PENYAKIT KARDIOVASKULAR
DI FKTP
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sasaran
D. Ruang Lingkup
BAB II Penanganan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dan Faktor Risikonya
A. Penyakit Jantung dan Pembuluh darah
1. Penyakit Jantung Koroner
2. Stroke
3. Penyakit Pembuluh Darah Lainnya (Peripheral Artery Disease - PAD)
B. Faktor risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
1. Hipertensi
2. Dislipidemia
3. Diabetes Melitus
4. Obesitas
5. Penyakit Ginjal Kronis
6. Faktor Risiko Lainnya
BAB III Kegiatan Upaya Pengendalian Kardiovaskular
A. Deteksi Dini Faktor Risiko Kardiovaskular
B. Tata Laksana dan Tindak Lanjut
C. Rujuk dan Rujuk Balik
Penutup
Daftar Kepustakaan
2
KATA PENGANTAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan
merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di
seluruh dunia dan juga Indonesia. Di Indonesia, kematian akibat penyakit
Kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk per tahun, yang terdiri dari stroke 331.349
kematian, penyakit jantung koroner 245.343 kematian, penyakit jantung hipertensi
50.620 kematian, dan penyakit kardiovaskular lainnya (IHME, 2019).
Data Riskesdas 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 25,8%
tahun 2013 menjadi 34,1% di tahun 2018. Prevalensi stroke dari 7,0 per mil (tahun
2013) menjadi 10,9 per mil tahun 2018, begitu pula prevalensi penyakit jantung koroner
tetap berada pada 1,5%, dan prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, naik dari 0,2%
(tahun 2013) menjadi 0,38% di tahun 2018.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 dan SDKI tahun 2017 terjadi kenaikan
pada prevalensi beberapa penyakit penyerta kardiovaskuler seperti obesitas sentral
(31%) dan diabetes mellitus (8,5%). Selaras dengan peningkatan prevalensi penyakit
peserta, terjadi peningkatan faktor risiko meliputi konsumsi makan-makanan asin (),
makan-makanan tinggi lemak (), kurang konsumsi sayur dan buah (95,5%), kurangnya
melakukan aktivitas fisik (33,5%), perokok aktif (29,3%), serta konsumsi alkohol
berlebihan (0,8%).
Biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit katastropik tahun 2020, penyakit
kardiovaskular menghabiskan hampir separuh dari total biaya, dimana penyakit
kardiovaskular Rp 8,2 Trilyun, penyakit Stroke Rp 2,13 Trilyun, dan penyakit gagal
ginjal sebesar Rp 1,92 Trilyun. (BPJS,2020)
Untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan bagi masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI melakukan integrasi dan revitalisasi pelayanan kesehatan primer.
Integrasi ini dimulai dari pelayanan di Puskesmas hingga pelayanan di tingkat desa.
Integrasi pelayanan primer yang berfokus pada pemenuhan layanan kesehatan sesuai
siklus hidup (people centred) dalam mendukung agenda transformasi sistem
kesehatan.
Mendukung transformasi sistem kesehatan 2021 – 2024 dimana 6 (enam)
kategori utama pada upaya pencegahan dan pengendalian penyakit kardiovaskuler
4
yang dilakukan melalui 6 pilar transformasi kesehatan meliputi transformasi layanan
primer yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat melalui program promosi dan edukasi
penyakit kardiovaskuler, perluasan layanan skrining kesehatan bagi masyarakat untuk
mendeteksi faktor risiko terjadinya Penyakit kardiovaskuler. Transformasi layanan
sekunder dengan meningkatkan akses dan pemerataan layanan melalui peningkatan
kapasitas dan kapabilitas rumah sakit vertikal maupun RSUD di daerah, serta terus
menjaga mutu layanan yang ada melalui pengampuan jejaring RS mampu layanan
Jantung. Termasuk penguatan SDM Kesehatan untuk tenaga di RS dan layanan primer,
Transformasi pembiayaan kesehatan dengan melakukan review perbaikan dalam sistem
pembiayaan yang dapat mengakomodir layanan penyakit kardiovaskuler serta
pemanfaatan teknologi tepat guna yang mendukung efisiensi dan efektifitas layanan.
Untuk mendukung program Integrasi Layanan Primer (ILP) di FKTP maka
diperlukan protokol penanganan penyakit kardiovaskular secara komprehensif.
B. Tujuan
Tersedianya protokol penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah serta faktor
risikonya dalam pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah di FKTP yang
mendukung program integrasi pelayanan kesehatan primer.
C. Sasaran
1. Pengelola program Penyakit Tidak Menular (PTM) dan lintas program terkait
pengendalian penyakit tidak menular di Dinas Kesehatan Provinsi/ Kota/ Kabupaten
2. Petugas kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.
D. Ruang Lingkup
1. Protokol penanganan ini meliputi upaya promotif, preventif hingga rehabilitatif
termasuk upaya rujukan dan rujuk balik di FKTP
2. Penyakit jantung dan pembuluh darah yang dimaksud meliputi penyakit;
a. Penyakit Jantung dan Pembuluh darah
- Penyakit Jantung Koroner
- Stroke
- Penyakit Pembuluh Darah Lainnya (Peripheral Artery Disease - PAD)
b. Faktor risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
- Hipertensi
- Dislipidemia
5
- Diabetes Melitus
- Obesitas
- Penyakit ginjal kronis
- Faktor risiko Lainnya
6
BAB II
PENANGANAN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
SERTA FAKTOR RISIKONYA
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan istilah bagi serangkaian gangguan
yang menyerang jantung dan pembuluh darah, termasuk yang mengenai sistem organ
lainnya. Pada penyakit jantung dan pembuluh darah, populasi berisiko merupakan kelompok
orang yang memiliki faktor-faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah yakni
Hipertensi, Dislipidemia, Diabetes Melitus, Obesitas, Penyakit Ginjal Kronis dan Faktor risiko
Lainnya.
a. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan pada
pembuluh darah arteri koroner yang mensuplai oksigen ke jantung. Sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk kontrakasi otot jantung.
Penyakit jantung koroner meliputi angina pektoris stabil dan sindroma koroner
akut. Sindroma koroner akut dibagi menjadi 3 bagian yaitu ST-segment
Elevation Myocard Infarct (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocard Infarct
(NSTEMI) dan Angina tidak stabil. Klasifikasi ini untuk diperlukan dalam
memberikan intervensi yang lebih tepat dan akurat.
7
b. Diagnosa
PJK dapat dimanifestasikan dengan keluhan nyeri dada yang khas, meskipun
tidak semua gejala nyeri dada adalah sebagai tanda serangan jantung.
Masalah-masalah lain yang mempengaruhi otot atau tulang sekitar dada,
adanya peradangan pada otot jantung atau peradangan paru juga sering
menimbulkan nyeri dada. Adanya manifestasi nyeri dada harus diikuti dengan
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk memastikan adanya perubahan
irama jantung yang bermakna sebagai tanda adanya iskemia. Pemeriksaan
EKG dilakukan pada saat istirahat dan dengan latihan (exercise), pemeriksaan
laboratorium untuk memastikan adanya kenaikan enzim jantung, ekokardiografi
dilakukan untuk melihat gambaran struktur di dalam jantung dan fungsi-
fungsinya.
c. Tatalaksana Awal
Tatalaksana PJK di Puskesmas/FKTP merujuk kepada Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan sesuai dengan tingkat kompetensi dokter.
Kegiatan yang dapat dilakukan di Puskesmas/FKTP dalam upaya pencegahan
dan pengendalian PJK adalah melalui skrining. Skrining PJK tidak disarankan
secara rutin kepada orang dewasa tanpa gejala dan berisiko rendah dan hanya
boleh disarankan atas dasar kasus per kasus kepada pasien tanpa gejala yang
berisiko lebih tinggi. Hal ini harus sesuai dengan penilaian kita bahwa
manfaatnya untuk masing-masing pasien lebih besar daripada potensi
bahayanya.
8
Pada individu yang mengalami diabetes mellitus sebaiknya disarankan untuk
skrining PJK, sehingga dapat membantu menurunkan risiko komplikasi
kardiovaskular lebih lanjut. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada skrining ini
adalah:
1) Pasien diabetes mana yang berisiko tinggi terhadap kejadian
kardiovaskular
2) Apa implikasi dari diagnosis dini iskemia koroner atau aterosklerosis?
3) Pemeriksaan apa yang harus dipertimbangkan? Seberapa sering
pemeriksaan tersebut harus dilakukan?
4) Apa tindakan lanjut yang diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas skrining
tersebut?
Bagi para pasien PJK perlu mendapatkan perhatian yang berfokus pada
persepsi pasien terhadap status kesehatannya bukan pada penyakitnya, karena
penyakit itu adalah fokus bagi dokter sebagai klinisi.
Gambar 4.2
Status Kesehatan pada Penyakit Jantung Koroner
9
2) pencegahan sekunder untuk mencegah kejadian berulang pada orang
dengan riwayat PJK
3) deteksi dini manifestasi akut PJK (serangan jantung akut dan stroke),
dengan rujukan cepat ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
10
Langkah stabilisasi pada kasus serangan penyakit jantung coroner adalah
sebagai berikut:
1. Dugaan kuat adanya penyakit jantung coroner yaitu nyeri dada khas
angina, saat istirahat, >20 menit, disertai gejala simpatis seperti
keringat dingin
2. Periksa tanda vital
3. Periksa EKG ( jika tersedia)
4. lakukan oksigenisasi sebanyak 2 l/perjam
5. Lakukan pemasangan jalur infus cairan larutan krstaloid, seprti NaCl
0,9%, Ringer Laktat atau Dextrose 5%)
6. Berikan antiplatelet dan nitrat tablet sublingual
7. Rujuk ke FKRTL terdekat,
Dampingi oleh tenaga kesehatan jika perdatapa kelainan tanda vital
2. Stroke
Stroke merupakan penyakit jantung dan pembuluh darah yang perlu mendapatkan
perhatian serius. Karena kematian pada batang otak yang irreversible disebut juga
sebagai kematian sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tentu saja memerlukan
otak untuk proses berfikir dan memahami segala informasi yang masuk. Stroke juga
menyebabkan disabilitas yang berkepanjangan sehingga memerlukan bantuan dari
orang-orang yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
a. Definisi
Stroke adalah penyakit pembuluh darah otak. Definisi stroke menurut WHO
adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat berupa defisit neurologi fokal atau global, yang dapat memberat dan
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke merupakan
penyakit otak, yang ditempatkan dalam bab penyakit sistem saraf. Hal ini
menggambarkan fakta bahwa semua manifestasi penyakit serebrovaskuler
berhubungan dengan disfungsi otak dan stroke menjadi penyebab kedua
disabilitas. Klasifikasi stroke ada 2 tipe utama, yaitu: stroke iskemik dan stroke
perdarahan
11
1) Stroke Iskemik, adalah jenis stroke yang paling sering terjadi. Terganggunya
sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat sumbatan arteri yang
menuju otak atau perfusi otak yang tidak adekuat. Sumbatan dapat
disebabkan oleh 3 keadaan yaitu:
a) Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam
24 jam pertama atau lebih.
b) Emboli dengan gambaran defisit neurologis pertama kali muncul
langsung sangat berat, biasanya serangan timbul saat beraktivitas.
c) Gangguan perfusi secara mendadak, misalnya pada kondisi serangan
jantung (heart attack).
2) Stroke perdarahan, terjadi perdarahan intrakranial akibat pecahnya
pembuluh darah otak, baik pembuluh darah intraparenkimal (perdarahan
serebral) maupun pembuluh darah di subarachnoid (perdarahan
subarachnoid).
Transient ischaemic attack (TIA) atau serangan stroke sepintas terjadi
apabila pembuluh darah yang menuju ke otak tersumbat sesaat, sehingga
aliran darah ke otak akan melambat atau berhenti, mengakibatkan gejala
gangguan fungsi otak sesaat, umumnya terjadi kurang dari 2 jam (walaupun
perdefinisi kurang dari per 24 jam) dan kemudian pasien kembali normal. TIA
mempunyai gejala yang sama dengan stroke.
b. Diagnosa
Diagnosis stroke ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berikut ini beberapa progresifitas stroke dengan
manifestasi klinisnya:
1) TIA (Transient Ischaemic Attack)
Serangan stroke sementara yang berlangsung 15 menit dan dapat
berlangsung sampai 24 jam.
2) RIND (Reversible Ischaemic Neurologic Defisit)
Gejala neurologis akan menghilang antara lebih dari 24 jam sampai
dengan 12 hari.
3) SIE (Stroke in Evolution)
Kelainan atau defisit neurologik yang berlangsung secara bertahap dari
ringan sampai berat.
4) CS (Completed Stroke)
12
Kelainan neurologik yang sudah menetap.
Tabel 4.6
Cincinnati Prehospital Stroke Scale
● Kelemahan lengan
● Asimetri wajah
● Gangguan bicara
● Istirahat
● Aktivitas
Progresifitas
Onset
Menghilang Menetap Memberat
24 jam – 72 jam
13
Tabel
SIRIRAJ
Keterangan
● Somnolen = 1 Ada = 1
● Sopor/Koma = 2
Interpretasi:
Untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang mudah dimengerti oleh
masyarakat maka dibuatlah slogan “SeGeRa Ke RS”, yang mengandung
makna sebagai berikut:
1) Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air
minum secara tiba-tiba
2) Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba,
14
3) BicaRa pelo atau tiba-tiba tidak dapat bicara atau tidak mengerti kata-
kata/bicara tidak nyambung,
4) Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh
5) Rabun, pandangan satu mata kabur terjadi tiba-tiba,
6) Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya. Gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar,
gerakan sulit dikoordinasi (tremor/gemetar, sempoyongan)
c. Tatalaksana Awal
Tatalaksana stroke di Puskesmas/FKTP merujuk kepada Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Stroke dan sesuai dengan tingkat
kompetensi dokter. Upaya yang dilakukan oleh petugas Puskesmas agar dapat
mencegah kejadian stroke di masyarakat, maka perlu:
1) Memahami faktor risiko yang terkait dengan kejadian stroke dan
kontribusinya sebagai faktor penyebab
2) Mengetahui sejauh mana kontribusi faktor-faktor penyebab individu dan
setiap interaksi yang mungkin ada
3) Memahami berbagai isu yang ada di tingkat individu dan populasi
Untuk mengurangi beban penyakit akibat stroke maka perlu upaya pencegahan
primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah tindakan untuk
menghindari perkembangan penyakit stroke. Sebagian besar berupa kegiatan
promosi kesehatan berbasis populasi yang merupakan tindakan pencegahan
utama. Pencegahan sekunder dengan melakukan identifikasi terhadap pasien
yang berisiko tinggi mengalami stroke, dan tindak lanjut untuk mengurangi
faktor risiko terkait untuk mencegah terjadinya stroke di kemudian hari.
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi risiko kekambuhan pada
pasien yang sudah mengalami stroke atau TIA, hal ini sama pentingnya karena
risiko yang berkelanjutan.
Table 4.8
Model FRAMES untuk Mendukung Perubahan Perilaku pada Pasien Stroke
Sumber: Higgins, J, Abbott, H, Public Health Aspects of Stroke, Public Health Module, Health Knowledge,
London Teaching Public Health Network, LTPHN/JH/HB©2010
Untuk mengurangi risiko atau gangguan penurunan fungsi kognisi pada individu
maka perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan instrumen MoCA-Ina sebagai
berikut:
16
d. Tahap Stabilisasi Pasien
1
utama dan mekanisme lainnya.
17
Dalam patofisiologi terjadinya PKVA, peran kolesterol LDL, dan lipoprotein lain
yang mengandung apolipoprotein-B (apo-B) sebagai penyebab PKVA telah
terbukti dalam penelitian genetik, observasional, dan interventif. Alasan kolesterol
2
LDL merupakan faktor risiko PKVA ialah sebagai berikut.
18
- memiliki literatur tentang risk modifier yang tidak terdistorsi oleh bias
publikasi.
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 dan <80
19
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi derajat 140-159 dan/atau 90-99
1
Hipertensi derajat 160-179 dan/atau 100-109
2
Hipertensi derajat ≥180 dan/atau ≥110
3
Hipertensi sistolik ≥140 dan <90
terisolasi
Sumber: Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti RE, Azizi M, Burnier M, et al; ESC Scientific Document
Group. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. Eur Heart J. 2018;39:3021-
104.
b. Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg pada
pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan. Prognosis penderita hipertensi
bukan hanya ditentukan oleh derajat hipertensi, tetapi juga ada tidaknya faktor risiko
kardiovaskular lainnya, kerusakan organ target, atau penyakit penyerta, sebagai berikut
1) Faktor risiko kardiovaskular, yaitu tingginya tekanan darah sistolik dan
diastolik, umur (Laki-laki usia >55 tahun) dan (Perempuan usia >65 tahun,
perokok, obesitas, dislipidemia dengan nilai kolesterol LDL >3.36 mmol/L
(>130 mg/dL) dan/ atau kolesterol HDL <1.0 mmol/L (<40 mg/dl), diabetes
melitus, riwayat keluarga penyakit kardiovaskular prematur dan C-reactive
protein (CRP) > 1 mg/dL;
2) Kerusakan organ target, seperti Hipertrofi ventrikel kiri (EKG,
ekokardiografi , atau foto toraks dada), Proteinuria atau peningkatan kadar
kreatinin plasma: laki-laki > 115–133 μmol/l (>1.34–1.6 mg/dL), perempuan
>107–124 μmol/l (>1.25–1.45 mg/dL), Pemeriksaan ultrasonografi atau
radiologi terbukti adanya plak aterosklerosis (di aorta, arteri karotis, arteri
iliaka, atau arteri femoral), dan Penyempitan arteri retina lokal atau
merata/luas
3) Penyakit Penyerta, yaitu penyakit serebrovaskular: stroke iskemik,
perdarahan serebral, atau TIA, penyakit jantung : infark miokard, angina,
revaskularisasi koroner, atau gagal jantung kongestif, penyakit ginjal:
nefropatik diabetika atau gagal ginjal - kreatinin: laki-laki >133 μmol/l (1.6
mg/dL), perempuan >124 μmol/l (1.45 mg/dL), penyakit pembuluh darah
20
perifer: diseksi aneurisma atau penyakit arteri yang simptomatis, Retinopati
akibat hipertensi lanjut pendarahan, eksudat atau papilledema.
Selain faktor- faktor tersebut diatas, obat-obatan yang diberikan, kondisi
pribadi pasien dan situasi sosial ekonomi pasien juga ikut berpengaruh.
c. Komplikasi
Pada pasien hipertensi usia ≥ 40 tahun dilakukan pemeriksaan deteksi dini komplikasi
pada organ target untuk melihat kemungkinan komplikasi penyakit jantung, stroke dan
kelainan ginjal
Tabel 3
Pemeriksaan Laboratorium Dasar dan Pilihan (Optional)
21
tersebut, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah terhadap hasil
pengobatan yang sudah dijalani.
d. Tata Laksana
1) Tata Laksana Faktor Risiko
Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular, antara lain:
22
minyak ikan), serta (<2300 mg)
membatasi asupan ● Kalium (4700
daging merah dan asam mg)
lemak jenuh ● Kalsium (1250
mg)
● Magnesium
23
2) Tata Laksana dengan Pengobatan
a) Tatalaksana berdasarkan klasifikasi hipertensi JNC VII 2003
Dengan
Tanpa Indikasi Khusus
Indikasi Khusus
DERAJAT I
DERAJAT II Obat Untuk Indikasi Khusus
(TDS 14–159/TDD 90-99 mmHg)
(TDS>160/TDD ≥100 mmHg) Berikan : Obat anti-hipertensi
Berikan: Diuretik tipe Thiazide
Berikan: kombinasi 2 obat lainnya (diuretik, ACEI, ARB, BB,
Pertimbangkan ACEi, ARB, BB,
(tipe Thiazide + ACEi/ARB/BB/CCB) CCB) sesuai kebutuhan
CCB atau kombinasi
24
3) Jenis-jenis obat antihipertensi
Modern Medicine
2. β-blockers 1-2 x / hari Mekanisme obat ini yakni melalui penurunan laju
nadi dan daya pompa jantung. Obat golongan β-
blockers dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas pasien hipertensi lanjut usia,
menurunkan risiko penyakit jantung koroner,
prevensi terhadap serangan infark miokard
ulangan dan gagal jantung
25
koroner dan juga arteri perifer
Traditional Medicine
2. Dislipidemia
Masalah Kesehatan
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunanfraksi lipid dalam darah. Beberapa kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan atau trigliserida,
serta penurunan kolesterol HDL. Dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya
aterosklerosis sehingga dapat menyebabkan stroke, Penyakit Jantung Koroner
(PJK), Peripheral Arterial Disease (PAD), Sindroma Koroner Akut (SKA).
26
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks Massa Tubuh). Cara
pengukuran IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan:
1) Kadar kolesterol total
2) Kolesterol LDL
3) Kolesterol HDL
4) Trigliserida plasma
27
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian
jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien untuk menentukan
kolesterol LDL yang harus dicapai.
Berikut ini adalah tabel faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan
sasaran olesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III:
Tabel 12.4 Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang menentukan
sasaran kolesterol LDL
Perokok sigaret
Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)
Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol HDL ≥60mg/dl
maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah total
Riwayat keluarga PJK dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun
Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
Tabel 12.5 Tiga kategori risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang
ingin dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)
28
yang disamakan dengan PJK
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit
aterosklerotik yaitu stroke,
penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta abdominalis
- Faktor risiko multipel (> 2
faktor risiko) yang
mempunyai risiko PJK dalam
waktu 10 tahun > 20 %
(lihat skor risiko
Framingham) <130
2. Risiko Multipel (≥2 faktor risiko) dengan
risiko PJK dalam kurun waktu 10 tahun <
20% <160
3. Risiko Rendah (0-1 faktor risiko)
dengan risiko PJK dalam kurun waktu
10 tahun < 10 %
29
Terapi farmakologis dilakukan setelah 6 minggu terapi non farmakologis.
Fibrat ↓ 5 – 25 % ↑ 10 - 20 % ↓ 20 – 50 %
Ezetimibe ↓ 17 – 18 % ↑ 3- 4 % -
Tabel 12.7
Obat Hipolopidemik
7) Kriteria Rujukan
a) Terdapat penyakit komorbid yang harus ditangani oleh spesialis.
b) Terdapat salah satu dari faktor risiko PJK
Peralatan
Pemeriksaan kimia darah
Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang tepat maka dapat dicegah terjadinya
komplikasi akibat dislipidemia
31
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030.
Faktor risiko
2
1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m )
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula
Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh
Komplikasi
1. Akut
Ketoasidosis diabetik, Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia
2. Kronik
33
Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah perifer, Pembuluh
darah otak
3. Mikroangiopati:
Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal
4. Neuropati
5. Gabungan:
Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi
34
Gambar 12.1 Algoritme Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2
35
Gambar 12.2 Algoritma pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 tanpa komplikasi
Catatan: Pemilihan jenis Obat Hipoglikemik oral (OHO) dan insulin bersifat individual
tergantung kondisi pasien dan sebaiknya mengkombinasi obat dengan cara kerja yang
berbeda
Dosis OHO
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahapsesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikansampai dosis optimal.
2. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.
3. Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.
4. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapanpertama.
Penunjang Penunjang
1. Urinalisis
2. Funduskopi
3. Pemeriksaan fungsi ginjal
4. EKG
5. Xray thoraks
18, 5 -
IMT (kg/m3) 23-25 > 25
23
Keterangan:
Angka-angka laboratorium di atas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh dan plasma vena
Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
1 Karbohidrat 45 – 65 %
.
2 Protein 15 – 20 %
.
3 Lemak 20 – 25 %
.
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Rumus Broca:*
Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 %
*Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 – 110 % BB idaman
BB lebih : 110 – 120 % BB idaman
Gemuk : >120 % BB idaman
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali seminggu selama kurang
lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu intensitas sedang). Kegiatan sehari-
38
hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap
dilakukan.
Kriteria Rujukan
Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:
1. DM tipe 2 dengan komplikasi
2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk
3. DM tipe 2 dengan infeksi berat
Peralatan
1. Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin rutin,
ureum, kreatinin
2. Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
3. Monofilamen test
Prognosis
Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah penyakit kronis, quo
ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo ad fungsionam dan
sanationamnya adalah dubia ad malam.
4. Obesitas
Obesitas merupakankeadaan dimana seseorang memiliki kelebihan lemak (body
fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko kesehatan. Riskesdas 2013, prevalensi
penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7% lebih tinggi
dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Sedangkan pada perempuan di
tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik
18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%).
WHO, dalam data terbaru Mei 2014, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk
penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung
dan stroke), diabetes, gangguan muskuloskeletal, beberapa jenis kanker
(endometrium, payudara, dan usus besar). Dari data tersebut, peningkatan
penduduk dengan obesitas, secara langsung akan meningkatkan penyakit akibat
kegemukan.
39
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat badan namun
dengan adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul.
Penyebab
1. Ketidakseimbangnya asupan energi dengan tingkatan aktifitas fisik.
2. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan antara lain kebiasaan makan
berlebih, genetik, kurang aktivitas fisik, faktor psikologis dan stres, obat-obatan
(beberapa obat seperti steroid, KB hormonal, dan anti-depresan memiliki efek
samping penambahan berat badan dan retensi natrium), usia (misalnya
menopause), kejadian tertentu (misalnya berhenti merokok, berhenti dari
kegiatan olahraga, dsb).
2
(m ) Pemeriksaan fisik lain sesuai keluhan untuk menentukan telah terjadi
komplikasi atau risiko tinggi
2. Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga terbawah dengan
kristailiaka, pengukuran dari lateral dengan pita tanpa menekan jaringan lunak).
Risiko meningkat bila laki-laki >85 cm dan perempuan >80cm.
3. Pengukuran tekanan darah
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya hipertensi.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, yaitu pemeriksaan kadar gula darah, profil
lipid, dan asam urat.
Diagnosis Banding:
1. Keadaan asites atau edema
2. Masa otot yang tinggi, misalnya pada olahragawan
Komplikasi
Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi, penyakit kardiovakular, Sleep apnoe,
abnormalitas hormon reproduksi, Low back pain, perlemakan hati
Obesitasdikelompokkan menjadi obesitas risiko tinggi bila disertai dengan 3 atau
lebih keadaan di bawah ini:
1. Hipertensi
2. Perokok
3. Kadar LDL tinggi
4. Kadar HDL rendah
41
5. Kadar gula darah puasa tidak stabil
6. Riwayat keluarga serangan jantung usia muda
7. Usia (laki-laki > 45 thn, atau perempuan > 55 thn).
42
4. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta kacang-kacangan, biji-bijian
dan kacang-kacangan.
5. Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur (60 menit sehari untuk anak-anak
dan 150 menit per minggu untuk orang dewasa)
Kriteria Rujukan
1. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien merupakan
obesitas dengan risiko tinggi dan risiko absolut
2. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup (diet yang telah
diperbaiki, aktifitas fisik yang meningkat dan perubahan perilaku) selama 3
bulan, dantidak memberikanrespon terhadap penurunan berat badan,
maka pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk memperoleh obat-
obatan penurun berat badan
Prognosis
Terdapat berbagai komplikasi yang menyertai obesitas. Risiko akan meningkat
seiring dengan tingginya kelebihan berat badan.
Faktor risiko utama untuk PGK adalah diabetes, hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. Prevalensi Diabetes dengan PGK stadium 1 - 3 (20%) lebih tinggi
dibandingkan diabetes tanpa PGK (5%). Hipertensi dengan PGK 64% pada stadium
3 dan 36% pada stadium 1 lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa PGK (24%).
Prevalensi kardiovaskular meningkat 6% pada pasien tanpa PGK dan 36% pada
pasien PGK stadium 3
a. Definisi
43
PGK adalah suatu kelainan (abnormalitas) pada struktur atau fungsi ginjal
dalam waktu 3 bulan atau lebih yang berdampak pada kesehatan. Kerusakan
ginjal merujuk kepada luasnya kelainan struktur maupun fungsi ginjal selama
pengkajian klinis. Definisi PGK menurut Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) adalah kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus <60
mL/menit/1,73 m2 dalam waktu 3 bulan atau lebih tanpa melihat penyebabnya.
Tabel 4.10 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
No
Klasifikasi berdasarkan keparahan
b. Diagnosis
Terdapat 3 komponen utama dalam mendiagnosis PGK yaitu melalui
pemeriksaan urine, darah dan riwayat penyakit sebelumnya. Diagnosis PGK
seringkali sulit ditegakkan lebih dini karena biasanya gejala timbul secara
perlahan dan menahun. Individu sering tidak merasakan gejalanya dan baru
ada keluhan setelah fungsi ginjal menurun sekitar 25% dari fungsi ginjal yang
normal sehingga penyakit ini terlambat ditangani.
c. Tatalaksana
Tatalaksana PGK di Puskesmas/FKTP merujuk kepada Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Penyakit Ginjal dan sesuai dengan
tingkat kompetensi dokter. Manajemen untuk PGK meliputi kontrol terhadap
tekanan darah, target gula darah yang harus dicapai bila memiliki riwayat DM,
bekerja sama dengan tim kesehatan untuk memantau kesehatan ginjal, minum
obat sesuai anjuran, bekerja sama dengan ahli gizi untuk mengatur
perencanaan makan, melakukan aktivitas fisik secara teratur, menjaga berat
badan tetap normal, istirahat tidur yang cukup, berhenti merokok, menemukan
cara yang sehat untuk mengatasi stress dan depresi.
Untuk menjaga kesehatan ginjal bagi individu yang memiliki risiko maka perlu
dilakukan skrining/deteksi dini terhadap kemungkinan PGK. Terutama pada
individu-individu yang tidak mempunyai keluhan PGK sehingga dapat dilakukan
intervensi terapi awal dan menghindari terjadinya paparan agen nefrotoksik
yang perlahan-lahan dapat menyebabkan PGK dan penyakit ginjal stadium
akhir. Dengan melakukan skrining/deteksi dini di Puskesmas/FKTP diharapkan
dapat mengurangi risiko dan menghambat terjadinya PGK lebih lanjut. Deteksi
ini juga penting untuk mengidentifikasi risiko penyakit kardiovaskular.
Menurut kriteria Wilson-Jungner ada 10 kondisi yang dapat digunakan untuk
mempertimbangkan validitas program skrining yaitu:
1) Kondisi yang di skrining harus menjadi masalah kesehatan yang penting
2) Harus ada pengobatan yang diterima pasien bila penyakit sudah diketahui
dari skrining tersebut
3) Fasilitas untuk diagnosis dan perawatan harus tersedia
4) Harus ada tahap pra klinis yang dapat dideteksi
45
5) Harus ada pemeriksaan yang cocok
6) Pemeriksaan harus dapat diterima oleh populasi
7) Riwayat alami dari kondisi ini harus dipahami dengan baik
8) Kebijakan tentang siapa yang harus dirawat sebagai pasien harus
dikembangkan dan disepakati
9) Biaya penemuan kasus harus diseimbangkan dengan ketersediaan
perawatan medis
10) Skrining harus merupakan proses yang berkelanjutan dan bukan proyek
sesaat
Gambar 4.3
Model konseptual pendekatan kesehatan masyarakat pada PGK
Andrew S. Levey, MD, Anton C. SChollwerth, MD, MSHA, et.all., Comprehensive Public
Health Strategies for Preventing the Development, Progression, and Complications of
CKD: Report of an Expert Panel Convened by the Centers for Disease Control and
Prevention, American Journal of Kidney Diseases, Vol. 53, No. 3 (March), 2009: pp 522
Tabel 4.11
Pencegahan PGK dalam Strategi Kesehatan Masyarakat
Strategi
Stadium Istilah yang
kesehatan
Strategi PGK atau berhubungan
Deskripsi LFG masyarakat
Pencegahan kondisi dan kode
dan pedoman
terdahulu ICD-9
klinis
46
Primer Kondisi Peningkatan risiko: Tidak Faktor risiko Kendalikan
sebelum- ● Usia ≥60 th ada PGK tekanan darah
nya ● Hipertensi data dan gula darah;
● Diabetes pemberian ACE
● Penyakit inhibitor/ARB;
kardiovaskula edukasi dan
r waspada PGK
● Riwayat khususnya
keluarga pasien dengan
dengan PGK risiko tinggi
47
sedang ginjal kronis, rekomendasi
insufisiensi pedoman klinis ,
ginjal dini; evaluasi dan
585.3 kendalikan
anemia, dan
Stadium 4 Penurunan LFG 15-29 Insufisiensi
metabolisme
berat ginjal kronis,
tulang, rawat
insufisiensi
pasien yang
ginjal lanjut,
menerima
pra-PGSA;
transplant, obat
585.4
PGSA pilihan
dan pasang
akses melalui
pembuluh darah
48
49
BAB III
KEGIATAN UPAYA PENGENDALIAN KARDIOVASKULAR
● adanya kerusakan organ target seperti : hipertrofi ventrikel kiri, kenaikan kadar kreatinin,
mikroalbuminuria, gangguan pembuluh darah (plak sklerotik, penebalan tunika intima-
media), dan
● adanya penyakit penyerta tertentu, seperti stroke, infark miokard akut, angina pektoris,
gagal jantung, kelainan pembuluh darah perifer dan retinopati.
50
Sebelum pengukuran tekanan darah dilakukan, sebaiknya lakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pasien dipersilahkan duduk 3-5 menit
b. Dalam keadaan tenang
c. Dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih
d. Menghindari konsumsi kopi, alkohol dan rokok minimal 30 menit sebelum
pengukuran
3) Prosedur pengukuran tekanan darah
a. Sebelum pengukuran dilakukan, pastikan baterai terpasang dan berfungsi
dengan baik
b. Tekan tombol “START/STOP” untuk mengaktifkan alat
51
d. Gunakan manset dengan lebar ¾ dari ukuran lengan
e. Pasang manset pada lengan atas sejajar posisi jantung, batas bawah manset
sekitar 2,5 cm (2 jari) di atas lipatan siku
f. Lakukan pengukuran 2 (dua) kali, dengan jeda 1-2 menit. Ambil nilai rata-rata
dari kedua pengukuran tersebut
52
g. Pengukuran tekanan darah berulang dapat dilakukan pada pasien dengan
aritmia untuk meningkatkan akurasi
h. Pada kunjungan pertama, pengukuran tekanan darah dilakukan pada kedua
lengan untuk mendeteksi kemungkinan adanya perbedaan tekanan.
Pengukuran selanjutnya dapat dilakukan pada sisi lengan yang menunjukkan
hasil tertinggi pada pengukuran sebelumnya
i. Pada kunjungan pertama pasien diabetes melitus, lanjut usia dan kondisi lain
dengan kecurigaan kemungkinan terjadi hipotensi ortostatik, maka lakukan
pula pengukuran tekanan darah 1-3 menit setelah posisi berdiri.
2. Deteksi Dini Stroke
Deteksi dini stroke dengan pemeriksaan lipid profil. Pemeriksaan lipid profil
(kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserid) dilakukan pada usia 60 tahun keatas serta
penderita hipertensi dan atau DM usia 18 – 59 tahun, dilakukan minimal setahun sekali.
Persiapan yang Anda lakukan sebelum menjalani pemeriksaan ini:
● Berpuasa kurang lebih 9-12 jam sebelum mengambil sampel darah Anda. Sebaiknya
puasa di mulai dari jam 7 atau 8 malam. Anda hanya boleh mengonsumsi air mineral
selama periode puasa tersebut..
● Jangan makan makanan tinggi lemak pada malam hari sebelum pemeriksaan.
● Jangan konsumsi minuman beralkohol atau olahraga berlebih sebelum pemeriksaan.
● Tidak melakukan aktivitas berat selama puasa.
1) Pemeriksaan menggunakan alat rapid tes kolesterol
Alat dan Bahan
a. Alat pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserida)
b. Test strip (carik uji)
c. Lancet/Autoclix
d. Sarung tangan
53
e. Alkohol 70%
f. Tissue
g. Kapas
Cara pengambilan Darah
a. Bersihkan salah satu ujung jari pasien dengan kapas yang telah diberi alkohol
70%,keringkan.
b. Tusukkan lancet/autoclix pada ujung jari secara tegak lurus, cepat dan dalam
c. Usap dengan kapas steril kering setelah darah keluar dari ujung jari.
d. Tekan ujung jari ke arah lua
e. Balikkan tangan dan biarkan darah keluar setetes/dua tetes.
f. Sentuhkan setetes/dua tetes darah pada strip test.
g. Lakukan prosedur pemeriksaan sesuai instruksi alat periksa
h. Tunggu dan baca hasilnya
2) Pemeriksaan menggunakan fotometer
Alat dan Bahan
a. Jarum
b. Kapas alcohol 70%
c. Tali bendung (torniket)
d. Plester
e. Tabung vakum
f. Tabung reaksi
g. Sentrifuge
h. Mikropipet beserta tip (1000µL; 10µL)
i. Reagensia (Kolesterol Total, Trigliserid, HDL, LDL)
j. Aquabidest
k. Fotometer
Cara pengambilan darah vena dengan vacutainer
a. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
b. Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien
senyaman mungkin
c. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan
d. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila
pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb
e. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan
aktifitas
54
f. Minta pasien mengepalkan tangan.
g. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
h. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi)
untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis
dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari
arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah
lengan.
i. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70%
dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
j. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam
tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Ambil darah sebanyak 3 cc.
k. Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah
yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk
pemeriksaan.
l. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan
kapas beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik
jarum sebelum turniket dibuka.
m. Sampel darah yang sudah ada di dalam tabung tadi di diamkan hingga darah
membeku
Pengambilan darah dengan menggunakan jarum suntik
a. Posisi pasien dalam keadaan rileks pada posisi duduk atau berbaring. Lengan
diluruskan dengan tapak tangan menghadap ke atas dan jari-jari pada posisi
mengepal.
b. Sediakan semua alat, wadah penampung, antikoagulan telah lengkap
semuanya.
c. Lakukan pembendungan pada lengan atas dengan memakai manset atau alat
pembendung khusus, tetapi tidak terlalu kencang sehingga menghambat
aliran darah ke distal.
d. Bersihkan lokasi pengambilan darah dengan memakai kapas alcohol, biarkan
sampai kering sendiri
e. Semprit dipegang dengan telapak tangan, sebaiknya bagian tabung semprit
yang ada garis menghadap ke atas.
55
f. Tangan kiri memegang lengan pasien dengan ibu jari sedikit menekan bagian
distal vena yang akan dipungsi, lalu jarum ditusukkan pada posisi jarum
menghadap ke atas dengan sudut kurang lebih 30º.
g. Bila tusukkan tepat intra vena maka akan tampak darah masuk ke tabung dan
terlihat di antara jarum dengan tabung semprit. Dengan tangan kiri penghisap
semprit ditarik perlahan-lahan sehingga darah masuk ke dalam tabung,
kemudian pasien diminta membuka kepalan tangannya.
h. Setelah mendapat darah sejumlah yang diinginkan, letakkan kapas alkohol
pada tempat tusukan dan jarum ditarik perlahan-lahan.
i. Biarkan kapas alkohol beberapa menit dengan posisi lengan tetap diluruskan
dan jarum segera dilepaskan dari semprit dan darah dialirkan secara lambat
ke dinding tabung penampung yang berisi antikoagulansia (untuk
mendapatkan darah lengkap atau plasma) atau tanpa antikoagulansia (untuk
mendapatkan serum).
Cara Pemisahan Serum dari Darah
a. Setelah darah beku ± 10 menit.
b. Masukkan tabung yang berisi darah ke dalam alat sentrifugasi.
c. Beri pembanding agar seimbang.
d. Putar dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
e. Setelah serum dan sel-sel darah terpisah, Serum siap untuk dilakukan
pemeriksaan.
f. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar prosedur dimasing-masing
laboratorium
Prosedur Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Kolesterol
Sediakan tiga tabung reaksi yaitu tabung blanko, tabung standart, dan tabung
sampel. Pada tabung blanko masukkan 10µl aquadest, kemudian pada
tabung standart masukkan sebanyak 10µl standart kolesterol, pada tabung
sampel masukkan sebanyak 10µl serum, pada masing-masing tabung di
masukkan reagent kolesterol sebanyak 1000µl, lalu homogenkan. Inkubasi
selama 10 menit pada suhu 37OC, dibaca hasil pada alat strofotometer
dengan panjang gelombang 500 nm.
2. Pemeriksaan Trigliserida
Sediakan tiga tabung reaksi yaitu tabung blanko, tabung standart, dan tabung
sampel. Pada tabung blanko masukkan 10µl aquadest, kemudian pada
56
tabung standart masukkan sebanyak 10µl standart trigeliserida, pada tabung
sampel masukkan sebanyak 10µl serum, pada tabung blanko, standart, dan
sampel masing-masing di masukkan reagent trigeliserida sebanyak 1000µl,
lalu dihomogenkan. Inkubasi selama 10 menit pada suhu 37OC, dibaca hasil
pada alat fotometer dengan panjang gelombang 500nm.
3. Pemeriksaan HDL
Pembuatan supernatant:
I. Campur 0,5mL serum dengan 50 µl reagen HDL Kolesterol (presipitat)
diamkan selama 10 menit lalu sentrifuge selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
Prosedur kerja kolestrol HDL :
II. Sediakan tiga tabung, pada tabung dimasukkan 25µl larutan standar,
25µl supernantant sampel lalu masukan pada masing-masing tabung
1000µl reagan kolesterol, inkubasi selama 10 menit dengan suhu
37ºC. Baca hasil pada alat spektrofotometer dengan panjang
gelombang 500 nm.
4. Pemeriksaan LDL
Pemeriksaan kadar kolesterol-LDL dilakukan dengan cara yang sama pada
pemeriksaan kolesterol-HDL (presipitasi), yaitu menghilangkan partikel non-
LDL dalam plasma darah, kemudian kolesterol-LDL diukur secara kolorimetrik
enzima- tik seperti tahapan pemeriksaan kolesterol total yang dibaca pada
panjang gelombang sekitar 500 nm. Metode alternatif yang masih banyak
digunakan di laboratorium klinik Indonesia yaitu menggunakan perhitungan
menurut Friedewald, penggunaan formula Friedewald mengharuskan pasien
puasa 12 sampai 14 jam dan tidak boleh memiliki kadar trigliserida di atas 400
mg/dL. Penggunaan formula Friedewald didasarkan pada estimasi
keberadaan LDL dengan menghitung melalui persamaan dan memanfaatkan
hasil pemeriksaan kolesterol total, trigliserida dan kolesterol- HDL.
57
3. Deteksi Dini Penyakit Jantung
● Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan untuk mengukur dan
merekam aktivitas listrik jantung, umumnya dilakukan untuk memeriksa kondisi
jantung dan menilai efektivitas pengobatan penyakit jantung.
● Elektrokardiogram dilakukan menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik jantung
yang disebut elektrokardiograf. Dengan alat tersebut, impuls atau aktivitas listrik
jantung akan terpantau dan tampak berupa grafik yang ditampilkan di layar monitor.
● Bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi maupun struktur organ
jantung
● Pemeriksaan EKG dilakukan pada penderita hipertensi dan atau Diabetes Melitus
yang berusia 40 tahun keatas, minimal satu tahun sekali.
a. Persiapan Alat
1) Mesin EKG, yang dilengkapi :
○ Kabel untuk sumber listrik
○ Kabel untuk bumi (ground)
○ Kabel elektroda extremitas dan dada
○ Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
○ Balon penghisap elektroda dada
2) Jelly
3) Tissu
4) Kapas Alkohol
5) Kertas EKG
b. Persiapan Pasien
1) Penjelasan (informed consent) Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang
tindakan yang akan dilakukan
2) Pastikan kondisi pasien tenang, kooperatif dan dapat dipasang elektroda
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perekaman :
○ Dinding dada harus terbuka dan tidak ada perhiasan logam yang
melekat
○ Pasien diminta tenang atau tidak bergerak saat perekaman EKG
c. Pelaksanaan
1) Cek identitas pasien
2) Pasang semua komponen/ kabel-kabel pada mesin EKG
58
3) Nyalakan mesin EKG
4) Lakukan cuci tangan
5) Atur posisi pasien tidur telentang. Tangan dan kaki tidak saling bersentuhan
6) Buka dan longgarkan pakaian pasien bagian atas. Lepaskan perhiasan yang
dipakai pasien, seperti jam tangan, gelang dan logam lain.
7) Bersihkan daerah dada, kedua pergelangan kaki dan tangan dengan kapas
alkohol (kalau perlu dada dan pergelangan kaki dicukur) di lokasi yang akan
dipasang manset elektroda
8) Oleskan jelly pada keempat permukaan manset elektroda ektremitas
9) Pasang keempat manset elektrode ektremitas tersebut pada kedua
pergelangan tangan dan kaki.
10) Sambung kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
pasien, untuk sadapan ekstremitas LEAD (LEAD I, II, III, AVR, AVL, AVF)
dengan cara sebagai berikut :
○ Warna merah pada tangan kanan
○ Warna kuning pada tangan kiri
○ Warna hijau pada kaki kiri
○ Warna hitam pada kaki kanan
11) Oleskan jelly pada dinding dada sesuai dengan lokasi elektroda V1 s/d V6.
12) Pasang elektroda ke dada dengan menekan karet penghisap untuk merekam
precardical :
○ V1 : Pada garis parasternal kanan sejajar dengan intercosta ke 4,
(merah)
○ V2 : Pada garis parasternal kiri sejajar dengan intercosta ke 4 (kuning)
○ V3 : Pertengahan antara V2 dan V4 (hijau)
○ V4 : Pada garis mid klavikula kiri sejajar intercosta ke 5 pada axilla
bagian belakang kiri (coklat)
○ V5 : di garis aksila anterior kiri sejajar intercosta ke 5 (hitam)
○ V6 :Pada garis mid aksila kiri sejajar intercosta ke 5 (ungu)
13) Lakukan perekaman secara berurutan sesuai dengan pemilihan LEAD yang
terdapat pada mesin EKG.
14) Lepaskan semua electroda
15) Bersihkan jelly dari tubuh pasien
16) Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai
59
17) Tulis pada hasil perekaman : nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal, bulan
dan tahun pembuatan, nama masing-masing lead serta nama orang yang
merekam
18) Matikan mesin EKG
19) Bersihkan dan rapikan alat
60
juga dapat dideteksi lewat adanya nitrit pada pemeriksaan dengan dip-
stick.
2) Kultur urin dan tes sensitivitas-resistensi antibiotik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui etiologi dan sebagai pedoman
pemberian antibiotik dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
lanjutan.
3) Darah perifer dan hitung jenis
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya leukositosis dengan
predominansi neutrofil.
4) Kultur darah
Bakteremia terjadi pada sekitar 33% kasus, sehingga pada kondisi tertentu
pemeriksaan ini juga dapat dilakukan.
5) Foto polos abdomen (BNO)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan adanya obstruksi atau batu di
saluran kemih.
c. Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
d. Diagnosis banding:
Uretritis akut, Sistitis akut, Akut abdomen, Appendisitis, Prostatitis bakterial akut,
Servisitis, Endometritis, Pelvic inflammatory disease
61
B. Tata Laksana dan Tindak Lanjut
Penilaian Hasil Penemuan/deteksi dini kardiovaskular dan faktor risikonya dilakukan
tindak lanjut:
o Berdasarkan skrining pada kegiatan Posyandu atau Posyandu Prima
- Normal : tetap pertahankan gaya hidup sehat
- Normal Tinggi: edukasi untuk melakukan gaya hidup sehat dan pemantauan
setiap bulan.
- Hipertensi: tindak lanjut dini ke fasilitas pelayanan kesehatan
o Berdasarkan skrining di Puskesmas/FKTP
- Normal: tetap pertahankan gaya hidup sehat
- Normal Tinggi: edukasi untuk melakukan gaya hidup sehat dan pemantauan
setiap bulan
- Hipertensi: tatalaksana sesuai PPK dan standar lain yang berlaku
Tatalaksana kardiovaskular dilakukan di Puskesmas/FKTP dilakukan dengan PANDU PTM
sesuai standar. Disamping pemeriksaan tekanan darah, di Puskesmas pada pasien hipertensi usia
≥ 40 tahun juga dilakukan pemeriksaan deteksi dini komplikasi pada organ target untuk melihat
kemungkinan adanya komplikasi penyakit jantung, stroke dan kelainan ginjal. Pemeriksaan
mata dengan funduskopi, pemeriksaan fungsi jantung dengan EKG dan laboratorium yaitu
profil lipid untuk mengetahui dyslipidemia, pemeriksaan fungsi ginjal dengan urinalisa untuk
menilai albuminuria, ureum dan kreatinin.
Tindak lanjut skrining dilakukan konseling perubahan perilaku untuk lebih sehat, seperti
gizi seimbang, aktivitas fisik, layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) dan terapi yang
sesuai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK). Kunjungan rumah oleh kader untuk memberikan edukasi bila pasien tidak
datang 2 kali.
Penderita hipertensi dan Diabetes Melitus yang berusia 40 tahun ke atas wajib
dilakukan skrining kardiovaskular. Pemeriksaan yang dilakukan:
o EKG dan lipid profil dilakukan minimal setahun sekali.
o Pemeriksaan lipid profil (kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserid) dilakukan
pada seluruh penduduk usia 60 tahun keatas serta penderita hipertensi dan atau
DM usia diatas 40 tahun.
Skrining kardiovaskular dapat dilakukan di Posyandu event di komunitas, sekolah,
kampus, instansi/ tempat kerja dan fasyankes ataupun laboratorium klinik swasta serta
62
tempat-tempat umum lainnya. Alat yang digunakan di tingkat Puskesmas adalah
tensimeter digital, alat pemeriksaan profil lipid, dan alat pemeriksaan EKG.
Hipertensi/DM/Obesitas
DIOBATI
Deteksi dini Komplikasi Ya Tidak
Penyakit
64
⮚ Terjadi perburukan penglihatan/tidak diperiksa mata dalam 2 tahun terakhir
65
▪ Hydrochlorthiazide 25 - 50 mg per hari,
▪ Enalapril 5 - 20 mg per hari,
▪ Atenolol 50 - 100 mg per hari atau
▪ Amlodipine 5 - 10 mg perhari,
⮚ Berikan statin
⮚ Cek teratur tiap 3 bulan
Langkah - langkah yang harus dilakukan saat kunjungan pasien yang kedua.
Ulangi langkah 2,3,4. Ikuti kriteria rujukkan untuk semua kunjungan (langkah 3)
- Bila risiko <20%:
⮚ Cek ulang tiap 12 bulan - dinilai kembali risiko kardioserebrovaskuler
⮚ Konsultasi diet, aktivitas fisik, berhenti merokok (lihat lampiran konseling)
- Bila risiko 20-30%:
⮚ Lanjutkan seperti langkah 3 dan cek ulang tiap 3 bulan
- Bila risiko masih tetap >30% setelah 3-6 bulan intervensi obat-obatan pada
kunjungan pertama, rujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
A. Kegiatan
1. Skrining Hipertensi
● Sasaran: penduduk usia > 15 tahun
67
2. Skrining Diabetes Melitus
● Penapisan dilakukan untuk usia ≥ 15 tahun dengan faktor risiko PTM obesitas dan
atau obesitas sentral, dan atau tekanan darah tinggi.
● Penapisan DM dengan pemeriksaan kadar gula darah, dilakukan untuk:
o Usia 15 - < 40 tahun dengan faktor risiko PTM (riwayat obesitas umum
dan/atau obesitas sentral, dan/atau tekanan darah tinggi)
o Usia ≥ 40 tahun
● Skrining DM di Posyandu dan FKTP dilakukan 1 tahun sekali:
o Saat kegiatan Posyandu oleh kader terlatih dan penegakan diagnosa
dilakukan di FKTP.
o Skrining di Posyandu Prima dan FKTP oleh tenaga kesehatan, mengacu
pada Panduan Praktik Klinis (PPK), atau ketentuan lain yang berlaku.
● Tatalaksana diabetes melitus di Posbindu Prima dan Puskesmas/ FKTP
oleh tenaga kesehatan dengan PANDU PTM sesuai standar atau mengacu
pada Panduan Praktik Klinis (PPK), atau ketentuan lain yang berlaku.
● Alat yang digunakan untuk skrining DM: Alat pemeriksaan kadar gula darah
(Glukometer untuk kegiatan Posyandu/ Posyandu Prima atau Clinical
Chemistry Analyzer di Puskesmas/FKTP lainnya)
● Tindak lanjut skrining DM dapat dilakukan kunjungan rumah oleh kader
untuk memberikan edukasi
● Penilaian hasil skrining DM dan tindak lanjutnya:
o Normal : tetap pertahankan gaya hidup sehat
o Prediabetes : edukasi untuk gaya hidup sehat dan pemantauan selama
3 bulan
o Diabetes : tindak lanjut dini ke fasilitas pelayanan kesehatan
(Posyandu/Posyandu Prima) atau tatalaksana
sesuai PPK dan peraturan lain yang berlaku
(Puskesmas)
69
Cara penggunaan tabel prediksi risiko PTM
(Dengan hasil laboratorium)
1. Tentukan dahulu apakah orang yang diperiksa penyandang DM atau tidak.
Gunakan kolom yang sesuai dengan statusnya.
2. Kemudian tentukan kolom jenis kelaminnya (laki-laki di kolom kiri dan perempuan di
kolom kanan).
3. Tentukan status merokok apakah merokok atau tidak, sesuaikan di kolomnya
masing-masing
4. Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46
tahun pakai blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-69 tahun, dst
5. Tekanan darah (TD) yang dipakai adalah tekanan darah sistolik – lihat nilai sistolik
pada lajur paling kanan.
6. Lihat kolom konversi kadar kolesterol total pada lajur bawah (pada tabel digunakan
satuan mmol/l, sedangkan di Indonesia umumnya menggunakan satuan mg/dl,
angka konversi tercantum).
7. Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis dari TD ke arah
dalam dan nilai kolesterol ke atas, angka dan warna kotak yang tercantum pada titik
70
temu antara kolom umur, TD, dan kolom kolesterol menentukan besarnya risiko
untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
8. Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan tata laksana
72
2. Risiko Kardiovaskular 5 -10%
73
Memberikan KIE Diet sehat dan seimbang, aktifitas fisik.
Upaya berhenti merokok dan menghindari
konsumsi alkohol berlebih
74
c. Setelah registrasi, bila termasuk kasus gawat darurat akan diberikan
penanganan sesuai kasus gawat darurat di IGD/RB dan bila tidak dapat
ditangani di puskesmas akan dirujuk ke FKTRL.
d. Bila bukan termasuk kasus gawat darurat maka akan diberikan pelayanan di poli
untuk mendapatkan pemeriksaan sesuai standar.
● untuk usia produktif yaitu skrining PTM, PM dan layak hamil.
75
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
76
Supurative Kronis (OMSK)
dalam 1 tahun dibagi jumlah
sasaran masing-masing jenis
skrining dikali 100. Rerata
persentase yang dihitung
dengan cara : menjumlahkan
persentase masing-masing
skrining dibagi dengan 9
77
HbA1c <7% minimal 1 kali HbA1c <7% minimal 1 kali
dalam kurun waktu 1 tahun dalam kurun waktu 1 tahun
dibagi jumlah seluruh
penyandang diabetes
melitus dikali 100
79
a. Tim pelaksana/kader melakukan rujukan ke FKTP sesuai ketentuan apabila
diperlukan
b. Menetapkan jumlah target sasaran di wilayah tersebut yang harus dicakup
dalam 1 tahun.
c. Mencatat dan melaporkan kegiatan secara berjenjang
PENUTUP
80
BAB VII
SURVEILANS PENYAKIT HIPERTENSI
A. Pencatatan
Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta cara
pengisian yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan jenis kegiatan
yang dilaksanakan. Pencatatan pelayanan tiap tahapan dilaksanakan melalui sistem
digital untuk memudahkan kader dan tenaga kesehatan menginput data, yaitu
menggunakan aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) dan SI PTM. Data hasil kegiatan
81
pengendalian hipertensi dilaporkan setiap bulannya sesuai format, yang nantinya akan
di laporkan secara bertingkat.
B. Pelaporan
Pelaporan adalah suatu kegiatan penyampaian informasi dari hasil pencatatan yang
dituangkan dalam format laporan kepada pihak-pihak terkait. . Pelaporan pelayanan
hipertensi dengan SI PTM dapat menggunakan format laporan offline yang telah
disediakan untuk Posbindu/Poyandu Event, kemudian di laporkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan. Dinas Kabupaten Kota mengupload laporan
offline dari puskemas kedalam SIPTM yang terintegrasi dengan SI Puskesmas. Sedang
sistem pelaporan berbasis digital mellaui aplikasi ASIK dapat menginput melalui hape
android yang telah teregistrasi user Puskesmas dan dalam fitur dashboard setiap
pengelola program pada setiap jenjang dapat mengetahui terkait morbiditas dan progres
cakupan pelayanan di wilayahnya.
Pada dashboard Sehat IndonesiaKu, pengguna dapat memantau hasil layanan
deteksi dini PTM level individual yang sudah dilaksanakan di lapangan. Dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi dapat memantau puskesmas mana saja yang
sudah melakukan layanan deteksi dini PTM berikut dengan jumlah orang yang sudah
discreening.
Untuk lebih jelasnya pencatatan dan pelaporan data Deteksi Dini PTM (aplikasi
ASIK), dapat mengunduh melalui:
● Tautan materi dll ada di https://link.kemkes.go.id/MateriSosASIK
82
● Isi pemutakhiran data puskesmas yang belum ada kode wilayah
https://link.kemkes.go.id/FormPemutakhiranDataPuskesmas
● KIE Kick Off Bulan Gerakan Deteksi Dini dapat diakses di
https://link.kemkes.go.id/KIEKickOffDDPTMHHS
DAFTAR KEPUSTAKAAN
83
6. Pedoman Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Pandu PTM) di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama tahun 2021
7. Buku Juknis Deteksi Dini PTM tahun 2022
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/4634/2021
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hipertensi Dewasa
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/603/2020
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe
2 Dewasa
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/514/2015
Tentang Panduan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 854/Menkes/SK/IX/2009
tentang pedoman pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah
84