Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Telaahan Kritis Terhadap Multinational Companies Dalam Hukum International


Dosen Pengampu: Ida R. Hasan SH., MH.

Disusun Oleh :
Mesayu Verrara Sandra (2110631010024)
Muhammad Thoriq Alfalah (2110631010122)
Fahmi Fansuri (2110631010016)
Irma Julia (2110631010099)
Fatchul Ulum (2110631010089)
Elbert Novstyanto (2110631010015)
Ahludz Dzikri Fikri (2110631010197)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban langsung
berdasarkan hukum internasional. Untuk memenuhi syarat sebagai subjek hukum
internasional perlu memiliki kepribadian hukum (legal personality). Kepribadian hukum
ini diperlukan untuk memperoleh keabsahan hukum sebagai subjek serta satuan tersendiri
dalam hubungan internasional.1 Pada umumnya Multi-National Corporations (MNC)
dikategorikan sebagai badan hukum (legal person) yang setara dengan warga negara di
mana MNCs tersebut didirikan. Dengan demikian hanya negara yang memiliki
kewenangan dalam mengatur kegiatan MNCs.
Namun dalam pelaksanaannya pengaruh ekonomi dari MNCs membuat pemerintah di
negara-negara berkembang cenderung meringankan tanggung jawab hukum dari MNCs
karena takut akan berdampak buruk pada kondisi ekonomi di negaranya. Menghadapi
kondisi ini Hukum Internasional berupaya dalam pemberian dasar untuk penerapan
tanggung jawab hukum terhadap MNCs dengan menempatkannya sebagai subjek hukum
internasional. Namun hal tersebut menimbulkan kekhawatiran negara-negara bila
kedudukannya disetarakan dengan MNCs karena dimungkinkan MNCs dapat bersengketa
melawan negara. Tujuan dari penulisan ini, di samping untuk mengetahui status MNC
dalam hukum internasional juga untuk mengetahui bagaimana upaya pembebanan
tanggung jawab terhadap MNC.

B. Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik perusahaan multinasional
2. Apa yang menjadikan Perusahaan multinasional sebagai subjek hukum internasional
3. Peran perusahaan Multinasional dalam Diplomatik
BAB II
PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK PERUSAHAAN MULTINASIONAL


Multinasional company (MNC) atau kadang disebut juga multinasional corporation atau
transnational corporation adalah perusahaan berskala besar yang memiliki kantor atau fasilitas di
negara lain selain kantor pusat atau induknya. Perusahaan multinasional mengembangkan diri di
pasar internasional, dengan mencoba hadir di berbagai kota di hampir seluruh penjuru dunia.
Secara umum, perusahaan ini dikembangkan dengan status perseroan terbatas atau PT di
berbagai negara. Tetapi, saham yang Ada di dalamnya akan dikendalikan oleh perusahaan induk.
Saham perusahaan tidak akan terdaftar di bursa saham lokal. Artinya, perusahaan ini dapat
memiliki cabang atau pabrik di negara lain namun seluruh manajemen, kebijakan, modal, saham,
dll. harus berasal dari perusahaan induk.
Umumnya, multinasional company membangun kantor cabang di negara berkembang.
Keberadaan perusahaan dapat berperan penting dalam aktivitas perdagangan internasional di
negara tersebut, aktivitas ekspor dan impor hingga penanaman modal asing. Dalam ekonomi
politik internasional MNC memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam transaksi
internasional. Saat ini MNC tumbuh dengan pesat, tidak hanya di negara maju saja MNC juga
terdapat di negara berkembang yang saat ini telah tumbuh dengan pesat dan dapat di
perhitungkan dalam ekonomi internasional. Hadirnya MNC dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar dan juga
sumber finansial yang berkecukupan sebagai relasi untuk masyarakat dan melobi politik. Karena
saat ini banya perusahaan multinasional di berbagai negara yang memiliki dana yang sangat
besar bahkan melebihi pendapatan suatu negara.
Hal ini tentunya akan mempengaruhi kondisi ekonomi negara setempat. Perusahaan
multinasional memiliki beberapa strategi dalam mengembangkan bisnisnya. Terdapat beberapa
strategi yang biasa digunakan perusahaan multinasional, di antaranya; Wholly Owned Subsidiar,
Joint Venture, Licence agreement, subcontracting, and Outsourcing. Setiap strategi ini memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing yaitu :
1. Wholly Owned Subsidiary. Kelebihan strategi ini adalah perusahaan dapat
melalkukan diversifikasi barang dengan tujuan untuk mengurangi risiko yang
akan terjadi di masa depan1. Sedangkan kekurangan pada strategi ini adalah biaya
dan risiko akan dibebankan kepada satu orang saja, yaitu pemilik2.
2. Joint Venture memiliki kelebihan dalam hal keuntungan yang didapatkan dengan
pertukaran sumber daya (pengetahuan, teknologi, keuangan dan lain sebagainya)
antar perusahaan sehingga perusahaan dapat melakukan evaluasi terhadap sumber
daya mana yang lebih baik dan perusahaan akan lebih mudah untuk menjangkau
pasar yang lebih luas3. Namun kekurangan dari strategi joint venture adalah
adanya kemungkinan tidak seimbangnya sumber daya dari dua perusahaan atau
lebih, karena adanya perbedaan budaya dan manajemen perusahaan tersebut4.
3. Licence Agreement adalah strategi yang menjual lisensi bagi perusahaan lokal
dalam persentasi tertentu. Perusahaan multinasional menyediakan produk dan
layanan ke pelanggan tersebut, sehingga strategi ini memiliki risiko yang tegolong
rendah karena penerima lisensi yang diberikan sudah cukup terpercaya dan
memiliki pengetahuan luas mengenai produk maupun jasa tersebut5. Kekurangan
dari strategi ini adalah pengembangan produk membutuhkan waktu yang cukup
panjang dan perusahaan pembeli lisensi akan kehilangan kendali atas proses
produk yang akan dijual.
4. Subcontracting And Outsourcing. Strategi ini memiliki risiko yang lebih rendah
karena perusahaan sudah ahli terhadap bidang yang akan dikerjakan, sehingga
perusahaan akan lebih flexible dan cepat beradaptasi dengan kondisi maupun
tantangan di masa depan. Namun, kelemahan dari strategi ini adalah
membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan strategi lainnya dan juga
perusahaan tidak dapat mengembangkan keterampilan dari sumber daya
manusianya sendiri6. Sebagian besar perusahaan multinasional yang bergerak di
1
López-Duarte, C., & Vidal-Suárez, M. M. (2013). Cultural distance and the choice between wholly owned
subsidiaries and joint ventures. Journal of Business Research, 2252- 2261.
2
White, G. O., Joplin, J. W., Hemphill, T. A., & Marsh, L. A. (2014). Wholly owned foreign subsidiary relation-
based strategies in volatile environments. International Business Review, 303-312.
3
Chan, S. H., Kensinger, J., & Martin, J. (2007). Leveraging corporate strategic advantage using alliances and joint
ventures. Review of Financial Economics, 1-3.
4
DePamphilis, D. (2019). Domestic and Cross-Border Business Alliances: Joint Ventures, Partnerships, Strategic
Alliances, and Licensing. Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring Activities (Tenth Edition), 415-440.
5
Cabaleiro-Cervino, G., & Burcharth, A. (2020). Licensing agreements as signals of innovation: When do they
impact market value? Technovation, 98.
6
Bhaskaran, S., & Jenkins, H. (2009). Firm distributor firm outsourcing alliance. Journal of ‐ Manufacturing
Technology Management, 20(6)
industri alat medis menggunakan strategi joint venture karena perusahaan akan
bekerja sama dengan perusahaan lokal lebih mengerti pasar lokal sehingga dapat
dengan mudah mengelola koneksi pelanggan. Penggunaan strategi ini
mempermudah dan mempercepat perusahaan dalam hal memasarkan produknya
karena perusahaan lokal lebih mengerti tentang permasalahan di negaranya.

