Anda di halaman 1dari 22

BAB VI

SYARAT-SYARAT KONSELOR, PSIKODIAGNOSTIANS IN PSIKOTERAPIS ISLAM

A ASPER SPIRITUALITAS.

Keahlian (skill) dalam bidang konseling, psikodiagnos uk dan psikoterapi merupakan profesi kenabian,
dimana para Nabi, Rasul mempunyai tugas yang paling hakiki yaitu mengajak, membantu dan
membimbing manusia menuju kepada kehidupan yang bahagia lahir dan batin, di dunia dan di langit, di
dunia hingga akhirat.

Agama Islam adalah suatu peraturan, pedoman dan hukum-hukum yang jelas, yang bersumber dari
wahyu Allah SWT untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia di dunia agar memperoleh
kebahagiaan yang hakiki; yaitu menjadi manusia yang bertitel "Abdullah dan Khalifa tullah yang memiliki
potensi kenabian. Dengan potensi talah seorang hamba dapat menjalankan tugasnya dengan baik,
benar, profesional; dan dengan potensi itu pula seo rang hamba berkomunikasi dengan Tuhannya dan
seluruh makhluk-Nya di bumi dan di langit.

Konselor, psikodiagnostikus dan psikoterapis dalam ajaran Islam mereka adalah "Ulama billah" (Ulama
Allah), karena mereka telah mewarisi tugas dan tanggung jawab kenabian. Oleh karena itu tidak akan
mungkin seorang da pat mengetahui tentang seluk-beluk manusia secara utuh dan sempurna baik dari
aspek lahiriyah lebih-lebih aspek batiniyah, atau aspek jasmaniyah lebih-lebih aspek roha. niyah. Siapa
saja yang mendalam profesi ini maka tidak boleh tidak ia harus memiliki keimanan, kemakrifatan dan
ketau hidan yang berkualitas. Karena bagaimana mungkin ia da pat menggunakan metode-metode yang
sangat erat kaitan nya dengan Allah SWT., seperti metode kenabian (mimpi, itham dan kasysyaf); serta
dengan para malaikat-Nya yang bertugas menyampaikan berita, peristiwa dan hal-hak yang bersifat
rohaniyah, tersembunyi, rahasia dan transensental Maka syarat-syarat spiritual yang paling utama harus
dimi liki adalah: Bermakrifat kepada Allah SWT Dengan bermakrifat (mengenal) dan dekat dengan Allah
SWT maka semua tabir alam transendental khusus insan akan terbuka dan dibukakan oleh-Nya.

Masalah ini merupakan kunci yang paling utama, karena apabila mak rifat yang utama ini sukses, pasti
akan membuka tabir-ta bir selanjutnya Seseorang yang telah dapat menemukan Tuhannya, ridha-Nya,
cinta-Nya dan wajah-Nya, maka Dia bukakan segala rahasia perbuatan dan kebijaksanaan-Nya (afal),
rahasia nama-nama-Nya yang Maha Baik (al Asma al Husna) dan nama-nama-Nya yang agung (Ismul
Azham), rahasia sifat-sifat-Nya dan rahasia-rahasia Dzat Nya. Melalui itulah akan tersibak rahasia seluruh
makhluk dan alam.

Bukti kedekatan seseorang dengan Allah ialah


1. Taatnya beribadah kepada-Nya dengan mengerjakan ibadah shalat wajib maupun sunnat, puasa
wajib maupun puasa sunnat, selalu banyak berdzikir dan sekejap pun tidak pernah lupa dengan Allah,
selalubanyak berdo'a dan membaca Al-Qur'an ,

2. memperoleh perlindungan Allah dari tipu daya, kejahatan dan kezhaliman syetan, iblis, jin dan
manusia;

3. Do'a dan permohonannya selalu dikabulkan oleh Allah SWT. cepat atau lambat,

4 Tersingkapnya kecerdasan Ilahiyah sebagaimana yang dimiliki oleh para Nabi, Rasul dan Auliya Allah
SWT., 5. Terbukanya alam para malaikat, bahkan dapat ber komunisi dengan mereka atas izin Allah SWT,

6. Terbukanya hakikat dan batin Al-Qur'an, makna makna rohaniyah yang hidup di sisi Allah SWT. dari
ayat-ayat-Nya yang ada di Lauh Mahfuzh maupun yang tersebar di seluruh penjuru alam semesta,

7. Terbukanya alam kenabian dan kerasulan, bahkan mereka dapat berkomunikasi bersama para Nabi
dan Rasul-Nya atas izin-Nya;

8. Terbukanya rahasia Hari Kiamat, oleh karena itu ia se nantiasa mempersiapkan diri dengan
memperbanyak ketaatan, ibadah dan amal shalih sebagai bekal Suop sobr

9. Terbukanya alam taqdir dan qadho Allah, oleh karena menghadap Allah kelak; itu ia senantiasa
meningkatkan kesabaran, ketakwaan dan upaya perlindungan kepada Allah SWT agar senantiasa
menjadi orang-orang yang dikehendaki oleh Nya untuk memperoleh cahaya, hidayah, taufik,
kesejahteraan, kemanfaatan dan keselamatan di dunia hingga di akherat. Dan sebaliknya bukan orang-
orang yang disesatkan dan dimurkai-Nya di dunia hingga di akhirat. Naudzubillah min dzalik!

B. ASPEK MORALITAS

Aspek inipun sangat penting dimiliki oleh konselor, psikodiagnostikus dan psikoterapis, yaitu aspek
moralitas, aspek yang memperhatikan nilai-nilai, sopan-santun, adab, etika dan tata krama ketuhanan;
yang dengan moralitas ini proses kerja konseling, diagnosis dan terapi dilakukan Karena tanpa moralitas
ketuhanan yang tinggi, maka ke berkahan, kerahmatan dan kemanfaatan yang agung tidak akan dapat
hadir dalam proses kerja psikologi itu. Aspek-aspek moralitas itu adalah:

A.)Niat adalah menyengaja dan bermaksud sungguh sungguh untuk melakukan sesuatu; dan tempatnya
ialah di dalam hati, dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan lisan. Oleh karena itu tidak
pernah diberitakan oleh Nabi SAW begitu pula dari para sahabat mengenai lafazh niat

Niat yang paling esensial dalam melakukan perbuatan, khususnya dalam hal ini adalah memberikan
bantuan dan pertolongan kepada individu-individu yang sangat mem butuhkannya, hendaknya semata
mengharap ridha, cinta dan perjumpaan wajah-Nya, bukan selain itu. Karena perbuatan itu disamping
sebagai profesional tetapi juga ibadah. Dari firman Allah SWT. terdahulu telah jelas, bahwa segala apa
yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. termasuk kerja dalam lapangan psikologis merupa kan
implementasi rasa penghambaan, pengabdian dan ketaatan yang bening kepada Dzat yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang

2 Iktikad (keyakinan)

Iktikad ialah suatu keyakinan bahwa pada hakikatnya Allah jugalah yang Maha Memberi Bimbingan,
Memberi petunjuk dan nasehat, Maha memberi kesembu han, sedangkan seorang hamba hanya sebagai
media dan alan. Disamping itu tertanam pula keyakinan bahwa se iap masalah atau penyakit pasti ada
jalan keluar dan pe yembuhnya.

Dengan iktikad yang benar, maka seorang terapis terl epas dari sifat dan sikap sombong, bangga
terhadap diri sendiri dan suka pamer (riya). Itulah sifat dan sikap tauhid Rububiyah dalam praktik sehari-
hari. Sesungguhnya tan pa ada pertolongan, bimbingan serta qudrat (kuasa) dan iradat (keinginan) Allah,
maka apa yang telah dan selalu diusahakan tidak akan kunjung berhasil.

3. Siddiq (kujujuran dan kebenaran)

Siddiq adalah suatu sifat dan sikap yang lurus, benar dan jujur. Dalam proses kerja konseling, diagnotis
ataupun terapi, kejujuran dan kebenaran merupakan sesuatu yang prinsip. Seorang terapis harus
memiliki sifat ini Ka takanlah yang sebenarnya terjadi, apabila dirinya tidak mampu untuk melakukan
terapis atau memberikan per tolongan psikologis kepada orang lain, maka katakanlah bahwa ia tidak
atau belum mampu; dan ia harus menyerah kan atau memberi jalan keluar dengan menunjukkan
kepada yang lebih mengetahui, mampu dan ahli. Jangan lah bersikap dusta dalam masalah ini, hanya
karena geng si dan merasa malu, jika dikatakan tidak ahli dan tidak pan Jika itu sampai terjadi berarti
seseorang itu telah me nipu dirinya sendiri dan secara tidak langsung iapun da Jam kondisi sakit mental.

dan sesungguhnya seseorang yang benar-benar berkata benar hingga ia akan dicatat di sisi Allah sebagai
siddiq (orang yang benar), dan sesungguhnya dusta itu menun Jukkan kepada

kejahatan sedangkan kejahatan menun jukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang y benar
benar selalu berdusta hingga ia dicatat di sisi All sebagai pendusta" (HR Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Ma'ud RA.).

Kata shaadiq (orang yang jujur) berasal dari kata sho dagohhh (kejujuran) Kata shodiigadalah bentuk
pene kanan (mubalagah) dari shaadiq, dan berarti orang yang didominasi oleh kejujuran. Demikian juga
dengan kata kata lain yang berarti dalam semua kata-kata lain yang bermakna penekanan, seperti sakiir
dan pemabuk, yang penuh anggur (khomiirkkk). Derajat terrendah kejujuran adalah bila batin seseorang
selaras denganperbuatan la hirnya. Shaadiqhh adalah orang yang benar-benar jujur dalam kata-katanya.
Shadhhiiq adalah orang yang benar benar jujur dalam semua kata-kata, perbuatan dan kea daan
batinnya.

Salah seorang sufi berkomentar, "jika seseorang tidak memenuhi suatu kewajiban agama yang abadi,
maka pe laksanaan kewajiban-kewajiban agamanya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan tidak
akan diterima", Se seorang bertanya, "Apakah kewajiban agama yang abadi itu?" Ia menjawab kejujuran

4. Amanah

Amanah ialah segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya,
hak orang lain, maupun hak Allah SWT, atau sesuatu yang di berikan kepada seseorang yang dinilai
memiliki kemam puan untuk mengembannya. Namun dengan kemampu annya itu ia juga bisa
menyalahgunakan amanah tersebut. Arti sesungguhnya dari penyerahan amanah kepada ma nusia
adalah Allah SWT. percaya bahwa manusia mampu mengemban amanah tersebut sesuai dengan
keinginan Allah SWT

Pengertian kata amanah, jika disesuaikan dengan ben tuknya dalam ayat-ayat Al-Qur'an mempunyai
beberapa makna, yaitu 6 Pertama: Kata amanah dikaitkan dengan larangan menyembunyikan
persaksian atau keharusan memberikan

Upaya menjalankan amanat Ilahiyah baik yang kai tannya dengan hak-hak Allah, maupun hak-hak hamba
dan lingkungannya bukanlah perkara ringan, karena ia me rupakan salah satu sifat kenabian, yang
dengan sifat itulah mereka para nabi, rasul dan auliya dapat memelihara dan menjalankan amanat-
amanat itu dengan baik dan benar

Rasulullah SAW. menjelaskan tentang dua tingkatan

amanat, yaitu:
Pertama: Ketika amanat masih dalam kondisi kokoh da lam hati manusia, kemudian turunlah Al-Qur'an,
lalu mereka mempelajarinya dan mempelajari As-Sunnah,

Kedua: Ketika amanat tercabut dalam hati manusia, aitu ketika seorang hamba tidur, maka tercabutlah
manat dari hatinya hingga tinggal bekas yang sangat dikit. Kemudian ia tidur, maka tercabut pula sisa
bekas

Oleh karena itu profesi dan keahlian atau ilmu penge tahuan yang telah diraih oleh seseorang, hal itu
merupakan amanat dan titipan Allah, dan ilmu itu harus disampaikan dan dipergunakan untuk
kesejahteraan, kemanfaatan dan keselamatan hidup dan kehidupan manusia; baik bagi di rinya pribadi
maupun orang lain. Jika tidak, maka ilmu itu akan menjadi kotoran dalam batin dan jiwanya.

5. Tablig

Tablig secara makna bahasa berarti menyampaikan, sedangkan dalam makna istilah adalah
menyampaikan ajaran-ajaran (Islam) yang diterima dari Allah SWT. kepada ummat manusia untuk
dijadikan pedoman dan dilaksanakan agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

Isi yang utama dan pokok aktifitas tablig adalah "amar ma'ruf dan nahi munkar" (perintah untuk
mengerjakan yang baik dan larangan mengerjakan perbuatan yang keji) serta mengajak beriman kepada
Allah SWT.

Prinsip terapi atau konseling Islam pada dasarnya ada lah memberi nasehat-nasehat, saran-saran dan
petunjuk petunjuk agar seseorang dapat mengaplikasikan segala perintah Allah SWT. dan Rasul-Nya dan
menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari perbuatan yang mungkar atau me nyimpang dari dan melanggar
hukum-hukum-Nya. Sehingga seseorang akan menjadi sehat jiwa dan raganya, lahiriyah dan
batiniyahnya serta jasmaniyah dan rohani yahnya serta akan bahagia di dunia hingga di akhirat. Firman
Allah SWT.

Kaneling Psikoterapi Islam

Pertama: Manusia membutuhkan orang yang dapat menjelaskan kepada mereka apa-apa yang
diperintahkan oleh Allah untuk menegakkan hujjah atas mereka.
Kedua: Kondisi kehidupan kita saat ini diwarnai oleh kerusakan, ketamakan dan hawa nafsu, sementara
para pe lakunya menginginkan tersebarnya kerusakan tersebut di masyarakat agar masyarakat menjadi
seperti mereka. Mereka mengajak dan masyarakat pada kerusakan dan me reka senang dengan
tersebarnya perbuatan keji di masyarakat.

Ketiga: Tidak diragukan lagi bahwa punahnya umat dan kehancurannya itu disebabkan oleh kefasikan
para pembesar dan orang-orang kaya di antara mereka. Sehingga tidak ada lagi orang yang
memerintahkan untuk berbuat kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran.

Keempat: Takut terhadap laknat Allah yang akan me nimpa masyarakat yang tidak melaksanakan "amar
ma'ruf nahi munkar".

Setiap ilmuwan atau intelektual di mana saja dan kapan saja amanat tabligh itu berada di pundak
mereka. Mereka mempunyai kewajiban menyampaikan agama dan ajaran Islam melalui pintu-pintu
disiplin ilmu mereka masing-ma sing. Mengajak ummat manusia agar kembali kepada rel ke hidupan
Ilahiyah, saling tolong-menolong, saling kasih sayang, saling mengingatkan mana yang hak dan mana
yang batil. Para pakar hukum mengajak bagaimana Islam dalam menjunjung tinggi hak-hak Allah dan
hamba; para pakar sosial mampu bagaimana bagaimana bersosial yang benar dalam Islam; pakar
lingkungan mengajarkan kepada ummat bagaimana menata lingkungan yang sehat, aman, damai,
sejahtera dalam Islam, dan sebagainya.

6. Sabar (tabah)

Sabar adalah menahan diri dan membawanya kepada dari apa yang dibenci oleh keduanya. Jadi sabar
ialah suatu yang dituntunkan syara' akal serta menghindarkannya.

kekuatan, daya positif yang mendorong jiwa untuk menu naikan kewajiban dan suatu kekuatan (daya)
preventif yang menghalangi seseorang untuk melakukan kejahatan 10

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali RA. menyatakan bahwa sabar adalah tetap tegaknya dorongan agama
berhadapan dengan dorongan agama adalah hidayah Allah kepada manusia untuk mengenali-Nya,
Rasul-Nya serta mengetahui dan mengamalkan ajaran-Nya dan kemaslahatan-kemaslahatan yang
bertalian dengan akibat-akibat-Nya. Sabar sebagai sifat yang membedakan manusia dengan hewan
dalam hal menundukkan hawa nafsu. Sedangkan dorongan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dan
keinginan yang minta dilaksanakan.

Sikap sabar ini harus dimiliki oleh konselor dan tera pis ketika menjalankan tugasnya; sabar dalam
menerima keluhan-keluhan dan pencurahan isi hati individu atau ketika melakukan terapi dan konseling.
Karena kadang-ka dang seorang terapis selalu sering dihadapkan dengan si kap, tingkah laku atau hal-hal
yang tidak dapat diterima oleh akal fikiran atau pandangan mata kasar. Seperti tingkah laku dari klien
yang kasar, kurang mengerti sopan santun, sembrono, mudah tersinggung dan sebagainya. Tetapi hal itu
semua terjadi memang di luar kesadarannya. Apabila hal itu disebabkan karena ada energi lain berupa
gangguan syetan, iblis atau jin yang menempati jiwanya; di sini sangat dibutuhkan kesabaran yang tinggi,
jika tidak maka tujuan dari terapis tidak akan pernah berhasil, bahkan akan terjadi sebaliknya, sang
terapis yang mengalami stress.

Jadi, kesabaran dalam kerja psikologi adalah kesaba ran dalam hal:

1. Mendengarkan keluhan-keluhan dan perasaan yang tidak nyaman dari individu;

2. Proses melakukan terapi baik berupa konseling atau psikoterapi terhadap gangguan kejiwaan yang
lebih berat;

3. Bersikap mulia, bahwa apa yang sedang dilakukan merupakan ibadah dan perintah Allah SWT.;

4 Menghadapi cobaan, tingkah laku atau sikap dari individu atau klien yang kadang-kadang dapat me
nyinggung atau menyakitkan hati dan perasaan konselor dan terapis.

7. Ikhtiar dan Tawakkal

Ikhtiar ialah suatu daya upaya dengan mengerahkan segala kemampuan, tenaga dan fikiran dalam
rangka ingin meraih suatu tujuan yang positif dengan baik, benar dan memuaskan. Sedang tawakkal
adalah suatu sikap menye rahkan segala permasalahan kepada Allah SWT. dengan totalitas, agar apa
yang telah diikhtiarkan itu Dia mem berikan restu dan keridhaan dengan mengabulkan permo honan,
memberikan jawaban atas pertanyaan yang dike mukakan ke hadhirat-Nya serta mendatangkan ke
manfaatan dan keselamatan.

8. Mendo'akan
Mendo'akan klien merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh konselor atau terapis, karena
do'a me rupakan inti sebuah pengabdian yang bersih dan mulia. Kewajiban saling mendo'akan
merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW

Maksud dan tujuan mendo'akan klien ialah agar Allah berkenan memberikan hidayah, kesembuhan dan
kesela matan kepadanya, sehingga pada akhirnya ia dapat men jadi individu yang mandiri,
berkepribadian yang agung dan bermental yang tangguh dalam menjalani kehidupan di dunia hingga di
akhirat.

9. Memelihara Kerahasiaan

Hukum menyembunyikan atau merahasiakan problem

atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien ada lah wajib; lebih-lebih masalah itu bersifat
sangat pribadi. Bahkan Allah SWT. memberikan sangsi bagi orang yang suka membuka rahasia orang lain
tanpa hak. Berupa siksa yang sangat menyakitkan baik ketika masih hidup di dunia maupun dalam
kehidupan yang yang akan datang, yakni kehidupan akhirat.

Biasanya klien sangat menaruh kepercayaan kepada konselor atau terapis, karena sangat mengharapkan
per tolongan dan bimbingannya. Oleh karena itu, kepercayaan adalah merupakan amanat yang harus
dipegang dengan baik, dan sangat aib dan celakalah bagi seorang konselor atau terapis yang dengan
sengaja membeberkan atau menceritakan rahasia kliennya kepada orang lain.

Dalam hal kerahasiaan tersebut ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Klien sebaiknya dapat mengetahui tentang bagaimana kedudukan sehubungan dengan kerahasiaan
itu. Misalnya, pembahasan masalah tertentu yang selalu diadakan di antara personal yang ada di
sekolah, maka hal itu harus diberitahukan kepada klien;

2 Konselor hendaknya terlebih dahulu minta izin dari klien jika dalam upaya bantuan yang diberikan oleh
konselor itu diperlukan konsultasi atau alih tangan. Misalnya, berkonsultasi dengan orang tua atau alih
tangan kepada ahli lainnya;
3. Jika klien menghendaki agar keterangan tertentu harus dirahasiakan, maka konselor haruslah
menghar gai permintaan itu dengan sebaik-baiknya;

4. Seandainya kerahasiaan suatu keterangan tidak lagi dapat dijamin karena adanya tuntutan hukum
atau pertimbangan-pertimbangan lain yang mungkin dapat membahayakan diri klien maupun kepada
orang lain, maka klien harus diberitahukan dengan segera.

5. Catatan keterangan-keterangan tertentu yang sifatnya sangat pribadi sekali dan dirasakan sulit
dijamin kera hasiaannya oleh konselor, sebaiknya jangan diarsipkan atau hendaknya dimusnahkan
apabila hubungan konseling telah selesai atau dihentikan.

6. Apabila konselor diperbolehkan oleh klien untuk men catat keterangan-keterangan penting sewaktu
berada dalam hubungan konseling, maka konselor sebaiknya memperlihatkan catatan itu atau mungkin
dapat juga meminta klien menuliskan sendiri keterangan yang dimaksud. Cara demikian akan memberi
arti tersendiri bagi klien tentang makna kerahasiaan itu.

10. Memelihara Pandangan Mata

Dalam proses aplikasi konseling atau terapi pada umumnya adalah adanya aktifitas berhadapan antara
konselor atau terapis dengan klien. Hal ini sangatlah ber bahaya, apabila keduanya berlainan jenis.
Karena dapat saja mengundang birahi baik bagi konselor atau terapis maupun bagi klien; apalagi sang
klien berpenampilan yang menantang, memakai wewangian dan berparas cantik. De mikian juga
sebaliknya, jika seorang konselor wanita de ngan pakaian dan penampilan yang dapat mengundang bi
rahi bagi klien.

Oleh karena itu dalam anjuran etika islam idealnya adalah seorang klien wanita hendaknya mencarti
konselor atau terapis seorang wanita juga atau sebaliknya, kecuali memang dalam kondisi darurat,
seperti tidak ada atau be lum adanya konselor atau terapis yang dapat memberikan bantuan dalam
penyelesaian masalahnya, kecuali hanya seorang lelaki atau sebaliknya. Hal ini semata-mata hanya demi
menjaga kehati-hatian, kesucian jiwa dan keimanan. Dan di sinilah sesungguhnya mental, keimanan dan
ketak waan seorang konselor, psikodiagnostikus dan psikoterapis diuji. Apalagi konselor dan klien
berada dalam suatu ruangan tertutup, tidak mustahil dapat saja terjadi hal-hal yang tidak etis, paling
tidak getaran-getaran syahwat dan bisikan-bisikan jahat masuk dalam hati konselor dan dapat mengusik
kejernihan berfikir dan proses pemberian nasehat, bimbingan dan penyembuhan.
Menggunakan kata atau kalimat dalam pembicaraan hendaknya dengan suara yang lembut dan tidak
keras, per kataan yang baik, tidak menggunakan ungkapan yang tidak etis dan tidak menyinggung
perasaan klien, bahkan dengan wajah yang bersahabat dan penuh keakraban. Karena sikap itu semua
dapat memberikan dukungan terapi terhadap klien secara tidak langsung, bahkan dalam ajaran etika
Islam semua sikap itu merupakan ibadah sadaqah di hadapan Allah SWT.

Apabila seorang konselor atau terapis dalam atau se dang menghadapi masalah pribadi yang cukup
berat sa ngat mempengaruhi kondisi emosionalnya, maka seyogia nya jangan melakukan aktifitas
konseling, hal itu sangat tidak menguntungkan bagi klien. Karena sangat dikha watirkan problem pribadi
itu akan terbawa dan terekspresi ke dalam kerja konseling dan terapis, sehingga akan meng ganggu
jalannya proses perbaikan dan penyembuhan, bah kan kemungkinan besar dapat menambah masalah
bagi klien, seperti hilangnya suasana persahabatan/keakraban, rasa nyaman, keterbukaan dan
sebagainya.

C. ASPEK KEILMUAN DAN SKILL

1. Aspek Keilmuan

Aspek keilmuan yang dimaksud ialah konselor, psiko diagnostikus dan psikoterapis harus memiliki ilmu
penge tahuan yang cukup luas tentang manusia dengan berbagai eksistensi dan problematikanya, baik
melalui psikologi pada umumnya maupun psikologi Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an, As-Sunnah
dan empirik para sahabat, Auliya Allah dan orang-orang shalih.

Khususnya dalam keilmuan psikologi Islam, seseorang tidak akan pernah memperoleh secara tuntas,
utuh dan lengkap tentang manusia apabila ia tidak memiliki be berapa hal, yaitu antara lain: 1.
Pendidikan atau studi khusus tentang psikologi Islam

baik secara formal maupun non formal;

2. Penguasaan teori tentang manusia, eksistensi dan ha kikatnya melalui metodologi prophetik yang
selalu digunakan oleh golongan 'Irfan dan Sufi; 3. Penguasaan konsep dan berbagi pandangan para pakar

tentang manusia baik dari kalangan pakar muslim


maupun non muslim; 4. Penguasaan aplikasi metodologi ilmiah, prophetik (ke nabian) dan normatif (Al-
Qur'an dan As-Sunnah) dalam

lapangan psikologi Islam dan psikologi umumnya;

5. Penguasaan teori-teori tentang konseling, psikoterapi dan psikodiagnostik, baik dalam paradigma
Islam mau pun paradigma psikologi pada uinumnya.

2. Skill (keahlian)

Skill (keahlian dan keterampilan) ialah suatu potensi yang siap pakai yang diperoleh melalui latihan-
latihan yang disiplin, kontinyu, konsisten, dengan metode tertentu serta di bawah bimbingan dan
pengawasan para ahli yang lebih senior.

Dr. M.D. Dahlan menjelaskan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan
melaksanakan konseling serta karakteristik yang memadai, seperti 13. 1. Empati, berupa kemampuan
untuk melihat, memahami

dan merasakan dunia klien.

2. Tenang, berupa kemampuan untuk memberikan respon kepada klien tanpa menampakkan perubahan
mimik muka, sekalipun terganggu perasaannya.

3. Selalu siap berdialog dengan klien.

4. Menumbuhkan keberanian klien untuk berbicara. 5. Melaksanakan kegiatan konseling yang terarah.

Ketrampilan dan keahlian tidak akan tumbuh dengan sendirinya, baik konseling, diagnosis maupun
terapi, akan tetapi harus ada beberapa keterampilan yang perlu dilatih kan kepada calon konselor atau
terapis, berupa:
1. Takhalli (pembersihan diri)

Calon konselor atau terapis dilatih bagaimana cara me lakukan pembersihan dan penyucian dirinya
sendiri dari bekasan-bekasan kedurhakaan (maksiat) kepada Allah SWT yang telah melekat dalam
jiwanya, akal fikiran, hati, inderawi dan di dalam/seluruh tubuhnya yang telah me nyatu dengan darah
dan daging.

Pembersihan itu adalah dengan jalan "taubat nasuha (sesungguh-sungguhnya pertobatan), yaitu dengan
berikrar dengan sungguh-sungguh di hadapan Allah SWT yang disaksikan oleh pembimbing, guru atau
syeikh yang sangat menguasai tentang ilmu melepaskan diri dari bekasan-bekasan kedurhakaan dan
dosa dari dalam diri, bahwa "ia tidak akan mengulangi lagi suatu perbuatan dosa dan kedurhakaan
kepada-Nya karena sangat takut dan penyesalan yang dalam, serta siap menerima huku man, teguran
dan siksa yang sekeras-kerasnya dari-Nya apabila telah mengulangi lagi perbuatan-perbuatan dosa dan
durhaka itu dalam kehidupan sehari-hari".

2. Tahalli (pengisian diri)

Setelah melakukan ikrar dan janji setia di hadapan Allah SWT. seperti yang telah diuraikan pada sub a,
maka ikrar itu harus dibuktikan secara konkrit sebagai indikasi adanya rasa penjelasan dan keinginan
melakukan peruba han, perbaikan dan penyucian diri.

Tindakan-tindakan pembersihan diri, baik pember sihan akal fikiran, hati, jiwa, inderawi dan jasad,
adalah dengan jalan mengisinya dengan ketaatan-ketaatan beribadah secara spesifik dengan penuh
pemahaman secara filosofis lahiriyah maupun batiniyah, secara:

⚫ Menegakkan ibadah shalat wajib maupun sunnat;

Melakukan puasa wajib maupun sunnat; ⚫ Berdzikir kepada Allah SWT.;

• Memperbanyak do'a;

Membaca Al-Qur'an secara tartil sebagai amalan dan wirid utama;


Kelima ibadah itu kurang efektif dalam fungsinya seba gai pembersih jiwa dan rohaniyah apabila tidak
memiliki teknik dan strategi yang benar. Untuk memperoleh hikmah yang besar dari ibadah itu, maka
ada beberapa syarat yang harus ditegakkan, yaitu:

• Di bawah bimbingan seorang ahli;

• Disiplin tinggi; • Konsisten (istiqomah);

'Uzlah (mengasingkan diri dari keramaian selama ma sa pelatihan);

• Kontinyu (terus-menerus);

• Berbaik sangka (husnuzhzhan) kepada Allah;

• Bersabar;

3. Tajalli (kelahiran baru)

Tajalli ialah kelahiran atau munculnya eksistensi yang baru dari manusia yaitu perbuatan, ucapan, sikap
dan ge rak-gerik yang baru; martabat dan status yang baru; sifat sifat dan karakteristik yang baru; dan
esensi diri yang baru. Itulah yang disebut dengan kemenangan dari Allah SWT.

Telah lahirnya seseorang dalam kelahiran yang baru dan di dalam hidup dan kehidupan yang baru
adalah semata-mata karena pertolongan Allah, syafaat Rasulullah SAW. dan do'anya para malaikat disisi-
Nya melalui upaya, perjuangan, pengorbanan dan kedisiplinan yang sangat tinggi dari diri sendiri dalam
melaksanakan ibadah-ibadah berupa menjalankan segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan
tabah terhadap ujian-Nya.
Adapun indikasi-indikasi kelahiran baru seorang ma nusia adalah: Pertama (Tingkat Dasar). Yaitu
hadirnya nang, tentram baik secara psikologis, spiritual maupun rasa aman, te

fisik; sebagai indikasi telah lenyapnya bekasan-bekasan

hitam sebagai akibat dari pengingkaran (maksiat) kepada Allah, yang melekat pada akal fikran, qalb,
inderawi, jiwa, sad dan kehidupan. Kedua (Tingkat Menengah). Yaitu hadirnya sifat, sikap dan perilaku
yang baik, benar, sopan santun, tulus, isti qomah, yaqin, kesatria dan sebagainya secara otamatis, bu

kan rekayasa. Ketiga (Tingkat Atas). Yaitu hadirnya potensi meneri ma mimpi yang benar, ilham yang
benar dan kasysyaf yang benar.

Keempat (Tingkat Kesempurnaan). Yaitu hadirnya ke tiga tingkatan itu ke dalam diri.

