Anda di halaman 1dari 7

BAHASA INDONESIA KELAS XI

LK 06_CERPEN

Kegiatan Belajar
Menelaah Teks Cerita Pendek Berdasarkan Struktur dan Kaidah

Stuktur cerpen merupakan rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur
cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh
hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-
bagian berikut.
1. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.
2. Pengungkapan peristiwa (complication)
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun
kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
3. Menuju pada adanya konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagi situasi yang
menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
4. Puncak konflik (turning point)
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada
bagian pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian
berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
5. Penyelesaian (ending atau coda)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami
tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir
ceritanya itu diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa
ada penyelesaian.
Cerpen juga memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut.
1. Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi keterangan
yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah terjadi.
2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis). Contoh:
sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti
menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara
menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan
tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan
oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami.
6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“….”) dan kata kerja yang
menunjukkan tuturan langsung.
Contoh:
a. Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!”
b. “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya.

7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau
suasana.
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

Contoh: Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang sangat
rapi dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan tertata
dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam membuat ragam
makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi pencandu beratnya.

Petunjuk
Bacalah cerpen berikut kemudian lengkapi tabel yang tersedia!

Persahabatan Sunyi
Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang
berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara
bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi,
persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut
busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng
peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan,
mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu
hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang
terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.

Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup praktik” ketika matahari mulai tergelincir
ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak
dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas
berwarna seragam dengan dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari
mana, lalu meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam
muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat, mendorong gerobak
kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur
bagai anak balita yang merasa tenteram di dodong ayahnya.

Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa melintas di
atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu lewat begitu saja
mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari
puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang
menghindarinya sambil menutup hidung ketika berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun
pedestrian karena telah dicuri truk-truk itu.

Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah membelok
ke kanan tanpa membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas buntelan-buntelan dalam
gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik, lalu kencing begitu saja. Ia tersentak
kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang
krincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang,
menatap bocah perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang
sambil juga berkacak pinggang. Anjing betina hitam kurus itu mengendus-endus di belakang tuannya,
seperti minta pembelaan.
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan gemuk.
Anjing betina kurus berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung dalam posisi
semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang dalam jarak sepuluh
meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk itu dari sengatan matahari.
Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin pepat berdebu.

Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang sedang
padat pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya tinggi-tinggi. Lelaki itu
seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong hingga ke lapangan parkir sempit penuh mobil di
depan restoran itu. Sepasang orang muda yang baru saja parkir hendak makan, kembali menutup pintu
mobilnya sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan gerobaknya ke dekat mobil sedan hitam
itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopoh- gopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik
makanan pada laki-laki itu sambil menghardik.

“Cepat pergi!”

Lelaki setengah umur itu menghentikan gerobak kecilnya di depan sebuah halte bus kota. Mengeluarkan
beberapa koin untuk ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh seorang penghuni tetap
halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat gerobak rokok itu menghindar
tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh dari situ ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang
menukik dan selalu sesak oleh mobil-mobil yang hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya
menuju kolong penurunan jalan layang tol itu. Meski berpagar besi, telah lama ada bagian yang sengaja
dibolongi oleh penghuni-penghuni kolong jalan layang itu untuk dijadikan pintu masuk. Tempat lelaki
setengah umur itu di pojok yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan panas. Dari dulu tempatnya di
situ, tak ada yang berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota, lalu
kemudian dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan
kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing betina berwarna hitam kurus itu mengibas-ngibaskan
ekornya ketika lelaki itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan
yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan-kiri.

Bocah perempuan ingusan itu berdiri dari jauh di bawah kolong jalan layang itu, memandang dengan rasa
lapar yang menyodok pada dua makhluk yang sedang asyik menikmati makan siang itu. Ia memberanikan
dirinya menuju kedua makhluk itu, lalu bergabung makan dengan anjing betina berwarna hitam kurus itu.
Ternyata anjing betina itu penakut. Ia menghindar dan makanan yang tinggal sedikit itu sepenuhnya
dikuasai bocah perempuan itu dan ia melahapnya. Sedang lelaki setengah umur itu tidak peduli,
meneruskan makannya hingga licin tandas dari daun pisang dan kertas coklat pembungkus. Mengeluarkan
sebuah botol air kemasan berisi air, meminumnya separuh. Tanpa bicara apa- apa, bocah perempuan
ingusan itu menyambar botol itu dan meminumnya juga hingga tandas. Lelaki setengah umur itu hanya
memandang, sedikit terkejut, tapi tidak bicara apa-apa. Air mukanya tawar saja. Mengeluarkan rokok dan
membakarnya sambil bersandar pada gerobak kecilnya. Tergeletak tidur setelah itu di atas bentangan
kardus kumal.

Malam telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghujan.
Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya disiram gerimis. Bunyi
krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya membangunkan anjing betina kurus
berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah dilempari sepotong kue oleh bocah
itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

angka lima di atas kardus. Setelah melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di atas
bentangan kardus yang tersisa.

Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek
api, padam lagi oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu agar lebih
terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari
dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa
menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang
setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu,
sekadar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.

Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan bermimpi berperahu bersama anjing betina kurus
berwarna hitam itu di sebuah danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi jembatan beton di atas
mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang sibuk. Lelaki setengah umur
itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia
menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya.

Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat penghuninya di malam hari. Beberapa
anak jalanan yang sehari- hari mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima anak
jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu membawa krincingan itu sampai
menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu
yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan
ingusan itu. Penghuni lain pun tak ada yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu
menghilang, entah tidur di mana.

Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus berwarna
hitam ke markasnya. Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing. Lelaki
itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan makanan dan air. Tapi, anak-anak
jalanan yang jahil itu melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki itu.
Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya. Anak-
anak itu dikejarnya. Konon salah seorang terluka oleh golok itu. Namun, mereka tak ada yang berani
melawan dan tak berani kembali lagi.

Sebelum subuh, pasukan tramtib itu datang lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk dengan bak
terbuka pengangkut gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong jembatan dan jalan layang
harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi lelaki itu tersangkut bersama
gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-
gapaikan tangannya, minta petugas menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama
tuannya. Tapi, sebuah pentungan kayu telah mendarat di kepala anjing kurus itu hingga terkaing-kaing,
berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan kegelapan.

“Mampus kau, anjing kurapan!” sumpah petugas itu sambil melompat ke atas truk yang segera berangkat.

Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah umur itu
tampak geram. Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan. Petugas itu pura-pura
tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia gelandangan kota yang dikawal
mobil polisi bersenjata lengkap di depannya, menuju ke suatu tempat arah ke Utara, dan kemudian
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

membelok ke kanan. Dari pengeras suara di puncak-puncak menara masjid terdengar azan subuh
bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih menggantung di langit, kadang-kadang tertutup awan yang
bergerak ke Barat.

Beberapa minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan
lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi kaleng peot dan alas
kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan pasti, menuju tempat gerobak
kecilnya ditambatkan.

Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya dengan
santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan.
Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki bergerobak itu melintas. Di atas
gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan
krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.*

Rawamangun, 3 Oktober 2004


Sumber: https://cerpenkompas.wordpress.com/2004/11/21/persahabatan-sunyi/#more-270

Tabel 1. Struktur Cerpen

No Struktur Kutipan Teks


1 Orientasi Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang
garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang
melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan
asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ,
bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan.
Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh
dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air
kemasan.
2 Komplikasi Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari
kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu
berkacak pinggang, menatap bocah perempuan ingusan itu dengan
tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang sambil juga
berkacak pinggang.
3 Konflik Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat
penghuninya di malam hari. Beberapa anak jalanan yang sehari- hari
mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima
anak jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu
membawa krincingan itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki
setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu
yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai
menelanjangi bocah perempuan ingusan itu.
4 Klimaks Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa
seekor anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya. Mungkin
anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing.
Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

menyuguhkan makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu
melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala
lelaki itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan
buntelan dalam gerobak kecilnya.
5 Koda Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu
mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil mengawasi puntung-
puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan. Ada
yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki
bergerobak itu melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah
perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan
krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.

Tabel 2. Kebahasaan Cerpen

Aspek
No. Kutipan Teks
Kebahasaan
1 Kata ganti orang Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan kardus dan
pertama/ ketiga mengaturnya menjadi tikar.
2 Kalimat Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup praktik”
bermakna ketika matahari mulai tergelincir ke Barat.
lampau
3 Konjungsi Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah dilempari sepotong kue
kronologis oleh bocah itu.
4 Kata kerja yang Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para
menggambarkan pejalan kaki terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas
peristiwa menghindari kendaraan yang melaju.

5 Kata kerja yang Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu agar lebih terlindung
menunjukkan oleh angin dan berhasil menyalakan lilin.
kalimat tak
langsung
6 Menggunakan Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor
kata kerja yang anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya.
menyatakan
pikiran/
perasaan
7 Menggunakan “Mampus kau, anjing kurapan!” sumpah petugas itu sambil melompat ke
dialog atas truk yang segera berangkat.
BAHASA INDONESIA KELAS XI
LK 06_CERPEN

Anda mungkin juga menyukai