PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
NIM : 201751150
DISETUJUI OLEH
Pembimbing I Pembimbing II
(Febri Hidayat, S.Si., M.B.A., Apt.) (Hendry Candra Dewanto, M.Farm., Apt)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkah, rahmat, dan hidayah –
Nya penyusunan proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik – baiknya.
Proposal yang berjudul “Uji Efektivitas Salep Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat
Pada Mencit Putih Jantan (Mus musculus)” keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Dede Rukmayadi, S.T., M.Si. selaku rektor Institut Sains dan Teknologi Al-
Kamal Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
2. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M., Apt. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Al-Kamal Jakarta.
3. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Institut
Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta
4. Febri Hidayat, S.Si., M.B.A., Apt. selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu
memberikan bimbingan serta saran dan motivasi dalam mengarahkan penulis
sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Hendry Candra Dewanto, M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan serta saran dan motivasi dalam mengarahkan penulis
sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Dede Komarudin, M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Seluruh dosen dan staf Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta yang telah
membantu terselesaikannya proposal skripsi ini.
8. Kepada Orang tua, ayahanda dan ibunda tercinta, kakak dan adik tersayang yang
selalu memberikan doa, nasihat, semangat dan semua perhatian.
ii
Penulis menyadari sepenuhnya akan adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
sebagaimana keterbatasan yang dimiliki penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya dengan
segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
1. Alat ............................................................................................................... 29
2. Bahan ........................................................................................................... 29
D. PROSEDUR PENELITIAN ............................................................................. 29
1. Tahap Penyiapan Sampel .............................................................................. 29
2. Tahap Pembuatan Salep Dengan Ekstrak Daun Binahong ............................. 32
3. Tahap Uji Aktifitas Ekstrak (Penyembuhan Luka Sayat) ............................... 33
4. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 35
E. RANCANGAN PENELITIAN ......................................................................... 35
F. SKEMA PENELITIAN .................................................................................... 37
G. RENCANA KERJA PENELITIAN .................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ viii
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka dapat dialami oleh semua orang tanpa memandang usia, ras maupun jenis
kelamin. Aktivitas seseorang dapat terganggu akibat rasa sakit yang diakibatkan oleh
luka. Luka merupakan suatu keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang dapat disebabkan trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
Luka menyebabkan bagian dalam tubuh hewan menjadi terpapar dengan bagian
luar tubuh, apabila dibiarkan dan tidak diobati dapat timbul infeksi dan penyembuhan
luka akan terhambat(1).
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dikenal di Cina dengan nama
Dheng SanChi, di Eropa dinamai heartleaf madeiravine dan di Amerika Selatan
dikenal dengan nama madeira-vine. Seluruh bagian tanaman ini berkhasiat, mulai
dari akar, batang dan daunnya(2).
Masyarakat Indonesia masih sering menggunakan obat-obatan herbal sebagai
media penyembuhan berbagai macam penyakit untuk mengurangi biaya. Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki penyebaran yang cukup luas di
Indonesia. Masyarakat Indonesia sering menggunakan tumbukan daun Binahong
sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka. Tanaman ini juga dijadikan
sebagai makanan di beberapa negara, seperti Vietnam, Taiwan, Cina dan Korea
karena khasiatnya yang dipercaya dapat membantu penyembuhan dari suatu
penyakit(3).
Bagian tanaman binahong yang sering dimanfaatkan sebagai obat salah satunya
adalah bagian daun(4). Daun binahong banyak memiliki manfaat antara lain sebagai
antiinflamasi, antioksidan, antibakteri dan analgesik(5). Binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis) juga dapat dipercaya dapat menyembuhkan penyakit
diabetes, wasir, penyakit jantung, tifus, reumatik, asam urat, luka, dan berbagai
macam penyakit lainnya (6).
1
2
Oleh karena itu, maka peneliti akan tertarik untuk meneliti tentang uji efektivitas
salep ekstrak etanol 70% daun binahong (Anrederacordifolia (Tenore) Steenis)
terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit putih jantan (Mus musculus) dengan
membandingkan dengan salep yang mengandung Bacitracin dan Neomycin.
B. BATASAN MASALAH
1. Sampel yang digunakan pada penelitian kali ini, adalah daun tanaman
binahong.
2. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah mencit putih
jantan.
3. Pembuatan salep ekstrak daun binahong.
3
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah ekstrak etanol 70% daun binahong dapat dibuat sediaan salep yang
stabil?
2. Bagaimana pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong dengan beberapa
dosis terhadap mencit putih jantan yang diberi luka sayat pada bagian
punggung?
3. Apakah ada perbedaan antara pemberian salep ekstrak daun binahong dengan
salep yang mengandung Bacitracin dan Neomycin pada mencit putih jantan
yang diberi luka sayat pada bagian punggung?
D. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui apakah salep esktrak daun binahong memberikan efek pada
mencit putih jantan yang diberi luka sayat pada bagianpunggung.
2. Untuk membandingkan perbedaan efek pemberian salep esktrak daun binahong
dengan salep yang mengandung Bacitracin dan Neomycin pada mencit putih
jantan yang diberi luka pada bagian punggung.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk peneliti
Mengetahui apakah dalam daun tanaman binahong terdapat zat yang berguna
untuk antiseptik luka.
2. Untuk institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan
wawasan ilmu mengenai ekstrak batang tanaman patah tulang berkhasiat
sebagai antiseptik luka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN BINAHONG
4
5
diliputi bulu dan tumbuh melilit dengan panjang sekitar 30m. Pada setiap akarnya
terdapat umbi dengan diameter sekitar 20cm. Daunnya berbentuk hati, dengan
bagian apeks yang tumpul. Daerah lamina berwarna hijau muda dan bagian
permukaan atas berwarna hijau tua, berkilau, basah, dengan panjang 1- 15cm dan
lebar 0,8-11cm. Bunga menyerupai ekor domba, panjang dan terkulai sekitar 6
cm, bergugusan dengan 2-4 cabang sederhana. Diameter bunga sekitar 3-5 mm
dengan warna cream white dan greenish white, harum dan berumur pendek. Daun
mahkota berwarna putih, melipat, lobusnya berbentuk oval atau elips, dengan
panjang 1-3 mm. Putik dan benang sari berwarna putih. Putik lebih pendek
memiliki 3 cabang (9).
3. Kandungan Kimia
Pada kesembuhan luka, tanaman ini dapat dikatakan manjur karena kandungan
senyawa yang ada didalamnya yaitu flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, dan
tanin (10).
Jenis flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak binahong adalah flavonol
(11). Dari hasil studi klinik dan eksperimen flavonoid dapat meningkatkan
vaskularisasi dan menurunkan oedema. Pada penelitian terbaru membuktikan
bahwa flavonoid mempunyai efek antiinflamasi dan antioksidan. Kandungan
flavonoid juga diyakini mempunyai manfaat dalam proses penyembuhan luka
(12).
Saponin dapat ditemukan pada bagian daun, batang, akar tanaman binahong.
Saponin dapat diklasifikasikan menjadi triterpenoid, steroid dan alkaloid. Saponin
dapat berfungsi sebagai antibakteri, antiviral, antitumor, penurunan kolesterol dan
dapat menstimulasi pembentukan kolagen yangmemiliki peran penting dalam
penyembuhan luka. Saponin juga berperan sebagai hormon steroid yang berperan
sebagai zat analgesik dan antiinflamasi (13).
4. Manfaat Daun Binahong
Daun binahong dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes, pembengkakan
hati, radang usus dan rematik, daun binahong juga dapat dipercaya untuk
menyembuhkan wasir, penyakit jantung, tifus, stroke, pemulihan pasca operasi,
menyembuhkan luka dalam dan luka khitanan, keputihan, hepatomegali dan asam
urat(6).
6
B. SIMPLISIA
1. Definisi
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apapun, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dikeringkan. Berdasarkan hal itu, maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu (14):
a. Simplisia nabati
Simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel secara spontan keluar
dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani
Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat – zatbergunayang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral
Simplisia yang berupa mineral yang belum diolah atau diolah dengan cara
sederhana dan belum berupaa zat kimia murni.
2. Pengolahan Simplisia
a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang
mengalir. Simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air
yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin(14).
c. Perajangan
Beberapa jenis simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin
cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan(14).
7
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dan dapat
mengurangi kadar air. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas
permukaan bahan(14).
e. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia.Tujuan sortasi kering adalah untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran
lainnya yang masih tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan(14).
b. Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan
senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut semipolar
adalah : aseton, etil asetat, kloroform.
c. Pelarut non polar
Pelarut non polar hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidaklarut dalam pelarut
polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh
pelarut nonpolaradalah : heksana, eter.
