Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia

sangat pesat, contohnya televisi.1 Perkembangan terkini dunia pertelevisian adalah

televisi digital terestrial. Televisi digital terestrial adalah penyiaran televisi

terestrial yang menggunakan format digital. Terestrial itu sendiri adalah

penggunaan frekuensi radio di permukaan bumi.2 Drs. Muhammad Jusuf Kalla

telah melakukan soft-launching televisi digital di Jakarta pada 13 Agustsus 2008.

Ini berarti babakan baru teknologi penyiaran di Indonesia telah dimulai.3

Pemerintah merencanakan periode simulcast, yaitu periode transisi dimana

siaran analog dan siaran digital akan disiarkan bersamaan. Mengingat Indonesia

sangat luas, waktu mulai dan berakhirnya periode ini akan berbeda-beda setiap

lokasinya. Secara keseluruhan, periode ini akan mulai tahun 2012 dan berakhir

tahun 2018. Mulai tahun 2018, siaran analog akan dimatikan (analog switch-off).4

Beberapa pemenang siaran televisi digital dalam zona awal siaran multiplexing, bisa

langsung mengudara dengan siaran digital. Sehingga, mereka tidak perlu menunggu

peralihan televisi analog ke televisi digital pada tahun 2018 mendatang.5

1
Puji Rianto, dkk, Digitalisasi Televisi Di Indonesia: Ekonomi Politik, Peta Persoalan, dan
Rekomendasi Kebijakan, PR2Media-Yayasan Tifa, Yogyakarta, 2012, hlm. 5.
2
https://tvdigital.kominfo.go.id/?page_id=23, diakses pada tanggal 9 November 2016.
3
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, cetakan ke-1, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 49.
4
https://tvdigital.kominfo.go.id/?page_id=23 diakses pada tanggal 9 November 2016.
5
https://kominfo.go.id/content/detail/2237/pemenang-siaran-digital-bisa-uji-
coba/0/sorotan_media, diakses pada tanggal 9 November 2016.

1
2

Migrasi dari analog ke digital dilakukan secara bertahap sesuai dengan

roadmap yang telah dibuat oleh pemerintah. Roadmap infrastruktur televisi digital

disusun sebagai peta jalan bagi implementasi migrasi dari sistem penyiaran televisi

analog ke digital di Indonesia. Peta jalan ini dimulai sejak awal tahun 2009 sampai

dengan akhir tahun 2018.6

Untuk menikmati siaran digital, televisi analog membutuhkan set top box

DVB-T2. Set top box DVB-T2 adalah alat untuk mengkonversi sinyal digital

menjadi gambar dan suara yang dapat ditampilkan di televisi. Set top box

dibutuhkan untuk membaca sinyal digital, artinya jika tidak menggunakan set top

box, gambar dan suara tidak akan muncul di televisi.7 Cara kedua untuk menikmati

siaran digital adalah menggunakan televisi yang telah dilengkapi dengan tuner

DVB-T2.

Pemerintah telah melakukan sosialiasi kepada masyarakat agar masyarakat

mengetahui apa yang dimaksud televisi digital, bagaimana cara pemakaiannya, dan

bagaimana rencana pemerintah kedepan untuk menyongsong era digital.

Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan berbagai cara untuk

melakukan sosialisasi televisi digital, antara lain yakni melalui:

1. website resmi televisi digital Kementerian Komunikasi dan Informatika

https://tvdigital.kominfo.go.id/,

2. alamat email tvdigital.kominfo@gmail.com,

3. akun facebook TVdigital.Kominfo,

6
https://tvdigital.kominfo.go.id/?page_id=17, diakses pada tanggal 7 November 2016.
7
https://tvdigital.kominfo.go.id/?page_id=23, diakses pada tanggal 9 November 2016.
3

4. twitter Siarta @TVDIGITAL_IDN,

5. akun path TV digital Kominfo

6. halo televisi digital layanan call center (021) 500801,

7. sosialisasi mall to mall,

8. iklan di televisi, dan lain-lain.

Penyelenggaraan televisi digital di Indonesia tidak berjalan dengan lancar.

Nasib televisi digital masih terkatung-katung akibat pembekuan Izin

Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) sejak 22 September 2015. Semenjak keluar Surat

Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4/2015, seluruh Lembaga

Penyiaran Swasta (LPS) televisi digital terpaksa tidak bisa meneruskan kegiatan

operasi.

Surat edaran tersebut muncul setelah Kementerian Komunikasi dan

Informatika kalah dalam persidangan melawan Asosiasi Televisi Jaringan

Indonesia (ATVJI) baik pada tingkat pertama di Pengadilan Tata Usaha Negara

(PTUN), tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)

maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).8 Dengan adanya putusan

pengadilan tersebut, penyelenggaraan penyiaran multipleksing melalui sistem

terestrial ditunda.9 ATVJI menggugat beberapa keputusan yang dikeluarkan oleh

Menteri Kominfo. ATVJI menilai keputusan yang digugat tersebut harus

dinyatakan batal mengingat berdasarkan Putusan MA nomor: 38 P/Hum/2012, MA

menyatakan bahwa Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 22 Tahun 2011 termasuk

8
http://industri.kontan.co.id/news/kelangsungan-televisi-digital-tunggu-aturan-penyiaran,
diakses pada tanggal 2 November 2016.
9
https://tvdigital.kominfo.go.id/?p=213, diakses pada tanggal 9 November 2016.
4

peraturan dan keputusan pelaksanaanya bertentangan dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.10

Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4/2015

mempunyai implikasi terhadap kenyamanan masyarakat untuk menikmati siaran

digital. Sebelum adanya surat edaran tersebut, siaran digital dapat dinikmati dengan

channel yang cukup banyak yakni adanya siaran TVRI, Indosiar, ANTV, RCTI,

MNC TV, SCTV, Trans 7, Trans TV, Metro TV, Kompas TV, namun setelah

adanya surat edaran penyelenggaraan televisi digital menjadi terkatung-katung,

channel menjadi hilang sehingga menimbulkan rasa kekecewaan konsumen yang

telah membeli set top box. Status penyelenggaraan televisi digital sekarang ini

masih dalam tahap uji coba, sebagai contoh pada wilayah Yogyakarta, Wonosari,

Solo, Sleman, dan Wates hanya mendapatkan channel uji coba per 7 Oktober 2016

yakni TVRI Nasional, TVRI Yogyakarata, TVRI Budaya, TVRI Olahraga, Inspira

TV, dan Nusantara TV.

Pelaku usaha yang menjual set top box menggunakan berbagai cara untuk

menarik perhatian konsumen untuk membeli apa yang pelaku usaha tawarkan.

Salah satu cara pelaku usaha untuk menarik perhatian konsumen ialah

mengiklankan barang. Bagi pelaku usaha, iklan merupakan suatu media promosi

yang sangat efektif untuk menjangkau konsumen.11

Suatu iklan memuat janji. Janji merupakan daya tarik yang kuat untuk

mendorong seseorang membaca iklan tersebut dan produk yang diiklankan akan

10
http://industri.kontan.co.id/news/kelangsungan-televisi-digital-tunggu-aturan-penyiaran,
diakses pada tanggal 2 November 2016.
11
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 27.
5

cepat berpindah ke tangan pembeli. Suatu janji yang disampaikan melalui media

iklan, tentu harus didukung oleh kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh

konsumen dengan membeli produk yang diiklankan. Apabila konsumen

memperoleh informasi yang salah, akan berakibat konsumen akan salah pula dalam

menjatuhkan pilihan, sehingga dapat menimbulkan kerugian.12

Permasalahan muncul ketika banyak pelaku usaha yang salah kaprah

memaknai set top box sebagai penjernih siaran televisi lokal bahkan ada yang

menganggap set top box sebagai booster. Kesalahpahaman ini terjadi seiring secara

masifnya iklan migrasi televisi digital oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah (LPP)

TVRI yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.13

Iklan kerjasama TVRI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika

merupakan iklan layanan masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, siaran iklan layanan

masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran

radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau

mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada

masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku

sesuai dengan pesan iklan tersebut.14

Iklan televisi digital yang disiarkan oleh TVRI tidak menjelaskan

perkembangan terkini terhadap penyelenggaraan televisi digital dan tidak

12
ibid., hlm. 147.
13
http://www.tvdigitaljogja.tv/2016/02/benarkah-set-top-box-tv-digital.html, diakses pada
tanggal 8 November 2016.
14
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran.
6

menjelaskan implikasi adanya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika

Nomor 4/2015 yang menunda penyelenggaraan penyiaran multipleksing melalui

sistem terestrial. Iklan tersebut menceritakan bahwa perkembangan televisi telah

memasuki era siaran digital, dengan menggunakan set top box tanpa mengganti

televisi dan antena sudah dapat menikmati televisi digital yang memiliki kualitas

gambar suara lebih jernih dan channel banyak serta tanpa iuran bulanan. Hal ini

kemudian disambut oleh pelaku usaha yang mengiklankan set top box melalui

internet. Mereka menggunakan strategi pemasaran dengan informasi yang salah

untuk mendongkrak penjualannya.

Beberapa contoh kesalahan iklan pelaku usaha adalah sebagai berikut:

1. https://tokoone.com/set-top-box-dvb-t2-getmecom-tv-digital-harga-

terjangkau-termurah-berkualitas/.15

Salah dalam memberikan informasi data kota dan channel yang sudah

siaran secara digital.

2. https://www.tokopedia.com/supplierbdg/penjernih-saluran-tv-xtreamer-set-

top-box-dvb-t2-bien-2-and-media-play.16

Menggunakan bahasa iklan sebagai berikut: Penjernih Saluran TV

Xtreamer Set Top Box DVB-T2 BIEN 2 and Media Play. Xtreamer Set Top

Box Bien 2 ini mampu memancarkan sinyal gambar dan suara dengan

kualitas yang lebih tajam serta jernih di layar TV dibandingkan siaran analog.

15
https://tokoone.com/set-top-box-dvb-t2-getmecom-tv-digital-harga-terjangkau-termurah-
berkualitas/, diakses pada tanggal 11 November 2016.
16
https://www.tokopedia.com/supplierbdg/penjernih-saluran-tv-xtreamer-set-top-box-dvb-
t2-bien-2-and-media-play, diakses pada tanggal 11 November 2016.
7

3. http://www.megatron.biz/dvbtreceiver.htm.17

Salah dalam memberikan channel yang telah ujicoba siaran.

4. http://ciptamultijaya.blogspot.co.id/2015/05/alat-bantu-penjernih-siaran-tv-

lokal.html.18

Menggunakan bahasa iklan sebagai berikut: Alat bantu penjernih siaran

tv lokal, untuk daerah wilayah atau tempat anda yang mengalami gangguan

sinyal siaran channel lokal. Solusi siaran antena yang berbintik : settop box

berfungsi sebagai penjernih channel siaran tv lokal, untuk anda yang

daerahnya lumayan sulit mendapatkan siaran tv dengan kualitas jernih dapat

dibantu dengan settop box.

5. https://harga-jual.com/tv-kabel-dan-receiver-digital-tanpa-parabola/.19

Menggunakan bahasa iklan sebagai berikut: TV Kabel & Receiver

Digital tanpa Parabola. Dengan receiver digital tanpa parabola ini, sinyal TV

akan semakin kuat. Siaran TV juga jernih tanpa semut dan bayangan. TV

kabel dengan mutu full HD 1080p.

6. https://www.tokopedia.com/mitragrosindoele/set-top-box-evinix-penjernih-

gambar.20

Menggunakan bahasa iklan sebagai berikut: Set Top Box Evinix

penjernih gambar. AKHIRNYA GAMBAR TELEVISIKU JADI BAGUS

17
http://www.megatron.biz/dvbtreceiver.htm, diakses pada tanggal 11 November 2016.
18
http://ciptamultijaya.blogspot.co.id/2015/05/alat-bantu-penjernih-siaran-tv-lokal.html,
diakses pada tanggal 11 November 2016.
19
https://harga-jual.com/tv-kabel-dan-receiver-digital-tanpa-parabola/, diakses pada tanggal
11 November 2016.
20
https://www.tokopedia.com/mitragrosindoele/set-top-box-evinix-penjernih-gambar,
diakses pada tanggal 11 November 2016.
8

DAN JERNIH...BISA NONTON BIOSKOP TRANS TV DLL dengan jelas.

SET TOP BOX EVINIX (SATU PRODUK DENGAN SKYBOX H1). TV

Digital DVB-T2 adalah teknologi terbaru di dunia penyiaran TV yang

memungkinkan kita untuk bisa mendapatkan siaran TV dengan gambar yang

jauh lebih baik dibanding saat ini (sudah mendukung kualitas HD). Di

teknologi TV Digital, TIDAK DIKENAL istilah bayangan dan semut pada

gambar. (DIJAMIN BENING). Dengan alat penerima TV DIGITAL generasi

terbaru ini, siaran TV anda DIJAMIN BEBAS SEMUT, BEBAS BAYANG

dengan kualitas yang sangat jernih dengan dukungan resolusi HD.

7. https://www.bukalapak.com/p/elektronik/media-player-set-top-box/2po86v-

jual-set-top-box-penjernih-gambar?from=list-product.21

Memberikan judul iklan “Set Top Box Penjernih Gambar”.

8. http://olx.co.id/iklan/set-top-box-evinix-untuk-penjernih-gambar-

IDiEppA.html.22

Menggunakan bahasa iklan sebagai berikut: Set top box evinix untuk

penjernih gambar, jual set top box merk evinix gambar jadi jernih seperti tv

kabel, jadi nga ada lagi siaran tv bersemut, jual aja buat nambain mudik, cod

slipi dan sekitarnya.

9. http://www.omjoni.com/skybox-penjernih-siaran-tv-1458549652.html

Menggunakan judul iklan “Skybox Penjernih Siaran Tv”.23

21
https://www.bukalapak.com/p/elektronik/media-player-set-top-box/2po86v-jual-set-top-
box-penjernih-gambar?from=list-product, diakses pada tanggal 11 November 2016.
22
http://olx.co.id/iklan/set-top-box-evinix-untuk-penjernih-gambar-IDiEppA.html, diakses
pada tanggal 11 November 2016.
23
http://www.omjoni.com/skybox-penjernih-siaran-tv-1458549652.html, diakses pada
tanggal 11 November 2016.
9

Beberapa pelaku usaha salah dalam memberikan informasi kota dan channel

yang sudah uji coba secara digital. Selain itu, pelaku usaha menjual set top box

dengan iming-iming menjernihkan siaran televisi dan bahkan ada yang

menyebutnya sebagai booster.24 Analoginya, sebagai penjernih siaran televisi, set

top box mampu menangkap semua siaran televisi yang mengudara termasuk siaran

televisi lokal dan stasiun televisi yang “bersemut”. Sistem transmisi atau pemancar

siaran digital dan analog sangat berbeda, tuner atau penala gelombang siaran yang

terdapat pada perangkat penerima kita juga berbeda. Tuner pada set top box adalah

tuner untuk menerima siaran digital saja, tidak bisa menerima siaran analog. Set top

box tidak menjernihkan siaran televisi, fungsi utamanya adalah untuk menerima

siaran digital dari pemancar digital.25

Permasalahan di atas menjelaskan pelaku usaha yang tidak memenuhi

kewajibannnya dalam pemenuhan hak informasi kepada konsumen. Selain itu

banyak pelaku usaha yang salah dalam memahami fungsi set top box. Akibatnya

konsumen merasa kecewa dan mengalami kerugian. Konsumen berada posisi yang

lemah sehingga harus hati-hati dan dilindungi karena mendapatkan informasi yang

benar adalah hak konsumen sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK).26 Pasal 9

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (selanjutnya disingkat dengan UU ITE) mengatur bahwa pelaku usaha

24
http://www.tvdigitaljogja.tv/2016/02/benarkah-set-top-box-tv-digital.html, diakses pada
tanggal 8 November 2016.
25
ibid.
26
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
10

yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi

yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk

yang ditawarkan.27

Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis

tertarik untuk meneliti perlindungan konsumen atas pemenuhan hak informasi

terhadap penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang akan dikaji

adalah mengenai:

1. Bagaimana perlindungan konsumen atas pemenuhan hak informasi terhadap

penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap timbulnya kerugian

konsumen sebagai akibat penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2 oleh

pelaku usaha?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perlindungan konsumen atas pemenuhan hak informasi terhadap

penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2.

27
Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
11

2. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap timbulnya kerugian konsumen

sebagai akibat penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2 oleh pelaku usaha.

D. Tinjauan Pustaka

Konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan saling ketergantungan.

Pelaku usaha membutuhkan dan sangat bergantung pada dukungan konsumen

sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin pelaku usaha dapat

terjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya, kebutuhan konsumen sangat

bergantung dari hasil produksi pelaku usaha.28 Hubungan antara konsumen dan

pelaku usaha seringkali berujung pada kerugian konsumen. Hal tersebut dapat

terjadi karena di satu sisi konsumen lupa akan haknya, di sisi lain pelaku usaha lupa

akan kewajiban dan tanggung jawabnya. Suatu praktik transaksi bisnis yang

dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen, sering menempatkan konsumen dalam

posisi yang lemah.29 Konsumen juga memiliki posisi yang lebih lemah

dibandingkan posisi pelaku usaha karena proses sampai hasil barang dan/atau jasa

dilakukan tanpa campur tangan konsumen sedikit pun. Oleh karena itu,

perlindungan hukum bagi konsumen sangatlah penting.

Perlindungan konsumen diatur dalam beberapa Peraturan Perundang-undang,

namun UUPK merupakan suatu ketentuan khusus (lex specialis) terhadap ketentuan

Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada sebelumnya.30 Pasal 64 UUPK

mengatur bahwa segala ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang bertujuan

28
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
hlm. 9-10.
29
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Nusamedia, Bandung, 2010, hlm. 9.
30
Dedi Harianto, Op.Cit.,hlm. 55.
12

melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan,

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak

bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.31

Pasal 1 angka 1 UUPK menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen.32 Upaya untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen

tersebut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan harkat dan martabat

konsumen, sehingga pada tahap akhirnya akan dapat mewujudkan keseimbangan

perlindungan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha.33

Perlindungan hukum terhadap konsumen dilakukan sebagai bentuk usaha

bersama antara konsumen, pelaku usaha, dan juga pemerintah sebagai pembentuk

Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi

konsumen. Lebih lanjut ketika membahas mengenai perlindungan hukum bagi

konsumen maka sudah tentu membahas juga mengenai asas dan tujuan

perlindungan konsumen itu sendiri.34 Pasal 2 UUPK mengatur bahwa perlindungan

konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan

keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.35 Penjelasan Pasal 2 UUPK

menjelaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha

31
Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
32
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
33
Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen, Aspek Substansi Hukum, Struktur
Hukum Dan Kultur Hukum Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2014, hlm. 38.
34
Eli Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, Grha Ilmu, Yogyakarta, 2015, hlm. 67.
35
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
13

bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional

yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya


dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti
materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.36

Adapun yang menjadi tujuan dari hukum perlindungan konsumen,

sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 3 UUPK sebagai berikut:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen


untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;

36
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
14

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin


kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.37

Terdapat dua subjek hukum yang diatur dalam UUPK, yaitu konsumen dan

pelaku usaha. Pasal 1 angka 2 UUPK mengatur bahwa konsumen adalah setiap

orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan.38 Pasal 1 angka 3 UUPK mengatur bahwa pelaku usaha

adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri

maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi.39

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, oleh

karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi

yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih

hak-haknya yang bersifat abstrak. Perlindungan konsumen sesungguhnya identik

dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.40

37
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
38
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
39
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
40
Celina Tri Siwi, Op.Cit.,hlm. 30.
15

Pasal 4 UUPK mengatur tentang hak konsumen. Hak konsumen diatur dalam

Pasal 4 UUPK. Hak konsumen adalah sebagai berikut:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam


mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.41

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai balance, konsumen juga

mempunyai beberapa kewajiban.42 Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5

UUPK. Kewajiban konsumen adalah sebagai berikut:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian


atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.43

41
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
42
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak…,Op.Cit., hlm. 35.
43
Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
16

Kajian terhadap perlindungan konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah

terhadap hak dan kewajiban pelaku usaha. Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6

UUPK. Hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a. hak untuk menerima pembyaran yang sesuai dengan kesepakatan


mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.44

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak konsumen, maka kepada pelaku

usaha dibebankan pula kewajiban.45 Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7

UUPK. Kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;


b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;

44
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
45
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak…,Op.Cit., hlm. 41.
17

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang


dan/atau jasa yang diteirma atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.46

Kewajiban pelaku usaha dalam memberikan informasi yang benar juga diatur

dalam UU ITE. Pasal 9 UU ITE mengatur bahwa pelaku usaha yang menawarkan

produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan

benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.47

Yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar meliputi:

a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan


kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara
maupun perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat
sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.48

Pasal 4 huruf c UUPK mengatur bahwa konsumen mempunyai hak atas

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa. Di sisi lain pelaku usaha berdasarkan Pasal 7 huruf b UUPK

diwajibkan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan

pemeliharaan.

Bagi konsumen, informasi tentang barang dan/atau jasa merupakan

kebutuhan pokok, sebelum ia menggunakan uangnya untuk melakukan transaksi

dengan pelaku usaha. Informasi yang paling berpengaruh pada saat ini adalah

46
Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
47
Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
48
Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
18

informasi yang bersumber dari pelaku usaha, terutama dalam bentuk iklan.49 Iklan

adalah salah satu sarana penyampaian informasi mengenai barang dan/ atau jasa

yang sering digunakan oleh pelaku usaha untuk menawarkan kepada konsumen.50

Iklan dapat ditemukan baik melalui media massa elektronik maupun non-

elektronik. Indonesia belum mempunyai undang-undang secara khusus yang

mengatur tentang periklanan.51

UUPK memuat pengaturan terkait periklanan bersamaan dengan perbuatan-

perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu dalam Pasal 9, 10, 12, 13, 17, dan

Pasal 20 UUPK. Larangan-larangan ini berlaku bagi para pihak yang terkait dengan

kegiatan periklanan mulai dari perusahaan pengiklan, perusahaan periklanan, serta

media massa elektronik, maupun non-elektronik yang akan menayangkan iklan

tersebut.52

Berdasarkan Pasal 10 UUPK, pelaku usaha yang menawarkan barang/jasa

untuk diperdagangkan, dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan,

atau membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan mengenai:

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;


b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.53

49
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta,
2006, hlm. 75.
50
Eli Wuria Dewi, Op.Cit., hlm. 33.
51
Az. Nasution, Loc.Cit.
52
Dedi Harianto, Op.Cit.,hlm. 56.
53
Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
19

Tanggung jawab pelaku usaha yang harus dipenuhi ketika terdapat konsumen

yang merasa dirugikan akibat membeli, mengkonsumsi barang dan/ atau jasa yang

diedarkan serta diperdagangkannya. Tanggung jawab pelaku usaha yang harus

dipenuhi ketika terdapat konsumen yang menuntut ganti kerugian juga telah di atur

dalam UUPK.54 Pasal 19 UUPK mengatur bahwa:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas


kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen.55

Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) UUPK dapat diketahui bahwa

tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen,

bukan hanya karena adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat. 56

54
Eli Wuria Dewi, Op.Cit., hlm. 67.
55
Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
56
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta,
2004, hlm. 125.
20

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian kepustakaan dengan

menggunakan pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan cara

meninjau dari segi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan bahan hukum

lainnya.57

2. Pendekatan Penelitian

Sebagai penelitian hukum normatif, metode pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statute

approach).58

3. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan hal-hal yang akan diteliti, dalam penelitian ini

yang menjadi objeknya adalah perlindungan konsumen atas pemenuhan hak

informasi terhadap penyelenggaraan iklan set top box DVB-T2 dan tanggung jawab

pelaku usaha terhadap timbulnya kerugian konsumen akibat penyelenggaran iklan

set top box DVB-T2 oleh pelaku usaha.

57
Tim Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir, Pedoman Penulisan Tugas Akhir, Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2016, hlm. 10.
58
ibid. hlm. 11.
21

4. Sumber Data Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa literatur, referensi, artikel, jurnal, karya

ilmiah dan makalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, antara

lain yakni hukum perlindungan konsumen, perlindungan hukum bagi

konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, dan digitalisasi televisi.

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini

adalah studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan

data yang terkait dengan kebutuhan penelitian yang akan dikaji, selain

itu berbagai buku dan bahan hukum pendukung lain juga dikumpulkan

dan kemudian diverifikasi kesesuaiannya dengan kebutuhan penelitian.

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yang meliputi

kegiatan pengklasifikasian data, editing, penyajian hasil analisis, dan pengambilan

kesimpulan.
22

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam 4 (empat) bab yang antara bab pertama sampai

dengan bab terakhir merupakan satu kesatuan penelitian dan saling berkaitan satu

dengan yang lainnya.

BAB I merupakan kerangka pikir yang menjawab mengapa penelitian ini

disusun, teori apa yang digunakan serta bagaimana penelitian ini disusun hingga

mencapai kesimpulan.

BAB II merupakan penjelasan mengenai teori yang berkaitan dengan hukum

perlindungan konsumen dan kewajiban pemenuhan hak informasi.

BAB III berisi tentang deskripsi data dari hasil penelitian dan analisis

mengenai data yang diperoleh dengan teori yang ada.

BAB IV berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan serta berisikan saran-saran yang dapat dilakukan agar kedepannya

pemenuhan hak informasi oleh pelaku usaha dapat berjalan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai