TB DI RUMAH SAKIT
i
ii
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………..i
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR……………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..1
BAB II PROFIL RUMAH SAKIT…………………………………………………4
BAB III ALUR PELAYANAN……………………………………………………..8
BAB IV STANDAR RUANG DAN FASILITAS………………………………….22
BAB V KESELAMATAN PASIEN………………………………………………..24
BAB VI PENGENDALIAN MUTU………………………………………………..25
BAB VII PENUTUP………………………………………………………………..26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Muhammadiyah cabang Mayong adalah salah satu bagian dari
Muhammadiyah Daerah Kab. Dati II Jepara yang mempunyai beberapa ranting
menyebar di seluruh wilayah kec. Mayong .
Pada tahun 1969 berdasarkan sejarah dan data-data yang ada bahwa
Pimpinan Muhammadiyah Cabang Pecangaan mendirikan PKU yang berada di
kecamatan Mayong ( Bulan September 1969 ).
Menurut perkembangan operasional, Balai Pengobatan PKU
Muhammadiyah Mayong dibagi menjadi 6 periode serta menggunakan ijin
operasional yang terbit dari Pemda Jepara yaitu PKU Muhammadiyah Cabang
Pecangaan di Mayong sampai pada tahun 1985.
Periode I yaitu tahun 1969 – 1975 merupakan lankah awal pengenalan Balai
Pengobatan PKU kepada masyarakat. Pada tahun-tahun tersebut keadaan
Muhammadiyah di Mayong belum memiliki banyak anggota / simpatisan.
Masyarakat belum begitu mengenal akan keberadaan BP PKU di daerah Mayong.
Periode II yaitu tahun 1975 – 1985, diasuh oleh Alm H. Abdul Madjid
dengan sabar dan mempunyai semangat yang tinggi kemudian dapat mengantarkan
PKU Muhammadiyah Mayong lebih dikenal oleh masyarakat ( periode kejayaan
tahap I ).
Periode III yaitu tahun 1985 – 1989 merupakan keadaan yang sangat
memprihatinkan / terbengkelai karena pelaksana Harian yaitu Bp.H.Abdul Madjid
meninggal dunia, sehingga operasional Balai Pengobatan PKU tidak bisa lancar
sehingga pasien yang sudah mapan menjadi bubar sampai akhirnya berhenti total.
Periode IV yaitu tahun 1991 – 2005, pada tahun 1991 bulan September
beberapa tokoh Muhammadiyah Cabang Mayong bertekad menghidupkan kembali
Balai Pengobatan PKU, sehingga bulan oktober 1991 Balai Pengobatan Umum
PKU Muhammadiyah Cabang Mayong Beroperasional kembali dengan modal
donator ( tutukan ). Dan bertempat di rumah Bp. Ali Masruri dengan menggunakan
perijinan masih yang lama. Pada tahun 1992 pengurus bertekad dan bersemangat
memperbaiki perijinan dan mendirikan gedung yang permanen, sehingga pada
bulan Juli 1992 terlaksana dengan baik dan diresmikan oleh Bp. Bupati KDH
Tingkat II Jepara ( H.Bambang Poerwadi ) dan dilanjutkan pengajian umum oleh
Bp. Drs.H. Soenardi Sahuri dari Yogyakarta.
1
Periode V yaitu tahun 2005 – 2010 adalah periode peralihan, karena pada
periode ini terdapat beberapa perubahan antara lain:
• Pengembangan status dari balai pengobatan menjadi Rumah Sakit
• Pembangunan gedung bagian keperawatan, kamar operasi, ruang
bersalin, poli spesialis dan lain-lain.
• Penambahan fasilitas antara lain USG, RO, Nebulizer, Blu Light,
Vaccum, kuret, perlengkapan operasi dan lain-lain
• Pengembangan/ rehab gedung UGD dan pagar Rumah Sakit.
• Mendapat bantuan ambulance elf dari menteri kesehatan
Tanggal 8 Februari 2011 terbit Surat Keputusan dari BPPT tentang ijin mendirikan
rumah sakit, tanggal 27 April 2011 terbit Surat Keputusan dari BPPT tentang ijin
operasional sementara rumah sakit, tanggal 7 Mei 2012 tertbit Surat Keputusan dari
BPMPTT tentang ijin operasional tetap rumah sakit. Rumah sakit PKU
Muhammadiyah juga melakukan pembangunan gedung A. Dahlan, kamar pasien
menjadi 52 tempat tidur, pembangunan ruang instalasi gizi, pembangunan ruang
pemulasaran jenazah, R. Bayi risti, ruang jenazah serta ruang IPAL.
2
c. Melakukan pemeriksaan dahak TCM dan/atau mikroskopis SP untuk
pasien terduga TB
d. Memberikan pengobatan terhadap kasus TB sesuai dengan klasifikasi
penyakit TB yang didiagnosis oleh dokter.
e. Melakukan penyuluhan terhadap pasien TB dan keluarga.
f. Melakukan penelusuran terhadap kasus TB LTFU (lost to follow up)
g. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
3
BAB II
PROFIL RS
A. Profil RS
1. Visi
Terwujudnya Rumah Sakit yang Unggul dan Islami.
2. Misi
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berorientasi pada
keselamatan pasien.
b. Mewujudkan pelayanan yang prima dan terjangkau oleh masyarakat.
c. Mewujudkan pengelolaan Rumah Sakit yang profesional.
d. Mewujudkan da’wah amar makruf nahi munkar di bidang kesehatan.
3. Tujuan
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sehingga
terwujudnya masyarakat yang utama yaitu Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun
Ghofur
4. Motto
Melayani dengan Ikhlas
5. Falsafah
Sepi ing pamrih rame ing gawe (sedikit bicara banyak kerja)
6. Nilai Dasar
Nilai dasar adalah pemilihan koridor yaitu karakter yang diperlukan dan
dipelihara agar semangat tetap dimiliki, nilai-nilai tersebut antara lain :
a. Kejujuran
b. Ketaatan terhadap Allah, Rosul dan pemimpin
c. Kecermatan
d. Ketepatan waktu
e. Ketertiban
f. Kesabaran dan ketekunan melakukan amal ibadah
g. Kesinambungan
h. Keikhlasan
i. Profesional sesuai dengan standar profesi
4
B. Struktur RS
Struktur Organisasi RS PKU Muhammadiyah Mayong berdasarkan SK MPKU Nomor
01/SK.MPKU/XI.5/B/2021, antara lain dibawah ini :
C. Identitas RS
Nama Rumah Sakit : RS PKU Muhammadiyah Mayong Jepara
Kelas Rumah Sakit :D
Kode RS : 3320089
NIB : 8120005870032
Status Akreditasi : Lulus Tingkat Paripurna Akreditasi SNARS I
Status Kepemilikan : Persyarikatan Muhammadiyah
Nama Direktur : dr. Hj. Titik Sumarni, M.K.M
Alamat : Jl. Pegadaian No 12 Mayong Jepara
Kecamatan : Mayong
Kabupaten/Kotamadia : Jepara
Propinsi : Jawa Tengah
Telphon : (0291) 4256500, Fax: (0291) 4256556
Email : rspkumuhammadiyah77@yahoo.com
Website : pkumayong.com
Jenis Pelayanan : Umum
Status Lahan : Tanah Wakaf Milik Persyarikatan Muhammadiyah
Luas Lahan : 6.612 m2
Luas Bangunan : 8.150 m2
Status Modal : Persyarikatan Muhammadiyah
Dasar Pendirian : Gerakan Sosial dan Dakwah Muhammadiyah dalam
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Kapasitas Tempat Tidur : 118 TT
5
Akreditasi : Paripurna
D. Pelayanan RS
Jenis pelayanan yang ada di RS PKU Muhammadiyah Mayong meliputi :
1. IGD 24 Jam
2. Poli Umum
3. Poli Gigi
a. Poli Gigi Umum
b. Poli Gigi Spesialis Orthodonti
c. Poli Gigi Spesialis Konservasi Gigi
4. Poli Spesialis
a. Spesialis Anak
b. Spesialis Obsgyn
c. Spesialis Penyakit Dalam
d. Spesialis Bedah
e. Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
f. Spesialis Kedokteran Jiwa
g. Spesialis Radiologi
h. Spesialis Syaraf
i. Spesialis Kulit dan Kelamin
j. Spesialis Telinga Hidung Tenggorok
k. Spesialis Paru
l. Spesialis Mata
m. Spesialis Orthopedi
5. Laboratorium 24 Jam & Bank Darah
6. Vaksin Internasional
7. Farmasi 24 Jam
8. Radiologi 24 Jam
a. Rontgen Panoramic
b. CT Scan 16 Slice
c. Rontgen Mobile
9. General Chek Up
10. Poli USG
11. Pelayanan KIA dan KB
12. Pelayanan ICU
13. Pelayanan PICU & NICU
14. Pelayanan Hemodialisa
6
15. Pelayanan Rehabilitasi Medik
a. Fisioterapi
b. Terapi Wicara
c. Terapi Okupasi
16. Pelayanan Instalasi Bedah Sentral
17. Melayani Pasien Umum
18. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
19. Jasa Raharja
20. ASABRI
7
BAB III
ALUR PELAYANAN
Unit DOTS
8
dapat pula dijumpai pada penyakit paru lainnya seperti bronkitis
kronik, asma, kanker paru dijumpai pada penyakit paru lainnya.
Orang datang ke dokter praktek swasta/ layanan kesehatan swasta
dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai terduga TB karena
prevalensi TB yang tinggi di Indonesia, temuan kasus yang rendah
sehingga pasien TB yang di obati juga rendah, masih jauh di bawah
yang sebenarnya. Semua terduga TB harus menjalani pemeriksaan
dahak secara langsung (TCM dan/atau mikroskopis). Pasien
terduga Tb juga dilakukan skrining Covid-19 guna mengetaui
adanya kejadian koinfeksi.
b. Diagnosis Pasien TB
1. Diagnosis TB paru berdasarkan temuan klinis, pemeriksaan dahak
(TCM dan/atau mikroskopis) dan pemeriksaan radiologi sebagai
penunjang.
a) Pemeriksaan Klinis
data didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yakni
gejala seperti yang diuraikan pada terduga TB. Temuan
pemeriksaan fisik bervariasi tergantung kepada berat dan
luasnya penyakit.
b) Pemeriksaan dahak
Pemeriksaan TCM dan/atau mikroskopis.
Pemeriksaan TCM berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
jika tidak tersedia akses TCM bisa menggunakan
mikroskopis. Untuk menilai keberhasilan pengobatan
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan
dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan 2
spesimen dahak, minimal 1 di antaranya harus dari dahak
pagi. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium yang memiliki
TCM dan/atau laboratorium yang memiliki pemeriksaan
mikroskopis (bagi wilayah yang tidak memiliki akses TCM).
Dahak yang diperiksa dapat sewaktu (dahak yang diambil
pada waktu berkunjung) dan pagi hari (dahak yang diambil
segera setelah bangun tidur) dalam program penanggulangan
TB nasional pemeriksaan dahak dikenal dengan pemeriksaan
SP (sewaktu dan pagi)
9
Pada pasien yang sulit mengeluarkan dahak perlu diberikan
pengarahan sebagai berikut :
1) Diajarkan cara batuk efektif dengan inspirasi (Tarik
nafas) dalam dan kemudian dibatukkan
2) Batuk pada pagi hari setelah bangun tidur
3) Cukup menelan
Pasien dengan foto toraks yang diduga TB tetap harus
menjalani pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
Pemeriksaan foto thorax perlu dilakukan pada keadaan
sebagai berikut:
10
terjadinya aerosol di laboratorium harus dilengkapi dengan APD berupa
respirator dan perlengkapan lainnya. Beberapa tindakan yang
memungkinkan terjadinya aerosol di laboratorium TB diantaranya
penggunaan sentrifus, membagi dahak dalam pot yang berbeda,
memindahkan spesimen menggunakan pipet.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis),
pembesaran kelenjar getah bening superficial pada limpadenitis TB
dan deformitas tulang belakang (gibus) pada spondilitas TB dan
lain-lain.
b. Diagnosis pasti (definitif ) sulit ditegakan sedangkan diagnosis
kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang jelas
(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis bergantung kepada metoda pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnosis, misalnya
pemeriksaan mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, radiologi
dan lain-lain.
c. Spesimen dan bagian tubuh yang sakit harus diambil untuk
pemeriksaan biakan dan histopatologi pada pasien TB ekstra paru,
jika tersedia fasilitas dan sumber dayanya
11
Dikutip dari: PNPK Tata Laksana Tuberculosis No HK.01.07/MENKES/755/2019
b. Bakteriologis:
• Hasil pemeriksaan dahak secara TCM: MTB detected atau MTB not
detected, Rif sensitive atau Rif resisten.
• Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis: BTA positif atau BTA
negatif.
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : kasus baru, kambuh dan LTFU (lost to
follow up)
12
4. Klasifikasi berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang sakit :
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan
lain-lain
5. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
13
● Pada Akhir Pengobatan
● Pemeriksaan follow up pasien TB RO menggunakan pemeriksaan
biakan dan BTA
d. Pemeriksaan TCM
● Menggunakan kartrid MTB/RIF
● Level deteksi 131 CFU/ml dahak
● Hasil pemeriksaan TCM bisa berupa:
● MTB terdeteksi dengan hasil Rifampisin berupa:
● Rifampisin Resistan terdeteksi atau hasil “Rif Res”
● Rifampisin Resistan tidak terdeteksi atau hasil “Rif Sen”
● Rifampisin Resistan Indeterminate atau hasil “Rif Indet”
● MTB tidak terdeteksi atau hasil “negatif”
● Hasil gagal yaitu invalid, no result, atau error
6. Klasifikasi Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. Kasus Baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c. Kasus putus berobat pengobatan setelah lalai (lost to follow up)
Kasus putus berobat adalah pasien yang telah berobat lebih dari 1 bulan dan
putus berobat 2 bulan atau lebih datang dengan BTA positif.
d. Kasus gagal (failure)
14
• Kasus gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan dan / atau pada akhir pengobatan.
• Pasien TB paru BTA negatif, setelah diobati pada akhir tahap awal
menjadi BTA positif.
e. Kasus Pindahan (transfer in)
Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan berobat dari UPK lain yang
memiliki register TB untuk melanjutkan pengobatan.
f. Lain-lain
Termasuk semua pasien TB yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk TB kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang (kategori 2).
2. Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.
15
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama
b) Tahap lanjutan
Paduan obat standar pasien TB kasus baru (dengan asumsi atau diketahui
pekat OAT)
4. Pemantauan respon pengobatan
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya.
Pemantauan reguler akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan
tata laksana reaksi obat yang tidak diinginkan. Semua pasien, PMO dan tenaga
kesehatan sebaiknya diminta untuk melaporkan gejala TB yang menetap atau
muncul kembali, gejala efek samping OAT atau terhentinya pengobatan. Berat
badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan
perubahan berat badan. Respon pengobatan TB paru dipantau dengan sputum
BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang
diberikan, respons terhadap pemeriksaan bakteriologis, resistensi obat dan
reaksi yang tidak diinginkan untuk setiap pasien pada kartu berobat TB.
16
a. Supervisi yang kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang
buruk.
b. Kualitas OAT yang buruk.
c. Dosis OAT dibawah kisaran yang direkomendasikan.
d. Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah kuman
yang banyak
e. Adanya penyakit komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau respons
terapi.
f. Penyebab TB pada pasien adalah M. tuberculosis resistan obat yang tidak
memberikan respons terhadap terapi OAT lini pertama.
Hasil Definisi
BTA sputum negatif atau biakan negatif pada akhir pengobatan dan
memiliki
Pengobatan
lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dantidak
memiliki bukti gagal pengobatan tetapi juga tidak memiliki hasil BTA
sputum atau
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA sputum atau biakan positif pada
Pengobatan gagal bulan
pengobatan TB
Pasien yang tidak memiliki hasil pengobatan pada saat akhir pelaporan
Tidak dievaluasi kohort
17
pengobatan, termasuk pasien yang sudah pindah ke fasilitas kesehatan lain
dan
tidak diketahui hasil pengobatannya oleh fasilitas yang merujuk pada batas
akhir
Keberhasilan
pengobatan Jumlah kasus dengan hasil pengobatan sembuh dan lengkap.
Catatan :
Pasien TB sensitif OAT yang kemudian terbukti resistan obat dikeluarkan dari
pelaporan kohort hasil pengobatan.Pemeriksaan sputum untuk biakan dan uji
kepekaan sebaiknya dilakukan untuk semua pasien dengan riwayat pengobatan
TB sebelum atau sesaat sebelum pengobatan dimulai. Pemeriksaan uji kepekaan
minimal dilakukan INH dan Rifampisin.
Tata laksana efek samping dapat dilihat pada Tabel 3.4. Efek samping
dibagi atas 2 klasifikasi yaitu efek samping berat dan ringan. Bila terjadi efek
samping yang masuk ke dalam klasifikasi berat, maka OAT dihentikan segera
dan pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi.
18
6. Pengawasan dan ketaatan pasien dalam pengobatan OAT
Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk mencapai
kesembuhan, mencegah penularan dan menghindari kasus resistan obat. Pada
“Stop TB Strategy” mengawasi dan mendukung pasien untuk minum OAT
merupakan landasan DOTS dan membantu pencapaian target keberhasilan
pengobatan 85%. Kesembuhan pasien dapat dicapai hanya bila pasien dan petugas
pelayanan kesehatan bekerjasama dengan baik dan didukung oleh penyedia jasa
kesehatan dan masyarakat.
Pengobatan dengan pengawasan membantu pasien untuk minum OAT
secara teratur dan lengkap. Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
merupakan metode pengawasan yang direkomendasikan oleh WHO dan
merupakan paket pendukung yang dapat menjawab kebutuhan pasien. Pengawas
menelan obat (PMO) harus mengamati setiap asupan obat bahwa OAT yang
ditelan oleh pasien adalah tepat obat, tepat dosis dan tepat interval, disamping itu
PMO sebaiknya adalah orang yang telah dilatih, dapat diterima baik dan dipilih
bersama dengan pasien. Pengawasan dan komunikasi antara pasien dan petugas
kesehatan akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk edukasi, identifikasi
dan solusi masalah-masalah selama pengobatan TB. Directly observed treatment
short course sebaiknya diterapkan secara fleksibel dengan adaptasi terhadap
keadaan sehingga nyaman bagi pasien.
7. Pencatatan dan pelaporan program penanggulangan TB
Pencatatan dan pelaporan adalah komponen penting dalam program nasional
TB, hal ini dilakukan agar bisa didapatkannya data yang kemudian dapat diolah,
dianalisis, diinterpretasi, disajikan serta kemudian disebarluaskan. Data yang
dikumpulkan harus merupakan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu
sehingga memudahkan proses pengolahan dan analisis data. Data program TB
diperoleh dari pencatatan yang dilakukan di semua sarana pelayanan kesehatan
dengan satu sistem baku yang sesuai dengan program TB, yang mencakup TB
sensitif dan TB RO.
19
BAB IV
STANDAR RUANG DAN FASILITAS
A. Standar Ruang
Menurut WHO tentang ventilasi ruangan :
a. Untuk pencegahan dan pengendalian infeksi yang ditransmisikan melalui
airborne,
perlu diupayakan ventilasi yang adekuat di semua area pelayanan pasien di
fasilitas
kesehatan
b. Untuk fasilitas yang menggunakan ventilasi alamiah, perlu dipastikan bahwa
angka
rata-‐rata ventilation rate per jam yang minimal tercapai, yaitu:
160/l/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan kewaspadaan airborne
(dengan ventilation rate terendah adalah 80/l/detik/pasien) contoh: Bangsal
perawatan MDR TB.
60/l/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan poliklinik rawat
jalan
2,5/l/detik untuk jalan/selasar (koridor) yang hanya dilalui sementara oleh
pasien. Bila pada suatu keadaan tertentu ada pasien yang terpaksa dirawat
di selasar Rumah Sakit, maka berlaku ketentuan yang sama untuk ruang
kewaspadaan airborne atau ruang perawatan umum
Desain ruangan harus memperhitungkan adanya fluktuasi dalam besarnya
ventilation rate.
Bila ventilasi alamiah saja tidak dapat menjamin angka ventilasi yang mem
adai
sesuai standar diatas, maka dianjurkan menggunakan ventilasi campuran.
c. Rancangan ventilasi alamiah di rumah sakit, perlu meperhatikan bahwa aliran
udara harus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke area dimana terjadi dilusi
udara yang cukup dan diutamakan ke arah luar gedung
d. Diruagan dimana dilakukan prosedur yang mnghasilkan aerosol berisi paogen
potensi menular, maka ventilasi alamiah harus paling sedikit mengikuti
rekomendasi standar point b diatas. Bila agen infeksi ditransmisikan melalui
airbone hendaknya diikuti rekomendasi point b dan c
20
B. Fasilitas
NO BARANG JUMLAH
1. Wastafel 1
2. Tempat Sampah Medis 1
3. Tisu 1
21
b. Laborat TB (Untuk Pemeriksaan Mikroskopis)
NO BARANG JUMLAH
1. BSL 1
2. Mikroskop 1
3. Objek Glass 1
4. Rak Pewarna 1
5. Rak Pengering 1
6. Bunsen 1
7. OSE 1
8. Pipet Pewarna 1
9. Hemostat/ Penjepit Objek Glass 1
10. APD 1
22
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan dan keselamatan
pasien diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat
dari unit pelayanan kesehatan.
23
4. Cara pemberian pengobatan pasien ( tahap intensif dan lanjutan )
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan fasilitas pelayanan kesehatan.
24
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU
Pemantauan Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yang
meliputi :
a. Keutuhan kemasan dan wadah
b. Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan.
c. Pengontrolan nomer batch dan tanggal kadaluarsa
Pemantauan Mutu Laboratorium. Pada prinsipnya pemantauan mutu laboratorium
berdasarkan standart pemeriksaan laboratorium.
25
BAB VII
PENUTUP
26