Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NILAI STRATEGIS PENERIMAAN


CUKAI DALAM APBN 2023

6 Oktober 2022
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Dinamika APBN 2023


KEBIJAKAN FISKAL DISELARASKAN SIKLUS PEREKONOMIAN

Ekspansi Crisis

Countercyclical Budget
Kontraktif Kontraksi Booming

Kontraksi Crisis

Ekspansif Pro Cyclical Budget


Ekspansi Booming

 Output gap positif mengindikasikan nilai output aktual • Countercyclical Pemerintah menambah belanja (Ekspansi) dan/atau
yang lebih tinggi dari output optimumnya  menurunkan tarif pajak/ DTP ketika krisis (resesi) untuk stimulasi agregate
permintaan berlebih sehingga harga cenderung naik  demand dan mencegah penggunaan sumber daya ekonomi yang kurang
laju inflasi relatif tinggi. optimal (underemploying) dan sebaliknya mengurangi belanja (kontraksi)
 kebijakan fiskal kontraktif. danatau menaikan tarif pajak untuk cool off dalam rangka menghindari
 Output gap negatif mengindikasikan nilai output aktual over heating perekonomian
yang lebih rendah dari potensialnya  pertumbuhan • Pro Cyclical Pemerintah mengurangi belanja (kontraksi) ketika
ekonomi yang tidak optimum. perekonomian lesu (krisis) dan sebaliknya akan melakukan menambah
 kebijakan fiskal yang ekspansif. belanja (ekspansi ) ketika terjadi booming
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 3
STRATEGI KEBIJAKAN FISKAL YANG EFEKTIF
APBN sehat untuk menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan

APBN yang sehat &


berkelanjutan
Penguatan 3 Fungsi
Pokok Kebijakan
Sustainable Welfare
Development
Fiskal
• Optimalisasi • Aspek
• Pendapatan • Ekonomi
• Quality of • Fungsi Alokasi • Aspek Sosial
spending
• Sustainable • Fungsi Stabilisasi • Aspek
Lingkungan
Rp
• Financing • Fungsi Distribusi • Inklusif

• Pertumbuhan ekonomi

1 2 3 • Pengurangan
o Pengangguran
o Kemiskinan
o Kesenjangan

 APBN yang sehat adalah fondasi untuk menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan
 Melalui APBN yang sehat akan mendorong 3 fungsi pokok dapat berfungsi optimal yang selanjutnya akan
menopang pembangunan yang berlanjutan
 Pembangunan yang berlanjutan akan menghantar terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan.
4
KONTRUKSI ARAH DAN STRATEGI KEBIJAKAN FISKAL
Fiscal target, fiscal strategi dan quality control untuk pencapainnya

FISCAL TARGET
Macro Stability “diselaraskan dengan
 Merespon dinamika Ekspansif siklus perekonoian”
perekonomian;
Kontraktif Cyclically adjusted
 Menjawab tantangan; primary
Fiscal
 Mendukung Target Sustainability balance(CAPB)
pembangunan

FISCAL STRATEGY
Perpajakan PNBP Belanja Pusat TKDD Pembiayaan QUALITY CONTROL
Quality Spending Quality spending Keberlanjutan
Optimalisasi Optimalisasi PNBP AGGREGATE CONTROL
Framework perpajakan dengan menjaga (belanja operasional, (Mengatasi pembiayaan,
Kesenjangan &
dengan menjaga kualitas layanan dan investasi dan
layanan publik (SPM),
peningkatan  Economic Growth
iklim investasi kelestarian lingkungan antispasi uncertainty leverage
kemandirian daerah)  Tax Ratio
Baseline 1. Analisis history realisasi 10 tahun terakhir (al. aggregate dan perjenis, per sektor)
2. Evaluasi kinerja (aspek ekonomi, APBN, layanan public, korporasi dll)
 Deficit
 Debt Ratio
+
3. Mengidentifkasi tantangan
4. Rekomendasi penguatan
 DSR
• Dipengari asumsi • Dikonekkan dengan • Dikonekkan dengan
Policy • Dipengaruhi • Dikonekkan dengan kebijakan ekspansif
 Interest ratio
makro (ICP, kurs, target pertumbuhan
asumsi makro pengurangan kesenjangan
Measures (growth, inflasi,
cost recovery,
HBA);
(C+G+I)
• Diselaraskan
(gino ratio); pemenuhan
• Dalam koridor fiscal
sustainability, debt
 Primary Balance +
kurs, ICP); SPM, penguatan  Current Budget
• Policy
• Harga komoditas;
• Policy
Program prioritas;
• Policy improvement
kemandirian daerah (PAD)
• Berbasis Formulasi TKDD;
susutainability
• Efektivitas Balance
+
improvement; pembiayaan investasi
improvement
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 5
Kinerja Positif Perekonomian, Di Tengah Risiko Ketidakpastian Global yang Eskalatif
ARSITEKTUR RAPBN 2023:” OPTIMIS DAN TETAP WASPADA”

“OPTIMIS” “WASPADA”
KINERJA POSITIF RISIKO KETIDAKPASTIAN
MASIH TINGGI
PEREKONOMIAN
1. Pemulihan ekonomi menguat (pertumbuhan
ekonomi Triw I: 5,01%, Triw II:5,44%) 1. Scarring effect inflasi yang tinggi, berpotensi
memicu stagflasi
2. Sektor strategis seperti manufaktur dan
perdagangan tumbuh secara ekspansif 2. Perlambatan ekonomi global memengaruhi
laju pertumbuhan ekonomi domestic
3. Konsumsi menguat, ekspor meningkat, investasi
3. Perang di Ukraina menyebabkan gangguan
tumbuh walaupun belum optimal, neraca
perdagangan positif sisi suplai (harga komoditas tinggi)
4. Pengetatan kebijakan moneter secara agresif
4. Laju inflasi Indonesia jauh lebih moderat
(cost of fund tinggi, tekanan terhadap nilai
dibandingkan dengan negara lain (peran APBN
sebagai shock absorber) tukar)
5. Potensi moderasi harga komoditas
5. Kinerja APBN sd Juli menunjukan kinerja yang positif
Modalitas:
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI YANG INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN
Perpajakan Menjadi Instrumen untuk Optimalisasi Pendapatan, Mengendalikan Negatif
Eksternalitas, Meningkatkan Daya Saing, dan Redistribusi Pendapatan

Perpajakan berfungsi mengatur dan


Perpajakan digunakan sebagai menjalankan kebijakan Pemerintah
sumber pendanaan APBN (a.l. pengendalian eksternalitas
negatif)
Sumber
Alat untuk
Pendapatan
Mengatur
Negara
(Regulerend)
(Budgetair)

FUNGSI PERPAJAKAN

Alat untuk
Sarana
Menjaga
Redistribusi
Stabilitas dan
Pendapatan
Meningkatkan Perpajakan berfungsi
Perpajakan digunakan sebagai Daya Saing menstabilkan perekonomian dan
instrumen untuk redistribusi meningkatkan daya saing (a.l.
pendapatan pemberian insentif/relaksasi
perpajakan)
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Perkembangan Penerimaan
Cukai
Komposisi Penerimaan Cukai
Jika dilihat dari komposisinya terhadap penerimaan cukai, CHT sangat dominan yaitu mencapai >95%

Komposisi Cukai 2011 Komposisi Cukai 2021


Cukai Ethyl Cukai Ethyl
Cukai MMEA
Alkohol & Alkohol & Cukai MMEA
4,7%
Lainnya Lainnya 3,3%
0,2% 0,1%

Cukai Hasil
Cukai Hasil Tembakau
Tembakau 96,6%
95,1%
Perkembangan CHT dalam APBN
CHT berkontribusi sekitar 10-13 persen dari total penerimaan perpajakan sejak 2015

Realisasi Penerimaan CHT (Rp Triliun)


250,0
13,2% 14,0%

12,2%
11,2% 11,0%
12,0%

10,7% 10,7%
200,0
10,4%
9,8% 10,1%
9,6%
9,2% 10,0%

8,8%
8,4%
150,0
8,0%

6,0%
100,0

4,0%

50,0

2,0%

63,3 73,3 90,6 103,6 112,5 139,5 138,0 147,7 152,9 164,9 170,2 188,8 215,5
- 0,0%

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
(Outlook)
Cukai Hasil Tembakau % CHT thd Total Perpajakan
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Profil Industri Hasil


Tembakau
IHT berkontribusi Rp710,3 triliun terhadap perekonomian nasional
..sekitar 99% berasal dari Jatim, Jateng, DIY, dan Jabar

Kontribusi
Kontribusi
Industri Hasil Tenaga Kerja
Tembakau PDB National: Pendapatan TK:
Nasional:
terhadap Rp710,3 triliun Rp4,6 triliun
198.634 orang
Perekonomian
Jatim Jatim Jatim
Rp430,6 triliun 107.335 orang Rp2,52 triliun
Penerimaan Cukai
Rp188,8 triliun Jateng Jateng Jateng
Rp184,8 triliun 81.099 orang Rp1,79 triliun

DIY DIY DIY


DBH Cukai
Rp2,4 triliun 2.790 orang Rp0,06 triliun
Rp3,8 triliun
Jabar Jabar Jabar
Rp88,0 triliun 5.872 orang Rp0,16 triliun

12
Kebijakan Tarif CHT Mendorong Harga Rokok Semakin Tidak Terjangkau
Namun, jumlah perokok masih sangat tinggi dan cenderung meningkat

Kenaikan Tarif Cukai (%) • Harga rokok semakin tidak terjangkau  Indeks
kemahalan naik.
23,0%
• Pada tahun 2019, harga rokok menjadi relatif lebih
terjangkau karena tidak ada kenaikan tarif cukai.

17,7%
Harga Per Bungkus vs Indeks Kemahalan
15,7%
25000 14,0%
Harga Rokok
12,6% 12,7%
Indeks Kemahalan 13,0%
12,5% 20000 11,8%
11,7% 11,4% 11,5% 12,0%
10,5% 10,0% 10,6%
15000 11,0%
9,1% 11,3%
7,9% 7,9% 10,0%
10000 9,0%

8,0%

Rp13.117

Rp14.963

Rp16.432

Rp18.048

Rp18.352

Rp19.706

Rp21.428
5000
7,0%

0 6,0%
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
0,0% 0,0%
Indeks kemahalan = harga transaksi pasar / PDB per kapita per hari
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Sumber : survey harga DJBC dan BPS, diolah

13
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Model Penerimaan Cukai


Proyeksi cukai dihitung berdasarkan pendekatan produksi
..indikator lainnya: tarif, serapan kenaikan tarif, elastisitas harga

15
PELEMAHAN PERPAJAKAN BERDAMPAK PADA REVENUE GAP
Kemampuan menghimpun pendapatan lebih rendah dari kebutuhan pendapatan untuk menjaga keberlanjutan fiskal
sehingga memerlukan extra effort

Revenue gap

Negative revenue gap


Berpotensi menganggu keberlanjutan fiskal
jangka menengah

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
RUMUS : “Revenue Gap: Rev actual -Rev t”
PGt =Belanja primer (Belanja-bunga utang);
r= suku bunga;
g=Riil PDB
Rev t
bt= debt ratio
• Revenue gap membandingkan revenue actual vs revenue yang dipersyaratkan untuk menjaga debt ratio tetap konstan;
• Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pendapatan yang dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan fiskal berkisar 13,3% PDB,
• PGt: 13% PDB, r=5,5%, g=6%, bt:40% PDB, maka Rev t=13,3%
• sedangkan kemampuan menghimpun saat ini berkisar 11% PDB (Perpajakan 9% dan PNBP 2%) sehingga terjadi revenue gap 2,3% PDB
• Perlu terobosan kebijakan untuk mendorong penerimaan perpajakan ke 11% PDB dan PNBP 2,3% PDB.
16
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai