FILSAFAT PENDIDIKAN
DI SUSUN
22002222
TP.2022/2023
A. Keharusan Manusia untuk menjadi Manusia Dewasa
Manusia ideal disebut sebagai manusia yang telah mencapai kedewasaan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa keharusan manusia adalah untuk menjadi manusia dewasa atau untuk
mencapai kedewasaan.
Manusia bersifat terbuka artinya bahwa dalam eksistensinya manusia adalah makhluk
yang belum selesai mengadakan dirinya sendiri. Ia harus merencanakan dan terus menerus
mengupayakan ”mewujudkan” apa yang telah direncanakanya itu, untuk menjadi seseorang
pribadi tertentu sesuai pilihannya (bereksistensi).
Dalam perjalanan hidupnya, anak manusia masih harus belajar untuk ”hidup”, adapun
hal tersebut mengimplikasikan adanya ketergantungan dan perlunya anak memperolah
bantuan dari orang dewasa. Bagi anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum
mencukupi untuk dapat langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan serta untuk dapat
mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk dapa mewujudkan semua
potensinya itu, anak manusia mempunyai ketergantungan kepada orang dewasa.
D. Manusia sebagai Makhluk yang Perlu dididik dan Perlu Mendidik Diri
5. Prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu :
Prinsip Potensialitas
Prinsip Dinamika
Prinsip Individualitas
Prinsip Sosialitas
F. Batas-batas Pendidikan
a. Batas pendidikan
b. Batas kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan atau untuk dididik
2. Jenis Batas Pendidikan
Batas bawah adalah ketika anak didik mengenal kewibawaan yaitu kurang lebih sekitar
usia 3,5 tahun. Batas atas pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah tercapai atau
ketika anak mencapa kedewasaan.
3
mempertimbangkan anak didi. Pendidik dalam melaksanakan peranan-peranannya
hendaknya
tetap menghormati pribadi anak didik. Jangan sampai anak pendidik mengorbankan
pribadi anak didik. M.J.Langeveld (1980:34) pernah mengingatkan bahwa ”pergaulan yang
tidak menghormati keanakan itu tidak menunjukan kekurangan dan ketidaksempurnaan
pedagogis”.
Batas pendidikan hanya berurusan dengan potensi atau bakat mana yang harus
dikembangkan, bagaimana cara mengembangkannya, dan sejauhmana potensi atau bakat
yang ada pada diri anak didik telah dikembangkan. Selain itu, batas kemungkinan dididik
berhubungan dengan jenis kelamin anak didik, yaitu bagaimana mengembangkan anak laki-
laki menjadi laki-laki dan anak prempuan menjadi perempuan.
Batas pendidikan tidak bisa disamaratakan untuk anak yang satu dengan anak lainnya.
Tokoh aliran nativisme adalah Schoupenhauer. Penganut teori ini berasumsi bahwa
setiap individu (anak) dilahirkan kedunia dengan mmbawa bakat atau potensi yang
merupakan faktor turunan yang berasal dari orang tuanya. Bakat atau potensi ini diyakini
menjadi faktor penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia dilahirkan. Teori ini
dikenal sebagai teori yang pesimistik terhadap peranan ajar/pendidikan (nature).
Empirisme
Tokoh aliran empirisme antara lain John Locke dan J.B. Watson. Mereka berasumsi
bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum
ditulisi. Mereka tidak percaya kepada faktor bakat atau potensi yang merupakan turunan atau
hereditas sebagai penentu perkembangan individu (anak didik).
Implikasi teori empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan
sepenuhnya bagi pendidik (pendidikan/ajar/nurture) untuk dapat membentuk kepribadian
anak didik, tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik
Konvergensi
Tokoh aliran ini antaralain, William Stern. Penganut aliran ini berasumsi bahwa
perkembanga individu ditentukan baik oleh faktor bakat/potensi yang merupakan turunan
maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman. Implikasi teor ini terhadap pendidikan yakni,
bahwa perkembangan anak didik mendapat pengaruh baik dari bakat bawaan maupun dari
lingkungan, termasuk dari pendidik -alt:auto;margin-left:54.0pt; text-align:justify;text-
indent:0cm;mso-list:l6 level1 lfo5;tab-stops:72.0pt'>1. Fungsi transmisi (konservasi)
kebudayaan masyarakat
Formalitas sekolah berakar pada status para individu yang menjadi komponennya,
serta system nilai dan norma yang serba resmi. Perlu kita sadari bahwa selanjutnya
formalitas tersebut merembes ke dalam kurikulum dan cara-cara pembelajaran.