional seperti Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, dan
perusahaan multinasional. Terdapat berbagai faktor sehingga entitas tersebut dapat dikatakan
sebagai subjek hukum internasional, seperti faktor sejarah, perkembangan masyarakat hukum
internsional hingga karena adanya kehendak dari hukum itu sendiri.
Perusahaan multinasional adalah suatu entitas yang patut dipertimbangkan untuk diakui
personalitasnya sebagai subjek hukum internasional karena secara praktik melalui
penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) dapat mempengaruhi ekonomi
dan kebijakan politik negara asal (home state) dan negara tuan rumah (host state). Personalitas
perusahaan multinasional dalam hukum internsional masih diperdebatkan karena beberapa
negara tidak bersedia untuk memaksa sebuah perusahaan multinasional bertanggung jawab
atas kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya di negara lain. Secara struktural,
induk perusahaan yang berada di negara asal perusahaan multinasional bertindak sebagai
pembuat keputusan terpusat mampu mengendalikan anak perusahaan yang berada di negara
tuan rumah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan tersebut didirikan
berdasarkan hukum nasional negara tuan rumah tetapi tidak dapat bertindak bebas sesuai
inisiatifnya.
Juta Dollar AS atas akuisisi pengelolaan Hotel Kartika Plaza. Berdasarkan ketentuan Pasal 32
ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal diatas, terlihat
bahwa Indonesia telah mengakui dan mengatur mekanisme penyelesaian sengketa penanaman
modal dengan perusahaan multinasional tidak cukup diselesaikan dengan badan arbitrase
nasional namun terdapat badan arbitrase internasional yang lebih berkompeten
menyelesaikannya. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia mengakui perusahaan multinasional
memiliki personalitas dan sebagai subjek hukum internasional yang terbatas.
dengan organisasi internasional lainnya. Selain ketentuan tersebut, terdapat pula entitas yang
telah diakui sebagai subjek hukum internasional dianggap cakap menandatangani p e r j a n j i a n
internasional seperti pernjanjian antara Tahta Suci dengan negara-negara berkaitan dengan hal-
hal keagamaan, karena Tahta Suci merupakan subjek hukum yang diakui dalam hukum
internasional. Tidak terdapatnya instrumen hukum yang mengatur perusahaaan multinasional
sebagai pihak dalam penandatanganan perjanjian internasional menjadikan perusahaan
multinasional tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional. Meskipun
demikian, dalam hal tertentu perusahaan multinasional dapat membuat persetujuan dengan
pemerintah suatu negara dengan memberlakukan prinsip hukum internasional atau prinsip
hukum umum untuk transaksi mereka dan bukan diatur oleh hukum nasional suatu negara.
Prinsip-prinsip perdagangan internasional yang terdapat dalam ketentuan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization) berkaitan dengan penanaman modal oleh
perusahaan multinasional yaitu prinsip perlakuan nasional (National Treatment) yang
menunjukkan negara harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membeda-bedakan
antara penanam modal yang berasal dari dalam maupun berasal dari luar negeri dan prinsip
perlakuan yang sama kepada semua negara (Most Favoured Nation) dengan tidak membedakan
mitra dagang antara negara satu dengan negara lainnya
Wewenang hukum perusahaan multinasional membuat persetujuan dengan suatu negara
misalnya terdapat dalam konvensi ICSID (Convention on the settlement of Investment Disputes
Between States and Nationals of Other States) tahun 1965. Konvensi ICSID secara implisit
memberikan wewenang kepada perusahaan multinasional untuk membuat kontrak atau
penanaman modal dengan suatu negara. Kemampuan perusahaan multinasional membuat
kontrak tersebut dilakukan oleh individu dalam artian badan hukum. Persyaratan kedua ini
membuktikan bahwa dalam hukum Internasional telah adanya upaya untuk memberikan
kecakapan yang semu kepada perusahaan multinasional.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan multinasional tidak memenuhi
kriteria kecakapan sebagai subjek internasional, namun dalam hal ini hukum internasional
telah mengakui personalitas perusahaan multinasional meskipun dalam kadar yang terbatas
sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan multinasional diakui sebagai quasi subjek hukum
internasional.
Berkembangnya tuntutan terhadap terhadap perlunya ada keseimbangan antara hak dan
kewajiban perusahaan multinasional memperlihatkan bahwa semakin berkurangnya peran
otoritas pemerintah terhadap kebijakan perekonomian di negaranya. Peran tersebut
mengisyaratkan telah tersistem dalam hukum internasional dan perusahaan multinasional ikut
andil mengikuti pola-pola tersebut.
Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan negara (state sovereignty)
mengatur aktivitas perusahaan meltinasional yang berada diwilayahnya, apabila perusahaan
multinasional melalaikan kewajibannya seperti pelanggaran hak asasi manusia, perusakan
lingkungan dan pelanggaran hak hak buruh dapat dibebankan tanggung jawab berdasarkan
hukum nasional. Hukum internasional berupaya mengaturnya dengan berbagai perjanjian
internasional yang berupaya mengindikasikan tanggung jawab tersebut juga hanya dapat
dipaksakan melalui kewenangan negara.
Perjanjian internasional mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para
pesertanya menurut Mochtar Kusumaatmadja. Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan
perusahaan multinasional misalnya instrument perjanjian dibawah rejim Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), Masyarakat Eropa (European Community), NAFTA (The North American Free
Agreement), OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development), dan
berbagai Perjanjian Penanaman Modal Bilateral (Bilateral Investment Treaties) antara negara-
negara pemilik modal terhadap perusahaan multinasional.
The United Nations Global Compact juga bersifat soft law yang merupakan inisiatif
kebijakan strategis bagi perusahaan yang berkomitmen untuk menyelaraskan kebijakan dan
operasi strategis usahanya dengan sepuluh prisnsip universal dibidang hak asasi manusia,
perburuhan, lingkungan dan anti korupsi. Prinsip yang terkandung dalam The United Nations
Global Compact:
o Businesses should and respect the protection of internationally proclaimed human rights
(bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia internasional)
o Make sure that they are not complicit in human rights abuses (memastikan bahwa
perusahaan atau korprasi tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia)
o Businesses should uphound the freedom of association and the effective recognition of the
right to collective bargaining (bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan
pengakuan hak untuk berunding bersama secara efektif)
o The elimination of all forms of forced and compulsory labour (penghapusan segala bentuk
kerja paksa dan kerja wajib)
o The effective abolition of child labour (penghapusan pekerja anak secara efektif)
o The elimination of discrimination in respect of employment and occupation (penghapusan
diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatannya)
o Businesses should support a precautionary approach to environmental challenges (bisnis
harus mendukung pendekatan pencegahan terhadap tantangan lingkungan)
o Undertake initiatives to pomote greater environmentally responsibility (melakukan inisiatif
untuk mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar)
o Encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies
(mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan)
o Businesses should work against corruption in all its forms, including extortion and bribery
(bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuknya, termasuk pemerasan dan
penyuapan)
Global Compact dirancang untuk merangsang perubahan dan untuk mempromosikan good
corporate citizenship, mendorong solusi inovatif dan mengembangakn kemitraan perusahaan
dengan masyarakat sipil, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.
Guiding Principles for Business and Human Rights memiliki 3 prinsip, yaitu:
o The State to Duty to Protect, kewajiban negara melindungi warga negaranya terhadap
pelanggaran HAM dari pihak ketiga termasuk perusahaan meltinasional melalui kebijakan,
peraturan dan peradilan yang adil.
o Corporate Responsibility to Respect for Human Rights, tanggung jawab badan usaha untuk
menghormati HAM yang berarti bahwa perusahaan harus bertindak dengan uji tuntas untuk
menghindari dan mengatasi dampak atas pelanggaran HAM di negara tempat beroperasi.
o Access to Remedy, badan usaha dan negara wajib memberikan akses yang lebih luas
kepada para korban terkait dengan Tindakan badan usaha baik diluar maupun didalam
pengadilan.
7
Syukri dan Retno Kusniati, Personalitas Perusahaan Multinasional Dalam Hukum Internasional, Uti Possidetis:
Journal of Internional Law, 1(1), 2020, hal. 43-62
C. Peran Multinational Companies Dalam Diplomatik
Multinasional Corporations (MNC) merupakan sebuah organisasi ekonomi yang
melibatkan diri dalam kegiatan produktif di dua atau lebih negara. Pada umumnya MNC
memiliki markas besar sebagai pusat di negara asal mereka yang kemudian diperluas ke negara
lain dengan membangun atau membeli berbagai aset usaha atau membuka cabang di negara
tersebut. Dalam ekonomi politik internasional MNC memiliki peranan yang sangat penting
terutama dalam transaksi internasional. Kehadiran MNC dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat dalam politik global dikarenakan pengaruh ekonomi mereka yang amat besar serta
memiliki sumber finansial yang berkecukupan sebagai relasi untuk masyarakat. Saat ini banyak
perusahaan multinasional di berbagai negara yang memiliki dana yang sangat besar bahkan
melebihi pendapatan suatu negara.
Dalam suatu kajian ilmu Hubungan Internasional, terdapat aktor untuk di analisis yaitu
aktor negara dan non negara, dalam hal ini aktor non negara yaitu Multinational Corporations
yang merupakan aktor dalam Hubungan Internasional yang mana memiliki peran penting di
dalam politik global. Multinational Companies adalah sebuah perusahaan yang berusaha di
berbagai negara tetapi dikelola hanya oleh satu negara. Perusahaan biasanya memiliki kantor
pusat dimana mereka mengoperasikan serta mengkoordinasikan manajemen global.
Multinational Companies mengglobalisasikan kegiatannya bertujuan untuk memasok pasar
dalam negeri mereka, maupun untuk melayani pasar luar negeri secara langsung.
Robert Gilpin secara sederhana mendefinisikan MNC sebagai sebuah perusahaan besar
yang memiliki serta mengelola unit-unit ekonomi lebih dari satu negara. MNC cenderung
merupakan sebuah perusahaan oligopolistik dimana kepemilikan, pengelolaan, produksi, dan
aktivitas penjualannya berkembang hingga melintasi batas negara. Suatu MNC biasanya terdiri
dari kantor pusat di satu negara dengan sekelompok anak perusahaan di berbagai negara. Tujuan
prinsip korporasi adalah untuk mengamankan biaya produksi barang paling rendah untuk
keperluan pasar dunia. Tujuan ini dapat dicapai dengan mencari lokasi yang paling efisien untuk
fasilitas produksi atau untuk memperoleh konsesi pajak pemerintah negara setempat.
MNC sebagai aktor dalam bisnis internasional. Perusahaan sangat memiliki peran penting
dalam konstelasi internasoinal. MNC dapat memainkan peranan dalam kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh negara baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat global. Karena potensi
ekonomi yang dimiliki oleh MNC, MNC memiliki pengaruh dalam perpolitikan domestik
maupun global serta MNC juga menjadi salah satu yang menyebabkan perubahan iklim dunia,
maka dari itu diperlukan adanya komitmen dari MNC untuk menjaga lingkungan dengan
melakukan pembangunan yang berkelanjutan.8
8
Bakry, U. S. (2017). Dasar-Dasar
Hubungan Internasional. Depok:
Kencana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perusahaan Multinasional adalah subjek hukum yang tidak bisa dipisahkan dalam hukum
internasional, karena berperan dalam ekonomi, melakukan kerja sama dengan perusahaan
asing, menjadi daya ivestasi, maupun penanaman modal. Hal tersebut membuktikan bahwa
subjek hukum internasional bukan hanya negara atau individu namun dalam
perkembangannya terdapat entitas lain yang diakui sebagai subjek hukum internasional
seperti Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, dan perusahaan multinasional.
Terdapat berbagai faktor sehingga entitas tersebut dapat dikatakan sebagai subjek hukum
internasional, seperti faktor sejarah, perkembangan masyarakat hukum internsional hingga
karena adanya kehendak dari hukum itu sendiri.
Saran
Saran dari kami semua agar perusahaan Multinasional dan negara bisa saling
melengkapi suatu negara, tanpa keduanya ekonomi negara tidak bisa berkembang solusinya
adalah mengikuti peraturan, dan mentaati hukum nasional, dan internasional, berdiaolog
melalui diskusi , sehingga Negara dan perusaahan multinasional bisa menyelesaikan masalah
yang ada dan tidak saling menyalahkan.
DAFTAR PUSTAKA
López-Duarte, C., & Vidal-Suárez, M. M. (2013). Cultural distance and the choice between wholly owned
subsidiaries and joint ventures. Journal of Business Research, 2252- 2261.
White, G. O., Joplin, J. W., Hemphill, T. A., & Marsh, L. A. (2014). Wholly owned foreign subsidiary relation-based
strategies in volatile environments. International Business Review, 303-312.
Chan, S. H., Kensinger, J., & Martin, J. (2007). Leveraging corporate strategic advantage using alliances and joint
ventures. Review of Financial Economics, 1-3.
DePamphilis, D. (2019). Domestic and Cross-Border Business Alliances: Joint Ventures, Partnerships, Strategic
Alliances, and Licensing. Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring Activities (Tenth Edition), 415-
440.
Cabaleiro-Cervino, G., & Burcharth, A. (2020). Licensing agreements as signals of innovation: When do they
impact market value? Technovation, 98.
Bhaskaran, S., & Jenkins, H. (2009). Firm distributor firm outsourcing alliance. Journal of ‐ Manufacturing
Technology Management, 20(6)
Syukri dan Retno Kusniati, Personalitas Perusahaan Multinasional Dalam Hukum Internasional, Uti Possidetis:
Journal of Internional Law, 1(1), 2020, hal. 43-62