Dalam hubungan internasional MNC saat ini menjadi sebuah fenomena yang sangat
berpengaruh dalam perdagangan global dan perkembangan perekonomian dunia. Globalisasi
dalam dimensi ekonomi mengacu pada satu Ciri, Tujuan, Karakteristik dan Bentuk-Bentuk
MNC. Ciri – Ciri Dari Perusahaan Multinasional yaitu :

1. Kegiatan income generating atau pendapatan melampaui batas-batas negara


2. Memiliki managemen global untuk koordinasi cabang-cabang di banyak negara
3. Memiliki kontrol terhadap teknologi dan juga modal
4. Memiliki sistem modal ventura, lisensi dan franchise dengan sistem manajemen yang
melampaui batas-batas negara
5. Biasanya memiliki subkontraktor untuk kegiatan produksi
6. Menempatkan afiliasi di negara-negara maju
7. Visi dan strategi berbasis global

Adapun Beberapa Tujuan Dari Perusahaan Multinasional Yaitu :


1. Raw material Seeker ialah mendapatkan bahan mentah untuk diolah atau diproduksi di
negara lain.
2. Market Seeker yaitu memperoleh mangsa pasar baru di negara lain.
3. Cost Minimalizers Seeker yakni mencapai efisiensi biaya, karena dengan melakukan
investasi memungkinkan biaya produksi menjadi lebih rendah.
4. Risk Minimalizers seeker adalah salah satu perusahaan dapat menurunkan risiko produksi
dan penjualan dengan mencari lokasi baru di negara lain.
5. Profit maximization trade off with cost minimization yaitu perusahaan dapat
memaksimalkan keuntungan dengan mengurangi biaya produksi yang serendah-
rendahnya. Dalam hal ini, perusahaan bisa menghindari biaya yang biasa melekat pada
pihak ketiga sebagai perantara.
6. Fund seeker ada dalam manager finance ialah suatu perusahaan dapat memperoleh
pendanaan dengan meminjam bank ketika dapat menunjukkan performa positif terkait
penggunaan dana tersebut secara maksimal demi menghasilkan return semaksimal
mungkin.
7. Penguatan struktur perusahaan yang dengan melayani pasar luar negeri, perusahaan dapat
menguatkan struktur perusahaannya.
8. Perusahaan dapat pula menjadi entitas yang kuat dengan memanfaatkan pengetahuan
perusahaan mereka di negara lain.

