Anda di halaman 1dari 5

A.

RASIONALISASI
Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat.
Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa
“mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan
pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan.
Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan kepentingan antara individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan
sesuatu yang niscaya terjadi dalam masyarakat.
Konflik antarbudaya ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai
kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan
tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak dan
kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan gesekan yang terjadi
antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan,
kelangkaan sumber daya, serta distribusi yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi
relative1 di masyarakat. Konflik dan kehidupan manusia tidak mungkin untuk dapat dipisahkan
dan keduanya berada bersama-sama karena perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan keterbatasan
sumber daya itu memang pasti ada dalam masyarakat. Konflik akan selalu kita dijumpai dalam
kehidupan manusia atau kehidupan masyarakat sebab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
manusia melakukan berbagai usaha yang dalam pelaksanaannya selalu dihadapkan pada
sejumlah hak dan kewajiban. Jika hak dan kewajiban tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka
besar kemungkinan konflik terjadi.
Istilah konflik itu sendiri seringkali mengandung pengertian negatif, yang cenderung diartikan
sebagai lawan kata dari pengertian keserasian, kedamaian, dan keteraturan. Konflik seringkali
diasosiasikan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pandangan yang sempit mengenai
Konflik yang demikian, tidak mudah untuk diubah. Munculnya budaya “mencegah konflik”,
“meredam konflik” dan anggapan bahwa berkonflik adalah “berkelahi” bukanlah sesuatu yang
relevan untuk kondisi saat ini. Konflik bukanlah sesuatu yang dapat dihindari atau
disembunyikan, tetapi harus diakui keberadaannya, dikelola, dan diubah menjadi suatu kekuatan
bagi perubahan positif.

A. RANCANGAN PELAKSANAAN
1. Sasaran/Kelas : Kelas Xa
2. Alokasi Waktu : 1 X 45 Menit
3. Bidang Bimbingan : Bimbingan Pribadi
4. Fungsi Layanan : Pemahaman
5. Jenis Layanan : Bimbingan Kelompok
6. Indicator :
a. Proses : Partisipasi siswa dalam memperhatikan materi yang disampaikan
b. Hasil : Agar siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
7. Metode :
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
8. Alat dan Sumber Belajar: Buku
9. Penilaian: siswa yang ikut berpartisipasi selama pembelajaran dimulai.

B. LAMPIRAN
1. Skenario
a. Pembukaan (5 menit)
 Mengucapkan Salam
 Mengapsen Siswa
b. Kegiatan Utama (30 menit)
 Menjelaskan penyelesaian konflik eksternal dan internal
 Menjelaskan tentang pentingnya konflik eksternal dan internal yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Kegiatan Penutup (10 menit)
 Menyimpulkan Materi
 Salam Penutup
2. Ringkasan Materi
a. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latinconfigere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Definisi Konflik Menurut Para Ahli :

Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang
dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak
orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi
dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi


sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
(Wahyudi, 2006:17)http//:www.sekolah-belajar_blogspot.com/21
b. Ciri-Ciri Konflik

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :

1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat
dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-
nilai atau norma yang saling berlawanan.

3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang


direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain
agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,
pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan
kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau
pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih,
penghargaan dan aktualisasi diri.

4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang


berlarut-larut.

5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait


dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga
diri, prestise dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai