Abstrak
Tanaman mangga Mangifera indica merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan karena daya konsumsi buahnya yang tinggi di masyarakat.
Permintaan pasar yang tinggi mengharuskan industri pertanian buah mangga dapat
memastikan ketersediaan buah mangga berkualitas baik dan layak konsumsi di
pasar. Tanaman mangga yang dibudidayakan melalui serangkaian proses budidaya,
mulai dari tahap penanaman sampai dengan tahap pemanenan hasil buah mangga.
Proses penanaman mangga harus memperhatikan banyak hal, seperti syarat dan
kondisi tumbuh tanaman mangga, persiapan lahan dan benih tanaman mangga,
penanaman, penambahan pupuk untuk menunjang pertumbuhan tanaman mangga,
serta pengetahuan mengenai buah sebelum dan setelah panen. Tidak hanya itu,
untuk menjaga kualitas mangga dengan memperpanjang umur simpan dan
mengurangi kejadian kebusukan buah sebelum sampai ke tangan konsumen, buah
mangga juga harus melalui serangkaian proses penanganan pascapanen. Beberapa
teknologi yang sudah diteliti efektif diterapkan dalam meningkatkan kualitas buah
mangga dijelaskan pada bab ini. Teknologi pascapanen buah mangga diadopsi dalam
serangkaian penanganan pascapanen buah yang meliputi penanganan pascapanen
buah sesaat setelah dipetik, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi buah
mangga. Tanaman mangga dapat dikembangbiakan secara vegetatif menggunakan
teknik okulasi dan grafting. Tanaman mangga dapat terserang penyakit yang
disebabkan oleh hama, yang utamanya merupakan hama jamur. Sebagian kecil hama
penyakit merusak kualitas buah maupun tanaman mangga hanya dalam waktu
singkat sehingga mengakibatkan kerugian masif bagi industri pertanian mangga.
Pada bab ini dibahas beberapa penyakit akibat hama, tanda-tanda penyakit tersebut,
dan penanganan masing-masing penyakit akibat hama. Bab ini menyediakan
informasi mengenai budidaya mangga yang sudah dijabarkan secara umum di atas.
Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan referensi penulisan berasal
dari gabungan hasil penelitian-penelitian terkini.
Kata kunci: budidaya mangga, teknik budidaya mangga, panen dan pascapanen
mangga, teknologi pascapanen mangga, hama penyakit mangga.
Pendahuluan
2
3.2.2 Penanaman
Pohon Mangga (Mangifera indica) adalah salah satu tanaman buah yang
banyak digemari banyak orang dan sering dikembangbiakan entah itu di kebun atau
di halaman rumah. Namun, menanam pohon mangga bukan sesuatu pekerjaan yang
mudah. Dibutuhkan beberapa hal yang perlu dilakukan agar pohon mangga tumbuh
subur dan berbuah banyak. Mengetahui tata cara penanaman mangga yang baik
merupakan langkah awal sebelum melakukan budidaya. Keberhasilan budidaya
mangga dipengaruhi oleh bagaimana tanaman tersebut ditanam. Penanaman
mangga dapat dilakukan dengan cara perbanyakan generatif dan vegetatif.
Perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman menggunakan biji, sedangkan
perbanyakan vegetatif dengan cara menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti
batang, akar, daun untuk menghasilkan tanaman baru. Perbanyakan vegetatif dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya penyambungan (grafting), okulasi
(budding), stek (cutting), dan cangkok (layering).
Kebanyakan orang awam tahu, biji mangga merupakan cikal bakal tanaman
mangga. Menanam dari biji merupakan perbanyakan generatif yang relatif mudah
dan murah. Cara ini dapat menghasilkan varietas baru yang mungkin tidak sebaik
tanaman induknya. Tanaman dari biji mangga juga tergolong lebih kuat sehingga
memiliki umur yang lebih panjang (Chaniago et al, 2020). Tanaman baru yang
dihasilkan belum tentu memiliki sifat yang sama dengan pohon induknya. Meski
relatif mudah dan murah, cara penanaman ini sebenarnya membutuhkan waktu
yang lebih lama. Rata-rata tanaman baru bisa berbuah saat berumur 4–8 tahun
setelah ditanam. Jika ingin mendapatkan hasil buah mangga dengan ukuran besar,
dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif.
sesuai dengan umur dan ukuran pohon mangga. Jumlah pupuk mewakili rasio
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang merupakan unsur hara utama tanaman
(Fan et al, 2020). Pohon mangga yang ditanam di tanah berpasir membutuhkan
lebih banyak pupuk daripada yang ditanam di tanah liat atau lempung. Pupuk yang
menggabungkan fosfor, kalium, dan nitrogen dengan mangan, zinc, dan zat besi
dianggap yang terbaik untuk pohon Mangga. Saat mencari pupuk yang baik untuk
pohon Mangga, dapat menggunakan pupuk khusus pohon buah. Mangga biasanya
diberi pupuk sebelum berbunga, bukan saat berbunga. Memilih pupuk pohon
Mangga yang tepat akan membantu mendapatkan keseimbangan pH yang tepat
untuk tanah juga (Joseph et al, 2021). Pohon Mangga dapat menggunakan pupuk
kimia dan organik seperti kompos.
Waktu pemupukan dalam budidaya mangga harus bertepatan dengan waktu
yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hal ini terjadi segera setelah panen ketika
tanaman telah menggunakan sebagian besar cadangannya untuk pertumbuhan dan
pematangan buahnya, sehingga akan menjadi waktu yang penting untuk melakukan
pemupukan. Pupuk pertama kali diberikan pada tanah dan daun untuk
menyediakan cadangan pohon untuk pertumbuhan bunga, buah, dan pertumbuhan
vegetatif inisiasi. Direkomendasikan penerapan 50% elemen yang diperlukan segera
setelah pemangkasan dan terapkan 50% sisanya setelah berbunga. Unsur mikro
akan diterapkan dalam tiga tahap, 40% setelah panen, 30% setelah 2 bulan, dan sisa
30% setelah 2 bulan aplikasi kedua, upayakan penerapan unsur mikro di musim
hujan.
Banyaknya pemberian pupuk juga perlu diperhatikan. Untuk pohon muda,
beri pupuk sebulan sekali, untuk pohon besar tiga sampai empat kali setahun.
Kuantitas bervariasi tergantung pada ukuran pohon. Pohon muda harus menerima
setidaknya 1/4 pon pupuk per bulan tetapi tidak lebih dari 1 pon per bulan. Ambil
sampel tanah untuk menentukan tanah apa yang dibutuhkan agar pupuk yang
sesuai dapat digunakan dalam jumlah maksimum.
sampai 15 persen potasium dan 2 sampai 4 persen fosfor harus dikurangi dalam
pupuk pohon dewasa. Campuran pupuk yang tersedia secara umum yang
memuaskan untuk pohon Mangga dewasa termasuk 6-6-6 dan 8-3-9-2, angka 2
menunjukkan tambahan magnesium. Untuk mendorong pertumbuhan bunga dan
buah Mangga, pupuk nitrogen tambahan ditambahkan sebelum pohon Mangga
mulai berbunga.
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah sumber mineral yang tersedia secara alami yang
mengandung nutrisi esensial tanaman dalam jumlah sedang (Shaji et al, 2021).
Pupuk organik mampu mengurangi masalah yang terkait dengan pupuk sintetis.
Pada saat yang sama membantu kita untuk memupuk, pupuk organik
memungkinkan kita membuang semua residu organik yang kita hasilkan di rumah.
Pohon mangga mudah tumbuh secara organik karena unsur hara yang
dibutuhkannya banyak tersedia dari bahan organik.
Kotoran Sapi
Ketika kotoran sapi difermentasi dengan benar, akan menjadi salah satu
sumber nutrisi terbaik untuk pohon buah ini (Jomnonkhaow et al, 2021). Kotoran
sapi akan membantu dalam pertumbuhan dan pertumbuhan bunga yang sehat.
Kotoran sapi tidak diragukan lagi menjadi salah satu pupuk organik terlengkap.
Kotoran sapi mengandung jumlah nitrogen, fosfor, dan potasium yang baik.
Emulsi Ikan
Emulsi ikan adalah pilihan yang bagus jika tidak keberatan dengan bau ikan
di sekitar tanaman Mangga. Emulsi ikan dapat ditemukan di penjual bibit atau
membuat sendiri di rumah dengan mudah. Emulsi ikan adalah sumber organik yang
baik untuk fosfor dan kalium, sehingga sangat cocok digunakan sebagai pupuk
pohon Mangga (Exley, 2018). Emulsi ikan adalah pupuk alami cair yang biasanya
memiliki rasio nitrogen/fosfor/kalium 5-3-3. Jika emulsi ikan diberikan setiap 2
minggu dalam cuaca panas, pohon Mangga Anda akan terus tumbuh. Pupuk kimia
dapat membakar pohon muda, jadi emulsi ikan adalah pilihan yang baik, terutama
untuk satu atau dua tahun pertama kehidupan pohon. Sebagai campuran tambahan
pupuk emulsi ikan Anda dapat menggunakan batuan fosfat, guano, tepung darah,
atau tepung tulang untuk menyediakan fosfor. Sedangkan rumput laut atau kalium
sulfat untuk menyediakan kalium.
Fosfor (P), penting dalam pematangan biji, bunga, dan buah. Fosfor berkontribusi
pada pembentukan dan pertumbuhan akar dan memainkan peran penting dalam
ketahanan kekeringan.
Potassium atau Kalium (K), menentukan pertumbuhan seluruh tanaman,
memungkinkan akar dan batang dan memungkinkan benih, buah, dan daun tumbuh.
Kalium memberikan ketahanan terhadap hama dan penyakit, membantu sirkulasi
nutrisi lain di sekitar tanaman, dan mengatur fungsi tanaman.
1. Penjarangan buah
2. Pembungkusan buah
Pembungkusan buah mangga berfungsi untuk meningkatkan kualitas
dari buah mangga dan melindungi buah dari serangan hama lalat dan
kelelawar. Pembungkusan buah dapat dilakukan dengan menerapkan
teknologi pemangkasan bentuk berkanopi pendek, dengan kanopi pendek,
pembungkusan buah akan mudah dan lebih efisien untuk dilakukan
(Kementerian Pertanian, 2021). Untuk bahan pembungkus buah disarankan
berbahan transparan agar memudahkan dalam penentuan waktu panen
yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Apabila pembungkusan buah tidak
menggunakan bahan transparan maka harus menghitung jari ketika panen,
dengan menghitung sejak penjarangan buah dan pembungkusan buah.
Kekurangan dari bahan pembungkus buah yang tidak transparan adalah
untuk buah mangga yang punya warna eksotis akan mengalami penurunan
atau pemudaran tampilan warna pada buah. Pembungkus buah transparan
10
dapat berupa plastik bening atau kantung kain berbahan nilon berpori yang
sangat tipis, berwarna bening dan terdapat lubang di bagian kantung atas
agar bisa dimasukkan tali pengikat. Penggunaan plastik kresek transparan
disarankan dengan menggunakan kertas transparan untuk menghindari
embun pada kulit buah mangga ketika hujan, kemudian ujung plastik diberi
lubang untuk menghindari air tersimpan di dalam plastik. Untuk kantung
kain berbahan nilon tidak perlu dilapisi oleh kertas.
Radiasi UV-C
Teknologi ini tidak memanfaatkan panas, melainkan gelombang ultraviolet
dengan panjang gelombang 190-280 mm. Radiasi UV-C merupakan salah satu
teknologi pascapanen yang digunakan dengan tujuan meningkatkan kualitas buah
dan memperpanjang masa penyimpanan hasil panen buah dan sayuran. Radiasi UV-
C dengan panjang gelombang 254 nm mempertahankan kualitas mangga varietas
chokanan dengan memperpanjang masa penyimpanan sampai dengan 15 hari.
Penelitian masa kini mengenai penggunaan radiasi UV-C sebagai teknologi
pascapanen mangga menunjukan bahwa perlakuan tersebut meningkatkan
akumulasi senyawa fitokimia seperti antioksidan. Radiasi UV-C dengan panjang
gelombang 250-280 nm diberikan kepada mangga varietas tommy atkin. Hasilnya,
buah mangga tersebut menyimpan lebih banyak jumlah kandungan fenol dan
flavonoid selama 15 hari masa penyimpanan pada suhu 5°C.
Radiasi UV-C meningkatkan kualitas fisiologis buah pascapanen dengan
mempengaruhi aktivitas enzimatis buah tersebut. Radiasi UV-C pada kekuatan 4.93
kJ/m2 menurunkan laju respirasi mangga varietas nam dok mai si thong yang
kemudian disimpan selama 20 hari di suhu 14°C. Penelitian terkini
mendemonstrasikan radiasi UV-C terhadap potensinya dalam menginhibisi penyakit
pada buah pascapanen. Penggunaan radiasi UV-C secara in vitro menunjukkan
perlakuan UV-C 20 kJ m−1 berhasil mereduksi aktivitas pertumbuhan miselium
Colletotrichum gloeosporioides dan Botryosphaeria dothidea. Pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Listeria innocua pada mangga varietas tommy atkins menurun
setelah diberikan radiasi UV-C 2.064 kJ/m2 selama 5 menit.
Teknik Okulasi
Mengembangbiakan mangga dengan cara vegetatif menjadi suatu upaya
dalam meningkatkan kualitas mutu bibit mangga. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan teknik okulasi. Para petani menggunakan teknik okulasi agar
mendapatkan bibit mangga yang unggul dan berkualitas. Teknik okulasi (budding)
disebut juga sebagai penempelan. Teknik okulasi menghasilkan satu kesatuan
tanaman utuh yang merupakan hasil dari penggabungan dua bagian tanaman dan
akan tumbuh menjadi satu tanaman ketika bekas tautan atau luka sambungannya
telah mengalami regenerasi jaringan (Nugroho et al, 2021).
Teknik okulasi memerlukan dua bagian tumbuhan, yaitu bagian bawah dan
bagian atas. Batang bawah adalah bagian bawah yang memiliki perakaran dan
menjadi penerima sambungan. Entres (scion) atau satu potongan mata tunas yang
akan ditempelkan disebut batang atas. Pada pengembangbiakan vegetatif teknik
okulasi, keberhasilan perbanyakannya ditentukan oleh mata tempel atau mata
tunas. Indukan pohon yang digunakan untuk pengambilan mata tunas adalah pohon
yang sudah cukup tua, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Persemaian yang
digunakan sebagai batang bawah adalah persemaian dengan tinggi ± 30 cm dan
sudah berumur 4 bulan.
17
Sambung Pucuk
Sambung pucuk atau grafting dapat didefinisikan sebagai suatu cara
perbanyakan/pengembangbiakan vegetatif dengan waktu perbanyakan sedini
mungkin ketika batang bawah masih berukuran kecil. Langkah pertama dalam
melakukan sambung pucuk adalah dengan menyediakan batang bawah yang
memiliki perakaran kuat sebagai calon pangkal pohon. Batang atas yang nantinya
menjadi pohon induk juga harus memenuhi persyaratan. Tujuan dari dilakukannya
sambung pucuk adalah supaya tanaman dapat cepat bereproduksi serta perbaikan
sifat batang atas. Faktor tanaman seperti kondisi tumbuh, genetik, dan panjang
entris; faktor orang yang terampil dalam melakukan sambung pucuk; dan faktor
lingkungan seperti cuaca, kesterilan alat, waktu pelaksanaan sambung pucuk
menjadi pengaruh utama keberhasilan metode sambung pucuk dalam produksi bibit
mangga (Maulana et al, 2020).
18
Powdery Mildew
Powdery mildew atau embun tepung adalah penyakit tanaman mangga yang
disebabkan oleh jamur Pseudoidium anacardii. Persebaran penyakit akibat hama ini
sangat luas di banyak negara Asia (Bangladesh, India, Sri Lanka, Burma, Nepal,
Pakistan), Timur Tengah (Yunani, Iran, Turki, Israel, Palestina, dan Lebanon), Afrika
(Tanzania, Kenya, Afrika Selatan, Mesir, Rhodesia, Kongo), Amerika (Cuba, Colombia,
Brazil, Venezuela, Peru, California, Mexico, Florida), dan Australia (Nasir et al, 2014).
Tanda tanaman mangga terserang hama embun tepung dapat diamati dari daun,
bunga dan buahnya. Jamur mula-mula akan menyerang jaringan muda semua bagian
tumbuhan, daun dan tangkainya, bunga, kuncup bunga, dan buah yang masih berada
pada pertumbuhan awal.
19
Antraknosa
Terdapat beberapa spesies jamur yang menjadi penyebab penyakit
antraknosa, diantaranya Colletotrichum gloeosporoidoides, C. asianum, C. siamense, C.
fruticola, dan C. tropicale (Karunanayake & Adikaram, 2020). Spesies hama
penyebab antraknosa pada tanaman mangga yang utama adalah Colletotrichum
gloeosporoidoides. Tanda-tanda penyakit ini dapat teramati di daun, tangkai daun,
ranting, bunga, dan buah. Pada daun, tanda yang dapat teramati berupa spot
berwarna cokelat atau cokelat tua berbentuk oval atau tidak beraturan dalam
berbagai ukuran menyebar di atas permukaan daun. Pada kondisi lembab, jamur
dapat tumbuh dengan cepat membentuk area nekrotik longitudinal berwarna
cokelat berdiameter 20-25 mm.
Tangkai daun yang terinfeksi hama ini berubah warna menjadi abu-abu atau
cokelat. Daun yang melekat padanya menjadi terkulai, mengering perlahan, diikuti
20
dengan pengguguran daun. Di sepanjang tangkai daun juga teramati munculnya area
nekrotik hitam. Bintik hitam kecokelatan muncul di tangakai bunga dan bunga
mangga akibat infeksi hama ini. Lama-kelamaan bunga mengering dan gugur
meninggalkan semacam bentuk lonjakan pada tangkai bunga. Buah mangga yang
masih berada di pohon belum menunjukkan tanda infeksi. Pembusukan buah
sebagai efek infeksi hama ini baru berkembang pada proses pascapanen buah
seperti pada saat penyimpanan buah.
Hama penyakit antraknosa merupakan salah satu hama yang peristiwanya
paling sering terjadi dalam industri pertanian buah mangga sehingga penanganan
hama antraknosa sudah banyak diteliti dan berhasil diterapkan atas tujuan untuk
mengurangi angka kerugian akibat hama ini. Diantara aplikasi modern penanganan
hama antraknosa akibat jamur C. gloeosporoidoides adalah penggunaan minyak timi,
kontrol hama menggunakan ragi antagonis Debaryomyces nepalensis, penggunaan
asam salisilat, Cacl2, dan ragi Metschnikowia pulcherrima, dan penanganan oksida
nitrat. Penelitian oleh Perumal et al (2017) mengenai efek penggunaan uap minyak
esensial pada respon pertahanan buah mangga terhadap penyakit antraknosa
menyarankan penggunaan minyak timi (thyme oil) dalam mengurangi kejadian dan
keparahan serangan antraknosa dan stem end rot. Penelitian lain menyebutkan
penggunaan ragi antagonis Debaryomyces nepalensis dalam fungsinya sebagai
kontrol C. gloeosporioides dapat berkontribusi pada manajemen penyakit
terintegrasi akibat patogen ini (Zhou et al, 2018).
Aplikasi asam salisilat, CaCl2, dan ragi Metschnikowia pulcherrima mencegah
pertumbuhan patogen jamur C. gloeosporoidoides, menurunkan index pembusukan,
dan menghambat pelunakan buah. Lebih lanjut, kombinasi dari penggunaan
ketiganya dinilai lebih efektif dibandingkan dengan penggunaannya secara terpisah
(Yuan-zhi et al, 2019). Penggunaan ketiganya juga disarankan untuk memelihara
serta memperpanjang umur buah mangga pasca panen. Selain itu, terdapat
penanganan oksida nitrat yang diteliti secara efektif menekan perkembangan luka
pada buah mangga yang terinfeksi C. gloeosporoidoides. Penanganan oksida nitrat
tidak menunjukkan aktivitas antijamur melainkan menyebabkan peningkatan
aktivitas enzim yang memberikan efek pertahanan terhadap hama termasuk
diantaranya enzim PAL, C4H, POD, GLU, dan CHT. Penanganan dengan oksida nitrat
juga meningkatkan akumulasi jumlah total kandungan fenolik, flavonoid, dan lignin
yang dapat berkontribusi pada inhibisi patogen (Hu et al, 2014) (Sudheeran et al,
2021).
Dieback
Penyakit tanaman mangga satu ini termasuk salah satu penyakit mematikan
bagi tanaman mangga karena dalam waktu singkat dapat menyebabkan kerusakan
serius pada pohon dan mematikan produktivitasnya. Spesies jamur dari famili
Botryosophaeriaceae seperti Lasiodiplodia hormozganensis, L. egyptiacae, dan L.
iraniensis merupakan asosiasi penyebab dieback di negara Iran, Australia, dan Mesir.
Asosiasi spesies jamur lain, seperti Diplodia sp., Neofusicoccum ribis, Ceratocystis sp.,
dan Botryosphaeria dothidea juga ditemukan menjadi penyebab dieback di belahan
dunia lain (Saeed et al, 2017). Hama penyebab dieback dapat menyerang kapanpun,
tetapi lebih terlihat saat terjadi di bulan Oktober dan November (Misra & Pandey,
2015).
Tanda-tanda serangan hama ini dapat teramati di semua jaringan tumbuhan,
termasuk daun, ranting, dan ujung apikal. Ketika jamur menyerang bagian daun,
susunan daun akan menggulung ke atas serta mengakibatkan warnanya berubah
menjadi kecokelatan. Lebih lanjut, tampilan daun seperti hangus terbakar akan
teramati diikuti dengan gugurnya daun-daun tersebut. Ranting-ranting pohon akan
mengalami kekeringan dari atas ke bawah terutama pada pohon yang sudah tua.
Pada ranting hijau yang masih muda, ditemukan pusat-pusat seperti tambalan
berwarna hitam. Tambalan itu kemudian meluas menghasilkan kematian ranting
muda. Perubahan warna menjadi hitam ataupun cokelat bukan hanya ditemukan
pada ranting dan daun, jaringan kayu pada batang juga teramati warnanya berubah
dan mengalami kekeringan. Cabang dan ranting memunculkan pola retakan.
Untuk menangani penyakit dieback, praktik hortikultural tradisional dapat
diterapkan dalam menghadapi serangan jamur. Secara umum, minimalisasi praktik
perbanyakan vegetatif yang mengakibatkan pembentukan luka pada bagian
tanaman dapat menjadi langkah preventif serangan hama ini. Pemangkasan bagian
tanaman sepanjang 7-10 cm di bawah titik pusat infeksi diikuti dengan pembakaran
bagian tersebut dapat dilakukan ketika infeksi belum menyebar terlalu luas. Setelah
dipangkas, langkah tersebut bisa diikuti dengan penyemprotan campuran Bordeaux
atau tembaga oksiklorida 0,3% pada ujung pemotongan. Kontrol biologis seperti
Trichoderma spp. juga dapat diterapkan dalam mengurangi peristiwa penyakit
dieback baik pada kondisi in vitro maupun kondisi lapangan (Saeed et al, 2017).
Gummosis
22
DAFTAR PUSTAKA
Bambalele, N. L., Mditshwa, A., Magwaza, L. S., & Tesfay, S. Z. 2021. Recent Advances
on Postharvest Technologies of Mango Fruit: A Review. International of Fruit
Science, 21(1), 565-586.
Bangerth, F. 2006. Flower induction in perennial fruit trees : still an enigma?.
ActaHort727 : 176-196
Basuno, B., et al. Standar Operasional Prosedur (SOP) produksi benih mangga
(Mangifera indica L.). 2017
Chako, E.K. 1991. Mango flowering still an enigma. Acta Hort 291: 12-21.
Chaniago, E., Lubis, A., Ani, N. and Hariani, F. 2021. Pelatihan dan Penyuluhan
Pembibitan Tanaman Buah di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Derma Pengabdian Dosen Perguruan Tinggi
(Jurnal DEPUTI), 1(1), 10-13.
Davenport, T.L. 2009. Reproductive physiology. In: Litz, R.E, The Mango: Botany
Production and Uses, 2 nd edition. CAB International, Wallingford, UK. p 97-
169
Direktorat Buah dan Florikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian
Pertanian. 2021. Buku Lapang Budidaya Mangga. Jakarta: GedorHorti
Exley, R. (Ed.). 2018. Vanilla production in Australia. Handbook of Vanilla Science
and Technology, 147-156.
Fan, Y. N., Zhang, Y., Hess, F., Huang, B., & Chen, Z. 2020. Nutrient balance and soil
changes in plastic greenhouse vegetable production. Nutrient Cycling in
Agroecosystems, 117(1), 77-92.
Gava, C. A. T., Pereira, C. A., Tavares, P. F. S., & Paz, C. D. 2022. Applying antagonist
yeast strains to control mango decay caused by Lasiodiplodia theobromae
and Neofusicoccum parvum. Biological Control, 170, 104912.
Hu, M., Yang, D., Huber, D. J., Jiang, Y., Li, M., Gao, Z., & Zhang, Z. 2014. Reduction of
postharvest anthracnose and enhancement of disease resistance in ripening
mango fruit by nitric oxide treatment. Postharvest Biology and Technology,
97, 115-122.
24
Jomnonkhaow, U., Uwineza, C., Mahboubi, A., Wainaina, S., Reungsang, A., &
Taherzadeh, M. J. 2021. Membrane bioreactor-assisted volatile fatty acids
production and in situ recovery from cow manure. Bioresource Technology,
321, 124456.
Joseph, S., Cowie, A. L., Van Zwieten, L., Bolan, N., Budai, A., Buss, W., ... & Lehmann, J.
2021. How biochar works, and when it doesn't: A review of mechanisms
controlling soil and plant responses to biochar. GCB Bioenergy, 13(11), 1731-
1764.
Karunanayake, K. O. L. C., & Adikaram, N. K. B. 2020. Response of endemic Mangifera
zeylanica (blume) Hook. f. fruit to common postharvest pathogens of
cultivated mango (Mangifera indica L.) fruit in Sri Lanka. Ceylon Journal of
Science, 50(1), 75-82.
Maulana, O., Rosmatini, & Syahril, M. 2020. The Success of Linking the Shoots of
Several Varieties of Mango (Mangifera indica) with Different Entres Lengths.
Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian, 5(1), 2548-7841.
Misra, A. K., & Pandey, B. K. 2015. Integrated Disease Management Practices in
Mango. Techincal Bulletin no. 12 Central Institute for Subtropical Horticulture.
Nasir, M., Mughal, M. S., Mukhtar, T., Awan, M. Z. 2014. Powdery mildew of mango: A
review of ecology, biology, epidemiology and management. Crop Protection,
64, 19-26.
Ntsoane, M. L., Zude-Sasse, M., Mahajan, P., & Sivakumar, D. 2019. Quality
assessment and postharvest technology of mango: A review of its current
status and future perspectives. Scientia Horticulturae, 249, 77-85.
Nugroho, A. A. D., Diwa, D. W., Hesthiati, E. & Waluyo, T. 2021. Perbanyakan Bibit
Tanaman Mangga (Mangifera indica L.) dengan Teknik Okulasi di Desa
Tulusrejo, Lampung. Prosiding Seminar Nasional Faperta 2021, 118-129.
Patel, K. K., Khan, M. A., Kumar, Y., & Yadav, A. K. 2019. Novel Techniques in Post
Harvest Management of Mango- An Overview. South Asian J. Food Technol.
Environ, 5(2), 821-835.
Perumal, A. B., Sellamuthu, P. S., Nambiar, R. B., & Sadiku, E. R. 2017. Effects of
Essential Oil Vapour Treatment of the Postharvest Disease Control and
Different Defence Responses in Two Manggo (Mangifera indica L.) Cultivars.
Food Bioprocess Technology, 10, 1131-1141.
Ramadani, Hadi, A., & Istiqomah, N. 2017. Karakterisasi Morfologi Mangga Podang
(Mangifera indica L.) Berdasarkan Lingkungan Mikro dari Lima Kecamatan
di Kabupaten Kediri. Seminar Hayati V Tahun 2017
Ravishankar H. 2014. Assimilate partitioning and transformations in some perennial
fruit crops with due focus on mango (Mangifera indica L.) : dynamics of
shoot-root communication in reproductive phenologyan appraisal. National
Seminar-cumWorkshop on Physiology of Flowering in Perennial Fruit Crops.
Roslinda, E., Diba, F., & Prayogo, H. 2022. Pelatihan Pembibitan secara Generatif dan
Vegetatif bagi Petani di Kelurahan Setapuk Besar, Kota Singkawang.
Agrokreatif: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 8(2), 212-219.
Saeed, E. E., Sham, A., AbuZarqa, A., Al-Shufara, K. A., Al Naqbi, T. S., Iratni, R., El-
Tarabily, K., & AbuQamar, S. F. 2017. Detection and Management of Mango
25