1. pengembangan kelembagaan;
2. pendanaan dan sistem pembiayaan; dan
3. peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dijelaskan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian
bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri,
mandiri, dan produktif. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia
melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu
bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan
yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Bidang Perumahan dan Permukiman tidak dapat dilihat sebagai permasalahan fisik semata,
namun harus dikaitkan dengan masalah sosial, ekonomi serta budaya masyarakat secara
berkeadilan, harmonis dan berkelanjutan. Sasaran akhir pembangunannya adalah
terwujudnya kemampuan masyarakat untuk membangun dan mengelola perumahan dan
permukimannya secara mandiri. Di dalam Deklarasi “Cities Without Slums Intiative”, yang
diluncurkan oleh Bank Dunia dan United Nations Centre for Human Settlement (UNCHS),
yang juga telah menjadi komitmen Indonesia, dinyatakan tentang pentingnya sasaran
program meningkatkan dan memperbaiki kehidupan masyarakat miskin di permukiman
kumuh perkotaan. Untuk itu dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 disebutkan bahwa
hasil perencanaan dan perancangan perumahan harus memenuhi persyaratan teknis,
administratif, tata ruang dan ekologis demi terciptanya rumah yang layak huni, dan
meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. Pembangunan perumahan
yang dilakukan meliputi pembangunan rumah dan prasarana, sarana, utilitas umum serta
meningkatkan kualitas perumahan yang ada.
Penyelenggaraan rumah susun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011
bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman
yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya. Pembangunan
rumah susun dilakukan melalui perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengawasan teknis.
Ruang lingkup perencanaan pembangunan rumah susun meliputi:
1. Penetapan penyediaan jumlah dan jenis rumah susun;
2. Penetapan zonasi pembangunan rumah susun; dan
3. Penetapan lokasi pembangunan rumah susun.
3-2
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-3
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
2. Rumah Susun
Rumah susun terbagi menjadi 2 kelompok besar, dan masing-masing kelompok terdiri
dari 3 tipologi, yaitu:
a) Rumah Susun Umum
Rumah susun umum berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2011
adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah yang
pembangunannya mendapatkan kemudahan dan bantuan pemerintah. Rumah
Susun Umum dibagi menjadi 3 tipologi yaitu:
Rumah Susun Umum Kepadatan Rendah
Rumah susun umum kepadatan rendah memiliki jumlah unit kurang dari 500 unit
dengan perkiraan jumlah penduduk kurang dari 2.000 jiwa (dengan asumsi 1
unit hunian dihuni oleh 4 orang). Rumah susun umum kepadatan rendah dapat
diasumsikan terdiri dari 1 RW. Sehingga dengan demikian standar kebutuhan
3-4
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
fasilitas umum dan sosial di rumah susun umum kepadatan rendah akan
disesuaikan dengan standar penyediaan fasos fasum minimal untuk RW.
Rumah Susun Umum Kepadatan Sedang
Rumah susun umum kepadatan sedang memiliki jumlah unit sekitar 500 hingga
1.000 unit dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 2.000 hingga 4.000 jiwa
(dengan asumsi 1 unit hunian dihuni oleh 4 orang). Rumah susun umum
kepadatan sedang dapat diasumsikan terdiri dari 2 RW. Sehingga dengan
demikian standar kebutuhan fasilitas umum dan sosial di rumah susun umum
kepadatan rendah akan disesuaikan dengan standar penyediaan fasos fasum
minimal untuk RW.
Rumah Susun Umum Kepadatan Tinggi
Rumah susun umum kepadatan tinggi memiliki jumlah unit lebih dari 1.000 unit
dengan perkiraan jumlah penduduk lebih dari 4.000 jiwa (dengan asumsi 1 unit
hunian dihuni oleh 4 orang). Rumah susun umum kepadatan tinggi dapat
diasumsikan lebih dari 2 RW. Sehingga dengan demikian standar kebutuhan
fasilitas umum dan sosial di rumah susun umum kepadatan rendah akan
disesuaikan dengan standar penyediaan fasos fasum minimal untuk RW.
b) Rumah Susun Komersial
Rumah susun komersial berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2011
adalah rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki
kemampuan ekonomi dan dapat diperjual belikan sesuai dengan mekanisme pasar.
Dengan demikian secara penyediaan fasilitas umum dan sosial di rumah susun
komersial dapat berbeda dengan yang disediakan di rumah susun umum, karena
akan sangat tergantung kepada target kelas ekonomi masyarakat dari masing-
masing pengembangan rumah susun komersial. Rumah Susun Komersial sendiri
terbagi menjadi 3 tipologi, yaitu:
Rumah Susun Komersial Kepadatan Rendah
Rumah susun komersial kepadatan rendah memiliki jumlah unit kurang dari 500
unit dengan perkiraan jumlah penduduk kurang dari 2.000 jiwa (dengan asumsi
1 unit hunian dihuni oleh 4 orang). Rumah susun komersial kepadatan rendah
bisa jadi memiliki standar fasilitas yang sama dengan rumah susun komersial
kepadatan sedang maupun tinggi, tergantung kepada kelas dari rumah susun
komersial tersebut.
Rumah Susun Komersial Kepadatan Sedang
Rumah susun umum kepadatan sedang memiliki jumlah unit sekitar 500 hingga
1.000 unit dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 2.000 hingga 4.000 jiwa
3-5
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-6
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
a. Keanggotaan;
b. Badan Pengelola;
c. Musyawarah dan rapat-rapat;
d. Keuangan;
e. Peralihan dan Penyerahan Hak serta Penggunaan Satuan Rumah Susun;
f. Perpanjangan Ha katas Penggunaan Rumah Susun;
g. Harta Kekayaan Perhimpunan;
h. Tata tertib penghuni;
i. Larangan-larangan;
j. Tata tertib Pemilikan Satuan Rumah Susun;
k. Hubungan Perhimpungan dengan pihak-pihak terkait;
l. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengelolaan;
m. Sanksi;
n. Aturan Penutup; dan
o. Lain-lain dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.
Selanjutnya, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanga Perhimpunan ini disahkan oleh
Kepaa Daerah dengan rekomendasi dari instansi yang berwenang.
3-7
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam peraturan ini menjelaskan definisi dari rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama. Adapun persyaratan teknis pembangunan rumah susun yang mencakup
ketentuan-ketentuan teknis, antara lain:
a. Ruang
Keseluruhan ruang dalam rumah susun merupakan kelompok ruang yang memiliki
fungsi dan dimensi tertentu serta memenuhi persayaratan penghawaaan, pencahayaan,
suara, dan bau untuk melindungi penghuni.
b. Struktur, komponen, dan bahan bangunan
Adapun rumah susun harus menggunakan struktur, komponen, dan bahan bangunan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip koordinasi modular dan memenuhi persyaratan
kontruksi (memperhitungkan kekuatan dan ketahanan) baik secara vertikal maupun
horizontal terhadap beban mati, beban bergerak atau beban hidup, beban gempa, beban
angin, beban tambahan, hujan, banjir, kebakaran, daya dukung tanah dan
gangguan/perusak lainnya.
c. Kelengkapan rumah susun
Pada rumah susun harus dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, pintu dan
tangga darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, penangkal petir, dan
jaringan-jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan saluran pembuangan air
limbah, tempat perwadahan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan
bangunan, jaringan listrik, generator listrik, gas, tempat untuk kemungkinan pemasangan
jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya sesuai dengan tingkat keperluan. Adapun
kelengkapan rumah susun ini harus tercantum dalam perencaan minimal pada skala
1:100 (untuk pemasangan, pengujan, dan pemliharaan instalasi sesuai ketentuan yang
berlaku.
d. Satuan rumah susun
Satuan umah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kebutuhan ruang dan ketentuan satuan rumah
susun sekurang-kurangnya 18 m2 dengan lebar muka sekurang-kurangnya 3 m2.
Adapun satuan rumah susun dapat terdiri dari satu ruang utama dan ruang lain di dalam
3-8
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
dan/atau di luar ruang utama yang merupakan kesatuan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari sesuai fungsi dan penggunaannya.
e. Bagian bersama dan benda bersama
Definisi dari bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak
terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuansatuan rumah
susun dan dapat berupa ruang untuk umum, struktur dan komponen kelengkapan rumah
susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan
rumah susun. Untuk ruang untuk umum ini dapat berupa ruang umum, koridor, selasar,
dan ruang yangga yang harus disediakan bagi rumah susun. Sedangkan pengertian dari
benda bersama adalah benda yang terletak di atas tanah bersama di luar bangunan
rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam
kesatuan fungsi dengan rumah susun dan dapat berupa prasarana lingkungan dan
fasilitas lingkungan.
f. Kepadatan dan tata letak bangunan
Kepadatan bangunan suatu lingkungan rumah susun harus memperhitungkan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian dan kedalaman
bangunan serta penggunaan tanah yang bertujuan untuk mencapai optimasi daya guna
dan hasil guna tanah. Untuk letak bangunan rumah susun harus memperhatikan jarak
antara bangunan, batas pemilikan tanah bersama, serta kemudahan pencapaian dan
pengelolaan guna mencapai keamanan, keselamatan dan kenyamanan penghuni serta
lingkungannya. Rincian aturan kepadatan bangunan, diantaranya:
KDB : untuk rumah susun hunian dengan jumlah lantai 5 (lima) dan jumlah penghuni
maksimum : 1.orang, dengan nilai KDB sebesar 25%
KLB : untuk rumah susun hunian dengan lantai 5 (lima) dan kepadatan penghuni
maksimum : 1.orang, dengan nilai KLB sebesar 1,25%
Penggunaan tanah
Luas tanah untuk bangunan rumah susun terhadap luas tanah bersama
maksimal 50%
Luas tanah untuk prasarana lingkungan terhadap luas tanah bersama minimal
20%
Luas tanah untuk fasilitas lingkungan terhadap tanah bersama minimal 30%
g. Prasarana lingkungan
Pada lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan berupa
jalan setapak, jalan kendaraan yang berfungsi sebagai penghubung antar bangunan
rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir dan/atau tempat
penyimpanan barang. Rincian kelengkapan prasarana lingkungan, diantaranya:
3-9
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam peratuan ini menjelaskan pedoman teknis sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para
penyelenggara pembangunan rusuna bertingkat tingi. Lingkup dari pedoman teknis ini
meliputi perencanaan, ketentuan administratif, ketentuan teknis tata bangunan, ketentuan
teknis keandalan bangunan, dan ketentuan pembiayaan bangunan rusuna bertingkat tinggi.
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing syarat yang digunakan dalam
pembangunan rusuna bertingkat tinggi.
3-10
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
a. Kriteria Perencanaan
Untuk kriteria perencaan rusuna bertingkat tinggi ini mencakup:
1. Kriteria umum (kriteria persyaratan untuk pemenuhan tujuan pengaturan bangunan
Gedung); dan
2. Kriteria khusus (kriteria persyaratan untuk pemenuhan tujuan pengaturan bangunan
rusuna bertingkat tinggi).
b. Ketentuan Administratif
Untuk ketentuan administratif rusuna bertingkat tinggi ini mencakup kejelasan status
hak atas tanah, status kepemiikan bangunan, status perizinan termasuk izin
mendirikan bangunan gedung/IMB).
c. Ketentuan Teknis
Untuk ketentuan teknis rusuna bertingkat tinggi ini, mencakup:
1. Ketentuan teknis tata bangunan (terdiri dari persyaratan peruntukan lokasi dan
intensitas, arsitektur, serta persyaratan dampak lingkungan); dan
2. Ketentuan teknis keandalan bangunan (terdiri dari persyaratan keselatan,
Kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan).
Rincian ketentuan teknis yang dijelaskan pada peraturan ini, diantaranya:
1. Jarak bebas bangunan rusun bertingkat tinggi terhadap bangunan gedung lainnya
minimum 4 m pada lantaidasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat
bangunan ditambah 0,5 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai
jarak bebas terjauh 12,5 m.
2. Jarak bebas antar dua bangunan rumah susun bertingkat tinggi dalam suatu tapak
diatur sebagai berikut:
dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka
jarak antara dinding ataubidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang
ditetapkan;
dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok
tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka
jarak antara dinding tersebut minimal satu kalijarak bebas yang ditetapkan; dan
dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan,
maka jarak dinding terluarminimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.
3. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir
Sirkulasi memberikan pencapaian yang mudah, jelas, dan terintegrasi dengan
sarana transportasi,memperhatikan aksesibilitas untuk disabilitas dan lansia,
memungkinan adanya ruang gerak vertikal (clearance);
3-11
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam hal rencana pembangunan rumah susun di Kabupaten Kepulauan Seribu yang
berada di pesisir, tentunya sangat mempertimbangkan bahan bangunan dan pondasi
tentunya. Sesuai dalam PerMen PU No. 5 Tahun 2007 ini menjelaskan bahwa untuk
pembangunan pondasi dalam pada lokasi pemancanagan pancang yang berada di daerah
tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif, maka harus memperhatikan pengamanan baja
terhadap korosif.
Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan bagian dari Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam yang diatur pengembangannya. Diantara poin pengaturan yang perlu
diperhatikan adalah aturan mengenai pembangunan di area perairan di kawasan tersebut,
dimana terdapat aturan bahwa tidak diizinkan dilakukan pembangunan di area perairan di
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam kecuali khusus untuk kegiatan
konservasi dan kegiatan lainnya yang diizinkan dan masuk dalam kategori kegiatan
pembangunan strategis.
3-12
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 85 Tahun 2017 Tentang
Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam disebutkan bahwa tujuan
utama pelaksanaan kerjasama dan pembangunan di kawasan suaka alam dan kawasan
konservasi merupakan untuk perkuatan fungsi konservasi tersebut. Selain daripada itu
terdapat pengecualian pada beberapa hal terkait pembangunan strategis. Hal tersebut
dijelaskan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 sebagai berikut :
Pasal 2
Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA bertujuan untuk mewujudkan penguatan tata
kelola pengelolaan kawasan dan konservasi keanekaragaman hayati.
Pasal 3
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 44 Tahun 2017 Tentang
Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam terdapat aturan mengenai pembangunan strategis yang dijelaskan dalam Pasal 3 yang
telah dijelaskan diatas, hal tersebut dijelaskan pada Pasal 13, sebagai berikut :
Kerja sama dalam rangka pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:
Dalam uraian pasal berikutnya terdapat penjelasan mengenai kelima poin yang disebutkan
dalam pasal 13 diatas, yaitu sebagai berikut :
3-13
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Pasal 14
Kerja sama yang mempunyai pengaruh penting terhada kedaulatan negara dan pertahanan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi:
Pasal 15
a. menara komunikasi;
f. jaringan kabel/serat optik baik yang berada di bawah tanah, perairan dan laut.
2) Rumah genset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dibangun di bawah tanah
guna menghindari/mengurangi kebisingan.
Pasal 17A
Kerja sama mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, dapat berupa
sarana dan prasarana mitigasi bencana meliputi:
a. jalur evakuasi;
c. normalisasi sungai;
3-14
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Sesuai dengan uraian diatas maka disimpulkan bahwa kegiatan hunian bukan bagian dari
kegiatan strategis yang dikecualikan diizinkan dibangun di area perairan, oleh karena itu
dalam penentuan lokasi rumah susun di Kabupaten Kepulauan Seribu agar diperhatikan
mengenai aturan tersebut.
Dalam peraturan ini menjelaskan definisi dari bangunan gedung adalah wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus. Untuk
menentukan fungsi dan klasisifikasi bangunan Gedung harus sesuai dengan peruntukan
lokasi yang diatur dalam RTRW, RDTR, peraturan zonasi, dan/atau panduan rancnag kota.
Selanjutnya, fungsi dan klasifikasi bangunan Gedung juga diusulkan oleh pemilik bangunan
Gedung dalam pengajuan permohonan IMB. Salah satu fungsi bangunan Gedung sebagai
hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia, meliputi:
a. Rumah tinggal tunggal;
b. Rumah tinggal deret;
c. Rumah tinggal susun; dan
d. Rumah tinggal sementara.
Untuk klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pada beberapa aspek, antara
lain:
a. Tingkat kompleksitas;
b. Tingkat permanensi;
c. Tingkat risiko kebakaran;
3-15
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
d. Zonasi gempa;
e. Lokasi;
f. Ketinggian; dan/atau
g. Kepemilikan.
Pada klasifikasi berdasarkan ketinggian ini memiliki skala bertingkat rendah, desang, dan
tinggi (sesuai dengan kebutuhan hunian di Kabupaten Kepulauan Seribu yang direncanakan
akan memiliki tingkat yang tinggi atau rumah susun).
Untuk bangunan gedung dengan fungsi hunian tempat tinggal minimal memiliki ruang (terdiri
dari ruang penggunaan pribadi, ruang bersama, dan ruang pelayanan). Selain itu, dapat
pula ditambahkan ruang penunjang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kegiatan peghuni
sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama sebagai hunian. Perencanaan
bangunan gedung fungsi hunian harus mengacu beberapa hal seperti:
a. Pada ruang rongga atap harus memiliki penghawaan dan pencahayaan alami yang
memadai;
b. Harus memiliki sistem pengendalian asap kebakaran dan harus dilindungi dengan
instalasi hidran kering maupun tandon kering sesuai ketentuan SNI;
c. Harus dilengkapi dengan sistem dan/atau peralatan bagi pemeliharaan dan perawatan
bangunan gedung yang tidak mengganggu serta membahayakan lingkungan;
d. Bangunan gedung lebih dari 4 lantai harus menyediakan cerobong (shaft) untuk
penempatan jaringan mekanikal elektrikal dan jaringan perpipaan sesuai SNI yang
berlaku;
Sedangkan untuk SLF bangunan gedung hunian memiliki ketentuan masing-masing masa
berlakunya, antara lain:
a. Masa berlaku SLF untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana
dan rumah deret sederhana tidak dibatasi.
b. Masa berlaku SLF bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal
tunggal, dan rumah deret sampai dengan 2 (dua) lantai ditetapkan dalam jangka waktu
20 (dua puluh) tahun.
c. Masa berlaku SLF bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal
tidak sederhana, bangunan gedung lainnya pada umumnya, dan bangunan gedung
tertentu ditetapkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
3-16
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3.3.2 PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RTRW
PROVINSI DKI JAKARTA
Dalam peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah 2030 menjelaskan bahwa pembangunan daerah Jakarta diarahkan untuk
mewujudkan visi Jakarta sebagai :
Dalam mewujudkan visi tersebut, misi pembangunan daerah di antaranya sebagai berikut:
Salah satu tujuan penataan ruang Provinsi DKI Jakarta adalah terciptanya ruang wilayah
yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif. Salah satu strategi
yang dilakukan untuk menciptakan ruang wilayah tersebut, yaitu pengembangan kawasan
pusat kegiatan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing Kota Jakarta, penyediaan
prasarana, sarana dan utilitas di pusat kegiatan dan antar pusat kegiatan. Pusat kegiatan
pelayanan kota menurut hirarkinya, terdiri dari kawasan pusat kegiatan primer, sekunder,
dan tersier.
Dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta menjelaskan bahwa terdapat kebijakan di Kabupaten
Kepulauan Seribu sebagai perwujudan penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang berkelanjutan, antara lain:
a. Pengelolaan dan pengendalian pembangunan kawasan pesisir dan pulau kecil dengan
mempertimbangkan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan;
b. Pengembangan wilayah Kepulauan Seribu sebagai daerah tujuan wisata regional,
nasional, dan internasional serta penghasil komoditi perikanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar lokal, nasional, dan internasional;
c. Penataan dan peningkatan kualitas lingkungan pada pulau-pulau permukiman yang ada;
dan
d. Pengembangan sistem prasarana dan sarana yang terintegrasi dengan sistem regional,
nasional, dan internasional.
3-17
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-18
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Sedangkan untuk kawasan lindung geologi di Kab. Kepulauan Seribu ini berupa
kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan batuan dan koral berupa kawasan
terumbu karang dan padang lamun.
3-19
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Untuk pusat tersier di Kab. Kepulauan Seribu ini berada di Pulau Tidung, Pulau Kelapa,
Pulau Harapan, dan Pulau Sebaru Besar. Penggunaan utama daratan pulau di Kab.
Kepulauan Seribu ini mencakup perumahan, perkantoran pemerintahan, dan kegiatan
ekonomi. Sedangkan sebaran kawasan permukiman di Kab. Kepulauan Seribu ini,
berada di:
Pulau Untung Jawa; Pulau Panggang;
Pulau Lancang Besar; Pulau Kelapa;
Pulau Payung Besar; Pulau Harapan;
Pulau Tidung Besar; Pulau Kelapa Dua; dan
Pulau Pari; Pulau Sebira.
Pulau Pramuka;
Untuk Pulau sebagai kawasan taman arkeologi di Kab. Kepulauan Seribu ini, antara lain:
Pulau Bidadari;
Pulau Cipir;
Pulau Onrust; dan
Pulau Kelor.
Visi pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) lima tahun mendatang (2017-2022) yaitu :
Jakarta Kota Maju, Lestari dan Berbudaya Yang Warganya Terlibat Dalam
Mewujudkan Keberadaban, Keadilan dan Kesejahteraan Bagi Semua
Visi ini selaras dengan Visi RPJMN 2015-2019 yang bertujuan mewujudkan Indonesia yang
berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong dalam hal menciptakan
masyarakat yang berkepribadian, berjiwa gotong royong, dan masyarakat yang memiliki
keharmonisan antarkelompok sosial, serta pertumbuhan ekonomi yang berorientasi
kesejahteraan dengan berlandaskan pada keunggulan sumber daya manusia serta
kemampuan IPTEK.
Visi tersebut dijelaskan kembali melalui Misi RPJMD yang dijabarkan sebagai berikut:
3-20
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
a. Menjadikan Jakarta Kota yang aman, sehat, cerdas, berbudaya, dengan memperkuat
nilai-nilai keluarga dan memberikan ruang kreativitas melalui kepemimpinan yang
melibatkan, menggerakkan dan memanusiakan;
b. Menjadikan Jakarta Kota yang memajukan kesejahteraan umum melalui terciptanya
lapangan kerja, kestabilan dan keterjangkauan kebutuhan pokok, Meningkatnya keadilan
sosial, percepatan pembangunan infrastruktur, kemudahan investasi dan berbisnis, serta
perbaikan pengelolaan tata ruang;
c. Menjadikan Jakarta tempat wahana aparatur negara yang berkarya, mengabdi, melayani,
serta menyelesaikan berbagai permasalahan kota dan warga secara efektif, meritokratis
dan berintegritas;
d. Menjadikan Jakarta kota yang lestari, dengan pembangunan dan tata kehidupan yang
memperkuat daya dukung lingkungan dan sosial; dan
e. Menjadikan Jakarta ibukota yang dinamis sebagai simpul kemajuan Indonesia yang
bercirikan keadilan, kebangsaan dan kebhinekaan.
3.3.4 PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 135 TAHUN 2019 TENTANG
PEDOMAN TATA BANGUNAN
Dalam peraturan ini menjelaskan beberapa ketentuan yang harus diterapkan pada
bangunan gedung dengan fungsi hunian. Adapun beberapa ketentuan yang diatur untuk
bangunan gedung fungsi hunian, natra lain:
3-21
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
f. Letak pintu untuk kendaraan bermotor roda empat pada lahan perencanaan yang
membentuk sudut tikungan untuk fungsi hunian diberi jarak minimum 8 m dari titik
belok, dan untuk fungsi non-hunian dihitung 20 m dari titik belok.
g. Apabila pagar merupakan dinding bangunan fungsi hunian bertingkat atau berfungsi
sebagai pembatas pandangan, maka tinggi tembok/dinding diperkenankan maksimum 7
m dari permukaan tanah pekarangan.
h. Tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB pada bangunan fungsi hunian
maksimum 1,50 m di atas permukaan tanah pekarangan; dan
3-22
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
i. Fungsi ruang di bawah permukaan tanah bukan untuk fungsi utama hunian (seperti
kamar tidur, dapur, ruang tamu/keluarga).
3-23
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-24
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
dikelola kecuali pada area yang tidak boleh dimanfaatkan area mangrove, area
berawa/berlumpur, lamun dan area rumah coral hidup, serta area lain yang telah
diatur dalam peraturan perundangan;
5) bangunan yang berdiri di atas perairan laut dangkal harus berbentuk
panggung, dari struktur yang ringan seperti kayu atau yang setara, dengan
pondasi sampai ke landasan keras, dan untuk struktur apung maka harus
memenuhi kriteria struktur terapung dengan berpegangan pada suatu stuktur
yang mempunyai pondasi sampai landasan keras dan tidak dapat dimanfaatkan
sebagai bangunan hunian tetap/permanen;
6) jarak areal pengelolaan pemanfaatan laut dangkal beberapa pulau yang
berdekatan dihitung sama besar;
7) setiap pemanfaatan perairan laut dangkal di kepulauan seribu harus menjaga,
memelihara dan menyehatkan coral dalam laguna;
8) ketinggian bangunan di atas permukaan laut dengan puncak atap adalah paling
tinggi 12 m (dua belas meter);
9) ketinggian peil lantai dasar untuk bangunan di atas permukaan laut dangkal atau
laguna paling kecil 2 m (dua meter) dari pasang laut tertinggi;
10) bangunan terjauh yang boleh didirikan paling jauh 12 m (dua belas meter) di
belakang batas tubir karang;
11) pemanfaatan pulau dan laut dangkal untuk kegiatan rekreasi/wisata wajib
menyediakan sarana penunjang seperti jeti, restoran, villa, resepsionis dan lain-
lain;
12) setiap pemanfaatan di atas permukaan laut dangkal (laguna) harus menyediakan
jaringan utilitas untuk air kotor/limbah dan sampah yang dihubungkan ke daratan
pulau untuk diolah dan perletakannya harus terkamuflase;
13) limbah cair/lumpur dan sampah tidak boleh dibuang langsung ke laut/perairan
lainnya, dan harus diolah di dalam pulau;
14) ruang tunggu penumpang dan/atau ruang penyambutan yang dibangun antara
lain dalam bentuk restoran, kantor penerimaan tamu (front office), dan kios
cinderamata dapat didirikan di atas permukaan laut atau di daratan pulau diluar
sempadan pantai, luas lantai dasarnya diperhitungkan dalam perhitungan KDB
keseluruhan atas areal daratan yang boleh dikelola dan/atau dimanfaatkan; dan
15) luas lantai keseluruhan ruang tunggu penumpang disebut pada angka 14 di atas
diperhitungkan di dalam perhitungan KLB atas areal daratan yang boleh dikelola
dan/atau dimanfaatkan;
3-25
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam peraturan ini menjelaskan bahwa Rumah Susun Sederhana (Rusuna) merupakan
rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Untuk menetapkan lokasi sebagai Rusuna dapat diusulkan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, masyarakat maupun pengembangan dengan mempertimbangkan
RTRW Provinsi DKI Jakarta. Adapun persayaratan dalam pembangunan rumah susun
sederhana ini, antara lain:
1. Tersedianya sarana dan prasarana, berupa:
b. Rencana jalan minimal 12 meter dan lebar badan jalan eksisting minimal 8 meter;
c. Saluran air dengan sistem drainase yang baik;
d. Jalur angkutan umum menuju lokasi; dan
e. Terjangkau pelayanan jaringan utilitas kota.
2. Berada pada kawasan peremajaan lingkungan dan pembangunan baru;
3. Terhadap pembangunan rusuna pada kawasan peremajaan, maka masyarakat yang
tinggal pada kawasan tersebut mendapat prioritas untuk menempati Rusuna yang akan
dibangun dan dikembangkan;
4. Pola pengembangan dan pembangunan rusuna dibatasi maksimal denga luas lahan 3
Ha;
5. Pada daerah yang memiliki potensi strategis dapat diberikan insentif berupa
pengembangan dan pembangunan rusuna lebih dari 3 Ha dengan terlebih dahulu
mendapat persetujuan Gubernur dan dikenakan kewajiban tambahan berupa sarana dan
prasarana kota sebagai bentuk kontribusi terhadap kota yang besarnya ditetapkan
kemudian;
6. Perencanaan rusuna diwajibkan menyediakan fasum/fasos paling sedikit 50%;
7. Menyediakan ruang terbuka yang besarannya 2 m2/jiwa (sebagai ruang gerak pribadi)
berada pada halaman dan/atau bangunan dan berfungsi juga sebagai ruang terbuka
evakuasi bencana;
8. Menyediakan sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;
9. Perencanaan pada lantai dasar bangunan hanya untuk fungsi sarana penunjang dan
fasum/fasos dengan luas paling banyak 50% dan sisanya sebagai ruang terbuka tanpa
dinding;
10. Setiap 10 unit hunian menyediakan lokasi parkir 1 unit mobil dan 5 unit motor dalam
halaman persil dan/atau bangunan;
11. Perhitungan jumlah penghuni berdasarkan luas lantai, setiap luas lantai hunian 45 m2 (4
jiwa);
3-26
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
12. Permukaan atap bangunan dibangun sebagai taman (roof garden) dan difungsikan
sebagai ruang publik; dan
13. Pada lokasi yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
(KKOP) diperlukan rekomendasi dari Instansi berwenang.
Rencana pembangunan Rusuna dapat dilaksanakan pada semua jenis peruntukan, kecuali
pada peruntukan ruang hijau, fasilitas umum, prasarana dan kawasan pemugaran. Adapun
pemberian insentif oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pembangunan rusuna bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah (berupa
pemberian KLB). Adapun pemberian KLB terbagi dalam tiga tipologi, antara lain:
1. Tipologi 1 (PSL Padat) :
a. Luas daerah perencanaan minimal 4.000 m2 dan maksimal 30.000 m2;
b. Kepadatan penduduk paling tinggi 3.500 jiwa/Ha dan KLB maksimal 3,5; dan
c. Kepadatan penduduk maksimal 4.000 jiwa/Ha dengan KLB maksimal 4 diizinkan
pada lokasi yang berdekatan dengan terminal/stasiun/halte yang terkait dengan
pengembangan sistem angkutan transportasi umum dalam radius 400 meter.
2. Tipologi 2 (PSL Kurang Padat)
a. Luas daerah perencanaan minimal 10.000 m2 dan maksimal 30.000 m2;
b. Kepadatan penduduk paling tinggi 3.000 jiwa/Ha dan KLB maksimal 3; dan
c. Kepadatan penduduk maksimal 3.500 jiwa/Ha dengan KLB maksimal 3,5 diizinkan
pada lokasi yang berdekatan dengan terminal/stasiun/halte yang terkait dengan
pengembangan sistem angkutan transportasi umum dalam radius 400 meter.
3. Tipologi (PSL Tidak Padat)
a. Luas daerah perencanaan minimal 10.000 m2 dan maksimal 30.000 m2;
b. Kepadatan penduduk paling tinggi 2.500 jiwa/Ha dan KLB maksimal 2,5; dan
Kepadatan penduduk maksimal 3.000 jiwa/Ha dengan KLB maksimal 3 diizinkan pada lokasi
yang berdekatan dengan terminal/stasiun/halte yang terkait dengan pengembangan sistem
angkutan transportasi umum dalam radius 400 meter.
Dalam peraturan ini menyebutkan bahwa Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai Sub
Wilayah Perencanaan (SWP) memiliki luas daratan pulau kurang lebih 1.101,25 Ha.
Selanjutnya, untuk Sup Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan Kabupaten Kepulauan
Seribu ini berada di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan
3-27
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Seribu Utara. Adapun penjelsan dari masing-masing komponen yang ada dalam rencana
struktur ruang dan rencana polar uang di Kabupaten Kepulauan Seribu ini, antara lain:
3-28
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
d) Alur Pelayaran
Untuk alur pelayaran di Kab. Kepulauan Seribu pada Kelas II, antara lain:
alur pelayaran Ancol-Pulau Pantara;
alur pelayaran Ancol-Pulau Ayer;
alur pelayaran Ancol-Pulau Bira;
alur pelayaran Tanjung Priok- ulau Tunda;
alur pelayaran Tanjung Priok ke wilayah utara Indonesia;
alur pelayaran Ancol-Pulau Kotok;
alur pelayaran Banten-Pulau Lancang;
alur pelayaran Banten-Pulau Tidung;
alur pelayaran Banten-Pulau Pari;
alur pelayaran Banten-Pulau Pari 2;
alur pelayaran Banten-Pulau Tidung;
alur pelayaran Banten-Pulau Untung Jawa; dan
alur pelayaran Pantai Mutiara-Pulau Tidung.
3-29
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Sedangkan untuk alur pelayaran kelas III di SWP Kab. Kepulauan Seribu ini,
antara lain:
Alur pelayaran kepulauan Indonesia terdiri atas perlintasan wilayah barat dan
timur Indonesia di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara pada SWP Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
3-30
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-31
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
A. Visi Pengelolaan
Visi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi DKI Jakarta seperti yang tertuang
dalam Renstra Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI Jakarta adalah:
“DKI Jakarta 2030, Kota Pantai yang Produktif, Indah dan Nyaman”
B. Misi Pengelolaan
Misi adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan suatu visi dan melalui misi ini
diharapkan dapat diwujudkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi kesejahteraan
masyarakat secara berkelanjutan. Misi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil DKI
Jakarta yang tertuang dalam Renstra Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI Jakarta diantaranya
adalah:
1) Mewujudkan tata kelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil DKI Jakarta yang
dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan
2) Meningkatkan kualitas dan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya untuk mengelola dan membangun wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil DKI Jakarta secara terpadu dan berkelanjutan.
3) Memelihara, memperbaiki dan meningkatkan daya dukung serta kualitas lingkungan
pesisir dan pulau-pulau kecil.
4) Mendorong pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal,
3-32
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Menurut kedua peraturan tersebut, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
secara hirarki terdiri atas kawasan, zona, dan sub-zona. RZWP3K DKI Jakarta merupakan
arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI
Jakarta yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi ruang. Alokasi ruang terbentuk dari
distribusi peruntukan ruang yang terdiri dari alokasi-alokasi ruang dengan fungsi-fungsi
tertentu.
Rencana alokasi ruang WP3K DKI Jakarta secara umum terbagi menjadi empat kawasan.
Pertama, yaitu kawasan pemanfaatan umum, digunakan sebagai zona pariwisata, zona
penangkapan, perikanan budidaya dan aktivitas pemukiman pesisir serta turunannya, dan
zona pemanfaatan tertentu. Kedua, yaitu, kawasan konservasi yang merupakan zona
pembatasan pemanfaatan sumber daya dan atau zona pelarangan pemanfaatan sumber
daya (preservasi). Ketiga, yaitu kawasan strategis nasional tertentu, digunakan untuk
tujuan primer tertentu, misalkan pangkalan militer, pelabuhan beserta turunannya.
Keempat, yaitu alur laut, digunakan sebagai jalur pipa dasar laut, jalur lintas kapal reguler
maupun internasional dan jalur migrasi ikan.
Berdasarkan analisis RZWP3K Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 – 2035 diperoleh arahan
pola ruang Provinsi DKI Jakarta. Arahan pola dan pemanfaatan ruang untuk kawasan
pesisir Provinsi DKI Jakarta belum dilakukan secara jelas, olehnya itu berdasarkan hasil
analisis draft rencana zonasi, maka rekomendasi untuk pola arahan dan pemanfaatan ruang
untuk kawasan pesisir Provinsi DKI Jakarta terdiri atas Kawasan Pemanfaatan Umum,
3-33
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-34
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Gambar 3.5 Rencana Alokasi Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
3-35
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Gambar 3.6 Rencana Alokasi Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara
Perubahan pemanfaatan ruang dapat dilakukan asalkan terpenuhi beberapa kriteria sebagai
3-36
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
berikut:
Terdapat kesalahan peta dan/atau informasi yang ada dalam peraturan pengendalian
dan pemanfaatan ruang dan telah dibuktikan dalam suatu pengkajian tertentu
Rencana yang disusun menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau kelompok
masyarakat
Rencana yang disusun menghambat pertumbuhan perekonomian kota
Permohonan/usulan penggunaan lahan baru menjanjikan manfaat yang besar bagi
lingkungan
Pengelolaan rumah susun sederhana sewa adalah upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi rumah susun sederhana sewa yang meliputi kebijakan penataan pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian rumah susun sederhana
sewa. Dalam melaksanakan pengelolaan rusunawa diperlukan perencanaan yang matang
guna terselenggaranya pengelolaan yang baik. Menurut Friedman (1974: 5) perencanaan
adalah cara berpikir mengatasi masalah sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di
masa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan
dalam kebijakan dan program. Perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan
dapat diterima oleh masyarakat, dalam hal ini perencanaan sosial dan ekonomi harus
3-37
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baik secara langsung atau
tidak langsung.
Menurut conyers & Hills (1994) dalam Arsyad (1999:19) perencanaan adalah suatu proses
yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilhan berbagai
alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang
akan datang. Dalam mempertahankan keberadaan dan kelangsungan rumah susun
sederhana sewa dibentuk unit pengelola teknis (UPT), (Koeswahyono, 2004:89)
Pada umumnya semua unit pengelola tersebut memilki hak dan kewajiban yang telah
ditentukan sesuai dalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang Rumah
Susun. Secara umum model organisasi unit pengelola lokasi dibedakan dalam 2 (dua)
model sebagai berikut :
Model swakelola yaitu pengelola operasional merupakan bagian dari organisasi pemilik
atau yang mewakili pemilik rusunawa, yaitu unit pelaksana teknis (UPT) atau badan usaha
milik negara/daerah (BUMN/ BUMD) atau perhimpunan penghuni/ pemilik rusunawa atau
perusahaan swasta pengembang rusunawa.
Model kerjasama operasional yaitu pengelolaan operasional merupakan pihak ketiga, terdiri
dari konsultan properti, koperasi dan perhimpunan penguni, yang bermitra dengan
pemilik/yang mewakili pemilik/pemegang hak pengelolaan aset rusunawa untuk
melaksanakan tugas pengelolaan operasional rusunawa dalam jangka waktu yang
ditentukan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Struktur organisasi unit pengelola lokasi atau unit pelaksana teknis dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lingkup pengelolaanya atau setidak-tidaknya
mempunyai bidang-bidang yang mengelola administrasi dan keuangan, teknis serta
persewaan, pemasaran dan pembinaan penghuni yang masing-masing dipimpin oleh
seorang asisten manajer. Untuk lebih jelas tentang susunan organisasi dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini;
3-38
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Badan pengelola ini dapat dibentuk dari perhimpunan penghuni untuk mengurus
kepentingan bersama para pemilik dan penghuni, serta dapat membentuk atau menunjuk
badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi
pemeliharaan, perbaikan dan pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama (UU No. 16/1985). Pembentukan perhimpunan penghuni
disyahkan oleh Bupati atau Walikota.
Selain mempunyai hak dan kewajiban dalam memanfaatkan barang yang bersifat pribadi,
penghuni juga mempunyai hak atas barang bersama, benda bersama dan tanah bersama
yang merupakan fasilitas dari rumah susun yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 16
tahun 1985 tentang Rumah Susun berlaku atas sarana rumah susun yang dimiliki oleh
3-39
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
perseorangan atau badan hukum. Dalam hal kegiatan operasi dan pemeliharaan harus
dilaporkan secara berkala oleh Badan Pengelola kepada pemilik aset rumah susun
sederhana sewa dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, untuk itu pengawasannya
dibentuk badan pengawas yang bertugas sebagai pengawas penyelenggaraan Rusunawa
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam pengawasan pengelolaan aset milik
Pemerintah / Pemerintah Daerah.
Optimal adalah batasan pada tingkatan tertentu kondisi tersebut telah memenuhi standar
yang ditetapkan, dalam kajian ini optimal adalah pengelolaan yang sesuai dengan rencana
operasional (penerapan tata laksana dan prosedur serta kewajiban) dan perencanaan teknis
(kelayakan hasil pemeliharaan gedung sarana dan prasarana pendukungnya). Dep PU (2007).
Untuk mencapai pada kondisi optimal perlu mengupayakan agar suatu sumberdaya dapat
digunakan secara optimal, untuk itu diperlukan suatu proses. Optimasi adalah suatu proses
kolektif dalam mendapatkan suatu set kondisi yang disyaratkan untuk mencapai hasil yang
terbaik dari suatu situasi yang bersifat tertentu atau given (Beveridge dan Schecter, 1970).
Tujuan dari optimasi adalah untuk melakukan seleksi dari sekian banyak alternatif solusi
yang memungkinkan, sehingga dapat dihasilkan solusi yang terbaik, berkaitan dengan
kriteria yang
disyaratkan dalam optimasi tersebut. Oleh karena itu, pemilihan kriteria menjadi suatu
tahapan yang sangat pening dalam optimasi.
Komponen Optimal
Untuk mencapai tingkat optimal diperlukan suatu komponen, dalam pengelolaan rusunawa
komponen tersebut berupa :
Pengoperasian, berada pada bagian pengelolaan teknis prasarana dan sarana, dalam
pengelolaan teknis ini bagaimana prasarana dan sarana direncanakan
pengoperasiannya, pemeliharaan dan perawatan serta utilitas terpasang dan dilakukan
monitoring dan evaluasi pada periode tertentu dengan selalu memperhatikan faktor
efisiensi dan efektifitas, serta selalu berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan
pembiayaan.
3-40
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
strategi pemasaran serta melaksanakannya sesuai kebutuhan hunian satuan hunian dan
satuan ruang non hunian berkoordinasi dengan bagian pengelolaan teknis serta dalam
pembiayaan berkoordinasi dengan bagian pengelolaan administrasi.
Pembiayaan, berada pada bagian pengelolaan administrasi dan keuangan, pada bagian
administrasi dan keuangan melakukan perencanaan anggaran biaya untuk
terlaksananya sistem pengoperasian prasarana dan sarana, melakukan kontak
kerjasama kemitraan bila ada dan mengelola administrasi pembayaran uang sewa, serta
mengelola administrasi kepegawaian serta penggajian.
3-41
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
Kampung susun Akuarium terdiri dari 2 blok bangunan 5 lantai yang terdiri dari 107 unit
hunian telah terbangun melalui dana kewajiban pengembang. Pembangunan itu sesuai
Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemenuhan Kewajiban
Pembiayaan dan Pembangunan Rumah Susun Murah / Sederhana Melalui Konversi oleh
Para Pemegang Izin Pemanfaatan Ruang. Kampung susun Akuarium secara keseluruhan
akan dibangun 241 unit, yang diperuntukkan bagi warga yang dulunya memang bertempat
tinggal di lokasi tersebut. Setiap hunian vertikal itu terdiri dari satu kamar tidur seluas 3 x 4
meter, satu kamar mandi, satu ruang tamu, dan balkon untuk menjemur pakaian.
Contents
BAB 3...................................................................................................................................... 1
3-42
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3.3.4 PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 135 TAHUN 2019 TENTANG
PEDOMAN TATA BANGUNAN.....................................................................................21
3-43
PT. SEKEPAR BILIKON
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PEMBANGUAN RUMAH SUSUN DI KEPULAUAN SERIBU
3-44
PT. SEKEPAR BILIKON