Didalam Multinational Company terdapat beberapaka karakteristik. Ada 5 Karakteristik


Multinational Company yaitu :
1. Memiliki cabang di luar negeri
Sesuai namanya, multinasional company pastinya memiliki cabang atau anak
perusahaan di berbagai negara. Umumnya, mereka akan memproduksi produk atau jasa
yang sudah disesuaikan dengan budaya di negara setempat agar bisa diterima oleh
masyarakat dengan lebih mudah.
2. Memiliki teknologi canggih
Untuk ukuran perusahaan yang dapat membangun anak perusahaan di luar negeri,
tentunya multinasional company memiliki pendapatan atau budget yang besar sehingga
mampu menggunakan teknologi termutakhir untuk menjalankan aktivitas produksinya.
Hal ini bisa terlihat dari tools produksi atau komunikasi yang digunakan. Digitalisasi juga
merupakan hal yang lumrah.
3. Kontrol terhadap modal
Modal adalah salah satu hal yang sangat memengaruhi jalannya perusahaan. Modal
yang tinggi akan memberikan kemudahaan untuk mengembangkan perusahaan. Pada
multinasional company, kontrol modal baik untuk perusahaan induk maupun perusahaan
cabang dikendalikan sepenuhnya.
4. Memiliki visi dan misi mendunia
Memiliki anak perusahaan di berbagai negara berarti perusahaan multinasional harus
memiliki visi dan misi global yang mampu mencakup semua kalangan. Perusahaan harus
memperhatikan budaya dan kebiasaan di negara setempat dan menyesuaikan metode atau
cara kerja agar mampu masuk ke pasar negara yang dituju. Sebaliknya, karyawan harus
mampu berpikir secara global karena harus bekerja bersama orang-orang dari berbagai
belahan dunia.
5. Komunikasi dalam bahasa asing
Tidak bisa dihindari, orang yang bekerja di perusahaan multinasional setidaknya
harus mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Di multinasional company, kamu
akan bertemu dengan orang-orang dari luar negeri, bisa saja atasan atau rekan kerjamu
ternyata tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga komunikasi verbal dan tertulis dengan
bahasa asing cukup penting.

Adapun Bentuk – Bentuk Multinational Company yaitu :


1. Multinational Producting Enterprise (MPE)
Fokus yang dilakukan perusahaan multinasional ini adalah di bidang produksi. Jadi,
Multinasional company ini memiliki dan mengontrol berbagai fasilitas produksi di lebih
dari satu negara.
2. Multinational Trade Enterprise (MTE)
Fokus dari MTE ialah pada bidang perdagangan. Jadi, perusahaan ini bergerak dengan
menjual barang yang diproduksi di dalam negeri secara langsung kepada badan usaha
atau orang di negeri lain.
3. Multinational Internationally Owned Enterprise (MOE)
Perusahaan ini lebih mengarah pada kepemilikan usaha dari satu induk perusahaan, yang
menyebarluaskan cabang-cabang produksi atau perdagangan atau kegiatan
perusahaannya di negara lain.
4. Mutinational (Financial) Controlled Enterprise (MCE)
Fokus dari perusahaan ini lebih pada permodalan atau pembiayaan. Pada MOE dan MCE,
kegiatan perusahaannya diawasi oleh lebih dari satu negara.

Contoh Multinational Company Dalam Negeri (Indonesia)


1. Semen Indonesia : Merupakan salah satu BUMN pertama yang sudah memiliki status
multinational corporation. BUMN ini sudah berhasil mengakusisi perusahaan asing dan
berhasil memasuki pasar ASEAN dan Asia Selatan.
2. GarudaFood : Produk makanan dan snack dari perusahaan ini sudah banyak diterima di
berbagai negara. GarudaFood berhasil mengekspansi perusahaan asing dan berhasil
mengakusisisi pabrik gula Fuhua Jingjiang Yonghe.
3. Freeport Indonesia : Perusahaan jenis ini menambang dan mengeksplorasi bijih yang
mengandung tembaga, perak dan emas dengan wilayah operasi di Papua.
4. Bank DBS Indonesia : Perusahaan ini berkelas multinasional dalam kategori perbankan.
DBS Indonesia adalah bagian dari Grup DBS yang basisnya ada di Singapura.
5. Unilever Indonesia : Merupakan suatu multinational corporation dengan banyak kantor
cabang dan manajemen di dunia. Hampir seuruh produk rumah tangga diproduksi oleh
Unilever hingga sangat dikenal oleh seluruh masyarakat.
6. Rohto Laboratories Indonesia : Merupakan sebuah perusahaan yang sudah berkembang di
Indonesia dengan salah satu satu produk tetes mata paling dikenal oleh masyarakat.

Contoh Multinational Company Luar Negeri


1. Google : Merupakan sebuah bentuk perusahaan global yang saat ini berkembang pesat
seiring dengan berkembangnya dunia digital. Perusahaan yang berbasis di Amerika
Serikat ini khusus membuat produk internet.
2. SAS Institute : Perusahaan global ini juga mengkhususkan diri pada program computer
untuk analisis statistika. Software dari perusahaan ini berguna untuk riset operasi hingga
manajemen proyek.
3. NetApp : Yakni sebuah perusahaan yang dalam penyimpanan komputer dan dalam
bidang manajemen data yang berbasisi di California, Amerika.
4. Microsoft : Produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan ini terkait dengan komputer
dan merupakan perusahaan global yang berkantor di Washington, Amerika serikat.

Selanjutnya Multinational Company memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun Kelebihan


dan kekurangan Multinational Company yaitu :
1. Kelebihan
 Keuntungan adanya mata uang asing dengan adanya investasi dalam sektor ekspor
 Mengurangi kegiatan persyaratan valuta asing untuk aktivitas impor di dalam sektor
industri.
 Memodernisasi setiap sektor lini
 Mendukung pembangunan dalam negeri
 Mampu meningkatkan pendapatan masyarakat
 Mampu membantu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri

2. Kekurangan Perusahaan Multinasional


 Bisa Mematikan Perusahaan Lokal
Perusahaan multinasional pada suatu negara bisa membunuh perusahaan lokal yang
tengah berkembang di negara terkait. Karena kekuatan dana besar ataupun modal
perusahaan multinasional, mereka bisa memonopoli suatu sektor.
 Ekspor Keuntungan
Perusahaan multinasional bisa mengembalikan keuntungan pada pemilik modal yang
berada di negara asal mereka. Untuk itu, keuntungan pada negara tuan rumah yang
ditunjukan sebagai tempat untuk marketing mereka cenderung sangat kecil.

