Anda di halaman 1dari 1

Kedudukan jaksa sebagai penuntut umum dalam sistem peradilan pidana yang menunjukkan

mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan pendekatan sistem


terintegrasi. pendekatan sistem itu sendiri pada hakekatnya suatu proses interaksi dari tahapan
administrasi penyelesaian perkara dengan melibatkan institusi penegak hukum terkait yang
menghadapkan seorang tersangka pada penentuan pidana.

Ketentuan pada pasal 137 kuhap yang berbunyi penuntut umum berwenang melakukan penuntutan
terhadap siapapun yang di dakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan
melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.

Makna dari ketentuan tersebut yaitu :

1. Bahwa hanya penuntut umum saja yang berwenang menuntut atau melakukan penuntutan
terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.
2. Bahwa instansi lain atau pejabat lain di luar penuntut umum tidak mempunyai wewenang
melakukan penuntutan terhadap siapapun yang di dakwa melakukan tindak pidana.
3. Wewenang dan tindakan penuntut umum tersebut dilakukan dengan jalan melimpahkan
perkaranya ke pengadilan yang berwenang untuk mengadilinya.
4. Tindakan kelimpahan penuntut umum ini agar perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh
hakim dalam sidang pengadilan.

Jadi tindakan dan tanggung jawab penuntutan ini merupakan tahapan proses atas suatu tindak
pidana yakni tingkat proses pemeriksaan dari proses penyidikan ke proses pemeriksaan pada sidang
pengadilan.

Dengan demikian eksistensi jaksa dalam sistem peradilan menjadi dominus litis penuntutan artinya
mempunyai kewenangan mutlak dalam penuntutan bahkan putusan hakim di dalam perkara pidana
dibatasi oleh apa yang di dakwakan jaksa.

Anda mungkin juga menyukai