Paradigma Positivisme Dan Postpositivism
Paradigma Positivisme Dan Postpositivism
POSTPOSITIVISME
Diajukan sebagai tugas pada mata kuliah Etika dan Filsafat Komunikasi
Dosen :
Disusun Oleh :
M. Fahri Husin
M. Fauzan
Rina Supriana
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya berjudul “PARADIGMA POSITIVISME DAN POSTPOSITIVISME".
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Etika dan
Filsafat Komunikasi, Ibu Asriyani Sugiyanto, S.Ikom yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini
Kita ketahui paradigma penelitian merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari
proses penelitian.Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara
pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori.
Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan pemahaman tentang paradigma penelitian khususnya
untuk paradigma Positivisme dan Postpositivisme
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk proses perbaikan makalah di lain waktu.
Akhir kata, kami selaku penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini terdapat perhatian yang semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan cepat
dialami oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan masyarakat.
Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara – cara memperolehnya.
Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan.
Sampai saat ini sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan, kemenangan-
kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian
kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dan dari ilmulah kemudian mengalir arus penemuan-
penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. Sejarawan segera menyadari bahwa gagasan
ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikannya hanyalah salah satu dari sekian banyak gagasan dan
itu merupakan produk-produk dari konteks-konteks yang bersifat sementara.
Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico –
positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di dalamnya terdapat
langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi
mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian
ilmu-ilmu sosial. Dari sinilah muncul tiga paradigma penelitian penting yang kemudian kita kenal
dengan paradigma positivisme, post-positivisme dan konstruktivisme. Pada kesempatan kali ini,
Makalah hanya akan memaparkan pemahaman tentang positivisme dan post-positivisme saja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan, maka rumusan masalah terfokus pada Pemahaman
tentang paradigma penelitian Positivisme dan Postpositivisme sebagai berikut,
1. Apa Pengertian Positivisme ?
2. Apa Pengertian Postpositivisme ?
3. Apa perbedaan paradigma Positivisme dan Postpositivisme ?
A. POSITIVISME
Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat keyakinan dasar
yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk
mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara
sistematis dimulai sejak abad ke-17, ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya
mengembangkan cara pandang positivisme, yang memperoleh sukses besar sebagiamana terlihat
pengaruhnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada
dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa,
dan untuk apa. Tiga pertanyaan dasar itu kemudian dirumuskan menjadi beberapa dimensi.
a. Dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan adalah: Apa
sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable), atau apa sebenarnya hakikat
dari suatu realitas (reality). Dengan demikian dimensi yang dipertanyakan adalah hal yang nyata
(what is nature of reality?).
b. Dimensi epistemologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan adalah: Apa
sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu (inquirer) dan objek yang ditemukan (know
atau knowable)?
c. Dimensi axiologis, yang dipermasalahkan adalah peran nilai-nilai dalam suatu kegiatan
penelitian.
d. Dimensi retorik yang dipermasalahkan adalah bahasa yang digunakan dalam penelitian.
e. Dimensi metodologis, seorang ilmuwan harus menjawab pertanyaan: bagaimana cara atau
metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan?
Jawaban terhadap kelima dimensi pertanyaan ini, akan menemukan posisi paradigma ilmu untuk
menentukan paradigma apa yang akan dikembangkan seseorang dalam kegiatan keilmuan.
Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia
ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan
bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).
Dengan kata lain, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis
ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar tahhun 1825). Positivisme berakar
pada empirisme. Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist
Francis Bacon. Tesis positivise adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan fakta-
fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam perkembangannya ada tiga
positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner dan positivisme kritis.
a. Positivisme sosial
Ia merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. August Comte dan
John Stuart Mill merupakan tokoh utama positivisme ini. Sedangkan para perintisnya adalah
Saint Simon dan penulis-penulis sosialistik dan utilitarian; yang karya – karyanya juga dekat
tokoh besar dalam ekonomi : Thomas Maltrus dan David Ricardo.
c. Metodologi A. Comte
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi, tindak mengamati sekaligus
menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipothetik diperbolehkan oleh Comte. Itu
merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum dan merupakan lingkaran yang tak
berujung. Eksperimentasi menjadi metode yang kedua menurut Comte yaitu suatu proses
reguler phenomena dapat diintervensi dengan sesuatu yang lain. Komparasi dipakai untuk hal-
hal yang lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.
d. Sosiologi A. Comte
Comte-lah yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk menggantikan istilah
phisique sociale dari Quetelet. Ia membedakan antara social statics dan social dynamic.
Pembedaan itu hanyalah untuk tujuan analisis, keduanya menganalisa fakta sosial yang sama,
hanya dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban,
yang kedua menelaah perubahan-perubahan jenjang tersebut.
g. Herbert Spencer
Konsepnya diilhami oleh konsep evolusi biologik, dalam konsepnya, evolusi merupakan proses
dari sederhana ke kompleks, pengetahuan manusia menurut dia terbatas pada kawasan
phenomena. Agama yang otentik mengungkap kawasan yang penuh misteri, yang tak
diketahui, yang tak terbatas, hal mana yang phenomena tunduk kepada misteri
i. Positivisme kritis
Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan bentuk lebih kritis dalam karya-karya Ernst
Mach dan Richard Avenarius dan lebih dikenal sebagai empiriocritisisme. Fakta menjadi satu-
satunya jenis unsur untuk membangun realitas.
Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya
juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu
bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya.
Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak
mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa
observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
Auguste Comte (1798-1857) sering disebut “Bapak Positivisme“ karena aliran filsafat yang
didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, tidak khayal. Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi
menurut dia ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan.
Metode positif Auguste Comte menepatkan akal (rasio) pada tempat yang sangat penting.
Dalam usaha untuk memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini berusaha
mengetahui (lewat penelitian) penyebab terjadinya masalah tersebut untuk selanjutnya diusahakan
penyelesaiannya dengan azaz positivisme.
B. POSTPOSITIVISME
2) Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda
dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah positivisme dan memang amat
dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa
post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui
berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila
telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
ASUMSI DASAR POST POSITIVISME
2) Falibilitas Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
4) Interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase objektif
melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan senantiasa
berubah.
6) Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan
dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan.
7) Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari
sebuah keputusan.
Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi
Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum
alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan
kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara
langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu
perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data,
data, dan lain-lain
Untuk mengetahui lebih jauh tentang postpositivisme empat pertanyaan dasar berikut, akan
memberikan gambaran tentang posisi aliran ini dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan ;
Keempat, karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-
benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak
bisa diterima. Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan. Jika
kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan. Yang ingin ditekankan di sini
bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
PERBEDAAN PARADIGMA POSITIVISME DAN POST POSITIVISME
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Dalam
perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner dan
positivisme kritis.
• Positivisme sosial adalah paradigma yang berdasarkan kebutuhan masyarakat dan sejarah
• positivisme evolusioner adalah paradigma yang berdasarkan phisika dan biologi dan
digunakan doktrin evolusi biologik
• positivisme kritis adalah paradigma yang berdasarkan pada Fakta yang menjadi satu-satunya
jenis unsur untuk membangun realitas
B. SARAN
http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/filsafat-positivisme.html
http://hartono-hartonogs.blogspot.com/2012/10/paradigma-ilmu-positivisme_3909.html
http://amrinarose13.blogspot.com/2013/03/positivisme-dan-postpositivisme.html