 Dampak Terhadap Budaya dan Sosial


Kelemahan lain yang dimiliki oleh perusahaan multinasional adalah bahwa
banyak perusahaan asing yang mampu merusak citra budaya dan sosial pada negara tuan
rumah. Termasuk perusahaan yang mampu merubah gaya pakaian hingga makanan khas
masyarakat disekitarnya.
 Kualitas Kesehatan dan Keselamatan Pekerja yang Rendah
Perusahaan multinasional di berbagai negara sering diyakini mengantongi
peraturan regulasi yang tidak terlalu ketat, sehingga kurang memperhatikan keselamatan
dan juga kesehatan pekerja mereka, seperti keamanan penambang yang rendah.
 Dapat Menyebabkan Kerusakan Lingkungan
Perusahaan multinasional yang ingin memproduksi secara efisien dan dengan
biaya yang lebih rendah. Mereka cukup sering melakukan hal ini dengan cara yang tidak
menghargai lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali membuang limbah tanpa
melakukan proses terlebih dahulu.
 Pekerja yang Disediakan Berketerampilan Rendah
Pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaan multinasional untuk para pekerja
lokal ini cenderung rendah, dan juga merupakan pekerjaan yang sederhana dan tidak
terampil, sehingga pekerja lokal ini cenderung akan memiliki pendapatan yang rendah.
Sementara itu, karyawan asing dari luar negeri sering kali diberikan posisi pada tingkat
yang lebih tinggi dan berkualitas. Pemanfaatan SDM yang tidak terampil ini akan sangat
bermanfaat untuk perusahaan multinasional, namun akan sangat berbahaya untuk para
pekerja dan juga masyarakat sekitarnya.

B. PERUSAHAAN MULTINASIONAL SEBAGAI SUBJEK HUKUM


INTERNASIONAL

Terdapat dua pendektan diakuinya sebuah entitas sebagai subjek hukum internasional,
yang pertama yaitu pendekatan secara teoritis yang dimana terdapat dua pendapat yang
berbeda yang satu menyatakan bahwa subyek hukum internasional hanyalah negara,

sedangkan teori lain menyatakan bahwa subjek hukum internasional hanyalah individu. Dan
yang kedua adalah pendekatan secara praktis bahwa personalitas bukanlah suatu yang
absolut, karena hukum internasional terus berkembang mengikuti keadaan masyarakat.

Pendekatan secara teori yang menyatakan hanya negara yang menjadi subjek hukum
internasional merupakan konsep hukum teknis untuk menunjuk sekumpulan ketentuan hukum

yang ada di suatu wilayah. Menurut teori ini juga individu bukanlah penanggung hak atau
kewajiban yang lahir secara langsung dari hukum internasional. Apabila aturan-aturan hukum
internasional melahirkan suatu hak yang memberi perlindungan kepada individu, maka ia hanya
dapat memiliki atau mempertahankan haknya jika terdapat dukungan dari negaranya.
Berlawanan dengan teori tersebut, terdapat juga teori yang menyatakan bahwa sebenarnya
individu merupakan subjek hukum internasional yang sesungguhnya. Teori ini dinyatakan oleh
Hans Kelsen di dalam bukunya yang berjudul Principles of International Law bahwa kewajiban
negara sebenarnya yaitu kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat di
suatu negara.

Hal tersebut membuktikan bahwa subjek hukum internasional bukan hanya negara atau
individu namun dalam perkembangannya terdapat entitas lain yang diakui sebagai subjek
hukum internasional seperti Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, dan
perusahaan multinasional. Terdapat berbagai faktor sehingga entitas tersebut dapat dikatakan
sebagai subjek hukum internasional, seperti faktor sejarah, perkembangan masyarakat hukum
internsional hingga karena adanya kehendak dari hukum itu sendiri.

Perusahaan multinasional adalah suatu entitas yang patut dipertimbangkan untuk diakui
personalitasnya sebagai subjek hukum internasional karena secara praktik melalui
penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) dapat mempengaruhi ekonomi
dan kebijakan politik negara asal (home state) dan negara tuan rumah (host state). Personalitas
perusahaan multinasional dalam hukum internsional masih diperdebatkan karena beberapa
negara tidak bersedia untuk memaksa sebuah perusahaan multinasional bertanggung jawab
atas kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya di negara lain. Secara struktural,
induk perusahaan yang berada di negara asal perusahaan multinasional bertindak sebagai
pembuat keputusan terpusat mampu mengendalikan anak perusahaan yang berada di negara
tuan rumah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan tersebut didirikan
berdasarkan hukum nasional negara tuan rumah tetapi tidak dapat bertindak bebas sesuai
inisiatifnya.

Karakteristik perusahaan multinasional yang melintasi batas-batas negara dengan


kekuatan ekonomi perusahaan multinasional menunjukkan peran induk perusahaan sebagai
pembuat keputusan sentral dalam pengendalian anak-anak perusahaannya di negara tuan
rumah. Pemilikan industri nampaknya tidaklah penting, apakah dimiliki pihak asing,
berbentuk perusahaan patungan atau perusahaan domestik yang bergabung dengan
perusahaan-perusahaan asing, tetapi penekanan justru pada siapa yang mengambil
keputusan. Dalam perusahaan multinasional sudah jelas yang mengambil keputusan adalah
induk perusahaan, yang menjadi benang merah dari permasalahan ini adalah keputusan
yang dibuat induk perusahaan seringkali bertentangan dengan kepentingan atau bahkan
hukum negara tuan rumah (conflicting requirement on enterprises).
Jika pada akhirnya perusahaan multinasional diakui sebagai subjek hukum internasional
maka perusahaan multinasional bisa mendapatkan posisi yang setara dengan negara dalam
hukum internasional sehingga dapat mengajukan klaim melawan negara berdasarkan hukum
internasional. Dalam hal ini negara tidak perlu khawatir jika perusahaan multinasional
mendapatkan kedudukan seperti negara karena negara juga berhak mengajukan klaim hukum
melawan perusahaan multinasional apabila dinilai telah melakukan pelanggaran sehingga
pembebanan tanggung jawab dalam hukum internasional dapat dipaksakan kepadanya. Selain
itu, jika hukum internasional mengakui personalitas perusahaan multinasional sebagai subjek
dalam hukum internasional maka perusahaan multinasional dapat menjadi pihak dalam
perjanjian internasional dan merumuskannya.

Perspektif hukum membuktikan perdebatan mengenai perusahaan multinasional sebagai


subjek hukum internasional tentu berujung kepada telah dipenuhi atau tidak unsur kecakapan
sebagai persyaratan untuk menjadi subjek hukum internasional karena jika terus
memperdebatkan tetapi tidak jelas kecakapannya maka keberadaan perusahaan multinasional
akan terus menimbulkan pertanyaan. Persyaratan pertama menunjukkan bahwa untuk
melakukan gugatan dalam hukum internasional harus memiliki kewenangan hukum
(standing). Dalam hal ini perusahaan multinasional tidak memiliki kewenangan hukum
(standing) untuk berperkara di Mahkamah Internasional (International Court of Justice) karena
telah diatur secara jelas dalam Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yang
menyatakan bahwa hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara didepan Mahkamah.

Meskipun demikian, Indonesia mengakui bahwa perusahaan multinasional memiliki


kewenangan hukum untuk menyerahkan sengketa ke badan Internasional pada kasus Hotel
Kartika antara Indonesia dengan PT AMCO, sebuah perusahaan asing yang diselesaikan
oleh badan arbitrase ICSID (International for the Settlement of Investment Disputes) di
Washington. Pada kasus ini Indonesia kalah dan harus membayar kompensasi sebesar 3.2

Juta Dollar AS atas akuisisi pengelolaan Hotel Kartika Plaza. Berdasarkan ketentuan Pasal 32
ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal diatas, terlihat
bahwa Indonesia telah mengakui dan mengatur mekanisme penyelesaian sengketa penanaman
modal dengan perusahaan multinasional tidak cukup diselesaikan dengan badan arbitrase
nasional namun terdapat badan arbitrase internasional yang lebih berkompeten
menyelesaikannya. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia mengakui perusahaan multinasional
memiliki personalitas dan sebagai subjek hukum internasional yang terbatas.

Persyaratan kedua menunjukkan bahwa untuk menjadi subjek hukum internasional


maka perusahaan multinasional harus terlibat aktif dalam perjanjian internasional. Dalam hal ini
perusahaan multinasional tidak mempunyai kecakapan untuk menandatangani perjanjian
internasional karena tidak ada instrumen dalam hukum internasional yang memberikan
wewenang kepada perusahaan multinasional sebagai pihak dalam perjanjian internasional.
Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional hanya menyebutkan bahwa hanya
negara yang berhak menjadi pihak dalam perjanjian internasional, konvensi Wina Tahun
1969 tentang pernjanjian internasiona juga tidak memberikan wewenang kepada perusahaan
multinasional karena yang berhak menandatangani perjanjian internasional adalah antara negara
dengan negara, negara dengan organisasi internasional dan antara suatu organisasi internasional

dengan organisasi internasional lainnya. Selain ketentuan tersebut, terdapat pula entitas yang
telah diakui sebagai subjek hukum internasional dianggap cakap menandatangani p e r j a n j i a n
internasional seperti pernjanjian antara Tahta Suci dengan negara-negara berkaitan dengan hal-
hal keagamaan, karena Tahta Suci merupakan subjek hukum yang diakui dalam hukum
internasional. Tidak terdapatnya instrumen hukum yang mengatur perusahaaan multinasional
sebagai pihak dalam penandatanganan perjanjian internasional menjadikan perusahaan
multinasional tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional. Meskipun
demikian, dalam hal tertentu perusahaan multinasional dapat membuat persetujuan dengan
pemerintah suatu negara dengan memberlakukan prinsip hukum internasional atau prinsip
hukum umum untuk transaksi mereka dan bukan diatur oleh hukum nasional suatu negara.
Prinsip-prinsip perdagangan internasional yang terdapat dalam ketentuan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization) berkaitan dengan penanaman modal oleh
perusahaan multinasional yaitu prinsip perlakuan nasional (National Treatment) yang
menunjukkan negara harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membeda-bedakan
antara penanam modal yang berasal dari dalam maupun berasal dari luar negeri dan prinsip
perlakuan yang sama kepada semua negara (Most Favoured Nation) dengan tidak membedakan
mitra dagang antara negara satu dengan negara lainnya
Wewenang hukum perusahaan multinasional membuat persetujuan dengan suatu negara
misalnya terdapat dalam konvensi ICSID (Convention on the settlement of Investment Disputes
Between States and Nationals of Other States) tahun 1965. Konvensi ICSID secara implisit
memberikan wewenang kepada perusahaan multinasional untuk membuat kontrak atau
penanaman modal dengan suatu negara. Kemampuan perusahaan multinasional membuat
kontrak tersebut dilakukan oleh individu dalam artian badan hukum. Persyaratan kedua ini
membuktikan bahwa dalam hukum Internasional telah adanya upaya untuk memberikan
kecakapan yang semu kepada perusahaan multinasional.

