Program restrukturisasi perusahaan di Indonesia yang mengalami kegagalan yakni pada
Astra Internasional Tbk (ASII) yang laba bersihnya terkoreksi hingga 22% menjadi Rp 3.1 triliun di akhir bulan Maret 2016. Laba turun akibat pendapatan berkurang. Menurut Presiden Direktur Astra, Prijono Sugiarto, Grup Astra mengalami penurunan pendapatan alat berat dan pertambangan serta agribisnis. Bersamaan dengan itu, terdapat penurunan kontribusi pendapatan bersih dari Toyota Sales Operations, setelah pelaksanaan restrukturisasi model distribusi dua tingkat (two-tiered), (Kusuma, 2016). Hal yang sama juga dialami oleh PT. Holcim Indonesia Tbk yang telah menyelesaikan restrukturisasi dan integrasi dengan PT. Lafarge Cement Indonesia pada tahun 2015, yang berdampak penurunan pendapatan 2.6% menjadi Rp 9.2 triliun dari Rp 9.484 triliun pada tahun 2014. Perusahaan mencatat laba sebesar Rp 175 milyar, turun dari Rp 660 milyar pada tahun 2014 (Alexander, 2016). Restrukturisasi portofolio merupakan perubahan bentuk kepemilikan dengan melakukan sell-off atau jenis aset lain yang tidak diinginkan dengan mengganti aset yang diinginkan (Maria et al., 2015). Restrukturisasi portofolio yang mengarah pada menjual lini bisnis yang kurang penting. Restrukturisasi portofolio sebenarnya rekonstruksi lini bisnis perusahaan baik dengan meningkatkan atau menurunkan melalui diversifikasi atau divestasi. Contoh perusahaan di Indonesia yang melakukan restrukturisasi portofolio antara lain adalah PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, PT. Bank CIMB Niaga dan PT. Holcim Indonesia Tbk. Restrukturisasi organisasi berawal dari adanya perubahan kebijakan sumber daya manusia (Bowman & Singh, 2013). Kebijakan sumber daya manusia di organisasi saat ini perlu diubah sesuai dengan skenario perubahan. Departemen sumber daya manusia perlu mengaktifkan manajemen perubahan. Burnes (2004) menunjukkan bahwa rasionalisasi struktur pembayaran harus dilakukan untuk menjaga ekuitas internal dan eksternal di antara karyawan, serta memotivasi mereka untuk menjadi lebih produktif. Pada dasarnya setiap perusahaan dapat memilih dan menerapkan salah satu jenis restrukturisasi, namun bisa juga melakukan beberapa jenis restrukturisasi secara keseluruhan disaat yang sama, karena aktifitas restrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan restrukturisasi, manajemen perusahaan perlu melakukan penilaian secara komprehensip atas semua permasalahan yang dihadapi perusahaan, langkah tersebut umum disebut sebagai due diligence atau penilaian uji tuntas perusahaan. Hasil penilaian ini sangat berguna untuk melakukan langkah restrukturisasi yang perlu dilakukan berdasar skala prioritasnya.