NIM : 2004166
Kelas : BK-2B-2020
D. Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan Perlu Mendidik Diri
Berbagai kompetensi atau kemampuan yang diperoleh manusia memerlukan
upaya bantuan dari pihak lain. Di sisi lain, manusia yang bersangkutan juga harus
belajar atau mendidik diri. Manusia harus mendidik diri karena dalam
bereksistensi yang harus meng-ada-kan atau menjadikan diri itu hakikatnya adalah
manusia itu sendiri.
Empat prinsip yang menjadi alasan mengapa manusia perlu dididik, yaitu:
1. Manusia belum selesai meng-ada-kan dirinya sendiri.
2. Keharusan manusia untuk menjadi manusia dewasa.
3. Perkembangan manusia bersifat terbuka.
4. Manusia sebagai makhluk yang lahir tak berdaya, memiliki ketergantungan
dan memerlukan bantuan.
Resume Materi 4 (Manusia sebagai Makhluk Pendidikan)
A. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
Pendidikan bertujuan agar seorang manusia menjadi manusia ideal atau
manusia dewasa. Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam
rangka membantu atau membimbing manusia (anak didik) agar menjadi manusia
ideal (manusia dewasa). Praktik pendidikan merupayakan upaya pendidik dalam
membimbing manusia (anak didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu
menjadi dirinya sendiri (menjadi seseorang/pribadi) atau menjadi seorang dewasa
sesuai dengan pilihan/cita-citanya sendiri. Pendidikan hakikatnya berlangsung
dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antarsesama manusia (antara pendidik
dengan anak didik). Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan
berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu.
Ada lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan
dapat dididik, yaitu:
1. Prinsip potensialitas.
2. Prinsip dinamika.
3. Prinsip individualitas.
4. Prinsip sosialitas.
5. Prinsip moralitas.
B. Manusia sebagai Makhluk yang Mampu Mendidik
Syaripudin (2015) berdasarkan riset hermeneutikannya atas pikiran-pikiran Ki
Hadjar Dewantara, mengidentifikasi enam asumsi mengapa manusia mau dam
mampu mendidik bagi generasi penerusnya, yaitu:
1. Manusia mempunyai naluri untuk memelihara hidup dan melanggengkan
keturunan (oerinstinct).
2. Manusia memiliki insting dan kecakapan untuk mendidik anak-anaknya.
3. Manusia khususnya para orang tua merasa terperintah oleh Tuhan untuk
memelihara dan melanggengkan keturunannya dengan baik.
4. Dengan cinta kasihnya, semua anak dengan sendirinya sejak kecil mendapat
pengaruh pendidikan dari para orang tuanya.
5. Manusia mampu menghasilkan kebudayaan, hidup berkebudayaan, termasuk di
dalamnya menghasilkan ilmu pendidikan.
6. Manusia memiliki intuisi pedagogis.
C. Batas-batas Pendidikan
Menurut Soelaeman (dalam Syaripudin dan Kurniasih, 2020, hlm. 142),
terdapat dua permasalahan mengenai batas-batas pendidikan, yaitu:
1. Batas pendidikan.
Batas pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Batas bawah pendidikan atau saat pendidikan dapat mulai berlangsung
adalah ketika anak didik mengenal kewibawaan yaitu kurang lebih sekitar
usia 3,5 tahun.
b. Batas atas pendidikan atau kapan pendidikan berakhir, yaitu ketika tujuan
pendidikan telah tercapai atau ketika anak mencapai kedewasaan.
c. Batas pendidikan berkenaan dengan pribadi anak didik. Praktik pendidikan
hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
anak didik. Pendidik dalam melaksanakan peranan-peranannya hendaknya
tetap menghormati pribadi anak didik.
2. Batas kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan atau untuk dididik.
Batas kemungkinan dididik diyakini bahwa manusia dilahirkan membawa
berbagai potensi atau bakat. Batas pendidikan hanya berurusan dengan potensi
atau bakat mana yang harus diwujudkan, bagaimana cara mewujudkannya, dan
sejauh mana potensi atau bakat yang ada pada diri anak didik telah diwujudkan.
Selain itu, batas kemungkinan dididik berhubungan dengan jenis kelamin anak
didik. Batas pendidikan bersifat individual, yaitu tidak dapat disamaratakan untuk
anak yang satu dengan anak yang lainnya.
Terdapat tiga aliran pokok tentang nature and nurture:
a. Nativisme
Tokoh aliran ini, yaitu Schoupenhauer. Penganut teori ini berasumsi bahwa
setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa bakat atau potensi yang
merupakan faktor turunan (heredity) yang berasal dari orang tuanya. Bakat atau
potensi ini diyakini menjadi faktor penentu perkembangan individu selanjutnya
setelah ia dilahirkan. Implikasi teori Nativisme terhadap pendidikan kurang
memberikan kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah kepribadian
anak didik.
b. Empirisme
Tokoh aliran ini, yaitu John Locke dan J.B. Watson. Mereka berasumsi
bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis
yang belum ditulisi. Implikasi teori empirisme terhadap pendidikan, yaitu
memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik (pendidikan/ajar/nurture)
untuk dapat membentuk kepribadian anak didik, tanggung jawab pendidikan
sepenuhnya ada di pihak pendidik.
c. Konvergensi
Tokoh aliran ini, yaitu William Stern. Penganut aliran konvergensi
berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan baik oleh faktor
bakat/potensi yang merupakan turunan (heredity) maupun oleh faktor
lingkungan/pengalaman. Implikasi teori konvergensi terhadap pendidikan,
yaitu perkembangan anak didik mendapat pengaruh baik dari bakat bawaan
(dasar/nature) maupun dari lingkungan, termasuk dari pendidik (ajar/nurture).
Kedua hal tersebut sama-sama memberikan kontribusinya terhadap
perkembangan anak didik. Teori konvergensi inilah yang cocok diadopsi dalam
rangka praktik pendidikan.
Referensi:
Syaripudin, T. & Kurniasih. (2020). Pedagogik Teoretis Sistematis. Percikan
Ilmu: Bandung.