Persyaratan ketiga tentu perusahaan multinasional tidak memenuhinya karena secara


umum hanya negara yang memiliki wilayah dan kedaulatan atas wilayah tersebut.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan multinasional tidak memenuhi
kriteria kecakapan sebagai subjek internasional, namun dalam hal ini hukum internasional
telah mengakui personalitas perusahaan multinasional meskipun dalam kadar yang terbatas
sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan multinasional diakui sebagai quasi subjek hukum
internasional.

Berkembangnya tuntutan terhadap terhadap perlunya ada keseimbangan antara hak dan
kewajiban perusahaan multinasional memperlihatkan bahwa semakin berkurangnya peran
otoritas pemerintah terhadap kebijakan perekonomian di negaranya. Peran tersebut
mengisyaratkan telah tersistem dalam hukum internasional dan perusahaan multinasional ikut
andil mengikuti pola-pola tersebut.

Indonesia pernah mengalami kurangnya peran pemerintah terhadap kekuasaan


perekonomian saat, “pada saat pemerintahan RI mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 1998
mengenai kebijakan otomotif nasional, sera negara-negara industri otomotif terkemuka, Amerika
Serikat, Jepang dan Uni Eropa, memprotes kebijakan dalam Impres itu”. Karena Impres tersebut
telah melanggar prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional yang memberi perlakuan
khusus pada suatu produsen otomotif nasional.

Dapat dikatakan personalitas perusahaan multinasional dalam hukum internasional


terbatas sebagai quasi subjek hukum internasional karena tidak dipenuhinta persyaratan sebagai
subjek hukum internasional dengan tidak dapat menjadi pihak dalam penandatanganan perjanjian
internasional namun perusahaan mempunyai kapasitas membuat kontrak penanaman modal
dengan negara tuan rumah yang pengaturannya mengunakan prinsip-prinsip hukum perdagangan
internasional khisusnya prinsip National Treatment and Most Favoured Nations. Perusahaan
multi nasional tidak dapat dikatakan Hukum Internasional karena tidak memenuhi persyaratan
dalam hal menjadi pihak yang dituntut dalam gugatan internasional akan tetapi perusahaan
meltinasional dapat menjadi pihak dalam penyelesaian sengketa internasional terbatas kasus
sengketa penanaman modal dengan negara tuan rumah yang diselesaikan melalui arbitrase
internasional.

Sebagai quasi subjek hukum internasional peran perusahaan multinasional dapat


dikatakan mengambil hak-hak negara terhadap perekonomian sehingga muncul Kembali
persoalan dapat atau tidaknya perusahaan multinasional dibebankan tanggung jawab dalam
hukum internasional.

Perusahaan multinasional bertanggung jawab atas hukum internasional, seperti individu


yang memperoleh personalitas akibat secara langsung terkena beban kewajiban internasional
dalam kasus tertentu seperti kejahatan perang, pembajakan dan kejahatan genosida. Maka
dengan menggunakan metode yang sama asih terdapat kemungkinan perusahaan multinasional
dibebankan tanggung jawab berdasarkan hukum internasional.

Perkembangan hukum internasional belum menunjukkan perusahan multinasional dapat


dibebankan tanggung jawab berdasarkan hukum internasional, meski hadirnya perusahan
multinasional yang mereduksi kekuasaan negara namun hukum internasional nmasih
menempatkan negara sebagai pemilik kekuasaan tertinggi dan bertanggung jawab atas setiap
subjek dan objek yang berada diwilayahnya.

Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan negara (state sovereignty)
mengatur aktivitas perusahaan meltinasional yang berada diwilayahnya, apabila perusahaan
multinasional melalaikan kewajibannya seperti pelanggaran hak asasi manusia, perusakan
lingkungan dan pelanggaran hak hak buruh dapat dibebankan tanggung jawab berdasarkan
hukum nasional. Hukum internasional berupaya mengaturnya dengan berbagai perjanjian
internasional yang berupaya mengindikasikan tanggung jawab tersebut juga hanya dapat
dipaksakan melalui kewenangan negara.
Perjanjian internasional mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para
pesertanya menurut Mochtar Kusumaatmadja. Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan
perusahaan multinasional misalnya instrument perjanjian dibawah rejim Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), Masyarakat Eropa (European Community), NAFTA (The North American Free
Agreement), OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development), dan
berbagai Perjanjian Penanaman Modal Bilateral (Bilateral Investment Treaties) antara negara-
negara pemilik modal terhadap perusahaan multinasional.

Dalam perjanjian internasional tidak ada ketentuan yang memuat perusahaan


multinasional bertanggung jawab secara langsung terhadap pelanggaran dan kejahatan dalam
hukum internasional, maka sebaliknya dengan adanya berbagai perjanjian internasional
mereduksi kekuasaan negara dan melindungi aktivitas perusahaan multinasional.Ketentuan dari
Hukum Internasional yang bersifat soft law berupaya mengatur aktivitas perusahaan
multinasional, namun tidak dapat dipaksakan. Ketentuan yang bersifat soft law misalnya terdapat
dalam OECD Guidelines For Multinational Enterprises yakni pedoman yang dibuat oleh
Organisasi Untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization For Economic
Cooperation) bagi perusahaan multinasional.

