Takhalli yakni penyucian diri dari sifat-sifat tercela , dari maksiat lahir maupun
batin. Diantaranya ialah hasad (dengki), hiqd (rasa mendongkol), su’uzhan
(buruk sangka), riya’ (pamer), bukhl (kikir), dan ghadab (pemarah). Dalam hal ini
Allah berfirman: “Berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan rugilah
orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams [91]: 9-10).
2. Pengertian Tahalli
Tahalli yakni menghiasi dan membiasakan diri engan sikap perbuatan terpuji.
Dalam hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.” (Q.S. Al-Balad [16]: 90).
Tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan. Apabila
manusia mampu mengisi hatinya dengan sifat-sifat terpuji maka ia akan
menjadi cerah dan terang sehingga dapat menerima cahaya ilahi sebab hati
yang kotor tidak dapat menerima cahaya tersebut. Setelah hatinya terang,
maka segala perbuatan dan tindakannya akan dijalankan dengan niat yang
ikhlas: ikhlas melakukan ibadah kepada Allah, mengabdi kepada kepentingan
agamanya, serta ikhlas bekerja untuk melayani kepentingan keluarga,
masyarakat dan negaranya tanpa mengharap balasan apapun kecuali dari Allah.
Tahalli juga dapat diartikan sebagai usaha menghiasi diri dengan jalan
membiasakan diri bersikap dan berbuat baik. Berusaha agar dalam setiap perilakunya
selalu berjalan diatas ketentuan agama baik kewajiban yang bersifat luar atau
ketaatan lahir seperti shalat, puasa, zakat dan haji maupun ketaatan yang bersifat
dalam atau ketaatan batin seperti iman, bersikap ikhlas dan juga ridha terhadap
seluruh ketentuan Allah.
3. Pengertian Tajalli
Tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib untuk hati. Dalam hal ini kaum sufi
mendasarkan pendapatnya pada firman Allah: “Allah adalah nur (cahaya) langit
dan bumi” (Q.S. An-Nur [24]: 35). Menurut Mustofa Zahri, tajalli diartika
sebagai lenyapnya hijab dari sifat-sifat kemanusiaan, tersingkapnya nur yang
selama itu ghaib, dan lenyapnya segala sesuatu ketika muncul wajah Allah.
Sedangkan menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Munqizh min adh-Dhalal, tajalli
adalah tersingkapnya hal-hal ghaib yang menjadi pengetahuan kita yang hakiki
disebabkan oleh nur yang dipancarkan Allah kedalam hati seseorang.
Pengetahuan hakiki tersebut tidak didapat dengan menyusun dalil dan menata
argumentasi, tetapi karena nur yang dipancarkan Allah kedalam hati, dan Nur
ini merupakan kunci untuk sekian banyak pengetahuan.
Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan didalam diri manusia
supaya Ia dapat disaksiakan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga
seorang yang menerimanya akan tenggelam dalam kebaikan. Jika terjadi perbedaan
yang dijumpai dalam berbagai penyingkapan itu tidak menandakan adanya
perselisihan diantara guru sufi. Masing-masing manusia unik, oleh karena itu masing-
masing tajalli juga unik. Sehingga tidak ada dua orang yang meraskan pengalaman
tajalli yang sama. Tajalli melampaui kata-kata. Tajalli adalah ketakjuban.
a. Tajalli Af`al, yaitu tajalli Allah pada perbuatan seseorang, artinya segala
aktivitasnya itu disertai qudrat-Nya, dan ketika itu dia melihat-Nya.
b. Tajalli Asma`, yaitu lenyapanya seseorang dari dirinya dan bebasnya dari
genggaman sifat-sifat kebaruan dan lepasnya dari ikatan tubuh kasarnya.
Dalam tingkatan ini tidak ada yang dilihat kecuali hannya dzat Ash Shirfah
(hakikat gerakan), bukan melihat asma`.
d. Tajalli Zat, yaitu apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas hamba-Nya yang
mem-fana` kan dirinya maka bertempat padanya karunia ketuhanan yang bisa
berupa sifat dan bisa pula berupa zat, disitulah terjadi ketunggalan yang
sempurna. Dengan fana`nya hamba maka yang baqa` hanyalah Allah.