“Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera dan bila berlaku baik maka bertemanlah dengannya, tentu kamu akan mendapat petunjuk.” Dari syi’ir diatas kita bisa mengetahui bagaimana cara memilih teman, yaitu teman dengan kepribadian yang baik yaitu tekun belajar, bersifat wara’ dan berwatak Istiqamah, dan orang- orang yang suka memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi, karena dengan begitu kita akan terpengaruh oleh sikap baiknya, begitu pula sebaliknya jika kita berteman dengan orang yang berkepribadian buruk kita juga bisa terpengaruh sikap buruknya, seperti malas, banyak bicara, suka merusak, dan suka memfitnah. Seperti yang pernah disabdakan Rasulullah SAW: "Setiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Majusi.” Imam Az-zarnuzi dalam kitabnya “Ta’lim Muta’alim” di bab mengenai memilih teman belajar, ia menyarankan agar seorang penuntut ilmu harus memilih seseorang yang rajin, relijius, berbakat, serta memiliki karakter dan pemahaman yang baik. Selain mengingatkan penuntut ilmu harus memperhatikan kepada pemilihan teman yang baik Az-zarnuji juga mengingatkan supaya memperhatikan tempat atau lingkungan di mana dia mencari ilmu. “Teman yang jahat itu lebih bahaya daripada ular berbisa. Karena teman yang jahat itu akan menjerumuskan Anda kedalam neraka Jahim. Oleh karena itu, bertemanlah dengan orang – orang yang baik, karena ia dapat menyebabkan Anda masuk surga.” 2. Pendidikan akhlak sangat ditekankan dalam sendi agama dan memiliki peranan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam peribadahan, kekeluargaan, pembelajaran di sekolah, interaksi sosial kemasyarakatan dan semua aktivitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya seorang pelajar yang belajar dalam bidang agama Islam khususnya, hendaknya bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan menerapkan aspek-aspek pendidikan akhlak sesuai dengan arahan KH. Hasyim Asy'ari melalui kitab Adab al Alim wa al Muta'allim dengan sebaik-baiknya. Agama nantinya dapat memperoleh kesuksesan belajar sesuai dengan yang dikehendaki oleh setiap pelajar, guru, dan orangtua. Dan memperhatikan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam mencari guru; Menghormati guru dengan sungguh-sungguh; Mengagungkan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran karena itu bagian dari mengagungkan ilmu. Sanad atau jaringan mata rantai keilmuan sangat penting dalam Islam dikarenakan besok di hari kiamat, manusia bukan saja dimintai pertanggungjawabannya tetapi juga ditanyai dari mana ia mengamalkan sesuatu. Dalam Alquran dijelaskan, "Dan Aku akan menanyaimu orang-orang yang diutus kepada mereka dan sungguh Aku akan meminta laporan para rasul." (QS Al A'raaf: 6) Kalau tidak memiliki sanad, orang sembarangan berbicara, jadi (orang yang mengajari ilmu agama) harus bersambung (sanad keilmuannya) siapa yang mengajarinya dan gurunya siapa. 3. Ilmu dan akhlak adalah dua entitas yang berbeda walaupun tetap memiliki hubungan yang sangat erat. Jika diibaratkan pada manusia, maka ilmu adalah laki-laki sementara akhlak adalah wanita. Ilmu adalah Bapak dan akhlak Ibunya. Ilmu tidak selalu berbanding lurus dengan akhlak. Artinya, orang yang berilmu tidak secara otomatis berakhlak. Demikian pula orang yang berakhlak tidak secara otomatis dia pasti berilmu. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat orang berilmu lebih berdaya upaya mewujudkan akhlak yang mulia, baik pada dirinya sendiri maupun bagi orang lain di sekitarnya. Senada dengan ahli ilmu, orang yang sudah berakhlak tidak akan tertipu dengan hiasan akhlaknya. Dia akan terus berusaha menuntut ilmu dan menghilangkan bentuk stagnasi pemikiran pada diri dan lingkungan sekitarnya. Wallohu a’lam bisshowab