OECD Guidelines For Multinational Enterprises berisikan rekomendasi kepada


perusahaan multinasional untuk membuka tidak hanya informasi laporan keuangan, tetapi
laporan lainnya yang meliputi informasi mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan sosial.
Pedoman ini secara hukum tidak mengikat, tetapi perusahaan mempunyai kewajiban moral dan
politik untuk menghormati dan melaksanakannya.

The United Nations Global Compact juga bersifat soft law yang merupakan inisiatif
kebijakan strategis bagi perusahaan yang berkomitmen untuk menyelaraskan kebijakan dan
operasi strategis usahanya dengan sepuluh prisnsip universal dibidang hak asasi manusia,
perburuhan, lingkungan dan anti korupsi. Prinsip yang terkandung dalam The United Nations
Global Compact:

o Businesses should and respect the protection of internationally proclaimed human rights
(bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia internasional)
o Make sure that they are not complicit in human rights abuses (memastikan bahwa
perusahaan atau korprasi tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia)
o Businesses should uphound the freedom of association and the effective recognition of the
right to collective bargaining (bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan
pengakuan hak untuk berunding bersama secara efektif)
o The elimination of all forms of forced and compulsory labour (penghapusan segala bentuk
kerja paksa dan kerja wajib)
o The effective abolition of child labour (penghapusan pekerja anak secara efektif)
o The elimination of discrimination in respect of employment and occupation (penghapusan
diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatannya)
o Businesses should support a precautionary approach to environmental challenges (bisnis
harus mendukung pendekatan pencegahan terhadap tantangan lingkungan)
o Undertake initiatives to pomote greater environmentally responsibility (melakukan inisiatif
untuk mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar)
o Encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies
(mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan)
o Businesses should work against corruption in all its forms, including extortion and bribery
(bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuknya, termasuk pemerasan dan
penyuapan)

Global Compact dirancang untuk merangsang perubahan dan untuk mempromosikan good
corporate citizenship, mendorong solusi inovatif dan mengembangakn kemitraan perusahaan
dengan masyarakat sipil, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.

Guiding Principles for Business and Human Rights memiliki 3 prinsip, yaitu:

o The State to Duty to Protect, kewajiban negara melindungi warga negaranya terhadap
pelanggaran HAM dari pihak ketiga termasuk perusahaan meltinasional melalui kebijakan,
peraturan dan peradilan yang adil.
o Corporate Responsibility to Respect for Human Rights, tanggung jawab badan usaha untuk
menghormati HAM yang berarti bahwa perusahaan harus bertindak dengan uji tuntas untuk
menghindari dan mengatasi dampak atas pelanggaran HAM di negara tempat beroperasi.
o Access to Remedy, badan usaha dan negara wajib memberikan akses yang lebih luas
kepada para korban terkait dengan Tindakan badan usaha baik diluar maupun didalam
pengadilan.

Perusahaan multinasional dapat memberikan akses ninformasi global kepada konsumen


mengenai segala jenis aktivitas bisnisnya sehingga setiap aktivitas yang dijalankan memiliki
tanggung jawab untuk senantiasa menghormati hak asasi manusia. Perusahaan multinasional
dapat menjadi subjek pengemban HAM internasional dalam arti yang terbatas pada
penghormatan yang diatur dengan ketentuan internasional sedangkan untuk pembebnan
tanggung jawab dalam hukum internasional tidak dapat diterapkan secara langsung karena
negara punya ha katas kedudukannya menurut John Ruggie mengenai prinsip internasional.

Dalam hukum yang membebankan perusahaan multinasional bertanggung jawab sebagai


npihak yang dapat dituntut atas pelanggaran dan kejahatan dalam hukum internasional belum
adanya ketentuan yang bersifat Hard Law.

Pembebanan tanggung jawab kepada perusahaan multinasional dalam hukum


internasional dapat dilakukan dengan mengakui sebagai pihak yang dapat dituntut atas
pelanggaran dan kejahatan internasional seperti halnya individu yang bertanggung jawab
dalam kasus karena diatur dengan ketentuan bersifat hard law yang berbentuk perjanjian
internasional. Meskipun ketentuan yang bersifat soft law telah menjadi hard law namun harus
tetap ada rumusan ketentuan yang berintikan perusahaan multinasional harus bertanggung
jawab atas kejahatan dan pelanggaran dalam hukum internasioal karena tanggungjawab hanya
melalui perantara aturan hukum negara tuan rumah tidak cukup membebani perusahaan
multinasional dalam aktivitas bisnisnya. Perusahaan multinasional cukup diberikan
kewenangan melakukan membuat persetujuan dengan suatu negara menggunakan prinsip-
prinsip hukum perdagangan inernasional.7

