Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yuni Nur Rohman

NIM : 1800400
Kelas : PPB-A 2018
Mata Kuliah : Pedagogik (Laporan Baca)

Laporan Baca
Kurniasih, T. S. (2016). Pedagogik Teoretis Sistematis. Bandung: Percikan Ilmu.

Buku Pedagogik Teoritis Sistematis karangan Tatang Syaripudin dan Kurn


iasih ini memiliki 9 bab atau 9 pokok bahasan yaitu diantaranya : Pengertian, Keni
scayaan, Keharusan, dan Kegunaan Pedagogik, Status dan Karakteristik Keilmuan
Pedagogik, Pergaulan dan Pendidikan, Kewibawaan dan Tanggung Jawab Pendidi
kan, Tujuan Pendidikan, Anak Didik dan Pendidik, Isi dan Alat Pendidikan, Lingk
ungan Pendidikan, dan Manusia sebagai Makhluk Pendidikan. Pada kali ini saya a
kan membuat laporan baca pada bab sembilan, dimana bab sembilan ini mempuny
ai pokok bahasan mengenai Manusia sebagai Makhluk Pendidikan yang didalamn
ya memuat enam sub bab yaitu keharusan manusia untuk menjadi manusia
dewasa, eksistensi dan perkembangan manusia bersifat terbuka, manusia sebagai
makhluk yang perlu bantuan, manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan
mendidik diri, manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, dan batas-batas
pendidikan.
Pada bagian pertama bab sembilan, Tatang mengatakan bahwa manusia be
rada di dunia bukan atas prakarsa dan kuasanya sendiri, Tuhanlah yang telah menj
adikannya dan menurunkannya ke dunia. Tetapi bersamaan dengan itu, manusia di
hadapkan kepada suatu kenyataan bahwa ia harus melanjutkan keberadaannya (e
ksistensinya). Eksistensi manusia tiada lain adalah untuk menjadi manusia. Jadi ha
kikatnya, manusia harus menjadi manusia ideal (manusia yang diharapkan, dicita-
citakan, atau menjadi manusia yang seharusnya). Adapun manusia ideal yang dim
aksud adalah manusia yang telah mampu mewujudkan berbagai potensinya secara
optimal, sehingga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, se
hat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan mampu berkarya; mampu memenuhi be
rbagai kebutuhannya secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya; berkep
ribadian, bermasyarakat, dan berbudaya. Tetapi apabila dipadankan dengan istilah
di dalam tujuan pendidikan, maka manusia ideal itu disebut sebagai manusia yang
telah mencapai kedewasaan. Jadi dalam konteks pendidikan, dapat dikatakan bah
wa keharusan manusia adalah untuk menjadi manusia dewasa atau untuk mencapa
i kedewasaan.
Selain itupun manusia memiliki kebebasan menentukan pilihan untuk men
jadi siapa dia nantinya. Tetapi bersamaan dengan kebebasannya tersebut, manusia
pun dituntut harus bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya. Maka dari itu
manusia bersifat terbuka, artinya bahwa dalam eksistensinya manusia adalah mak
hluk yang belum selesai mengadakan dirinya sendiri. Ia harus merencanakan dan t
erus menerus berupaya "mewujudkan" apa yang telah direncanakannya itu, untuk
menjadi seseorang pribadi tertentu sesuai pilihannya (bereksistensi). Selanjutnya,
perkembangan manusiapun bersifat terbuka. Artinya manusia mungkin berkemba
ng sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya (memanusia), ataupun mungkin se
baliknya manusia dapat berkembang ke arah yang kurang atau tidak sesuai dengan
kodrat dan martabat kemanusiaannya (kurang/tidak memanusia). Atau dengan kat
a lain perkembangan manusia itu bersifat serba mungkin, mungkin menjadi manus
ia, mungkin kurang menjadi manusia bahkan mungkin tidak menjadi manusia.
Sejak kelahirannya, anak manusia memang telah dibekali insting, nafsu, da
n berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia atau untuk dapat menjadi dewasa
Manusia memiliki potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan
potensi untuk berbuat baik, namun disamping itu karena hawa nafsunya ia pun me
miliki potensi untuk mampu berpikir (cipta), potensi beperasaan (rasa), potensi be
rkehendak (karsa), dan memiliki potensi untuk berkarya. Tetapi bagi anak manusi
a, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum mencukupi untuk dapat langsung m
enjalani dan menghadapi kehidupan serta untuk dapat mengatasi semua masalah d
an tantangan dalam hidupnya. Dan juga berbagai potensi yang dimiliki manusia ti
dak otomatis mewujud dalam perkembangan anak manusia setelah ia dilahirkan.
Maka dari itu untuk dapat mewujudkan semua potensinya itu, anak manusia mem
punyai ketergantungan kepada orang dewasa. Sebelum mencapai kedewasaannya
dan dalam rangka mencapai kedewasaannya, anak manusia memerlukan bantuan
orang dewasa dalam rentang waktu yang cukup lama.
Berbagai kompetensi/kemampuan sebagai perwujudan berbagai potensiny
a yang seharusnya dimiliki manusia itu harus diperoleh setelah kelahirannya dala
m perkembangan menuju kedewasaannya. Kompetensi atau kemampuan tersebut
diperoleh manusia melalui upaya bantuan dari pihak lain. Mungkin dalam bentuk
pengasuhan, pengajaran, latihan, bimbingan, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya
yang dapat dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Dipihak lain, manusia yang b
ersangkutan juga harus belajar atau harus mendidik diri. Mengapa manusia harus
mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus mengadakan/menjadikan di
ri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya yan
g diberikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang anak didik untuk membantuny
a menjadi manusia atau untuk mencapai kedewasaannya, tetapi apabila seseorang
anak didik tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan mem
berikan konstribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia atau
menjadi manusia dewasa. Lebih dari itu, jika sejak kelahirannya perkembangan da
n pengembangan kehidupan manusia diserahkan kepada dirinya masing-masing ta
npa dididik oleh orang lain dan tanpa upaya mendidik diri dari pihak manusia yan
g bersangkutan, kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan insti
ngnya saja.
Selanjutnya apakah manusia akan dapat dididik? Jawabannya adalah iya.
Manusia dapat dididik sesuai dengan lima prinsip antropologis yang melandasinya,
yaitu: prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip individualitas, prinsip sosial
itas, dan prinsip moralitas.
Dan yang terakhir dibahas oleh Tatang dalam bab ini adalah mengenai bat
as-batas pendidikan. Dimana menurut M.I.Soelaeman mengenai batas-batas pendi
dikan ini terdapat dua permasalahan, yaitu batas pendidikan (yang terdiri atas: bat
as bawah & batas atas pendidikan dan batas pendidikan berhubungan dengan prib
adi anak didik) dan batas kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan atau untuk
dididik. Berkenaan dengan masalah batas-batas pendidikan, yaitu yang berhubung
an dengan perkembangan anak didik, selanjutnya muncul pertanyaan: manakah ya
ng paling menentukan dalam perkembangan anak didik, pembawaan/dasar (natur
e) atau pendidikan/ajar (nurture)? Terdapat tiga aliran pokok yang menjawab pert
anyaan diatas, yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Penganut teori nativisme berasumsi bahwa setiap individu (anak) dilahirka
n kedunia dengan membawa bakat atau potensi yang merupakan faktor turunan (h
eredity) yang berasal dari orangtuanya. Bakat/potensi ini diyakini menjadi faktor
penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia dilahirkan. Berbeda dengan
penganut teori navitisme, penganut empirisme seperti John Locke dan J.B.Watson
menolak asumsi nativisme, mereka berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan kedun
ia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi (as a blank slate ata
u tabula rasa). Setelah kelahirannya, faktor penentu perkembangan individu ditent
ukan oleh faktor lingkungan atau pengalamannya. Dengan demikian mereka tidak
percaya kepada faktor bakat/potensi yang merupakan turunan atau hereditas sebag
ai penentu perkembangan individu (anak didik). Selanjutnya konvergensi, menuru
t penganut aliran konvergensi berasumsi bahwa perkembangan individu ditentuka
n baik oleh faktor bakat/potensi yang merupakan turunan (heredity) maupun oleh
faktor lingkungan/pengalaman.
Jadi, kesimpulannya bahwa manusia belum selesai menjadi manusia,
untuk menjadi manusia, ia perlu dididik dan mendidik diri. “Manusia dapat
menjadi manusia hanya melalui pendidikan.”
Bab Manusia sebagai Makhluk Pendidikan ini menawarkan panduan yang
lengkap dan mendalam untuk para pembaca, dimana itu sangat bermanfaat bagi
pembaca terutama bagi pendidik dimasa depan. Selain itupun bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca. Namun sangat
disayangkan, ada beberapa kata yang mengalami salah penulisan dalam bab ini,
seperti salah ketik. Tetapi secara keseluruhan bab ini disajikan dengan lengkap
dan mendalam.

Anda mungkin juga menyukai