5. Parameter-Parameter Standar Ekstrak
a. Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi
(18) :
1) Identitas (parameter identitas ekstrak)
meliputi: dekskripsi tata nama, nama ekstrak, nama lain tumbuhan
(sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun
dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.
2) Organoleptis
Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera
mendeskripsi bentuk, warna, bau rasa guna pengenalan awal yang
sederhana se-objektif mungkin.
3) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan
jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk
memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
11
b. Parameter Non-Spesifik
1) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume yang diukur pada
suhu kamar tertentu (25ºC) yang merupakan alat khusus piknometer
atau alat lain. Tujuannya adalahh memberikan batasan tentang besarnya
masa persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.Bobot jenis
juga terkait dengan kemurnian dari eksrak dan kontaminasi (14).
2) Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di
dalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air dalam bahan(14).
3) Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada suhu dimana
senyawa organik dan turunannya menguap. Sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik, yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak(14).
4) Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu, yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa
pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada, pengujian sisa
pelarut berguna dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak
untuk formulasi (14).
5) Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis.Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan
non patogen melebihi batas yang telah ditetapkan, karena berpengaruh
pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan (14).
12
D. SEDIAAN TOPIKAL
1. Pengertian
Sediaan topikal adalah obat – obat yang diberikan atau digunakan pada kulit,
terutama untuk pemakaian lokal maupun sistemimk dari suatu obat. Sediaan
farmasi yang digunakan pada kulit biasanya digunakan untuk membantu kerja
lokal dari suatu obat, untuk bisa membuat suatu obat dalam sediaan topikal
dibutuhkan suatu formulasi yang dapat membantu zat aktif dalam memberikan
efek terapi di kulit. Formulasi sediaan topikal menggunakan basis sebagai bahan
yang dapat membawa zat aktif, penggunaan basis pada sediaan topikal
disesuaikan dengan beberapa parameter, antara lain : homogenitas zat aktif dan
basis, lamanya pelepasan zat aktif, kestabilan zat aktif dalam suatu basis, basis
yang mudah dicuci dengan air atau yang sukar dicuci dengan air, dan tergantung
dari permukaan tempat pengolesan(19).
2. Sediaan Salep
sediaan salep merupakan sediaan setengah padat yang zat aktifnya terdapat
dalam basis salep, basis salep ini dapat bersifat hidrofil maupun hidrofob. Basis
memegang peran penting dalam formula salep yang baik. Basis sediaan salep
dibedakan menjadi basis hidrokarbon, basis salep serap, basis salep mudah
dibilias, dan basis salep larut air (19).
3. Pemilihan Dasar Salep
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas, dan
ketahanan sediaan jadi (20). Kualitas dasar salep yang baik adalah stabil, yaitu
tidak terpengaruh oleh suhu, kelembapan, bebas dari inkompatibilitas, lunak,
halus, homogen, dan mudah dipakai. Dasar salep yang cocok dapat terdistribusi
secara merata (20). Perlu diketahui bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan
juga tidak ada yang memiliki semua sifat yang diinginkan. Pemilihan dasar salep
dimaksudkan untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum menyediakan
sifat yang paling diharapkan.
13
E. JARINGAN KULIT
taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain
pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng(23).
3) Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak
granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan
mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran
tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan
granula(23).
4) Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya,
dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan
ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi
kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang
memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya(23).
5) Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak
berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling
permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu
terkelupas(23).
Sel – sel epidermis
Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu : keratinosit, melanosit, sel
Langerhans, dan sel Merkel.
1) Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm
permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi,
menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses
keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis,
diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap
akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran
sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk
bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain(23).
16
2) Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan
cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum
basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel
rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit
dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit
akan terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom,
salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin
dan enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah
menjadi melanin yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi
ultraviolet yang berbahaya(23).
3) Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,
ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum.
Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun
kulit, merupakan sel pembawa – antigen yang merangsang reaksi
hipersensitivitas tipe lambat pada kulit(23).
4) Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan
ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran
mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.
Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti
cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan
badan Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa
sentuh(23).
b. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara
kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin(23).
1) Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis
yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2 . Jumlahnya terbanyak
dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada
17
F. LUKA
1. Pengertian Luka
Luka adalah keadaan robek atau terkoyaknya sejumlah jaringan tubuh, baik itu
jaringan kulit, jaringan otot, jaringan saraf, pembuluh darah dan limfa oleh
beberapa faktor. Efek yang ditimbulkan luka sangat bervariasi, mungkin akan
diikuti dengan hilangnya fungsi organ tubuh secara cepat, timbulnya respon
stress dari simpatis yang menyebabkan perubahan fisiologis secara cepat,
terjadinya proses pendarahan yang diikuti dengan hemostatis, timbulnya infeksi
akibat kontaminasi bakteri pada daerah luka, kematian sel, dan jaringan bahkan
organ atau bahkan yang lebih fatal akan menyebabkan kematian(8).
2. Klasifikasi Luka
a. Klasifikasi Berdasarkan Mechanism of Injury
1) Luka iris, yaitu jenis luka yang diakibatkan oleh irisan benda tajam
misalnya pisau. Jenis luka ini sering menimbulkan rusaknya pembuluh-
pembuluh darah yang cukup besar bila irisannya cukup dalam. Bila
keadaan luka aseptis maka luka jenis ini akan segera tertutup setelah
sebelumnya terjadi penutupan pembuluh darah dengan meninggalkan
bekas berbentuk sutura(8).
2) Luka memar, yaitu jenis luka yang diakibatkan oleh benturan tubuh
dengan benda tumpul yang mungkin akan diikuti oleh kerusakan bagian
dalam tubuh yang lunak, kerusakan tulang, pendarahan atau
pembengkakan(8).
3) Luka terkoyak, yaitu jenis luka yang memeiliki konturtidak menentu,
bergerigi serta cukup dalam sehingga banyak jaringan tubuh yang
rusak. Luka jenis ini bisa disebabkan oleh pecahan kaca atau mata
kail(8).
4) Luka bocor, yaitu jenis luka yang menimbulkan lubang kecil di
permukaan kulit tetapi menembus tubuh cukup dalam, contohnya luka
yang ditimbulkan oleh tusukan pisau atau peluru(8).
5) Luka gores, yaitu jenis luka yang tidak terlalu dalam tetapi memeliki
permukaan luka yang sangat lebar, biasanya terjadi akibat tergoresnya
19
kulit pada permukaan yang kasar, pada luka jenis ini pembuluh-
pembuluh yang rusak hanya yang berada dibagian perifer(8).
6) Luka bakar, yaitu jenis luka yang ditimbulkan akibat terbakarnya
bagian tubuh. Jenis luka ini dibedakan menjadi luka bakar ketebalan
parsial yaitu bila yang terbakar hanya sampai pada jaringan epidermis
sedangkan jaringan dermis tetap utuh dan tingkatan di atasnya ialah
luka bakar total dimana sebagian dermis ikut terbakar sehingga lebih
banyak cairan dan protein tubuh yang hilang(8).
Selain jenis luka di atas, masih terdapat jenis luka lainnya seperti
luka akibat radiasi, luka akibat terkontaminasi bahan-bahan kimia, luka
akibat tersengat listrik, luka yang diakibatkan tekanan udara dan lain-
lain(8).
b. Klasifikasi Berdasarkan Degree of Contamination
1) Clean wound, artinya tidak terdapat infeksi oleh mikroorganisme
apapun terhadap luka tersebut. Kemungkinan untuk terjadi infeksi pada
luka jenis ini hanya berkisar antara 1-5 % dan biasanya luka tersebut
akan sembuh secara cepat dengan meninggalkan bekas berupa
sutura(8).
2) Clean-contaminated wound, adalah jenis luka yang hanya
terkontaminasi oleh jenis bakteri tertentu yang biasanya ada pada luka.
Kemungkinan infeksi pada luka jenis ini berkisar antara 3-11%(8).
3) Contaminated wound, ialah jenis luka yang terbuka, segar, tak
disengaja atau luka operasi dengan tehnik yang aseptis atau adanya
pembukaan pada saluran cerna. Kemungkinan terjadi infeksi pada luka
jenis ini ialah 10-17%(8).
4) Dirty wound, ialah jenis luka yang terjadi pada lingkungan yang sudah
terkontaminasi oleh berbagai bakteri, termasuk juga luka akibat
pelaksanaan operasi di tempat yang tidak steril, misalnya operasi
darurat di lapangan. Kemungkinan terjadi infeksi lebih dari 27%(8).
3. Peradangan dan Pemulihan Luka
Tanpa proses pertahanan seperti peradangan dan pemulihan, manusia tidak akan
mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang kadang-kadang membahayakan
20
jiwanya sebab infeksi akan bertambah parah dan luka akan tetap terbuka. Oleh
karena itu, proses radang-pemulihan merupakan suatu upaya tubuh untuk
membatasi dan menetralkan luka serta menjaga kelangsungan morfologi
jaringan(8).
Walaupun demikian, proses radang-pemulihan tidak selamanya disertai
dengan pulihnya kembali seluruh fungsi organ sebab ada bagian-bagian tertentu
yang tidak bisa diganti secara utuh. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan
regenerasi sel-sel pembentuk organ itu sendiri sehingga jaringan yang digunakan
dalam, proses pemulihan tidak sama dengan jaringan asal pembentuk organ
sehingga kemampuannya pun berbeda(8).
Secara umum, fisiologi penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 tahapan
utama, yaitu :
a. Tahap inflammasi dan regenerasi
1) Reaksi inflammasi
Definisi radang ialah reaksi pertahanan jaringan hidup terhadap semua
bentuk luka dengan melibatkan fungsi darah dan pembuluh darah, saraf,
limfa, cairan serta sel-sel di sekitar luka. Proses ini akan memusnahkan,
melarutkan atau membatasi agen agen penyebab infeksi sekaligus
merintis jalan untuk proses perbaikan atau pemulihan terhadap jaringan
yang rusak. Infeksi ialah masuknya sejumlah mikroorganisme pathogen
pada daerah luka terutama pada luka yang terbuka sehingga
menimbulkan akibat yang lebih buruk(8).
Pada radang akut, respon relative singkat, berlangsung hanya
beberapa jam atau hari setelah terjadinya luka. Reaksi radang biasanya
diikuti dengan rasa nyeri, panas, merah, bengkak dan gangguan fungsi
pada daerah sekitar luka, kadang-kadang disertai juga dengan demam.
Hal tersebut diakibatkan oleh 3 komponen radang, yaitu:
a) Perubahan penampang pembuluh darah (vasodilatasi) yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah di sekitar luka
b) Perubahan structural pada kapiler yang memungkinkan protein
plasma serta leukosit keluar dari pembuluh darah (diapedesis)
21
ada di sana, selain itu tambahan darah ini akan berfungsi untuk
mengangkut zat-zat racun yang dihasilkan bakteri serta jaringan-
jaringan yang mati. Oleh karena itu daerah sekitar luka berwarna
merah(8).
Peningkatan permeabilitas membran kapiler oleh histamin yang
berlangsung antara 15-30 menit atau bahkan sampai dengan 1 jam
setelah terjadi infeksi akan meningkatkan jumlah protein plasma
yang akan keluar dari kapiler menuju ruang interstitial. Hal ini
berakibat terjadinya peningkatan tekanan osmosis sekitar luka
meningkat sehingga air masuk, dengan demikian daerah sekitar
luka menjadi bengkok (oedemaI)(8).
Rasa sakit di sekitar luka ditimbulakn oleh timbulnya luka yang
langsung merangsang ujung-ujung saraf sensoris, tekanan dari
oedema, racun bakteri yang merangsang serabut saraf sensoris,
kinin yang merangsang ujung-ujung saraf sensoris, prostaglandin
yang menambah rasa sakit(8).
Akibat adanya rasa sakit dan bengkak pada daerah sekitar luka
maka fungsi organ-organ sekitar luka pun menjadi terganggu,
sebagai contoh, bila ada luka yang terinfeksi di telapak kaki maka
fungsi kaki pada umumnya akan terganggu(8).
2) Pergerakan fagosit
Chemotaxin yang diproduksi komplemen di sekitar luka akan
menuntun leukosit terutama netrofil dan monosit untuk
berdiapedesis ke daerah luka. Di samping itu, daerah luka akan
memproduksi leucocytosis promoting factor (LPF) yang akan
merangsang sum-sum tulang untuk terus memproduksi netrofil(8).
Pada awal proses peradangan (30 menit sampai dengan l jam)
netrofil akan melakukan fagositosis dengan cepat dan selanjutnya
mati akibat kerhadiran beberapa mikroorganisme yang memiliki
virulensi lebih tinggi dari netrofil. Netrofil juga menghasilkan
defensin, suatu zat yang mampu membunuh bakteri, jamur dan
virus(8).
23
G. MENCIT PUTIH
secara selektif selama dua puluh tahun. Saat ini terdapat berbagai warna bulu
dan timbul banyak galur dengan warna yang berbeda – beda (28).
Tabel II.1 Data Biologi Mencit (28).
Lama hidup : 2 tahun, bisa sampai 3 tahun
Mencit termasuk dalam genus Mus, sub famili murniae, famili muridae, orde
rodentia. Mencit yang sudah dipelihara di laboratorium sebenarnya masih satu
28
famili dengan mencit liar. Sedangkan mencit yang paling sering dipakai untuk
penelitian biomedis adalah Mus musculus. Berbeda dengan hewan – hewan
lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar keringat. Pada umur empat minggu berat
badannya mencapai 18 – 20 gram. Jantung terdiri dari empat ruang dengan
dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Diantara spesies
– spesies hewan lainnya, mencit yang paling banyak digunakan untuk tujuan
penelitian medis (60 – 80%) karena murah dan mudah berkembang biak(28).
Mencit memiliki perilaku makan yaitu akan makan selama masih ada
makanan tersedia. Mencit juga memiliki perilaku menyimpan makanannya ke
tempat berlindung atau sarangnya. Meskipun beberapa jenis tikus komensal
didalam perkembangannya digolongkan sebagai hewan pemakan segala, mencit
lebih menyukai makanan berukuran kecil. Hal ini berkaitan dengan perilaku
mencit saat makan yang senang memegang makanan dengan kedua tungkai
depannya (29).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2 – 4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20 – 40
gram untuk mencit jantan dan 25 – 40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai
hewan pengerat mencit memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi
mencit adalah indicisivus 1/2, caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3(28)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang meliputi,
pengumpulan dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak, permbuatan luka sayat
terhadap hewan uji, dan pengujian saponin terhadap hewan uji yaitu mencit putih
jantan dengan ekstrak etanol 70% daun binahong dengan melihat berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka sayat pada kulit hewan uji.
D. PROSEDUR PENELITIAN
1. Tahap Penyiapan Sampel
a. Pengambilan Sampel
Sampel daun binahong yang digunakan diambil dari Kota Tangerang.
Tanaman yang digunakan yaitu tanaman yang segar berwarna hijau.
29
30
b. Determinasi Simplisia
Sampel tanaman daun binahong yaitu berupa daun diidentifikasikan di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, LIPI
Bogor untuk memverifikasi identitas tanaman.
c. Pembuatan Simplisia
Daun binahong yang diperoleh, disortasi basah dengan memisahkan
kotoran atau benda asing yang menempel pada simplisia. Daun binahong
dicuci di bawah air mengalir sampai bersih, kemudian dilakukan
perajangan untuk mempermudah proses pengeringan, kemudian daun
binahong yang telah dirajang dikering anginkan pada ruangan yang tidak
terkena matahari langsung, selanjutnya dipotong kecil – kecil dan
diserbukkan hingga siap untuk diekstraksi
d. Ekstrasi Sampel dengan Metode Maserasi
Bubuk simplisia daun binahong diberi alkohol 70 % sebagai pelarut dan
didiamkan selama 5 hari serta dilakukan beberapa kali pengadukan.
Setelah 5 hari ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring
sehingga diperoleh maserat. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan
menggunakan alat Rotary evaporator pada suhu 50°C dengan kecepatan
80rpm, sehingga diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental yang
diperoleh, dihitung untuk diketahui hasil rendemennya dengan
menggunakan rumus :
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
e. Uji Parameter Spesifik Ekstrak
1) Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan menggunakan panca
indera untuk mengetahui bentuk, warna, bau dan rasa dari ekstrak
batang patah tulang (30).
2) Uji Kadar Air
Kurs porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan
pemanasan pada suhu 100 – 105 °C selama 1 jam, kemudian
31
4) Fenolik
Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu dikocok dengan
sedikit eter. Lapisan eter dikeringkan pada plat tetes, kemudian
ditambahkan FeCl3 0,1%. Jika terjadi perubahan warna hijau, maka
positif fenolik (14).
5) Flavonoid
Sebanyak 500mg ekstrak ditambahkan serbuk Mg, kemudian
tambahkan dengan HCl. Jika terjadi perubahan warna kuning, maka
positif mengandung flavonoid (14).
6) Steroid dan triterpenoid
Pemeriksaan steroid dan triterpenoid, satu ml isolat ditambahkan
asetat anhidrat dan H2SO4 pekat. Jika terjadi perubahan warna hijau,
maka positif mengandung steroid dan jika terbentuk cincin berwarna
kecoklatan, maka positif mengandung triterpenoid (14).
7) Glikosida
Ekstrak dilarutkan dalam etanol, kemudian diuapkan diatas penangas
air dan dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrida dan 10 tetes asam
sulfat pekat. Jika terjadi perubahan warna biru, maka positif
mengandung glikosida (14).
2. Tahap Pembuatan Salep Dengan Ekstrak Daun Binahong
a. Formulasi salep ekstrak daun binahong
Pembuatan salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi perbandingan
yang sesuai dengan prosedur penelitian sebelumnya dengan middle range
15% (31) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel III.1 Rancangan Dosis
Konsentrasi (gram)
No Nama Bahan
FI F2 F3
(n-1)(4-1) ≥ 15
(n-1)(3) ≥ 15
3n ≥ 15+3
n ≥ 18/3
n ≥ 6 = 6 ekor
Adapun pembagian kelompoknya adalah kelompok I ekstrak 7,5%, kelompok II
ekstrak 15%, kelompok III ekstrak 22,5%, dan kelompok IV salep antibiotik.
Mencit putih ditempatkan dengan kandang individu dan diaklimatisasi selama 5
hari.
a. Pengelompokkan hewan uji
24 ekor mencit putih dibagi menjadi 4 kelompok setiap kelompok terdiri
dari 6 ekor. Masing-masing kelompok disebut kelompok SA, EI, EII dan
EIII.
b. Pembuatan luka sayat
Sebelum diberi luka sayat, mencit dianastesi menggunakan eter dengan jalur
inhalasi untuk mencegah mencit jantan memberontak dan menggeliat pada
saat pemberian luka. Rambut mencit dibersihkan sampai bersih kemudian
dicukur bagian punggungnya dan dibersihkan dengan alkohol 70%,
kemudian disayat dengan panjang 1 cm dengan kedalaman 0,2 cm atau
sampai lapisan subkutis pada bagian punggung dengan menggunakan
scalpel steril. Kemudian dilakukan pembersihan dengan cara dialiri dengan
aqua dest sampai pendarahan berhenti (34)
c. Uji perlakuan
Setelah pemberian luka diberikan perlakuan pada masing masing
kelompok:
1) Kelompok SA : Dioleskan salep yang mengandung Bacitracin dan
Neomycinsebagai kontrol positif.
2) Kelompok EI : Dioleskan salep yang mengandung ekstrak daun
binahong dengan dosis 7,5%.
3) Kelompok EII : Dioleskan salep yang mengandung ekstrak daun
binahong dengan dosis 15%.
35
E. RANCANGAN PENELITIAN
Senyawa flavonoid,
dan saponin
Ekstrak dari
Regenerasi sel dengan cara merangsang pembentukan
tanaman daun
sel epitel baru dan mendukung proses re-epitelisasi
binahong
F. SKEMA PENELITIAN
Dibagi 4
kelompok
Observasi 1 kali
sehari
Data dianalisis
secara deskriptif
1. Syamsuhidajat R., Wim D.J. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta.
2. Sukandar, E.Y., Qowiyah, A., dan Larasari L. 2011. Effect of Methanol Extract
Hearleaf Madeiravine (Anredera cordifolia (ten.) Steenis) Leaves on Blood Sugar
in Diabetes Mellitus Model Mice. Universitas Garut. Vol.1(4):3.
3. Aini, S.Q. 2014. Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar
Tikus Sprague Dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik
dengan Plat Besi). [Skripsi]. Program Studi Pendidikan Dokter. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
4. Umar, A. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap Kesembuhan Infeksi Staphylococcus aureus
pada Mencit. Analisis Kesehatan Sains. Vol.1(2):70.
5. Gupta, N., Jain, U.K. 2010. Prominent Wound Healing Properties of Indigenous
Medicines. Journal of National Pharmaceutical. Vol.1:2-10.
6. Manoi, F. 2009. Binahong (Anredera cordifolia) sebagai Obat. Warta Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Industri. 15(1):3-4.
7. Paju, N. 2013. Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang Terinfeksi Bakteri
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. Vol.2.(1):53.Manado.
8. . SURYANA A A. Luka, Peradangan Dan Pemulihan. J Entropi. 2016;585–623.
9. Viviansmith, G., Lawson B.E., Turnbull A., Downey P.O. 2007. The Biology of
Australian weeds 46. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Plant Protection
Quarterly. Vol.22(1).
10. Aulia, A.F. 2014. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia)(Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka
Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 10
Detik dengan Plat Besi). [Skripsi]. Program Studi Pendidikan Dokter. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.Jakarta.
viii
11. Selawa, W., Runtuwene, M.R.J., Citraningtyas, G. 2013. Kandungan Flavonoid
dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera
cordifolia (ten.)steenis). Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. Manado. 18-22.
12. Acar, T., Tcylidiz, R., Vahapogxlu, H., Karakay, A.S., Aydin, R. 2002. Efficasnsy
of Micronized Flavonoid Fraction on Healing in Thermally Injured Rat. Amal of
Burns and Fire Disasters. Vol.XV:1.
13. Astuti, S.M., Sakinah, M., Andayani, R., Risch, A. 2011. Determination of
Saponin Compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis Plant (Binahong) to
Potential Treatment for Several Diseases. Journal of Agricultural Science.
Vol.3(4): 224-232.
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 2008, Farmakope Herbal Indonesia
. Hal 113-5, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta.
15. Zenda Ferina P. 2010. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP Propionibacterium acne DAN
Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN [Skripsi]. Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
16. Widodo Purwo A. 2016. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap
Streptococcus Pyogenes Dari Sirup Ekstrak Etanol Daun Karamunting (
Rhodomyrtus tomentosa, (Aiton) Hassk)[Skripsi]. Purwokerto. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
17. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal: 7,1221-1223.
18. Ditjen POM, DepkesRI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia ,Jakarta.
19. Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: Universitas
Indonesia Press; 1989.
20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Jilid VI.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan; 1995.
21. Anief, M. 2002. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Gajah
Mada Univerity Press. Yogyakarta.
22. Isrofah, Sagiran, Afandi, M. 2015. Efektifitas Salep Ekstrak Daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar
ix
Derajat 2 Termal pada Tikus Putih (Rattus Novergicus). Universitas
Muhammadiyah. Yogyakarta.
23. Kalangi SJR. Histofisiologi Kulit. J Biomedik. 2014;5(3):12–20.
24. Integrated Taxonomic Information System (IT IS). 2020. Mus musculus L.
Diakses melalui http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=
TSN&search_value=180366#null [diakses pada 5 September 2020]
25. Alim, T. 2013. Mencit (Mus musculus) dan klasifikasinya. Diakses melalui
http://www.biologi-sel/2013/10/mencit-mus-musculus-dan-klasifikasinya.html
[diakses pada 5 September 2020]
26. Budhi A. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas. 1st ed. Jakarta: Adabia Press; 2010.
27. Alim T. Mencit (Mus musculus) dan klasifikasinya [Internet]. 2013. Available
from:http://www.biologi-sel/2013/10/mencit-mus-musculus-dan-
klasifikasinya.html
28. Smith JB, Susanto M. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1988. 268–276 p.
29. Yuliadi B, Muhidin, Indriyani S. Tikus Jawa, Teknik Survei Di Bidang Kesehatan.
2016. 1–101 p.
30. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
31. Higea JF, Eriadi A, Arifin H, Rizal Z. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN
BINAHONG ( Anredera cordifolia (Tenore) Steen) TERHADAP
PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA TIKUS PUTIH JANTAN. J Farm
Higea. 2015;7(2).
32. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1997.
33. Astuti IY, Hartanti D, Aminiati A. Peningkatan Aktivitas Antijamur Candida
albicans SalepMinyak Atsiri Daun Sirih (Piperbettle LINN.) melalui
Pembentukan Kompleks Inklusi dengan β-siklodekstrin. Maj Obat Tradis.
2010;15:94–9.
x
34. Khuluqi MA. Perbedaan Waktu Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus
musculus) Dengan Ekstrak Daun Teh Hijau (Camelia sinensis) Dan Daun
Pegagan (Centella asiatica). Universitas Muhammadiyah Palembang; 2017.
xi