4. Pemberdayaan Menuju Insan Kamil.

Apabila ketiga sub di atas (a,b dan c) telah selesai dan berhasil dicapai selama dalam pelatihan, berarti
seseorang telah memperoleh keterampilan dan keahlian tingkat pemula, dan seterusnya ia dapat
melanjutkan keteram pilan dan keahliannya itu dengan lebih sempurna dengan mengkaji dan meneliti
berbagai macam ilmu dan penge tahuan, khususnya yang berhubungan dengan eksistensi manusia dan
esensinya, baik melalui kajian-kajian teori teori, aplikasi maupun empirik, baik alam lahir manusia
maupun alam batinnya.

Pemberdayaan terhadap potensi dan keahlian tingkat pemula ini adalah dengan berupaya meningkatkan
pema haman, penghayatan dan pengamalan-pengamalan ibadah seperti pada fase tahalli (pengisian)
pada tingkat yang lebih tinggi. Semakin dalam dan kokohnya pemberdayaan itu, maka akan semakin
meningkatkan keahlian dan kete rampilan dalam melaksanakan tugasnya sebagai konselor,
psikodiagnostikus dan psikoterapis secara proporsional dan profesional. Akan semakin mudah dalam
memahami ber bagai macam problematika yang ada kaitannya dengan manusia, baik dengan
menggunakan metode ilmiah, propet maupun normatif Karena proses pemahaman dan penen maan
informasi dan data melalui kajian teori, aplikasi dan empirik yang bersifat lahiriyah maupun batiniyah
adalah selalu dalam bimbingan Ilahiyah.
Konselor, psikodiagnostikus dan psikoterapis dalam Islam mereka bukan sekadar manusia biasa dan
orang kebanyakan akan tetapi mereka adalah hamba Allah yang memikul amanat dan tanggung jawab
yang besar yaitu tidak hanya sebagai "Abdullah" tetapi mereka juga sebagai "Wakiilullah" dalam
mendidik, mengembangkan, mem berdayakan dan melindungi serta menyembuhkan alam dari
kerusakan dan kehancuran; khususnya adalah ma nusia sebagai "alam kecil" dan umumnya alam
lingkungan semesta sebagai "alam kabir".

Allahlah Dzat Wajibul Wujud, Yang Maha Konselor Maha Psikodiagnostikus dan Maha Psikoterapis; oleh
ka rena itu seseorang tidak akan dapat memahami, menge tahui dan mempelajari seluk-beluk manusia
secara sempur na jika tidak belajar dan menimba ilmu pengetahuan itu dari-Nya.

Dalam sejarah perjalanan manusia ternyata kaum sufi telah mendahului psikolog dalam memahami
neurose-neu rose kejiwaan, yakni rahasia-rahasia kejiwaan, sebab-sebab dan konflik-konfliknya. Hal itu
oleh seorang Syeikh Sufi dipergunakan untuk menyingkap penyakit kejiwaan yang dimiliki oleh murid-
muridnya, lalu dikarangnya untuk membersihkan segala penyakit yang dideritanya, baik be rupa
penipuan dengki, marah, dendam, serakah dan ta kabbur.

Bukan merupakan suatu yang berlebihan bila kita me nyatakan bahwa para Sufi adalah pakar Ilmu Jiwa
dan se kaligus sebagai dokter-dokter jiwa. Seringkali datang ke pada para Syeikh Sufi orang-orang yang
menderita penyakit kejiwaan, lalu mereka mendapatkan di sisinya

perasaan santun, keikutsertaan perasaan, perhatian, rasa Aman dan ketenangan.15

Menurut At-Tirmidzi, seorang bagai dokter jiwa karena ia adalah tempat kembalinya seorang yang
mencari perasa an santun, ia memiliki banyak ilmu dari kepemimpinan dan datang kepadanya orang-
orang asing dari seluruh penjuru ufuk untuk mengambil manfaat dari ilmu dan akhlaknya. Ziarah kepada
ahli ibadah, ahli kejujuran untuk melepaskan kendala-kendala kejiwaannya; lalu seorang Sufi itu akan
memberi bantuan kepada mereka dalam upaya meringan kan beban kejiwaan yang dideritanya.
Sesungguhnya seo rang Sufi adalah para penasehat Allah yang sengaja ditaruh oleh-Nya dengan penuh
kejujuran,

Imam Al-Ghazali mengatakan: "Seorang Syeikh yang diikuti, dalam mengobati hati orang-orang yang
meminta petunjuk kepadanya, seharusnya tidak memberikan tugas tugas tertentu atau cara-cara
tertentu sebelum mengetahui akhlak dan penyakit-penyakit mereka masing-masing. Sebagaimana
seorang dokter seandainya mengobati semua pasiennya dengan satu bentuk pengobatan saja, maka
kebanyakan dari mereka akan mati. Demikian juga bagi seorang Syeikh, bila memberikan isyarat kepada
semua muridnya dengan satu pola pengobatan pada jiwa mereka. seperti berbentuk Riyadhah saja,
niscaya jiwa mereka akan banyak yang rusak, hati mereka akan banyak yang mati dan seharusnya bagi
seorang Syeikh yang memberi kan terapi batin murid-muridnya, ia agar melihat kea daannya, usianya,
kesenangannya, bentuk riyadhah apakah yang kira-kira si murid itu mampu dan senang untuk
melakukannya."7

Prof Dr. Shubhi mengatakan: "Metode terapi psikoana lisis bertemu dengan terapi sufistik, baik melalui
isyarat atau bahasa hati. Yang demikian itu karena seorang analis tidak akan menyingkap kendala
kejiwaan yang terpendam di dalam jiwa si penderita (didalam alam tidak sadar)

dengan logika akal, akan tetapi dengan menggunaka bahasa perasaan. Ibarat-ibarat analis itu tidak dapa
ditarik sebuah hukum dan itu tidak akan terjadi kecual jika terjadi kontak expriment antara seorang
psikoanali dengan pasiennya, sehingga si pasien tidak mengadakan perlawanan jiwa dalam upaya
mengeluarkan konflik kejiwaan yang terdapat di alam tidak sadarnya "

Bukan suatu yang berlebihan bila kita mengataka bahwa psikoanalisis telah meminjam sebagian media
tasawwuf di dalam mengevaluasi dan terapi kejiwaan, sekalipun oleh para psikoanalisis sedikit ditambah
unsur unsur pembersihan alam tidak sadar yang tidak memilik tujuan akhlak (mora!); dan seorang
psikoanalisis di dalam menerapi penyakit kejiwaan tidak berpegang kepada nilai nilai moral atau nilai
rohani, dan bahkan mereka sengaja untuk menjauhkannya; dan di samping itu ia tidak meng gunakan
"Al-Hadas Al-Kasyfi", yakni, pemahaman melalu kasysyaf ketersingkapan). Sedang para psikoanalisis
hanya mempergunakan ilmu dan istidlal. 19

Kesimpulannya adalah syarat-syarat utama yang ha rus dimiliki oleh konselor, psikodiagnostikus dan psi
koterapi Islam adalah:

1. Adanya hubungan spiritual yang sangat dekat dengan Rabb-nya, yang hal itu diperoleh melalui
ketaatannya melaksanakan perintahnya, menjauhi laranganya,

2. Adanya kualitas moral atau akhlak Islamiyah yang baik dan benar secara otomatis dari nurani bukan
karena re kayasa dan tuntutan profesionalisme; 3. Adanya pendidikan yang cukup dan menguasai teori

teori konseling, psikodiagnostik dan psikoterapi Islam


maupun umum;

4. Adanya keahlian dan keterampilan dalam melakukan proses konseling, psikodiagnostik dan terapi
dengan me tode ilmiah, propetik (kenabian) maupun normatif (Al Qur'an dan As-Sunnah).

A. INDIKASI GANGGUAN KEJIWAAN Keberadaan jiwa seseorang akan dapat diketahui me lalui sikap,
prilaku atau penampilannya, yang dengan fe itu seseorang dapat dinilai atau ditafsirkan bah wa kondisi
kejiwaan atau rohaniyah dalam keadaan baik, sehat dan benar atau tidak. Indikasi atau tanda-tanda
kejiwaan yang tidak stabil

sangat banyak, di antaranya adalah:

1. Pemarah

Al-Ghadhabialah perubahan yang terjadi ketika men didihnya darah di dalam hati untuk
memperoleh/meraih ke puasan apa yang terdapat di dalam dada 2 Eksistensi kemarahan menurut Imam
Al-Ghazali RA berada pada dua tempat, yaitu:

Pertama Kemarahan yang ada di dalam diri manusia untuk menjaganya dari kerusakan dan untuk
menolak ke hancuran Di dalam kejadian manusia di dalamnya terdapat sesuatu yang panas dan sesuatu
yang dingin dan di antara keduanya selalu bermusuhan dan bertentangan

Kedua Kemarahan dari luar diri manusia, yang dise babkan karena terbenturnya manusia dengan
kendala ken dala atau marabahaya. Untuk keperluan ini, yakni untuk menahan kendala dan marabahaya
diperlukan satu ke kuatan dan pengayoman dirinya untuk menolak maraba haya dan terjadilah gejolak
api marah di dalam dirinya. sebagaimana menyalanya api di dalam tungku. Api kemarahan ini dapat
merubah wajah seseorang menjadi merah akibat dari memanasnya darah di balik kulit, sehingga
kulitpun menjadi transparan menampakkan apa yang terjadi di dalamnya.

Sikap atau sifat mudah marah adalah suatu hal yang sangat membahayakan bagi perkembangan jiwa
bahkan dapat memberikan celaka pada orang lain dan lingkungan nya. Oleh karena itu ajaran Islam
membimbing individu dan masyarakat agar menjauhkan diri dari sifat pemarah dengan jalan melakukan
upaya aktif mendekatkan diri kepada Allah SWT.

harus dikendalikan hingga dapat melampaui batas, bahkan hendaknya disalurkan menjadi marah karena
Allah Adapun cara mengendalikan kemarahan itu dapat

Berdzikir kepada Allah, sambil mengingat-ingat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain 1 adanya
keutamaan menahan amarah, keutamaan memberi pengampunan dan maaf, keutamaan bersikap sabar
dan menahan diri di waktu memperoleh sesuatu yang tidak menyenangkan,

2. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW ber kali-kali sambil mengingat-ingat adanya
siksaan Allah jika kemarahan itu diteruskan atau merenungkan akı batnya, yaitu permusuhan dan balas
dendam,

3 Berwudhu atau mandi Karena marah itu adalah ap dan api dapat di padamkan dengan air, yaitu air
wudhu dan mandi,

Membaca "ta 'awwudz' (mohon perlindungan dari

‫ الشيطان الرجيم‬syaithan) dengan kalimat

‫أعوذ باهلل من‬

5 Segera mengubah keadaan ketika marah, jika ia sedang berdiri, hendaklah segera duduk, dan jika ia
sedang du duk hendaklah segera berdiri atau berbaring

2. Dendam Kesumat.

Dendam ialah sifat atau sikap suka membalas atas rasa sakit yang telah diderita sebelumnya kepada
orang yang telah menyakiti atau kepada orang lain karena rasa ingin menumpahkan kemarahan dan
kepuasan hawa nafsu yang ada di dalam dada, atau sifat tidak senang memberikan ma af kepada orang
lain yang telah menyakiti dan atau telah menimpakan rasa tidak nyaman

Sifat dendam adalah penyakit hati yang sangat mem pengaruhi mental atau kejiwaan seseorang, dan
untuk mengusir atau menghilangkannya sangatlah sulit. Karena sifat ini sangat erat dengan sifat
pemarah. Seorang pema rah selalu diiringi dengan ingin membalas, dan apabila be lum terbalas atas
suatu perbuatan yang membuat ia marah, maka hatinya tidak tenang dan gelisah Bahkan saat ia tidak
dapat mengendalikan marahnya, maka ia melam piaskan rasa dendamnya itu dengan melakukan
perusakan apa saja yang ada di sekitarnya

Upaya untuk mengatasi penyakit kejiwaan ini, hanya dapat dilakukan dengan penghayatan terhadap
aplikasi Ketauhidan. Namun sebelumnya, seseorang yang telah ter kena penyakit atau gangguan seperti
ini, hatinya atau ro haninya harus dibersihkan dulu dari bibit atau virus dendam yang berwarna
kehitaman yang telah sengaja disebarkan oleh syaithan dan iblis Jika tidak dibersihkan maka untuk
melakukan pelatihan terhadap penghayatan tauhid akan terganggu dan tidak efektif Yang dapat
melakukan pembersihan itu hanyalah guru-guru atau Syaikh yang benar-benar telah menguasai seluk-
beluk penyakit batin dan metode menghilangkannya.

3. Pendengki (Hasad).

Dengki (hasad) ialah sifat atau sikap tidak senang me lihat orang lain mendapatkan kenikmatan,
kebaikan dan kedamaian dengan berupaya melakukan kejahatan kepa danya agar kenikmatan, kebaikan
dan kedamaian itu ber pindah kepada dirinya, dan ia merasa senang apabila orangyang dirampas
kebahagiaanya itu menderita. Biasanya para pendengki itu apabila ia telah melakukan kedeng kiannya,
ia dapat melakukan upaya menjatuhkan orang lain dengan berbagai macam cara, tanpa memperdulikan
akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatannya itu.

4. Takabbur (sombong, angkuh).

Takabbur ialah sikap menyombongkan diri karena

merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan

menganggap orang lain mempunyai banyak keku


rangan. Latar belakang sikap sombong ini, disebabkan

oleh cara menanggap atau memandang dirinya dari

kaca mata kebesaran dan kemuliaan dunia serta

memandang orang lain dari kaca mata kerendahan dan

kehinaan di dunia

Akibat dari perbuatan dan sikap takabbur ini adalah:

1 Allah akan menyiksa orang-orang yang mempunya sikap takabbur (sombong) dengan siksaan yang
pedih, dan mereka tidak memperoleh perlindungan dan penolong dari azab dan kemurkaan Allah (An-
Nisaa', 4 173); Orang-orang sombong adalah penghuni neraka, karena

selalu mendustakan ayat-ayat Allah (Al-A'raaf, 7.36, An-Nahl, 16 29); 3. Orang-orang yang sombong
adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat atau hukum-hukum Allah, dan pintu-pintu langit
(rahmat) telah tertutup untuk mereka serta mereka tidak akan masuk ke dalam suluk2.

4. Orang-orang yang sombong adalah suatu kaum yang berlumuran dengan dosa (Al-A'raaf, 7 133),

5. Orang-orang yang sombong adalah mereka yang tidak beriman dengan hari akhirat, hati mereka
ingkar kepada Allah, dan Allah sangat membenci mereka (An Nahl, 16: 22-23);

6. Pemimpin-pemimpin yang sombong itu ialah mereka para pendusta, orang-orang yang berbuat
kezhaliman (aniaya), mengajak manusia masuk ke dalam neraka, dan mereka mendapat laknat Allah di
dunia hingga akhirat (Al-Qashshash, 28: 38-42);
7. Orang-orang yang sombong adalah mereka yang tidak ingin tunduk dan menghamba kepada h
sehingga mereka memperoleh kehinaan dan neraka jahanam (Al Mu'min, 40: 60);

8. Orang-orang yang sombong adalah mereka yang berbuat sewenang-wenang, menolak ayat-ayat Allah
tanpa alasan sehingga Allah telah mengunci mati hati. mereka (Al-Mu'min, 40: 35).

5. Suka Pamer (Riya).

Riya adalah sikap atau sifat suka menonjolkan diri un tuk mendapat pujian, yaitu memamerkan dirinya
sebagai orang yang taat dan patuh kepada Allah dengan mela kukan serangkaian ibadah, tetapi karena
mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain bukan karena ketulusan atau keikhlasannya

Mengenai hukum amal perbuatan yang bercampur dengan riya, Hujjatul Islam Iman Al-Ghazali
mengatakan, para Ulama berbeda pendapat tentang hukum amalan yang tidak ikhlas karena Allah SWT
yang bercampur dengan riya atau karena hawa nafsu, apakah ada pahala nya, atau akan mendapat
hukuman, atau tidak mem Para Ulama secara aklamasi menegaskan bahwa peroleh apa-apa. amalan
yang dilakukan karena riya semata, akan men dapat hukuman, bahkan riya itu dapat menjadi penyebab

datangnya kemurkaan dan siksaan." Nilai suatu amalan akan tergantung kepada kualitas, kemurnian dan
ketulusan yang suci dari niatnya. Dalam hal ini ada tiga kelompok, yaitu;7

1. Jika pendorong amalannya itu bersamaan dengan pen dorong nafsunya sehingga kedua-duanya sama
kuat, maka kedua-duanya harus digugurkan dan jadilah amalannya tidak berpahala dan juga tidak
berdosa;

2. Jika dorongan riya lebih kuat dan menang, maka amalnya tidak akan memberi manfaat, justru akan
memberi mudharat dan siksaan. Siksaan dalam keadaan seperti ini lebih ringan dari pada siksaan karena
amalan yang semata-mata dilakukan adalah riya,

3. Jika niat mendekatkan diri kepada Allah lebih berat atau lebih condong dibandingkan dengan
dorongan.
Riya adalah sikap atau sifat suka menonjolkan diri un tuk mendapat pujian, yaitu memamerkan dirinya
sebagai orang yang taat dan patuh kepada Allah dengan mela kukan serangkaian ibadah, tetapi karena
mengharapkan pujian dan sanjungan dari orang lain bukan karena ketulusan atau keikhlasannya

Mengenai hukum amal perbuatan yang bercampur dengan riya, Hujjatul Islam Iman Al-Ghazali
mengatakan, para Ulama berbeda pendapat tentang hukum amalan yang tidak ikhlas karena Allah SWT
yang bercampur dengan riya atau karena hawa nafsu, apakah ada pahala nya, atau akan mendapat
hukuman, atau tidak mem Para Ulama secara aklamasi menegaskan bahwa peroleh apa-apa. amalan
yang dilakukan karena riya semata, akan men dapat hukuman, bahkan riya itu dapat menjadi penyebab

datangnya kemurkaan dan siksaan." Nilai suatu amalan akan tergantung kepada kualitas, kemurnian dan
ketulusan yang suci dari niatnya. Dalam hal ini ada tiga kelompok, yaitu;7

1. Jika pendorong amalannya itu bersamaan dengan pen dorong nafsunya sehingga kedua-duanya sama
kuat, maka kedua-duanya harus digugurkan dan jadilah amalannya tidak berpahala dan juga tidak
berdosa;

2. Jika dorongan riya lebih kuat dan menang, maka amalnya tidak akan memberi manfaat, justru akan
memberi mudharat dan siksaan. Siksaan dalam keadaan seperti ini lebih ringan dari pada siksaan karena
amalan yang semata-mata dilakukan adalah riya,

3. Jika niat mendekatkan diri kepada Allah lebih berat atau lebih condong dibandingkan dengan
dorongan.

Anda mungkin juga menyukai