7
Syukri dan Retno Kusniati, Personalitas Perusahaan Multinasional Dalam Hukum Internasional, Uti Possidetis:
Journal of Internional Law, 1(1), 2020, hal. 43-62
C. Peran Multinational Companies Dalam Diplomatik
Multinasional Corporations (MNC) merupakan sebuah organisasi ekonomi yang
melibatkan diri dalam kegiatan produktif di dua atau lebih negara. Pada umumnya MNC
memiliki markas besar sebagai pusat di negara asal mereka yang kemudian diperluas ke negara
lain dengan membangun atau membeli berbagai aset usaha atau membuka cabang di negara
tersebut. Dalam ekonomi politik internasional MNC memiliki peranan yang sangat penting
terutama dalam transaksi internasional. Kehadiran MNC dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat dalam politik global dikarenakan pengaruh ekonomi mereka yang amat besar serta
memiliki sumber finansial yang berkecukupan sebagai relasi untuk masyarakat. Saat ini banyak
perusahaan multinasional di berbagai negara yang memiliki dana yang sangat besar bahkan
melebihi pendapatan suatu negara.
Dalam suatu kajian ilmu Hubungan Internasional, terdapat aktor untuk di analisis yaitu
aktor negara dan non negara, dalam hal ini aktor non negara yaitu Multinational Corporations
yang merupakan aktor dalam Hubungan Internasional yang mana memiliki peran penting di
dalam politik global. Multinational Companies adalah sebuah perusahaan yang berusaha di
berbagai negara tetapi dikelola hanya oleh satu negara. Perusahaan biasanya memiliki kantor
pusat dimana mereka mengoperasikan serta mengkoordinasikan manajemen global.
Multinational Companies mengglobalisasikan kegiatannya bertujuan untuk memasok pasar
dalam negeri mereka, maupun untuk melayani pasar luar negeri secara langsung.
Robert Gilpin secara sederhana mendefinisikan MNC sebagai sebuah perusahaan besar
yang memiliki serta mengelola unit-unit ekonomi lebih dari satu negara. MNC cenderung
merupakan sebuah perusahaan oligopolistik dimana kepemilikan, pengelolaan, produksi, dan
aktivitas penjualannya berkembang hingga melintasi batas negara. Suatu MNC biasanya terdiri
dari kantor pusat di satu negara dengan sekelompok anak perusahaan di berbagai negara. Tujuan
prinsip korporasi adalah untuk mengamankan biaya produksi barang paling rendah untuk
keperluan pasar dunia. Tujuan ini dapat dicapai dengan mencari lokasi yang paling efisien untuk
fasilitas produksi atau untuk memperoleh konsesi pajak pemerintah negara setempat.
MNC sebagai aktor dalam bisnis internasional. Perusahaan sangat memiliki peran penting
dalam konstelasi internasoinal. MNC dapat memainkan peranan dalam kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh negara baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat global. Karena potensi
ekonomi yang dimiliki oleh MNC, MNC memiliki pengaruh dalam perpolitikan domestik
maupun global serta MNC juga menjadi salah satu yang menyebabkan perubahan iklim dunia,
maka dari itu diperlukan adanya komitmen dari MNC untuk menjaga lingkungan dengan
melakukan pembangunan yang berkelanjutan.8

8
Bakry, U. S. (2017). Dasar-Dasar
Hubungan Internasional. Depok:
Kencana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perusahaan Multinasional adalah subjek hukum yang tidak bisa dipisahkan dalam hukum
internasional, karena berperan dalam ekonomi, melakukan kerja sama dengan perusahaan
asing, menjadi daya ivestasi, maupun penanaman modal. Hal tersebut membuktikan bahwa
subjek hukum internasional bukan hanya negara atau individu namun dalam
perkembangannya terdapat entitas lain yang diakui sebagai subjek hukum internasional
seperti Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, dan perusahaan multinasional.
Terdapat berbagai faktor sehingga entitas tersebut dapat dikatakan sebagai subjek hukum
internasional, seperti faktor sejarah, perkembangan masyarakat hukum internsional hingga
karena adanya kehendak dari hukum itu sendiri.

Saran

Saran dari kami semua agar perusahaan Multinasional dan negara bisa saling
melengkapi suatu negara, tanpa keduanya ekonomi negara tidak bisa berkembang solusinya
adalah mengikuti peraturan, dan mentaati hukum nasional, dan internasional, berdiaolog
melalui diskusi , sehingga Negara dan perusaahan multinasional bisa menyelesaikan masalah
yang ada dan tidak saling menyalahkan.
DAFTAR PUSTAKA

López-Duarte, C., & Vidal-Suárez, M. M. (2013). Cultural distance and the choice between wholly owned
subsidiaries and joint ventures. Journal of Business Research, 2252- 2261.

White, G. O., Joplin, J. W., Hemphill, T. A., & Marsh, L. A. (2014). Wholly owned foreign subsidiary relation-based
strategies in volatile environments. International Business Review, 303-312.

Chan, S. H., Kensinger, J., & Martin, J. (2007). Leveraging corporate strategic advantage using alliances and joint
ventures. Review of Financial Economics, 1-3.

DePamphilis, D. (2019). Domestic and Cross-Border Business Alliances: Joint Ventures, Partnerships, Strategic
Alliances, and Licensing. Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring Activities (Tenth Edition), 415-
440.
Cabaleiro-Cervino, G., & Burcharth, A. (2020). Licensing agreements as signals of innovation: When do they
impact market value? Technovation, 98.

Bhaskaran, S., & Jenkins, H. (2009). Firm distributor firm outsourcing alliance. Journal of ‐ Manufacturing
Technology Management, 20(6)

Syukri dan Retno Kusniati, Personalitas Perusahaan Multinasional Dalam Hukum Internasional, Uti Possidetis:
Journal of Internional Law, 1(1), 2020, hal. 43-62

Bakry, U. S. (2017). Dasar-Dasar Hubungan Internasional. Depok: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai