Anda di halaman 1dari 3

Yajna Paramitha Amanda Devi/ 072111233037/ Journal Week 13/ Kelas A PIHI

Marxisme di dalam Studi Hubungan Internasional

Pemikiran marxisme yang dicetuskan oleh Karl Marx hadir untuk memberi kritikan pada sistem ekonomi
kapitalis yang sangat merugikan buruh pabrik. Devetak (2012) menjelaskan bahwa perkembangan ekonomi
tersebut didorong oleh inovasi-inovasi pada proses produksi teknologi industri. Perekonomian pun menjadi
salah satu bidang yang memiliki peran penting di dalam urusan-urusan luar negeri, mengingat keberlangsungan
negara juga disokong oleh kekayaan yang dimiliki. Hal ini disebutkan pula oleh Jackson dan Sorensen (2014)
yang menyatakan bahwa kaum marxis menempatkan ekonomi sebagai alat politik. Dengan latar belakang
sebagai komunis, Marx percaya bahwa kapitalisme akan runtuh dengan sendirinya dan dunia akan kembali pada
ekonomi sosialis. Pemikiran marxisme sesungguhnya tidak memberikan kontribrusi sistematik pada studi
Hubungan Internasional (HI). Namun, Devetak (2012) menyebutkan bahwa ilmuwan HI marxis terus berusaha
untuk membentuk konsep marxisme yang melibatkan dimensi internasional. Pada tulisan ini, penulis akan
mencari tahu bagaimana kerangka berpikir dari teori HI marxis.

Dimulai dengan pandangan Marx mengenai sifat dasar manusia dalam menjalani kehidupannya, yaitu
manusia pertama-tama harus memenuhi kebutuhan fisik atau material mereka yang paling dasar sebelum
mereka dapat melakukan hal lain. Dalam praktiknya, tenaga kerja harus menyerahkan kendali mereka terhadap
mereka yang memiliki alat-alat produksi, atau biasa disebut sebagai kaum borjuis (Linklater 2005). Dengan
begitu, Marx melihat adanya ‘perbudakan’ buruh sebagai akibat adanya ketimpangan hak yang dimiliki antara
buruh dengan kaum borjuis. Hal ini diperjelas di dalam Jackson dan Sorensen (2014) yang mendeskripsikan
kehidupan buruh selayaknya tentara yang dikendalikan oleh mesin, pengawas, dan pemilik manufaktur di dalam
pabrik. Sehingga, kaum borjuis adalah kunci di dalam roda perekenomian suatu negara, dengan segala kuasanya
dalam mengendalikan industri beserta tenaga kerjanya. Lalu, disebutkan pula bahwa negara hanya dianggap
sebagai aktor relatif yang menjaga berjalannya perekonomian kapitalis. Hal ini didukung dengan pernyataan
Devetak (2012) bahwa kaum marxis masih berusaha untuk menentukan sifat asli dari negara dari aspek cara
produksi kapitalis mereka.

Dengan menempatkan perekonomian sebagai alat politik, maka sistem internasional pun tidak terlepas dari
aktivitas perekonomian secara global. Teoritis Wallerstein kerap kali menyebutkan bahwa dunia memiliki
sistem internasional global kapitalis dan negara beserta sistemnya dianggap sebagai bentuk politiknya (Devetak
2012). Sesungguhnya teori marxisme tidak berhubungan secara langsung dengan dimensi internasional, tetapi
Hobden dan Jones (2014) menyatakan bahwa kaum marxis pecaya akan perkembangan ekonomi masyarakat
mempengaruhi perubahan sejarah manusia. Lenin, salah satu pemikir marxisme, memandang bahwa kapitalisme
saat ini telah berkembang menjadi kapitalisme monopoli, yaitu dengan adanya struktur dua tingkat di antara
negara dominan yang mengeksploitasi (inti) dan negara yang kurang berkembang (pinggiran). Struktur tersebut
Yajna Paramitha Amanda Devi/ 072111233037/ Journal Week 13/ Kelas A PIHI

tidak lagi sesuai dengan pemikiran Marx yang mengutamakan adanya harmoni di antara kepentingan-
kepentingan para pekerja. Kemudian, Wallerstein menambahkan bahwa terdapat pula negara semi-pinggiran
menengah yang memiliki basis industri sendiri meskipun tengah didominasi oleh kepentingan ekonomi negara
inti.

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, Marx mempercayai bahwa perkembangan ekonomi berpengaruh
pada kehidupan manusia. Maka, Marx menempatkan ketegangan antara alat-alat produksi dan hubungan-
hubungan produksi yang bersama-sama sebagai kegiatan sentral yang dapat membentuk basis ekonomi
masyarakat tertentu (Hobden dan Jones 2014). Sesuai pula dengan kata pengantar Marx di dalam karyanya yang
berjudul ‘Kontribusinya terhadap Kritik Ekonomi Politik’ dengan mengatakan bahwa cara produksi membentuk
bagaimana proses kehidupan sosial, politik, dan intelektual secara umum. Lebih lagi, kemajuan teknologi
semakin memacu produktifitas masyarakat dikarenakan pekerjaan mereka dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Disebutkan pula bahwa keuntungan sebagai pendorong negara-negara inti menjalankan sistem ekonomi
kapitalisme. Sehingga, tidak mengherankan apabila negara dan kaum-kaum elit pemilik manufaktur terus
menekan para buruh. Hal inilah yang membuat kaum marxis berusaha untuk menghapuskan perbudakan buruh
yang membuat mereka semakin terkekang dan terperangkap di dalam pembagian kelas sosial (Linklater 2005).

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa marxisme adalah
pemikiran yang mengkritik sistem internasional ekonomi kapitalis. Kaum marxis memandang bahwa manusia
pada dasarnya harus mampu memenuhi kebutuhannya agar dapat menjalani hidupnya. Namun, sistem ekonomi
kapitalis telah membagi masyarakat ke dalam dua kelas, yaitu kelas borjuis dan kelas buruh. Kelas borjuis
memegang kepemilikan manufaktur pabrik, sedangkan kelas buruh menjadi tenaga kerjanya. Lalu, sistem
pembagian kelas ini berkembang menjadi skala yang lebih besar, yaitu adanya negara inti, negara semi-
pinggiran menengah, dan negara pinggiran. Apabila dipandang dari teori HI, kaum marxis mengakui adanya
kelompok-kelompok yang dikemudian hari membentuk karakteristik negara sebagai aktor dikarenakan mereka
memiliki kepentingannya masing-masing. Meskipun memiliki cakupan yang berbeda, pada dasarnya kaum
borjuis dan negara inti sama-sama mengeksploitasi pihak yang lemah, yaitu kaum buruh dan negara-negara
pinggiran. Hal inilah yang dikritik oleh Marx karena merasa bahwa sistem kelas telah merusak kreativitas
pekerja dan mengekang kehidupan manusia. Apabila para buruh terus diperlakukan dengan semena-mena,
mereka akan memberontak dan akan berusahan melawan perjuangan kelas yang selama ini menyiksa mereka.
Maka, kaum marxis memiliki agenda untuk menghapuskan sistem kelas yang telah merugikan pihak-pihak yang
lebih lemah, terutama kaum buruh.
Yajna Paramitha Amanda Devi/ 072111233037/ Journal Week 13/ Kelas A PIHI

Referensi

Devetak, Richard, et al, 2012. “Marxism and Critical Theory” dalam Devetak, Richard, et al, 2012. An
Introduction to International Relations, (eds.), 2nd edition. Cambridge: Cambridge
University Press.

Hobden, Stephen, dan Jones, Richard, Wyn, 2014. “From the end of the cold war to a new global era” dalam
Baylis, J, et al, 2014. Globalization of World Politics. An introduction to international
relations, (eds.), 6th edition. Oxford: Oxford University Press.

Jackson, Robert, dan Sørensen, Georg, 2013. Pengantar Studi Hubungan Internasional (trans. Dadan

Suryadipura, Introduction to International Relations). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Linklater, Andrew, 2005. “Marxism” dalam Scott, Burchill, et al. Theories of International Relations, 3rd

edition. Hampshire: Palgrave Macmillan.

Anda mungkin juga menyukai