PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
NOPITA APRIANTI
201651282
PERSETUJUAN SKRIPSI
NIM : 201651282
JULI-DESEMBER 2019
DISETUJUI OLEH
Pembimbing I Pembimbing II
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, serta hidayah-Nya
penyusunan proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Proposal
skripsi yang berjudul Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Komplikasi Hipertensi Di Rumah Sakit An-Nisa Tangerang Periode Juli -
Desember 2019 diajukan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Institut Sains
dan Teknologi Al-Kamal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dede Rukmayadi, S.T., M.Si. selaku rektor Institut Sains dan Teknologi Al-
Kamal Jakarta.
2. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M., Apt. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Al-Kamal Jakarta.
3. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta
4. Dede Komarudin, M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi.
5. Arif Hidayat, M.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II yang yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi.
6. Babay Jutica C., M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Seluruh dosen dan staf Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
8. Suami dan anak-anak yang selalu memberikan doa, nasihat, semangat dan semua
perhatian.
9. Teman-teman seperjuangan penulis, terima kasih atas setiap hal yang pernah kita
lalui bersama. Semoga tidak ada yang dapat memudarkan hubungan tali silaturahmi
kita.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis.
Jakarta, Oktober 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
B. JENIS PENELITIAN ...................................................................................... 32
C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ........................................................ 33
1. Waktu Penelitian ....................................................................................... 33
2. Tempat Penelitian ....................................................................................... 33
D. POPULASI DAN SAMPEL ........................................................................... 34
1. Populasi Penelitian ..................................................................................... 33
2. Sampel Penelitian ....................................................................................... 33
E. ALAT DAN BAHAN ..................................................................................... 34
1. Alat Penelitian ............................................................................................ 34
2. Bahan Penelitian ......................................................................................... 34
F. PROSEDUR KERJA ...................................................................................... 34
1. Pengumpulan Data...................................................................................... 34
2. Pengolahan Data. ........................................................................................ 35
3. Penyajian Data. .......................................................................................... 35
G. DEFINISI OPERASIONAL ............................................................................ 36
H. SKEMA PENELITIAN................................................................................... 37
I. RENCANA PENELITIAN ............................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 41
LAMPIRAN ................................................................................................................... 43
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar III. Skema Penelitian .............................................................................................. 38
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Resistensi insulin pada otot dan liver serta
kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral
dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini
dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2 (1).
Penderita diabetes mellitus di negara berkembang mayoritas berusia antara 45-
64 tahun. Namun sebaliknya di negara maju, mayoritas penderita Diabetes
Mellitus berusia diatas 64 tahun. Adapun pada tahun 2015, Indonesia berada di
urutan ketujuh negara dengan penderita diabetes mellitus, yakni 10 juta orang.
Diperkirakan pada tahun 2040, penderita diabetes mellitus di Indonesia yakni 16
juta orang (2).
Berdasarkan WHO, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030.Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes
Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 9,1juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun (1).
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain
dislipidemia, neuropati, nefropati, retinopati, stroke, hipertensi dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Respon jaringan perifer terhadap insulin (resistensi
1
2
berhubungan dengan terapi obat. Munculnya DRPs dapat dipicu dengan semakin
meningkatnya jenis dan jumlah obat yang dikomsumsi pasien untuk mengatasi
berbagai penyakit yang diderita seperti pada pasien lanjut usia. Dengan masalah
medik yang kompleks, sehingga umum dijumpai golongan usia ini rentan
terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems) (4).
Beberapa persentase kejadian DRP berdasarkan penelitian pada 9399 pasien,
ditemukan sebanyak 5544 pasien mengalami DRP yang terbagi atas 23%
diantaranya membutuhkan terapi obat tambahan, 21% pasien mengalami reaksi
efek samping obat, 16% pasien mendapatkan terapi obat dengan dosis terlalu
rendah, 15% pasien diidentifikasi menerima obat salah, 11% menyangkut
ketidakpatuhan pasien, 8% pasien menerima obat tanpa indikasi medis dan 6%
diantaranya pasien mendapatkan dosis terlalu tinggi (21).
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit AN-NISA Tangerang karena rumah sakit
ini menjadi rujukan bagi pasien dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah
untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai. Rumah Sakit AN-NISA juga
menjadi rujukan BPJS mulai tahun 2013. Angka kejadian diabetes melitus di
Rumah Sakit ini menurut data dari rekam medis cukup banyak kasus selama Juli –
Desember 2019. Instalasi Rawat Jalan lebih dipilih karena lebih banyak kasus dan
pemberian terapi dibanding dengan rawat inap.
B. BATASAN MASALAH
1. Jumlah pasien adalah pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi di
Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit AN-NISA Tangerang periode Juli-
Desember tahun 2019.
2. Pembahasan Drug Related Problems (DRPs) meliputi obat tanpa indikasi,
dosis obat kurang, dosis obat lebih dan reaksi obat merugikan.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
4
1. Apakah ada Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus
tipe 2 komplikasi hipertensi seperti obat tanpa indikasi?
2. Apakah ada Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus
tipe 2 komplikasi hipertensi seperti dosis obat kurang?
3. Apakah ada Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus
tipe 2 komplikasi hipertensi seperti dosis obat lebih?
4. Apakah ada Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus
tipe 2 komplikasi hipertensi seperti reaksi obat yang merugikan?
D. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui ada tidaknya kejadian dan jumlah angka Drug Related
Problems (DRPs) meliputi:
1. Untuk mengetahui Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes
melitus tipe 2 komplikasi hipertensi seperti obat tanpa indikasi.
2. Untuk mengetahui Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes
melitus tipe 2 komplikasi hipertensi seperti dosis obat kurang.
3. Untuk mengetahui Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes
melitus tipe 2 komplikasi hipertensi seperti dosis obat lebih.
4. Untuk mengetahui Drug Related Problems (DRPs) pada pasien diabetes
melitus tipe 2 komplikasi hipertensi seperti reaksi obat merugikan.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis tentang ada tidaknya Drug Related Problems (DRPs) meliputi
penggunaan obat tanpa indikasi, dosis obat kurang, dosis obat lebih dan
reaksi obat merugikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi
hipertensi.
2. Manfaat bagi akademik
Data dan informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk penelitian berikutnya.
5
A. DIABETES MELLITUS
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan dari gangguan metabolic yang
ditandai oleh hiperglikemi dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat,
lemak, dan protein. Semua hal diatas merupakan hasil dari defect sekresi
insulin baik mutlak atau relative, dan berkurangnya jaringan terhadap insulin
atau keduanya. Simtom yang menyertai DM (hiperglikemia) adalah 3P
(polidipsi, polifagi, polyuria), BB berkurang, kelelahan, dan adanya infeksi
berulang (misalnya, kandidiasis vagina) (6).
6
7
3. Patofisiologi
DM Tipe I (Insulin Dependet Atau Juvenile Onset Diabetes)
Kira-kira 10% dari total kasus DM. DM tipe ini dapat berkembang sejak usia
muda yang disebabkan karena adanya kerusakan sel β pancreas yang
menyebabkan kekurangan sekresi insulin secara mutlak (6).
a. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin atau DM dewasa)
Karena umunya muncul pada pasien usia >40 tahun, jumlahnya kira-
kira 90% dari total DM. DM tipe ini ditandai dengan adanya resistensi
insulin atau defisiensi insulin atau gabungan keduanya. Resistensi insulin
ditandai dengan adanya peningkatan lipolysis dan peningkatan produksi
asam lemak bebas, peningkatan produksi gula di hepar dan pengurangan
intake gula ke sel otot. DM tipe II terjadi ketika gaya hidup dengan asupan
kalori berlebihan, kurang olahraga, obesitas, dan ada dukungan factor
genetic (6).
b. Uncommon Causes
DM (1-2%) termasuk karena gangguan endokrin, gestasional DM,
pankreatis, dan karena obat-obat tertentu seperti : glukokortikoid, niasin,
dan lafa interferon (6).
c. Komplikasi Mikrovaskuler
etinophati, neuropati, nephropathy dan komplikasi mikrovaskuler seperti
penyakit coroner pada heart disease, stroke, dan gangguan pembuluh perifer
(6).
4. Etiologi
a. Diabetes Melitus tipe I
Pada tipe ini terjadi dekstruksi sel disebabkan karena proses autoimun.
Proses destruksi sel β secara progresif yang diperantarai oleh sel dendrit,
makrofag,sel limfosif B, dan limfosit T dengan autoantibodi yang
bersikulasi terhadap antigen sel β (7).
b. Diabetes Melitus Tipe II
DM Tipe II dicirikan oleh adanya hiperglikemia, resistensi insulin dan
defisiensi relative insulin. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II disebabkan
10
oleh berbagai factor yang belum sepenuhnya jelas. Genetik dan pengaruh
lingkungan merupakan factor utama dalam perkembangan DM Tipe II,
antara lain obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah serat, serta aktivitas yang
rendah. Diabetes Mellitus Tipe II biasanya diawali oleh keadaan resistensi
insulin, yaitu turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi glukosa oleh hati.
Jaringan utama yang mengalami penurunan saensitivitas insulin adalah sel
otot rangka, liver, dan adipose (8).
6. Diagnosis
a. Skrinning untuk DM tipe II harus dilakukan setiap 3 tahun bagi orang yang
usianya ≥ 45 tahun, dan lebih sering bagi orang yang ada riwayat DM pada
keluarganya, obesitas, dan jarang olahraga.
b. Normal jika glukosa darah puasa < 110 mg/dl.
c. Gangguan glukosa darah puasa, jika glukosa darah puasa ≥ 110 mg/dl < 126
mg/dl.
d. Gangguan toleransi glukosa, jika setelah 2 jam dari tes toleransi glukosa
kadarnya ≥ 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
e. Dikatakan DM jika :
1) Ada gejala DM + random plasma glukosa ≥ 126 mg/dl
2) Kadar glukosa 2 jam setelah tes toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl
3) Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl
4) Kadar glikosit hemoglobin atau HbA1c > 8%
11
2) Olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total
150 menit perminggu. Jeda antara latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Latihan jasmanisebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penderita DM yang
relatif sehat ditingkatkan,sedangkan pada penderita DM yang disertai
komplikasi intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan
masing-masing individu (11).
b. Terapi Farmakologi
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan
olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita,
maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi
obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau
kombinasi keduanya (4).
Terapi insulin merupakan suatu keharusan bagi penderita DM Tipe I.
Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka
penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal (4).
c. Terapi Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino
tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
terdiri dari 30 asam amino. Insulin merupakan hormon anabolik dan
antikatabolik yang memiliki peranan penting dalam metabolism protein,
karbohidrat, dan lemak. Produksi insulin endogen di dalam tubuh berasal
dari pemecahan peptida proinsulin dari sel beta pancreas untuk
13
d. Antidiabetik Oral
Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi
6 golongan (12) :
1) Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
karadiovaskular,tidak dianjurkan pengguna sulfonylurea kerja panjang
(12).
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalamin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial (12).
2) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Activated
Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas IIV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati.
14
B. HIPERTENSI
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
lebih tinggi, dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi
dilaporkan menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular di seluruh
dunia.Selain itu, tekanan darah yang tidak terkontrol meningkatkan resiko
penyakit jantung iskemik empat kali lipat dan berisiko pada keseluruhan
kardiovaskular dua hingga tiga kali lipat (13).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih
dari satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole konstriksi. Kontriksi arteriole
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri. Hipertensi juga menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila
berlanjut akan menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah 14).
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut JNC 7 klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan
nilai normal pada tekanan sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah 22
diastolik (TDD) < 80 mmHg. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua
pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.
3. Patofisiologi Hipertensi
Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya
natrium tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan
tahanan perifer, tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang
menentukan tekanan darah mengalami kenaikan, atau oleh kenaikan faktor
tersebut (16).
a. Curah jantung
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu
peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat tiba-
tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal, namun pada
orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat,
ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer,
menyebabkan hipertensi yang temporer akan menjadi hipertensi dan
17
b. Resistensi perifer
Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan
konstriksi fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat
menyebabkan mekanisme ini yaitu adanya:
1) Promote pressure growth seperti adanya katekolamin, resistensi insulin,
angiostensin, hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll.
2) Faktor genetik adanya defek transport natrim dan ca terhadap sel
membran.
3) Faktor yang berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti
endotelium, tromboxe a2 dan prostaglandin h2 (16).
4. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya atau etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2
golongan, yaitu hipertensi esensial (hipertensi primer) dan hipertensi sekunder
(hipertensi renal).
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial terjadi pada 90 % dari penderita hipertensi
(Kemenkes RI, 2013). Faktor yang mempengaruhi seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas sistem simpatis, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisistemia.
Hipertensi primer biasanya timbul pada kelompok umur 30-50 tahun.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah
kelainan hormon atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (17).
18
5. Gejala Klinik
Gejala dari penyait hipertensi adalaah pengelihatan kabur karena
kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual muntah akibat meningkatnya tekanan
intra kranial, edema dependent, adanya pembengkakan akibat adanya
peningkatan kapiler (17).
6. Diagnosa
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1) Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,
beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.
Diagnosis hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang .
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya, riwayat penyakit dalam
keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas
atau kebiasaan (merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial
lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain).
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah pada
penderita dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan dua kali
atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan
kontrolatera.
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang penderita hipertensi
terdiri dari tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total
serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat
serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis
dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan
ekokardiogram, USG karotis dan femoral, foto rontgen, dan fundus kopi (18).
19
7. Pentalaksanaan Hipertensi
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat. Pengobatan non farmakologi lebih
berfokus pada perubahan gaya hidup adapun yang dapat dilakukan adalah:
1) Pengurangan berat badan
2) Penderita hipertensi yang menderita obesitas dianjurkan untuk
menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori dengan latihan fisik
yang teratur.
3) Berhenti merokok
Merokok berhubungan langsung dengan hipertensi tetapi merupakan
faktor utama penyebab penyakit kardiovaskuler. Penderita hipertensi
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
4) Menghindari alkohol
Alkohol meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi
terhadap obat anti hipertensi. Penderita hipertensi yang meminum
alkohol sebaiknya membatasi asupan etanol sekitar satu ons per hari.
5) Membatasi asupan garam
Kurangi asupan garam hingga kurang dari 100 mmol perhari atau kurang
dari 2,3 gram nitrat. Penderita hipertensi juga dianjurkan untuk menjaga
asupan kalsium dan magnesium.
6) Melakukan aktivitas fisik
Penderita hipertensi tanpa komplikasi dapat meningkatkan aktivitas fisik
secara aman, sedangkan penderita hipertensi dengan kompilkasi seperti
penyakit jantung atau masalah kesehatan lainnya yang memerlukan
pemeriksaan yang lebih lengkap misalnya dengan exercise test dan bila
perlu mengikuti program rehabilitasi dibawah pengawasan dokter.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat-obatan
antihipertensi. Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan
20
Untuk pasien dengan tekanan darah >120 / 80 mmHg, intervensi gaya hidup
terdiri dari penurunan berat badan jika kelebihan berat badan atau obesitas, pola
diet untuk menghentikan Hipertensi, pola diet termasuk mengurangi sodium dan
meningkatkan asupan kalium, moderasi alkohol, dan meningkatkan aktivitas fisik.
Menurut ADA (2017) Calcium Channel Blocker diketahui memiliki efek pada
sekresi insulin dan regulasi glukosa, tetapi gangguan signifikan dalam kontrol
diabetes tampaknya jarang. Sebuah laporan menggambarkan pasien yang
diabetesnya memburuk, membutuhkan peningkatan dosis insulin ketika diltiazem
diberikan, dan kasus serupa terjadi pada pasien yang memakai nifedipine.
Penurunan toleransi glukosa juga terjadi selama penggunaan nifedipine.
Hipoglikemia terjadi pada pasien yang mengonsumsi gliclazide dan nicardipine.
Tidak ada perubahan penting secara klinis pada farmakokinetik nifedipin yang
telah terlihat dengan acarbose, miglitol, pioglitazone atau rosiglitazone; dalam
farmakokinetik glibenklamid dengan nimodipine atau verapamil; dalam
farmakokinetik glipizide atau repaglinide dengan nifedipine; atau antara
tolbutamide dan diltiazem.
Interaksi obat golongan beta blocker dan antidiabetes yaitu pada penderita
diabetes yang menggunakan insulin, reaksi pemulihan normal (kenaikan gula
darah) jika hipoglikemia terjadi mungkin terganggu sampai batas tertentu oleh
propranolol, tetapi hipoglikemia yang serius dan berat tampaknya jarang.
Cardioselective beta blocker tampaknya cenderung tidak berinteraksi. Efek
penurunan glukosa darah dari sulfonilurea dapat dikurangi oleh beta blocker.
Apakah insulin atau obat antidiabetik oral diberikan, pasien harus dibuat sadar
bahwa beberapa tanda peringatan hipoglikemia yang sudah dikenal (takikardia,
tremor) mungkin tidak terjadi, meskipun berkeringat dapat meningkat.
Hipoglikemia pada pasien yang memakai beta blocker telah dicatat untuk
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam tekanan darah dan kemungkinan
bradikardia dalam beberapa penelitian. Miglitol telah ditemukan untuk
mengurangi bioavailabilitas propranolol hingga 40%.
Interaksi golongan ARB dan antidiabetes Glibenclamide (glyburide)
menyebabkan penurunan kecil dalam kadar plasma valsartan, tetapi ini tidak
mungkin menjadi signifikansi klinis. Tidak ada interaksi farmakokinetik yang
23
relevan secara klinis yang terjadi antara glibenclamide dan candesartan atau
telmisartan, atau antara tolbutamide dan irbesartan. Eprosartan tidak mengubah
efektivitas glibenclamide. Losartan dan mungkin eprosartan dapat mengurangi
kesadaran akan gejala hipoglikemik (19).
D. DRPs
1. Pengertian DRPs
Drug related problems merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan
yang dialami oleh pasien karena terapi obat, permasalahan tersebut benar-benar
terjadi atau potensial terjadi yang dapat mempengaruhi autcome terapi yang
diharapkan oleh pasien (21).
Drug related problems terdiri dari masalah aktual maupun potensial. Drug
related problems aktual adalah problem atau masalah yang sudah terjadi pada
pasien dan farmasis harus berusaha menyelesaikannya, sedangkan DRPs
potensial adalah suatu problem pengobatan yang mungkin terjadi, suatu risiko
yang dapat berkembang pada pasien jika farmasis tidak melakukan suatu
tindakan untuk mencegahnya (21).
Drug related problems dapat dipecahkan atau dicegah apabila penyebab
masalah tersebut dipahami dengan jelas. Oleh karena itu, perlu dilakukan
identifikasi kejadian DRPs. Tidak hanya kategori DRPs saja tetapi juga
penyebabnya. Dengan mengidentifikasi penyebab, praktisi dan pasien peduli
terhadap drug related problems sehingga pasien menyadari manfaat yang
potensial dari terapi. Ketika drug therapy problems dapat diidentifikasi maka
permasalahan tersebut dapat dipecahkan melalui penggantian produk, dosis,
atau dengan cara mengedukasi pasien tentang bagaimana cara memaksimalkan
efektivitas pengobatan (20).
Tabel II. 3. Klasifikasi Drug related problem (Drps) menurut Cipolle (21).
DRPs Kemungkinan Kasus pada DRPs
Indikasi tanpa obat a. Pasien dengan kondisi terbaru
membutuhkan terapi obat yang
terbaru
b. Pasien dengan kronik
membutuhkan lanjutan terapi obat
c. Pasien dengan kondisi kesehatn
yang membutuhkan kombinasi
25
E. RUMAH SAKIT
1. Definisi Rumah Sakit
Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa rumah sakit merupakan
pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik
spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat
jalan, rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai salah satu
sarana kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga merupakan tempat
(23).
F. RS AN-NISA TANGERANG
Rumah Sakit AN-NISA merupakan rumah sakit yang berada di Provinsi
Banten yang terletak di kota Tangerang Indonesia yang merupakan rumah sakit
rujukan BPJS.
1. Sejarah
RS AN-NISA Tangerang berawal dari gagasan dr. Anwar Hasyim, Sp.OG
sebagai pendiri dan pemilik. Awal pembangunannya dimulai pada tahun 1989,
dimana untuk pemancangan tiang pertama dihadiri oleh Direktur RSI Cempaka
Putih, Bpk. Rahmat Ramli.
Akhirnya pada tahun 1991 berdirilah sebuah bangunan sederhana dengan
status Rumah Bersalin (RB) dibawah kepemilikan Yayasan Permata Bunda.
Rumah Bersalin AN-NISA pada waktu itu hanya memiliki kapasitas 15 tempat
tidur, dan pada tahun 1993 Rumah Bersalin AN-NISA berhasil meraih prestasi
sebagai Juara III Rumah Bersalin Sayang Ibu.
Rumah Sakit AN-NISA merupakan pengembangan dari Rumah Bersalin
AN-NISA yang terletak di lokasi yang sama. Didirikan pada tanggal 4 Maret
1991 oleh Yayasan Permata Bunda yang pengurus dan anggotanya terdiri dari
beberapa dokter dan bidan, Rumah Bersalin AN-NISA menyelenggarakan
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil/bersalin serta pelayanan dasar untuk bayi
dan balita.
Dengan perencanaan bertahap, dimulai dari menyediakan fasilitas-fasilitas
penunjang seperti Apotik, Klinik Rontgen, Laboratorium sederhana, Klinik 24
jam dengan dokter jaga , Kamar operasi serta fasilitas-fasilitas umum lainnya,
pada tahun 1997 pihak pendiri/pemilik memutuskan untuk mengembangkan
pelayanan menjadi Rumah Sakit Ibu Dan Anak.
Pada tahun 1999 dengan penambahan fasilitas fisik, peralatan medis dan
jumlah sumber daya manusia dimulai proses pendirian rumah sakit, yang
30
akhirnya pada tahun 2000 secara resmi operasional Rumah Sakit Ibu Dan Anak
AN-NISA dimulai, dengan status rumah sakit khusus, swasta penuh dan
kepemilikan dibawah Yayasan Permata Bunda.
Adapun per tanggal 10 Juni 2004, menyesuaikan dengan UU RI No 16
tahun 2001 tentang Yayasan, kepemilikan Rumah Sakit Ibu dan Anak AN-
NISA menjadi dibawah PT. AN-NISA UTAMA.
Pada akhir tahun 2006, mulai dilakukan perencanaan pengembangan
rumah Sakit Ibu dan Anak AN-NISA menjadi Rumah Sakit Umum AN-NISA,
pada tahun 2007, pembangunan gedung untuk Rumah AN-NISA, dimulai, dan
direncanakan semua proses pembangunan dan perijinan dapat diselesaikan di
pertengahan tahun 2008 dan pada akhir 2008, Rumah Sakit AN-NISA, sudah
dapat beroperasi dengan Kapasitas tempat tidur sebanyak 100 tempat tidur.
3. Visi
Menjadi Rumah Sakit berciri islami yang dipercaya dan dipilih oleh
masyarakat.
4. Misi
a. Menyediakan pelayanan bermutu dan professional
b. Mewujudkan citra islami diseluruh jajaran dalam segala tindakan dan
penampilan
c. Mengembangkan jiwa melayani secara ihsan pada setiap karyawan.
5. Motto
Rumah Sakit AN-NISA mempunyai motto “Ihsan dalam pelayanan” (22)
31
G. REKAM MEDIK
1. Definisi Rekam Medik
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
Rekam medis mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya sekedar
catatan biasa, karena didalam catatan tersebut sudah memuat segala informasi
menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar untuk menentukan
tindakan lebih lanjut kepada pasien (23).
e. Aspek dokumentasi
Suatu berkas rekam medis yang mempunyai nilai dokumentasi, karena
isinya menjadi sumber dokumen data/informasi yang dapat digunakan
sebagai pertanggung jawaban dan bahan laporan rumah sakit.
f. Public health
Dimana rekam medis digunakan untuk mengidentifikasi penyakit yang
ada, dapat dijadikan dasar dalam peningkatan kesehatan nasional atau dunia.
g. Perencanaan dan menajemen
Mengidentifikasi data-data penting untuk menyeleksi dan
mempromosikan fasilitas yang ada (23).
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
B. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan metode
deskriptif, metode penelitian yang dilakukan dengan cara retrospektif dengan
menggunakan data sudah berlalu. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien rawat
jalan di Rumah Sakit AN-NISA Tangerang. Data yang diambil berupa catatan
rekam medik pasien Diabetes Melitus yang didiagnosis mengalami DM tipe 2
dengan komplikasi hipertensi. Pengolahan data dilakukan dengan rancangan
deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan untuk melakukan deskripsi
terhadap kejadian yang ditemukan.
34
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Unit Rekam Medik dan Unit Farmasi RS AN-
NISA, jalan Gatot Subroto KM. 3 NO.96 Tangerang.
2. Sampel Penelitian
Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua data
rekam medik pasien yang melakukan pengobatan rutin ke poli penyakit dalam
di Rumah Sakit AN-NISA Tangerang di mulai dari bulan Juli-Desember tahun
2019, yang memenuhi kriteria inklusi.
1. Kriteria Inklusi:
a. Semua pasien poli penyakit dalam rawat jalan yang terdiagnosis diabetes
mellitus tipe 2 dengan hipertensi periode Juli-Desember 2019. Mulai
umur 30 tahun sampai 80 tahun.
b. Pasien dengan data rekam medik lengkap, data lengkap meliputi:
1) Nomor rekam medik
2) Nama pasien
3) Diagnosa
4) Umur
35
5) Berat badan
6) Nama obat
7) Dosis
8) Data laboratorium pemeriksaan kadar glukosa darah
2. Kriteria Eksklusi:
a. Pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain.
b. Rekam medik hilang/ rusak dan pengobatan pasien tidak lengkap.
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Rekam Medik dan
resep dari Unit Farmasi yang diperoleh dari electronic medical record (EMR)
pada pasien poli rawat jalan (poli penyakit dalam pasien) yang terdiagnosa
diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi di RS AN-NISA Tangerang pada
bulan Juli-Desember 2019.
F. PROSEDUR KERJA
1. Pengumpulan Data
a. Dimulai dengan mencatat data pasien ke lembar pengambilan data pasien
meliputi nama,tanggal kunjungan ke poli penyakit dalam, usia, jenis
kelamin, diagnosis dan penyakit.
b. Mencatat data klinik pasien meliputi BB, tekanan darah, glukosa sebelum
puasa, glukosa 2 jam setelah puasa, nilai LDL, nilai HDL.
c. Mencatat terapi obat yang diberikan kepada pasien meliputi dosis, lama
36
2. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung
jumlah pasien dan mengelompokkannya berdasarkan kategori Drug Related
Problems (DRPs) yang diteliti. Data kejadian DRPs yang terjadi diolah
menjadi bentuk tabel yang menyajikan jumlah, dan persentase.
3. Penyajian Data
Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan
disertai penjelasan.
37
G. DEFINISI OPERASIONAL
Tabel III.1 Definisi Operasional
variabel Definisi Operasional Kategori Skala
Obat Obat yang dugunakan Obat diabetes oral: Ordinal
diabetes dalam pengobatan 1. Sulfonylurea:
melitus tipe 2 terapi diabetes mellitus a. Glibenklamid
dengan tipe 2 dengan hipertensi b. Gliklazid
hipertensi di RS AN-NISA c. Glimepiride
Tangerang d. Gliquidone
2. Biguanid:
a. Metformin
3. Alfa glukosida inhibitor:
a. Akarbose
Obat penurun hipertensi:
1. Golongan ACE Inhibitor:
a. Captopril
b. Ramipril
c. Lisinopril
2. Golongan ARB:
a. Candesartan
b. Telmisartan
3. Golongan CCB:
a. Amlodipine
4. Diuretik:
a. Spironolakton
b. Furosemide
c. Hydrochlorothiazide
5. Golongan Beta Bloker:
a. Bisoproplol
b. Propranolol
6. Agonis α2 sentral:
a. Metildopa
b. klonidin
7. Kombinasi α dan β bloker:
a. Karvadilol
Pasien Seseorang yang datang Pasien yang terdiagnosa Ordinal
ke poli penyakit dalam diabetes melitus tipe 2 dengan
Rawat Jalan di RS hipertensi
AN-NISA Tangerang
Jenis Identitas seksual yang Pasien laki-laki dan perempuan Nominal
kelamin dibawa pasien sejak
lahir
Usia lama waktu hidup Berumur 30-80 tahun Nominal
pasien sejak dilahirkan
sampai tahun 2019
Dosis Ukuran banyaknya Ukuran obat dalam satuan mg Nominal
suatu obat yang
digunakan atau
diberikan kepada
pasien penderita
diabetes melitus tipe 2
dengan hipertensi
38
H. SKEMA PENELITIAN
Populasi dan sampel pasien dengan diagnose Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hipertensi
di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit AN-NISA Tangerang di mulai dari bulan Juli-
Desember tahun 2019. .
Data dikumpulkan dan dicatat dari data rekam medis pasien ke dalam
lembar pengumpulan data
Pengolahan data
dalam tabel.
Analisis Data
Kesimpulan
I. RENCANA PENELITIAN
Tabel III.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Penelitian Bulan/ Tahun Keterangan
1 Permohonan pembimbing Juli 2020 Pembimbing:
Arif Hidayat, M.Farm, Apt.
Dian Anjasari, M.Farm., Apt.
2 Penentuan pembimbing Agustus 2020 Pembimbing I:
Dede Komarudin, M.Farm, Apt.
Pembimbing II:
Arif Hidayat, M.Farm, Apt.
3 Penentuan tema judul dan Agustus 2020 Ditentukan di Institut Sains dan
tempat penelitian Teknologi Al-Kamal dengan tema
Drug Related Problems (DRPs) Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Komplikasi Hipertensi Di RS AN-
NISA Tangerang Periode Juli-
Desember 2019, dimana penelitian ini
akan dilakukan di RS AN-NISA
Tangerang
4 Pengajuan surat ijin September Surat dibuat dengan melampirkan
penelitian ke RS AN- 2020 surat permohonan dan keterangan dari
NISA Tangerang kampus ditujukan kepada Direktur RS
AN-NISA Tangerang, tembusan
kepada: Ka.SDM, Ka.Unit Farmasi
dan Ka. Unit Rekam Medik
5 Pencarian pustaka /studi September Pencarian data penelitian, jurnal
literatur terkait tema 2020 terkait dengan diabetes melitus tipe 2
penelitian komplikasi hipertensi
6 Pembuatan atau penulisan September- Proprosal dibuat dan dibimbing oleh
proprosal Oktober 2020 dosen pembimbing dengan mengikuti
aturan penulisan yang terbaru terdiri
dari:
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metode Penelitian
7 Revisi proprosal Oktober 2020 Revisi dibuat oleh peneliti dan
dikoreksi kembali oleh pembimbing
40
1. Pengajuan
judul dan
pembimbing
2. Studi
literatur
3. Penyusunan
proposal
4. Perijinan
penelitian
5. Revisi
Proposal
6. Sidang
Proposal
6. Penelitian
7. Pembahasan
dan analisa data
8. Sidang
Skripsi
DAFTAR PUSTAKA
3. Efyu Winta, Ayla. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Penderita Diabetes Tipe 2 (The Correlation Of Blood Glucose Level and
Blood Pressure of Elderly With Type 2 Diabetes) (skripsi).Blitar: STIKes Patria
Husada; 2018.
10. DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V.,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris; 2015.
.
11. PERKENI. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2015.
13. Yassine Mohammad, Al- Hajje Amal, Awada Sanaa. Evaluation of medication
adherence in Lebanese hypertensive patients, Journal of Epidemiology and
Global Health Ministry of Health, Saudi Arabia. 2016. 6(3), pp.157-167. doi:
10.1016/j.jegh; 07.02. 2015
42
43
15. Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006
17. Kementrian Kesehatan RI. Hipertensi. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
18. Yogiantoro M. Pendekatan Klinis Hipertensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi Keenam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing; 2014.
21. Cipolle RJ, Strand LM, morley, P.C. Pharmaceutical Care Practice: The
Clinician’s Guide.Edisi II. Mc Graw-Hill.New York; 2004, h. 82-89
22. Rumah Sakit An-Nisa [internet]. [diakses 23 Agustus 2020]. Diakses dari
http//.rsannisa.co.id.
23. [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2014.
25. Huri HZ, Hoo FW. Drug related problems in type 2 diabetes patient with
hypertension: a cross-sectional retrospective study. BMC Endocrine 13. 1- 12;
2013.
26. Strand, L.M,. P.C,. Cipolle, R.J., dan Ramsey, R. DICP. Drug Related
Problems; Their Sructure and Function; 1990, h. 1093-1097.
27. PCNE. PCNE Classification for Drug Related Problems. V8.0. Pharmaceutical
Care Network Europe Foundation; 2017, h. 3.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1.SURAT
44
45