REVISI
OLEH:
DOSEN PENGAMPU :
Drs. HAFULYON., MM
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan karunia dan nikmatnya
kepada hambaNya. Atas karunia dan pertolongannya makalah ini dapat diselesaikan kan dalam waktu
yang telah ditentukan. Shalawat beserta salam kepada arwah junjungannya yakni nabi Muhammad Saw,
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai alam yang memiliki ilmu pengetahuan yang
dapat dirasakan saat sekarang ini.
Makalah ini berjudul “PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIER”. Diajukan untuk
membuat atau melaksanakan tugas dari dosen. Pemakalah berharap makalah ini bisa diterima dan
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. .
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca dan berguna dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu dan menjadi referensi yang baik bagi pembaca.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dari Perencanaan dan Pengembangan Karier?
2. Apakah Tujuan dari perencanaan dan pengembangan Karier?
3. Bagaimanakah Urgensi Pengembangan Karier?
4. Bagaimanakah Langkah-Langkah Pengembangan Karier?
5. Bagaimanakah Faktor yang di Pertimbangkan dalam Pengembangan Karier?
6. Bagaimanakah Model atau Tipe Jalur Karier?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mendeskripsikan Pengertian dan pengembangan Karier.
2. Untuk Mendeskripsikan Tujuan dari Perencanaan dan Pengembangan karier.
3. Untuk Mendeskripsikan Urgensi Pengembangan Karier.
4. Untuk Mendeskripsikan Langkah-Langkah Pengembangan Karier.
5. Untuk Mendeskripsikan Faktor yang di Pertimbangkan dalam pengembangan Karier.
6. Untuk Mendeskripsikan Model atau Tipe Jalur Karier.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nuraini, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Pekanbaru: Yayasan Ainisyam, 2013), Hal. 69
2
2. Perencanaan Karir Organisasional (Organizational Career Planning)
Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan kebutuhan SDM dan sejumlah
aktivitas karir dengan lebih menitikberatkan pada jenjang atau jalur karir (career path).
Tujuan program perencanaan karir organisasional adalah:
1) Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia.
2) Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirikan jalur-jalur karir tradisional
atau jalur karir yang baru.
3) Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan di antara divisi
dan/atau lokasi geografis.
4) Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan.
5) Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang diberikan oleh
perpindahan karir vertical dan horizontal.
6) Meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan yang dapat menyebabkan berkurangnya
perputaran karyawan.
7) Suatu metode penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Merencanakan karir secara baik akan menentukan kita dalam meraih tujuan karir yang
sesuai dengan harapan dan memberikan kontribusi dalam kesuksesan hidup. Jadi
sesungguhnya perencanaan karir berdimensi lebih luas dibandingkan dengan
pengembangan karir. Perencanaan karir sangat berkaitan dengan perencanaan jangka
panjang karyawan itu sendiri yang tidak dibatasi dalam suatu organisasi tertentu.
Pengembangan karir dibatasi oleh kebutuhan dan kepentingan organisasi. Sangat mungkin
perencanaan karir seseorang melampaui pengembangan karir yang mampu dilakukan oleh
organisasi. Idealnya perencanaan karir sejalan dengan pengembangan karir. Namun, tidak
dapat dipungkiri kadang kala kedua hal tersebut saling bertolak belakang. Dalam kondisi ini
manakala pengembangan karir tidak sejalan dengan perencanaan karir, individu berhak
mengambil keputusan apakah tetap “stay” dalam organisasi atau “exit.” Beberapa pakar
SDM mengemukakan pentingnya perencanaan karir, sebagai berikut:
a. Menurut Mondy, melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi
kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir
alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas
pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai
antara tujuan pribadi dan kesempatankesempatan yang secara realistis tersedia.
b. Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan
karir individual (individual career planning) dan perencanaan karir organisasional
(organizational career planning). Perencanaan karir individual dan organisasional
tidaklah dapat dipisahkan. Seorang karyawan yang rencana karir individualnya
tidak dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat karyawan tersebut
3
akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi juga perlu
menciptakan perencanaan karir bagi karyawannya sehingga organisasi dapat
berkembang dan karyawanpun terpenuhi pengembangan karirnya2.
2
Minto, Psikologi Industri , (Jakarta Barat: Akademia Pertama, 2013), Hal. 24
3
Danang Sunyoto, Manajemen Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (yogyakarta: CAPS
(Center for Academic Publishing Service), 2015), Hal. 167-175
4
C. Urgensi Pengembangan Karier
Dalam proses pengembangan karir individu (karyawan) dalam organisasi atau
perusahaan, ada 3 hubungan saling terkait antara individu, manajer, maupun organisasi. Ketiga-
tiganya memiliki peran masing-masing. Dessler (1997) menjelaskan peran ketiganya dalam
pengembangan karir sebagai berikut:
1. Peran Individu
1) Terimalah tanggung jawab untuk karir Anda sendiri.
2) Taksirlah minat, keterampilan, dan nilai anda.
3) Carilah informasi dan rencana karir.
4) Bangunlah tujuan dan rencana karir.
5) Manfaatkanlah peluang pengembangan.
6) Berbicaralah dengan manajer Anda tentang karir Anda.
7) Ikutilah seluruh rencana karir yang realistic.
2. Peran Manajer
1) Berikanlah umpan balik kinerja yang tepat waktu.
2) Berikan dukungan dan penilaian pengembangan.
3) Berpartisipasilah dalam diskusi pengembangan karir.
4) Dukunglah rencana pengembangan karir.
3. Peran Organisasi
1) Komunikasi misi, kebijakan, dan prosedur.
2) Berikan peluang pelatihan dan pengembangan.
3) Berikan informasi karir dan program karir.
4) Tawarkan satu keanekaragaman pilihan karir.
Jadi, pengembangan karir seorang individu sangat terpengaruh dari 3 peran tersebut.
Ketiga-tiga harus saling mendukung dalam pengembangan karir. Seorang manajer sangat
berperan dalam pengembangan karir individu di sebuah organisasi. Manajer yang baik
seharusnya mendukung penuh kinerja karyawan dan proaktif untuk membantu karyawan dalam
mengembangkan karir.4
4
Kaswan, Career Development (Pengembangan Karir Untuk Mencapai Kesuksesan Dan
Kepuasan), (Bandung: Alfabeta, 2014), Hal. 83
5
beragam pilihan jabatan melalui kursus, perhatian utama menajemen sumber daya manusia
baru dimulai ketika seorang individu memasuki organisasi. Manajer sumber daya manusia
dan juga karyawan harus dapat memastikan bahwa orang-orang bergerak secara efektif di
dalam organisasi. Tantangan kerja dan bentuk pengawasan atas pekerjaan berkontribusi
signifikan terhadap pengembangan karier individu. Karier awal (early career) tidak selalu
berjalan mulus karena adanya masalah-masalah berikut:
1) Frustasi dan ketidakpastian disebabkan harapannya tidak sesuai dengan realitas yang
ada.
2) Adanya penyelia yang tidak kompeten.
3) Insentivitas terhadap aspek politis organisasi.
4) Kegagalan dalam memantau lingkungan internal dan eksternal.
5) Mengabaikan kriteria sesungguhnya untuk pengevaluasian kinerja dari karyawan yang
baru diangkat atau baru memulai berkarier.
6) Ketegangan antara profesional yang lebih muda dan yang tua serta manajer yang
diakibatkan oleh perbedaan pengalaman, kebutuhan, dan minat.
7) Ketidakpastian mengenai batasan loyalitas yang dituntut organisasi.
8) Kegelisahan mengenai integritas, komitmen, dan dependensi.
Organisasi dapat membantu karyawan baru agar terlibat dalam eksplorasi
karier menyusun karier mereka selama tahap awal dengan melakukan orientasi dan
praktik mentoring yang memberikan tantangan kerja dan tanggung jawab secara efektif
dan menawarkan umpan balik kerja yang konstruktif. Selain itu, perusahaan sebaiknya
mendorong para karyawannya agar berpartisipasi dalam pelatihan penilaian mandiri dan
membantu mereka dalam menentukan jalur karier yang realistik dan fleksibel serta
memformulasikan rencana karier.
2. Karier Pertengahan.
Setelah menyelesaikan masalah pada karier awal, individu selanjutnya bergerak ke
dalam suatu periode stabilisasi ketika ia dianggap produktif, menjadi semakin lebih
kelihatan, memikul tanggung jawab yang lebih berat, dan menerapkan sebuah rencana karier
yang lebih berjangka panjang. Kemapanan dan promosi sering menandai tahap ini. Tahap
karier pertengahan (middle career) kerap kali pula meliputi pengalaman baru, seperti
penugasan khusus, transfer dan promosi yang lebih tinggi, tawaran dari organisasi lain,
kesempatan visibilitas untuk jenjang organisasi lebih tinggi, dan pembentukan nilai
seseorang bagi organisasi. Tahap ini juga menandai periode pembentukan sebagai eksekutif
dan pengembangan tingkat keahlian yang dapat bernilai bagi organisasi serta memberikan
kontribusi bagi nilai orang yang bersangkutan. Salah satu strategi untuk menyikapi masalah
di pertengahan karier adalah dengan melatih karyawan pada karier pertengahan untuk
membina karyawan yang lebih junior (misalnya, bertindak sebagai pelatih atau mentor).
6
Karyawan yang berada di karier pertengahan dapat menjaga dirinya tetap segar dan energik,
sedangkan karyawan yang lebih muda belajar melihat gambaran besar dan mengambil
manfaat dari pengalaman karyawan yang lebih senior. Strategi lain untuk mengatasi masalah
karier pertengahan adalah dengan menghadapi atau mencegah keusangan (absolescence).
Untuk menyikapi persoalan ini, beberapa perusahaan mengirimkan karyawan mereka ke
seminar, workshop, kursus, dan berbagai bentuk.
3. Karier Akhir
Suatu titik balik terhadap produktivitas atau penurunan dan pensiun dini mewarnai
krisis pertengahan karier. Individu yang produktif dapat memikul peran staf senior atau
manajemen puncak, atau mungkin tetap sebagai konstributor dalam peran non-
kepemimpinan. Dalam tahap ini individu mesti menjernihkan dirinya. Pada akhirnya,
individu mulai melepaskan diri dari belitan tugastugasnya dan bersiap-siap untuk pensiun.
Pemberian pelatihan kepada penerus, pengurangan beban kerja, atau pendelegasian tugas-
tugas utama periode karier akhir (late career) adalah agar tetap produktif dan menyiapkan
diri untuk pensiun. Selama karier akhir, sebagian besar karyawan harus mengatasi keuangan
setelah pertengahan karier atau masa stabil serta bias usia negatif di pekerjaan.5
5
Hani Handoko, Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia,(Yogyakarta: BPFEYogyakarta,
2014), Hal 127-130
7
jabatan yang lebih tinggi, akan dibatalkan karena ada orang yang di- drop dari luar
organisasi. Dengan demikian masalah ini dapat mengacaukan manajemen karir yang
telah dirancang oleh organisasi.
4. Politicking dalam Organisasi Faktor-faktor seperti intrik-intrik, kasak-kusuk, hubungan
antar teman, dan nepotisme yang lebih dominan dapat mempengaruhi karir seseorang.
5. Sistem Penghargaan Sistem manajemen sangat mempengaruhi banyak hal termasuk
manajemen karir karyawan. Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang
jelas akan cenderung memperlakukan karyawannya secara subjektif.
6. Jumlah Karyawan Jumlah karyawan yang dimiliki sebuah organisasi sangat
mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika jumlah karyawan sedikit, maka
manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola
7. Ukuran Organisasi Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah
jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah
personel karyawan yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan
tersebut. Biasanya semakin besar organisasi,semakin kompleks urusan manajemen karir
karyawan. Namunkesempatan untuk promosi dan rotasi karyawan juga lebih banyak.
8. Kultur Organisasi Organisasi juga mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada
organisasi yang cenderung berkultur profesional, objektif, rasional, dan demokratis. Ada
juga organisasi yang cenderung feodalistik, rasional,dan dmokratis, tetapi ada juga
organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja dan mementingkan senioritas
karyawan.
9. Tipe Manajemen Jika manajemen cenderung tertutup maka keterlibatan karyawan
dalam hal pembinaan karirnya cenderung minimal. Sebaliknya jika cenderung terbuka,
demokratis maka keterlibatan karyawan dalam pembinaan karir cenderung besar6.
6
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kencana, 2009), Hal. 110- 111
8
pelatihan yang dibutuhkan secara khusus. Eksplorasi terjadi pada usia pertengahan
belasan tahun sampai awal atau akhir dua puluhan (di mana individu itu masih
bersekolah atau kuliah). Eksplorasi berlanjut ketika individu memulai pekerjaan
baru. Dalam banyak hal pekerja baru belum siap memulai tugas dan peran
pekerjaan tanpa bantuan dan arahan dari orang lain. Dari kacamata perusahaan,
aktivitas orientasi dan sosialisasi dibutuhkan untuk mengatur karyawan baru agar
merasa nyaman dengan pekerjaan barunya serta karyawan yang lain sehingga
mereka mulai dapat memberikan kontribusi terhadap tujuan perusahaan.
2) Tahapan Penentuan (Establishment)
Pada tahap establishment, individu menemukan tempatnya di perusahaan,
memberikan kontribusi yang mandiri, memperoleh tanggung jawab yang besar dan
kesuksesan financial, serta membangun gaya hidup yang dikehendaki. Para
karyawan pada tahap ini tertarik dipandang sebagai kontributor kesuksesan
perusahaan. Karyawan yang telah mencapai tahapan establishment dipandang
sebagai kolega. Kolega adalah karyawan yang dapat bekerja secara mandiri dan
mendatangkan hasil. Mereka adalah karyawan yang lebih mandiri atau lebih
berpengalaman daripada mereka yang ada di tahapan eksplorasi. Mereka
mempelajari bagaimana perusahaan memandang kontribusi mereka dari interaksi
informal dengan sesama manajer dan umpan balik formal yang diterima melalui
sistem penilaian kinerja. Untuk karyawan pada tahapan ini, perusahaan perlu
mengembangkan kebijakan yang membantu menyeimbangkan peranan kerja dan
non-pekerjaan.
3) Tahapan Pemeliharaan (Maintenance)
Dalam tahapan maintenance, individu tertarik dengan memelihara
keterampilannya agar tetap up to date dan dipersepsi oleh orang lain sebagai orang
yang memberi kontribusi kepada perusahaan. Karyawan dalam tahapan ini
memiliki pekerjaan bertahun-tahun, banyak pengetahuan kerja dan pemahaman
yang mendalam tentang bagaimana perusahaan mengharapkan bisnis dilakukan.
Karyawan dalam tahap ini bisa menjadi pelatih atau mentor yang berharga bagi
karyawan baru. Karyawan dalam tahap ini bisa diminta meninjau dan
mengembangkan kebijakan atau tujuan perusahaan. Pendapat mereka tentang
proses kerja, masalah dan isu-isu penting yang dihadapi unit kerja mungkin
diminta. Dari kacamata perusahaan, isu utama adalah bagaimana menjaga
karyawan dalam tahapan ini dari kejenuhan. Dan perusahaan memastikan bahwa
keterampilan mereka tidak menjadi using. d.Tahapan Pengunduran
(Disangagement) Dalam tahapan Pengunduran, individu mempersiapkan
perubahan dalam keseimbangan antara aktivitas pekerjaan dan non-pekerjaan.
9
secara khusus berpikir tentang karyawan tua yang akan pensiun dan berkonsentrasi
sepenuhnya pada aktivitas non-pekerjaan seperti olahraga, hobi, bepergian atau
menjadi relawan. Akan tetapi sebuah survey yang dilakukan oleh Watson Wyatt,
sebuah perusahaan konsultan sumber daya manusia internasional menemukan
bahwa tiga dari empat karyawan tua lebih senang mengurangi jam kerjanya secara
bertahap daripada menghadapi pekerjaan secara penuh atau bukan pekerjaan secara
penuh. Bagi banyak karyawan tahapan ini berarti pengurangan jam kerja secara
bertahap. Program pensiun secara bertahap membantu karyawan maupun
perusahaan. Perusahaan memperoleh manfaat dari pengetahuan karyawan yang
berpengalaman dan keterampilan khusus sambil mengurangi biaya
memperkerjakan dan melatih karyawan baru. Bagi karyawan pensiun secara
bertahap berarti mereka mempunyai kesempatan memilih pensiun dengan cara
yang memenuhi kebutuhan finansial dan emosionalnya. Untuk memanfaatkan
talenta karyawan lanjut usia, perusahaan perlu fleksibel misalnya mungkin mereka
menawarkan pekerjaan paruh waktu dan pekerjaan konsultasi.
7
Henny Indrayani , Manajemen SDM Terintegrasi, (Pekanbaru: Suska Press, 2013),Hal. 81
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
masingmasing ditandai oleh sejumlah tugas perkembangan, aktifitas dan
hubungan yang berbeda.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini,Maka
dari itu dimohonkan kepada para pembaca agar memberikan kritikan dan sarannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Fathoni, Abdurahmat, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Rineka Cipta.
Handoko, T Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta.
Hendry, Simamora. 2001. Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Salemba Empat.
Jusuf irianto, 2001. tema-tema pokok manajemen sumber daya manusia, surabaya: insan
cendekia.
Maju, Bandung.
Martoyo, Susilo. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
Nawawi, H. Hadari. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang
Jakarta.
Soetjipto, budi W dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit
Amara Books.
13