Anda di halaman 1dari 8

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING


Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA: MASA DEPAN DAN TANTANGANNYA

Hari G. Soeparto1, Bambang Trigunarsyah2

ABSTRAK: Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, industri konstruksi nasional belum siap
menghadapi persaingan dalam globalisasi dan perdagangan bebas, perbaikan struktur industri,
kemampuan pengelolaan usaha konstruksi, kapasitas individuil pekerja dan profesional konstruksi,
efisiensi usaha dan pemerintahan perlu dilakukan dengan segera, karena kalau tidak maka industri
konstruksi nasional akan menghadapi ancaman yang serius dari para kompetitor asing. Diperlukan
usaha bersama dan sungguh-sungguh diantara pelaku jasa konstruksi nasional dengan koordinasi yang
baik dan diinisiasi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional yang sekaligus juga harus
berani mereformasi dirinya menjadi lembaga kerjasama dibidang industri konstruksi nasional
(lembaga kolaborasi) sehingga struktur industri ini dapat menjadi lebih efisien dan efektif mampu
membuat industri konstruksi nasional bergairah dan berdaya saing tinggi secara global. Pemahaman
mengenai aturan-aturan perdagangan bebas sangat diperlukan sehingga dapat dimanfaatkan
peluangnya, dikurangi ancamannya untuk meningkatkan kekuatannya dan mengurangi
kelemahannya. Bila dilakukan strategi yang tepat industri konstruksi nasional akan dapat menjadi
tulang punggung pembangunan nasional.

KATA KUNCI: globalisasi, perdagangan bebas, daya saing, lembaga kolaborasi.

1. LATAR BELAKANG

Sebagai dampak keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian GATS (General Agreement on Trade of
Sevices) -WTO (World Trade Organization) hasil dari pertemuan Uruguay 1994 (Uruguay Round)
(Gallagher 2000) dan telah diratifikasi oleh parlemen, persaingan global tidak dapat dihindari lagi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Tim Pengembangan Industri Konstruksi Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) pada bulan Juni 2004 yang melibatkan para
pelaku industri, dilanjutkan dengan penelitian oleh Agung Budiwibowo (Budiwibowo 2005), pada
saat ini industri konstruksi nasional belum siap benar untuk menghadapi perdagangan bebas.
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas dan globalisasi harus disikapi dengan tepat
bagaimana memanfaatkan segi-segi positifnya dan meminimalkan dampak buruknya bagi
kepentingan Industri konstruksi nasional. Dengan pengalaman melaksanakan berbagai proyek di
tanah air industri konstruksi telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ekonomi nasional.
Sektor industri yang sehat dan efisien akan berdampak dua arah yakni mendukung daya saing industri
yang lain dan meningkatkan daya saing industri konstruksi itu sendiri. Akan tetapi kelemahannya
dalam kenyataannya Indonesia masih kekurangan tenaga terampil dan profesional dan sistem
pembinaan keahlian yang belum tertata rapi, struktur industri, efisiensi usaha dan pemerintahan,
pengelolaan usaha konstruksi memerlukan perbaikan yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak akan
menghambat pertumbuhan industri konstruksi.

1 Ketua Umum Ikatan Ahli Manajemen Proyek Inonesia, Ir , MT, PMP, Mahasiswa Pascasarjana Program S3 FT UI.
2 Kepala Jurusan Teknik Sipil Universitas Indonesia, Ir, PhD, PMP, Dosen Pascasarjana FT UI.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

2. TUJUAN PEMAPARAN

Maksud pemaparan ini adalah untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi
konstruksi nasional saat ini, tantangan dan masalah yang dihadapi dan masa depannya.

3. KERANGKA PEMBAHASAN

Untuk membandingkan masa sekarang dan masa depan diperlukan ditetapkannya suatu kerangka
pembahasan, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah dapat dibandingkan antara apa yang
telah terjadi di masa sekarang, di masa lalu dan masa depan. Untuk itu dipilih kerangka pembahasan
sebagai berikut (Porter 1985; Porter 1990; Porter 1998):

Tabel 1. Variabel yang ditinjau

Kondisi Faktor. Kondisi Struktur & Persaingan.


Perburuhan Spesialisasi.
Efisiensi Usaha Ukuran Perusahaan.
Efisiensi Pemerintahan
Pendidikan Lembaga Kerja sama
Kondisi Industri Pendukung. Kondisi Demand.
Bahan Bangunan Tingkat Tuntutan
Transportasi Besar Pasar.

Kemampuan perusahaan:
IT
Teknologi
Sumbe Daya Manusia
Keungan dan Pendanaan
Manajemen Proyek
Logistik dan Pengadaan

4. PERMASALAHAN

Kondisi Saat ini


Industri konstruksi sebagai penyumbang GDP (gross domestic product) yang cukup besar 6-7% (BPS-
2002) dan penyedia lapangan kerja yang sangat dominan sekitar 4 juta tenaga kerja (BPS-2002)
seharusnya dapat berkembang dengan pesat dan penuh gairah. Kenyataannya industri konstruksi
belum tumbuh secara sehat dan bergairah sehingga masih belum mampu menjadi andalan bagi
ekonomi nasional, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang masih cukup
menderita akibat dampak tersebut terbukti dengan penurunan yang sangat tajam pada saat krisis
sampai sekarang belum pulih benar belanja pembangunan dari total sekitar 25 triliyun rupiah turun
sampai sekitar 7 triliyun rupiah pada tahun 1999 dan mulai berangsur-angsur naik sejak tahun 2000.
Keterpurukan itu tentu akan mengurangi kesempatan industri konstruksi untuk menyiapkan diri dalam
menghadapi globalisasi yang terus mendekat dan akan berlaku secara penuh tahun 2020, sementara itu
secara progressive pemerintah harus melonggarkan ketentuan pembatasan sesuai aturan yang telah
disepakati dalam WTO.

Kondisi Faktor
Pekerja dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi para pekerja kosntruksi dan
profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi keahlian yang belum terbakukan dan
belum tuntasnya kesepakatan saling pengakuan secara internasional sehingga tidak dapat menikmati
kesempatan kerja secara antar negara (crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled labour dengan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

upah yang rendah. Pada saat ini asosiasi profesi sedang mencoba untuk membenahinya dengan
melakukan koordinasi yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, asosiasi profesi dan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu tinggi,
mengakibatkan biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan usaha secara umum
belum efisien. Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor prasarana, seperti telekomunikasi,
jalan, jembatan, pelabuhan udara serta pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan
karena dana yang masuk umumnya dari luar negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi
jasa konstruksi nasional, kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi dari negara
masing-masing, kalau diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu
mampu bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat terutama
pengalaman dan kekayaan perusahaan (networth). Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan
Lembaga Kerja sama, penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang, baik dari sektor
pemerintah maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan tinggi, pelaku usaha,
asosiasi dan Lembaga Pengembangan Konstruksi Nasional maupun daerah masih belum efektif.
Efisiensi Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih belum tinggi dan masih sangat perlu
ditingkatkan. Pendanaan, pendanaan konstruksi selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu modal
asing, ekspor kredit, project financing, kredit perbankan, modal dalam negeri dan anggaran
pemerintah. Pendanaan dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk
proyek-proyek infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar yang
diacu adalah standar ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan tetapi
belum semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan konstruksi disusun
oleh Badan Badan Terpisah yang sekarang dilebur menjadi Standardisasi Industri Indonesia (SII).

Kondisi Struktur Dan Persaingan


Jumlah perusahaan yang bergerak sebagai kontraktor spesialis belum seimbang dengan perusahaan
generalis, demikian juga jumlah perusahaan besar dan kecil masih timpang sehingga struktur
persaingannya belum sehat.

Kondisi Industri Pendukung


Industri Bahan Bangunan sudah tersedia dengan jenis yang beranekaragam dan harga yang cukup
berdaya saing. Industri Transportasi merupakan penunjang yang penting bagi industri konstruksi
seirama dengan kondisi prasarana transportasi nasional yang belum cukup memadai industri
transportasi masih menjadi kendala bagi industri konstruksi.

Kondisi Demand
Tuntutan pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan belum seragam.
Besar pasar, pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi krisis pada tahun 1998 dan
mulai merambat naik sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan tersebut akan mampu menggairahkan
kembali kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang
tertunda semasa krisis, pembangunan apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak, proyek-
proyek baru kebanyakan bangunan komersial. Sementara proyek-proyek energi juga masih berjalan
tetapi investasi di bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan
regional, Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara tetangga yang
tergabung baik dalam AFTA maupun APEC, karena pengusaha jasa konstruksi lebih mengutamakan
pasar dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak terlalu beresiko. Demand supply, demand-
supply pada tahun 2003 adalah supply yang dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46 triliun,-
demand antara yang dihasilkan industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga nilai
tambah brutonya adalah Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003).

Kemampuan perusahaan
Information Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh
perusahaan-perusahaan konstruksi nasional. Teknologi, penerapan dan pengembangan teknologi
dirasakan kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi dibanding dengan negara
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

berkembang lain, Sumber Daya Manusia, kompetensi sumberdaya dalam bidang Manajemen Usaha,
Manajemen Proyek, Profesional, dan tenaga terampil belum standar dan belum merata., Keuangan
dan Pendanaan, kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen
Proyek, Secara umum penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya
dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan
outsourcing internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan negosiasi.

5. TANTANGAN YANG DIHADAPI

Masalah Produktivitas Kinerja dan Project Delivery


Masa depan industri konstruksi Indonesia sangat tergantung kepada kemampuannya untuk
mengantisipasi, membangun dirinya dan tanggapannya terhadap masalah-masalah pokok, tantangan
dan peluang. Masalah paling besar yang sedang dihadapi adalah masalah globalisasi, desentralisasi,
penggunaan teknologi informasi, penataan dan pengembangan tenaga kerja profesional, kekurangan
tenaga terampil dan kurangnya kolaborasi diantara pelaku jasa konstruksi nasional sehingga
produktivitasnya rendah sesuai dengan data-data Badan Pusat Statistik dan hasil penelitian yang
dilakukan sehingga daya saingnya masih rendah (Budiwibowo 2005). Industri konstruksi nasional
secara sektoral masih mengalami kendala dan kelemahan dibidang organisasional, dan struktural.
Secara individual perusahaan masih kurang memuaskan baik dari sudut schedule performance index,
cost performance index dan compliant terhadap persyaratan, akibat dari kelemahan organisasi dan
management, penerapan ICT , research dan pengembangan serta kelemahan dalam bidang
pendanaan

Penelitian dan Pengembangan


Kegiatan research dan pengembangan sangat rendah dan boleh dikatakan hampir belum tersentuh
oleh kebanyakan pelaku usaha jasa konstruksi, baik dalam bidang manajemen proyek, manajemen
konstruksi, construction engineering, information communication technology, apalagi material
engineering. Ini disebabkan karena persaingan yang terlalu ketat sehingga profit margin-nya sangat
tipis, dan struktur yang kurang sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan investasi di
bidang penelitian dan pengembangan apalagi bagi perusahaan kecil. Usaha-usaha yang tidak
terkoordinir dari berbagai sektor dalam bidang penelitian dan pengembangan yakni sektor
perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi makin memperparah kondisi kekurangan dana riset dan
pengembangan.

Peluang Dalam Privatisasi


Perusahaan Jasa kontruksi nasional belum mampu mengambil kesempatan dari privatisasi di dalam
maupun di luar negeri yang seharusnya merupakan potensi pasar konstruksi yang cukup besar.
Tambahan lagi perusahaan Indonesia kurang mempunyai kemampuan in-house dalam ”design-build-
operate-maintain” dan belum menganggap kemampuan ini sebagai satu keperluan. Sehingga
kesempatan ini banyak diambil oleh kontraktor asing.

Globalisasi dan Perdagangan bebas


Tantangan yang dihadapi industri konstruksi adalah kesiapan dalam menghadapi era persaingan bebas
global. Seperti telah disampaikan di atas globalisasi dan perdagangan bebas merupakan tantangan
besar dan akan menjadi masalah bagi industri konstruksi nasional bila tidak segera dilakukan
tindakan yang memadai untuk meningkatkan produktivitas industri konstruksi nasional.

Penyebab
Berdasarkan survey didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut
terutama karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan teknologi yang
masih rendah, 3). kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi (belum ada kerja sama
dalam pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja sama pemasaran, kerja sama
pengembangan dan penelitian), 4). belum berfungsinya secara maksimal lembaga untuk kerjasama
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

antar pelaku jasa konstruksi, pemerintah maupun perguruan tinggi, 5). struktur dan persaingan yang
belum sehat, 6). kemampuan pengelola usaha jasa konstruksi yang masih belum optimal (Porter
1985), 7). belum terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam
mutu dan waktu, 8). struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.

6. HARAPAN MASA DEPAN

Globalisasi dan Perdagangan Bebas


Globalisasi akan memberikan ancaman sekaligus peluang apabila salah dalam memahami manfaat
dan kekurangan WTO dapat diambil kesimpulan yang salah (Gallagher 2000):

Tabel 2. Dampak Positif dan Negatif WTO

Dampak positif Dampak negatif

1. Melancarkan perdagangan alih teknologi. 1. WTO merusak lingkungan hidup.


2. Membeli barang modal dengan harga 2. WTO menginjak-injak hak azasi manusia.
competitive. 3. WTO mematikan orang..
3. Membeli brainware dengan harga competitive. 4. WTO meningkatkan ketidak merataan.
4. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai 5. WTO menggerogoti perkembangan lokal
tambah. dan menghukum negara miskin.
5. Meningkatkan export untuk mata dagangan 6. WTO menggerogoti kedaulatan nasional.
yang berpotensi karena comparative 7. WTO hanya melayani kepentingan
advantage. perusahaan transnasional.
6. Meningkatkan kapasitas infrastruktur 8. The WTO is a stacked court.
komunikasi, transportasi dan perbankan.

Tabel 3. Pemanfaatan kekurangan dan peluang WTO untuk mengatasi ancaman

Memanfaatkan Kesempatan yang timbul Menggali Comparative advantage

1. Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, 1. Sumberdaya alam galian dan energi.


transportasi dan perbankan. 2. Sumberdaya kelautan.
2. Meningkatkan export untuk mata perdagangan yang 3. Sumberdaya manusia.
mempunyai komparative advantage. 4. Pertumbuhan ekonomi.
3. Melancarkan perdagangan dan alih tekonologi. 5. Pengembangan pertanian, kehutanan
4. Membeli barang modal dengan harga competitive. dan perkebunan.
5. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai 6. Segera memetakan cluster-cluster
tambah. industri.
6. Keterbukaan access terhadap informasi dan
pengetahuan.
7. Keseimbangan perdagangan, dan harga komoditas
yang adil.
8. Kesempatan kerja.

Kesehatan Industri Konstruksi Jangka panjang


Kesempatan di dalam dan di luar negeri untuk membangun prasarana umum seperti transportasi,
kelistrikan, air bersih, irigasi dan juga fasilitas produksi akan sangat besar: Dalam hal negara
berkembang adalah pembangunan baru dan di negara maju adalah penggantian yang sudah lapuk dan
ketinggalan jaman. Kesempatan ini masih akan sangat terbuka bagi kontraktor nasional bila mampu
meningkatkan daya saingnya secara global, maupun lokal.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

Pasar Regional dan Global


Pertumbuhan pasar regional dan global dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, yang
dapat mengimbangi penurunan pasar dalam negeri dan mengambil kesempatan pertumbuhan yang
pesat di luar negeri. Kontraktor nasional harus bersiap untuk memperoleh kesempatan dari
pertumbuhan pasar global, khususnya regional.

7. PERAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Karena industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam meningkatkan
kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah dan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk memastikan kekuatan dan daya saing industri konstruksi
naional. Pemerintah sebagai pengguna, pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran yang
sangat besar untuk mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan
usaha yang sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat tercapainya tujuan
nasional.

Pendanaan
Pendanaan adalah masalah besar yang dihadapi bagi perumbuhan industri konstruksi apalagi bila
ingin memperoleh kesempatan dalam pasar global. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat
memfasilitasi setidaknya untuk mendapatkan dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional
seperti ADB, IBRD dan pendanaan lain melalui financial engineering yang kreatif.

Membuka Pasar Global


Pemerintah dan LPJKN hendaknya membantu untuk membuka akses pasar global, dengan kebijakan
hubungan bilateral sementara WTO belum berlaku secara penuh. Membantu mengurangi resiko
dengan program bantuan pendanaan melalui lembaga semacam Bank Expor Impor dalam membantu
resiko karena masalah valuta dan masalah politik, misalnya.

Menata Persaingan Yang Sehat


Pemerintah harus mempromosikan persaingan yang sehat, tanpa adanya praktek-praktek korupsi,
kolusi dan persaingan yang tidak sehat lainnya.

Strategi Teknologi dan Penelitian Pengembangan


Usaha-usaha dalam pengembangan teknologi hendaknya dikoordinasikan dengan baik antara
perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi, salah satunya misalnya data bank pengembangan teknologi
konstruksi agar tidak terjadi overlap, duplikasi dan area yang tertinggal sehingga dana pengembangan
teknologi dapat digunakan secara efektif dan efisien, selain itu pemerintah harus menetapkan
kebijakan mempermudah penyebaran penerapan dan pengembangan teknologi, misalnya dengan
kebijakan insentif, preferential contracting (affirmative action), sistem evaluasi pemenang tender
dengan nilai terbaik bukan penawaran terendah.

Penataan profesional Di bidang Konstruksi


Penataan klasifikasi dan sertifikasi serta peningkatan kompetensi dari para profesional dan pekerja
konstruksi dalam hal ini pemerintah dan LPJKN hendaknya segera membuat pengaturan yang jelas
dan transparan. Dan memperoleh pengakuan internasional dengan menandatangani Mutual
Recognition Agreement (MRA).

Penanaman Modal dan Privatisasi


Masalah privatisasi hendaknya juga menjadi fokus perhatian dari pemerintah sehingga laju
pembangunan dapat meningkat tanpa melupakan perlunya kestabilan hubungan sosial, dengan
mengusahakan partisipasi kontraktor nasional secara maksimal melalui program affirmative action
yang legal menurut WTI.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

Standardisasi
Industri konstruksi masih menghadapi masalah peraturan, standar dan code yang kompleks , dan
overlapping. Pemerintah pusat, daerah, lembaga-lembaga pemerintah dan LPJKN hendaknya
mengkonsolidasikannya, menyederhanakan dan menjelaskan syarat-syarat tersebut sehingga tidak
membingungkan masyarakat industri konstruksi. Penyusunan standar pengadaan konstruksi dan
kontrak konstruksi.

8. KESIMPULAN

Agar industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam persaingan global
perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:

1. Perbaikan kekurangan

a. Kebijakan kompetensi nasional dalam bidang keahlian, sertifikasi dan regulasi, badan pelatihan.
b. Kebijakan kerjasama antara pelaku dan pendukung jasa konstruksi dalam bidang pengembangan,
penyebaran best practice.
c. Kebijakan mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan memfungsikan
LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya, kemampuan, dan
pemasaran.
d. Kebijakan dalam menegakkan Governance dan persaingan sehat.
e. Kebijakan peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan manajemen proyek para pelaku jasa
konstruksi.
f. Kebijakan penetapan standar tinggi dan sosialisasi kampanye mutu.
g. Kebijakan untuk penurunan entry barrier untuk meningkatkan persaingan sehat.
h. Kebijakan penurunan biaya transaksi agar ekonomi berjalan lebih efisien.
2. Pemanfaatan potensi

a. Kebijakan dalam mengamankan pasar dalam negeri untuk kontraktor nasional.


b. Kebijakan mendorong tumbuhnya industri bahan bangunan.
c. Pelatihan ketrampilan dan profesional bertaraf internasional di bidang konstruksi.
d. Kebijakan dalam memanfaatkan kondisi politik dan ekonomi guna menunjang pertumbuhan
industri konstruksi nasional.

3. Merubah tantangan menjadi peluang

a. Kebijakan penyusun strategi bertahan dan menyerang sekaligus.


b. Kebijakan dalam kerja sama dengan badan-badan internasional, dan kontraktor internasional.

4. Memanfaatkan harapan untuk perbaikan

a. Kebijakan dasar untuk mengoperasionilkan lembaga kerja sama (institution for collaboration).
b. Kebijakan dalam pemanfaatan pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.

9. PENUTUP

Industri konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila ditetapkan
kebijakan yang tepat dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya, kemungkinan sebaliknya
terjadi bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai. Demikian wawasan yang dapat disampaikan
mengenai industri konstruksi nasional semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri konstruksi
nasional.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K

10. REFERENSI

Budiwibowo, A. (2005). Cluster Konstruksi Indonesia. Bidang kekhusuan Manajemen Konstruksi,


Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Magister Ilmu Teknik. Jakarta.
Gallagher, P. (2000). Guide to the WTO and developing Countries. London, Kluwer Law
International, London.
Porter, M. (1985). Competitive Advantage. Free Press. New York, USA.
Porter, M. E. (1990). The Competitiveness Advantages of Nations. The Free Press. New York.
Porter, M. E. (1998). On Competition. A Harvard Buisness Review Book. Boston.
Biro Pusat Statistik. (2001-2003). Statistik Konstruksi Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai