OLEH:
IR. MADE PHARMAWATI, MSC., PhD. NIP. 196807071993032001
DR. DRA. NI PUTU ADRIANI ASTITI, MSc. NIP. 196310051989032001
IR. YENNI CIAWI, PhD. NIP. 196611182000122001
DRA. NI NYOMAN WIRASITI, MRepro. NIP. 196605191992032001
DRA. I GST AYU SUGI WAHYUN, Msi. NIP. 196601271992032001
DRA. L.P. ESWARYANTI K.Y. , MSc. NIP. 196902211993032001
Dibiayai dari Dana PNBP Universitas Udayana Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan
Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor : 219.32/UN.14.2/PKM.01.03.00/2014,
Tanggal 5 Mei 2014
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
2. Ketua Pelaksana
2.1. Nama : Ir. Made Pharmawati, MSc., PhD
2.2. NIP : 196807071993032001
2.3. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa
2.4. Jabatan Sekarang : Lektor Kepala
2.5. Fakultas/Jurusan/Program Studi : MIPA/Biologi
2.6. Alamat
Kantor : Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana,
Kampus Bukit Jimbaran, Bali
Rumah : Jalan Teuku Umar Gang Garuda 12 Denpasar, Bali
2.7. Telepon dan Email : 081916127836/pharmawati@hotmail.com;
made_pharmawati@unud.id
3. Personalia
a. Jumlah anggota pelaksana : 5 (lima) orang
b. Jumlah personalia : 6 (enam) orang
(Ir. A.A. Gde Raka Dalem, MSc (Hons.)) (Ir. Made Pharmawati., MSc., PhD)
NIP 196507081992031004 ` NIP 196807071993032001
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Udayana
ii
RINGKASAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN………………………………………………………………… iii
PRAKATA……………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….…. vii
I. Pendahuluan…………………………………………………………………. 1
a. Analisa Situasi………………………………………………………. 1
b. Rumusan Masalah…..………………………………………………. 3
II. Tujuan Dan Manfaat……………………………………………………….. 4
a. Tujuan……………………………………………………………… 4
b. Manfaat…………………………………………………………….. 4
III. Pelaksanaan Kegiatan………………………………………………..……... 5
a. Realisasi Pemecahan Masalah……………………………………….. 5
b. Khalayak Sasaran……………………………………………………. 5
c. Metode Kegiatan…………………………………………………….. 6
IV. Hasil Kegiatan……………………………………………………………… 7
a. Jadwal Kegiatan ………………………………………………..……. 7
b. Peserta………………………………………………………….…….. 7
c. Kegiatan……………………………………………………….……… 8
V. Simpulan dan Saran……………………………………………………….… 13
a. Simpulan………………………………………………………..……. 13
b. Saran…………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 14
LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 15
v
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Bedengan untuk Demplot Penanaman Sayuran Sebagai
Tanaman Sela Pada Kebun Jeruk………………………………………….... 8
2. Bibit Cabai yang Akan Ditanam ………………………………………….... 8
3. Pembuatan Lubang Tanam Dengan Kayu……………………………..…… 9
4. Penanaman Bibit Cabai dan Sawi Oleh Petani ………………………..…… 9
5. Penanaman Bibit Cabai dan Sawi Dibantu Oleh Fasilitator …………....….. 10
6. Bibit yang Telah Ditanam Dilindungi dengan Daun untuk
Menghindari Sinar Matahari Langsung…………………………………….. 10
7. Pembuatan Kompos dengan Metode Komposter dari Karung……………… 11
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
vii
I. Pendahuluan
a. Analisa Situasi
Desa Belantih adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli. Desa ini merupakan desa dataran tinggi dengan iklim sejuk dengan
luas 9.06 km2 (BPS Kabupaten Bangli, 2013). Sebagian besar penduduknya bekerja
dibidang pertanian dan perkebunan yaitu perkebunan kopi dan jeruk. Komuditas ini
merupakan komuditas andalan di Kecamatan Kintamani (BPS Kabupaten Bangli, 2013).
Secara umum titik berat pembangunan di Kabupaten Bangli bertumpu pada sektor
pertanian. Oleh karena itu optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kehidupan
petani perlu dilakukan. Lahan perkebunan jeruk dan kopi dapat dimanfaatkan sebagai
kebun campur dengan pertanian hortikultura tertentu seperti cabai yang dikenal dengan
sistem agroforestry atau wanatani. Tanaman hortikultura lain yang juga berfungsi sebagai
tanaman obat (usada) juga dapat menjadi pilihan seperti jenis rimpang (jahe, kunyit,
temulawak, dan lain lain).
Wanatani atau agroforestry adalah suatu sistem dan teknologi penggunaan lahan
yang memadukan kegiatan penanaman tumbuhan berkayu yaitu pohon kayu-kayuan
(perkebunan), perdu, palem, bambu dengan penanaman tanaman jangka pendek, seperti
tanaman pertanian (Triwanto et al., 2012). Model-model wanatani bervariasi mulai dari
wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis
komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak
spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak dan
perikanan (De Foresta dan Michon, 1997). Dalam bentuk yang dikenal umum, wanatani
mencakup rupa-rupa kebun campuran, tegalan berpohon, ladang lahan belukar maupun
kebun pekarangan. Menurut Simatupang (2011), kontribusi produk agroforestri terhadap
pendapatan masyarakat di Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara adalah 70% dari total pendapatan.
Faktor peningkatan penghasilan merupakan alasan utama perlunya pengembangan
sistem wanatani. Penanaman lebih dari satu jenis (diversifikasi jenis) akan meningkatkan
ketahanan terhadap fluktuasi harga dan jumlah permintaan pasar yang tidak menentu.
Keuntungan lain dari segi ekologi adalah bahwa kombinasi antara tanaman semusim dan
tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi serangan hama penyakit (Herwanti, 2012)..
1
Wanatani juga memberikan kesinambungan vegetasi sehingga tidak pernah terjadi
pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat mengganggu keseimbangan ekologi (Herwanti,
2012).
Terdapat dua metode dalam wanatani yaitu agroforestri dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks
(De Foresta dan Michon, 1997). Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem
pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis
tanaman semusim. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang
bernilai ekonomi tinggi misalnya kopi, kakao (coklat), dan lain lain. Jenis tanaman
semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan dan tanaman sayuran salah satunya
adalah tanaman cabai. Sistem agroforestri kompleks merupakan sistem pertanian menetap
yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh
secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem
menyerupai hutan.
Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan dan wawancara dengan
beberapa penduduk Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, lahan di antara tanaman jeruk
dan kopi tidak banyak dimanfaatkan. Lahan tersebut dapat ditanami tanaman hortikultura
tipe sayuran seperti cabai yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di tempat lain di
Kecamatan Kintamani, lahan perkebunan sistem tumpang sari dapat ditemukan di Kutuh,
Dausa, Sukawana, Batukaang, Catur, Belandingan, Songan A, Songan B, Trunyan, Batur
Tenggah, Batur Selatan, Batur Utara (Sartono et al., 2013). Oleh karena itu perlu
dilakukan pembinaan dan pembuatan domo plot tanaman hortikultura khususnya cabai di
antara tanaman jeruk atau tanaman kopi.
Cabai rawit merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi dan harga yang sangat berflukasi. Manfaat cabai juga sangat banyak,
di samping sebagai bumbu masak, saos, juga sebagai bahan obat tradisional (Heyne, 1988).
Hal tersebut menyebabkan cabai ideal sebagai tanaman untuk ditanam pada sistem
tumpang sari dengan perkebunan jeruk atau kopi.
Produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui perbaikan sifat fisik tanah (lapisan
atas) untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk
organik (kompos) yang dapat dibuat dari sampah pertanian maupun sampah rumah tangga.
2
Penggunaan pupuk organik perlu lebih dipopulerkan untuk mengurangi kerusakan tanah
akibat penggunaan pupuk kimia.
b. Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, sebagian
besar memiliki pekerjaan sebagai petani jeruk dan kopi. Petani di Desa Belantih
belum optimal memanfaatkan lahan sela (di antara tanaman jeruk dan kopi) sebagai
lahan untuk tanaman semusim, misalnya cabai
2. Belum diketahui teknik tumpang sari tanaman semusim dengan pohon (wanatani)
yang dapat mengintensifkan penggunaan lahan.
3. Penggunaan unsur hara dalam bentuk unsur organik (kompos) perlu
disosialisasikan karena dapat membantu memperbaiki tekstur tanah.
3
II. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari kegiatan pelatihan ini adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan para para petani bahwa lahan sela di antara tanaman
jeruk dan kopi dapat dimanfaatkan untuk pertanian tanaman semusim seperti cabai
atau sayuran lainnya.
2. Memberikan ketrampilan kepada para petani tentang cara bertanam cabai sebagai
tanaman tumpang sari dengan tanaman perkebunan kopi dan jeruk melalui
pembuatan demonstrasi plot (demplot) Desa Belantih
3. Memberikan ketrampilan kepada para petani tentang cara pembuatan kompos
secara sedernana serta cara menggunakan kompos dengan sistem karung di area
perkebunan jeruk atau kopi di Desa Belantih
4. Menyediakan kebutuhan sehari-hari petani akan sayuran
b. Manfaat
Manfaat kegiatan pembinaan ini adalah:
1. Dapat memanfaatkan lahan sela pada kebun jeruk dan kopi untuk pertanian dengan
sistem wanatani dengan menanam tanaman semusim misalnya cabai baik cabai
rawit maupun cabai keriting, juga sawi
2. Melalui diversifikasi hasil-hasil sekunder, agroforestri/wanatani menyediakan
kebutuhan sehari-hari petani. Agroforestri juga berperan sebagai "kebun dapur"
yang memasok bahan makanan pelengkap (sayuran)
3. Dengan pemberian kompos dapat meningkatkan unsur hara dan memperbaiki
tekstur tanah yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas pertanian
4. Dapat menambah penghasilan petani di samping kopi dan jeruk sebagai komoditas
utama
4
III. Pelaksanaan Kegiatan
b. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran adalah petani pria dan wanita tani di Banjar Mabi, Desa Belantih,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
c. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
1. Identifikasi masalah. Data mengenai identifikasi masalah telah diperoleh melalui
kunjungan langsung dan wawancara dengan petani di Desa Belantih, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli.
2. Ceramah. Ceramah diberikan kepada petani/peladang di Desa Belantih,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali tentang manfaat dan pentingnya
5
diversifikasi usaha melalui teknik wanatani/agroforestri yang dapat memberikan
penghasilan tambahan kepada masyarakat.
3. Praktek.
3.a. Praktek berupa pembuatan demostrasi plot (demplot) penanaman tanaman
cabai rawit dengan sistem agroforestri sederhana, yaitu menanam di antara tanaman
jeruk atau kopi. Benih cabai disemai disemai dalam tray persemaian dengan
medium tanah dan pupuk kompos. Setelah bibit memiliki dua daun (5 minggu),
bibit ditransfer ke bedengan yang dibuat di antara tanaman jeruk atau kopi.
Praktek penanaman tanaman cabai dilakukan dengan mengikuti prosedur budidaya
cabai rawit (Cahyono, 2003).
3.b. Praktek pembuatan kompos secara sederhana dengan sistem sistem karung dari
bahan-bahan yang ada di sekitar dan sampah pertanian, sampah rumah tangga dan
sampah sisa persembahyangan. Sebagai starter akan digunakan kompos jadi dan
EM4. Karung digunakan sebagi komposter sederhana. Karung diisi dengan
serasah daun, kulit biji kopi, ‘canang’ sisa pesembahyangan, serbuk gergaji,
kompos jadi, EM4, lalu diaduk dan diikat (Suryati, 2009). Setelah 2 – 3 bulan,
dibuka, kompos diangin-anginkan. Kompos juga dibuat dengan menggunakan
wadah keranjang sampah.
6
IV. Hasil Kegiatan
a. Jadwal Kegiatan
Kegiatan dilakukan mulai tanggal 9 Agustus 2014 dengan kegiatan sosialisasi.
Selanjutnya persiapan dilakukan mulai dari pembuatan bedengan, persiapan alat semai,
benih cabai, media tanam dan pembuatan persemaian cabai rawit, cabai keiting dan sawi
yang dilakukan mulai tanggal 10 Agustus 2014 sampai tanggal 29 Agustus 2014. Kegiatan
utama berupa penanaman bibit cabai rawit, cabai keriting dan sawi yang dilakukan pada
tanggal 30 Agustus 2014.
b. Peserta
Kegiatan diikuti oleh 12 orang petani jeruk dan kopi di Banjar Mabi, Desa
Belantih, baik petani laki-laki maupun wanita tani. Daftar peserta petani tercantum pada
Lampiran 1. Kegiatan dihadiri oleh ketua pelaksana dan kelima anggota pelaksana sebagai
pemberi materi dan petatih. Daftar pelaksana kegiatan dan fasilitator tambahan disajikan
pada Lampiran 2.
c. Kegiatan
Petani telah membuat satu bedengan sepanjang 10 m x 1 m berlokasi di antara
kebun jeruk yang berumur 2 tahun (Gambar 1). Terdapat banyak lahan terbuka yang
kosong pada pertanaman jeruk umur 2 tahun. Pada umur 2 tahun, jeruk belum terlalu
rimbun, sehingga sina matahari cukup bagi pertanaman sayuran. Jarak tanam jeruk cukup
lebar, sehingga terdapat banyak ruang terbuka. Bibit cabai rawit, cabai keriting dan sawi
disiapkan oleh ketua pelakana. Bibit berumur 1 bulan (Gambar 2).
Setelah bedengan dibasahi, dibuat lubang-lubang dengan kayu (Gambar 3).
Selanjutnya bibit ditanam, satu bibit untuk tiap lubang (Gambar 4 dan 5). Setelah itu bibit
kembali disiram dan diberi pelindung dari daun agar tidak terkena matahari langsung
(Gambar 6).
Kegiatan diskusi dengan petani berjalan dengan baik. Pertanyaan meliputi cara
memperoleh benih, menyemai serta peeliharaan (pemupukan dan pengendalian hama dan
penyakit).
7
Gambar 1. Bedengan untuk Demplot Penanaman Sayuran Sebagai Tanaman Sela Pada
Kebun Jeruk
8
Gambar 3. Pembuatan Lubang Tanam Dengan Kayu
9
Gambar 5. Penanaman Bibit Cabai dan Sawi Dibantu Oleh Fasilitator
Gambar 6. Bibit yang Telah Ditanam Dilindungi dengan Daun untuk Menghindari Sinar
Matahari Langsung
10
Pembuatan kompos dilakukan dengan komposter sederhana dari karung. Daun
hijau dan daun coklat dicacah lalu dicampur, lalu diperciki air dan EM4 serta dicampur
sedikit starter berupa kompos jadi. Selanjunya campuran dimasukkan dalam karung dan
diikat dan diletakkan di tempat yang teduh (Gambar 7).
11
Diharapkan kegiatan ini dapat menambah variasi jenis sayuran yang untuk sementara
targetnya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di kemudian hari, jenis sayuran
tersebut dapat juga menjadi penghasilan tambahan
12
V. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
Kegiatan penanaman tanaman sayuran berupa tanaman cabai rawit, cabai keriting
dan sawi berjalan dengan baik. Bedengan tanaman sayuran dapat digunakan sebagai
contoh untuk memanfaatkan lahan kosong yang berada di antara tanaman jeruk.
b. Saran
Diharapkan pemanfaatan lahan kosong di antara tanaman jeruk atau kopi di Desa
Belantih dapat lebih optimal. Ketersediaan benih dapat diusahakan melalui Dinas
Pertanian. Pelatihan pengendalian hama tanaman sayuran perlu diberikan kepada petani
jeruk dan kopi di Desa Belantih.
13
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Sartono, M., Treman, I.W., Suditha, I.N. 2013. Pemetaan Persebaran Lahan Perkebunan
Sistem Tumpang Sari Beda Umur Di Kecamatan Kintaani Kabupaten Bangli. Jurnal
Jurusan Pendidikan Geografi 3(1) :1-10
Triwanto, J., Syarifuddin, A., dan Mutaqin, T. 2012. Agroforestry di Desa Mentaraman
Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. DEDIKASI 9: 13 – 21
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1
16
Lampiran 2
17
Rekapitulasi Penggunaan Dana Pengabdian Kepada Masyarakat
18
Kertas 1 rim 35000 35000
Jilid 3 buah 7500 22500
Sub total 1755500
19
PELATIHAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRI DI DESA BELANTIH
KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, BALI
Made Pharmawati, Putu Afriani Astiti, Yenni Ciawi, Ni Nyoman Wirasiti, IGA Sugi
Wahyuni, LP Eswaryanti Kusuma Yuni
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana
Abstrak
Kegiatan ‘Pelatihan Penerapan Agroforestri Di Desa Belantih Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli, Bali’ diadakan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan para petani
bahwa lahan sela di antara tanaman jeruk dan kopi dapat dimanfaatkan untuk pertanian
tanaman semusim seperti cabai atau sayuran lainnya, memberikan ketrampilan kepada para
petani tentang cara bertanam cabai sebagai tanaman tumpang sari melalui pembuatan
demonstrasi plot (demplot) Banjar Mabi, Desa Belantih, memberikan ketrampilan kepada
para petani tentang cara pembuatan kompos sedernana.
Kegiatan dimulai dengan sosialisai kepada petani pada tangal 9 Agustus 2014. Persiapan
dilakukan mulai tanggal 10 Agustus 2014 sampai tanggal 29 Agustus 2014 meliputi
pembelian alat dan bahan semai serta benih cabai dan sawi. Pelatihan dilakukan pada
tanggal 30 Agustus 2014. Pelatihan diikuti oleh 12 petani. Pada pelatihan ini
diperkenalkan teknik bedengan tanaman sela dan pengomposan dengan menggunakan
komposter sederhana dari karung. Evaluasi peserta dikakukan melalui diskusi. Di
samping itu diberikan pengarahan dan koreksi dalam praktek penanaman. Misalnya,
perlunya pembuatan persemaian dan penanaman hanya perlu dilakukan satu bibit per
lubang tanam, dan penyulaman tanaman mati dapat dilakukan dengan menyiapkan bibit
cadangan. Hasil menunjukkak bahwa cabai sesuai ditanam di Banjar Mabi, Desa Belantih,
sedangkan tanaman sawi banyak mendapat serangan hama, sehingga memerlukan
pengendalian hama yang intensif.
Pendahuluan
Desa Belantih adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli. Desa ini merupakan desa dataran tinggi dengan iklim sejuk dengan luas 9.06 km 2
(BPS Kabupaten Bangli, 2013). Sebagian besar penduduknya bekerja dibidang pertanian
dan perkebunan yaitu perkebunan kopi dan jeruk. Komuditas ini merupakan komuditas
andalan di Kecamatan Kintamani (BPS Kabupaten Bangli, 2013). Secara umum titik berat
pembangunan di Kabupaten Bangli bertumpu pada sektor pertanian. Oleh karena itu
optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kehidupan petani perlu dilakukan. Lahan
perkebunan jeruk dan kopi dapat dimanfaatkan sebagai kebun campur dengan pertanian
20
hortikultura tertentu seperti cabai yang dikenal dengan sistem agroforestry atau wanatani.
Tanaman hortikultura lain yang juga berfungsi sebagai tanaman obat (usada) juga dapat
menjadi pilihan seperti jenis rimpang (jahe, kunyit, temulawak, dan lain lain).
Wanatani atau agroforestry adalah suatu sistem dan teknologi penggunaan lahan
yang memadukan kegiatan penanaman tumbuhan berkayu yaitu pohon kayu-kayuan
(perkebunan), perdu, palem, bambu dengan penanaman tanaman jangka pendek, seperti
tanaman pertanian (Triwanto et al., 2012). Model-model wanatani bervariasi mulai dari
wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis
komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak
spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak dan
perikanan (De Foresta dan Michon, 1997). Dalam bentuk yang dikenal umum, wanatani
mencakup rupa-rupa kebun campuran, tegalan berpohon, ladang lahan belukar maupun
kebun pekarangan. Menurut Simatupang (2011), kontribusi produk agroforestri terhadap
pendapatan masyarakat di Nagori Simpang Raya Dasma, Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara adalah 70% dari total pendapatan.
Faktor peningkatan penghasilan merupakan alasan utama perlunya pengembangan
sistem wanatani. Penanaman lebih dari satu jenis (diversifikasi jenis) akan meningkatkan
ketahanan terhadap fluktuasi harga dan jumlah permintaan pasar yang tidak menentu.
Keuntungan lain dari segi ekologi adalah bahwa kombinasi antara tanaman semusim dan
tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi serangan hama penyakit (Herwanti, 2012)..
Wanatani juga memberikan kesinambungan vegetasi sehingga tidak pernah terjadi
pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat mengganggu keseimbangan ekologi (Herwanti,
2012).
Terdapat dua metode dalam wanatani yaitu agroforestri dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks
(De Foresta dan Michon, 1997). Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem
pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis
tanaman semusim. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang
bernilai ekonomi tinggi misalnya kopi, kakao (coklat), dan lain lain. Jenis tanaman
semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan dan tanaman sayuran salah satunya
adalah tanaman cabai. Sistem agroforestri kompleks merupakan sistem pertanian menetap
yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh
21
secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem
menyerupai hutan.
Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan dan wawancara dengan
beberapa penduduk Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, lahan di antara tanaman jeruk
dan kopi tidak banyak dimanfaatkan. Lahan tersebut dapat ditanami tanaman hortikultura
tipe sayuran seperti cabai yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di tempat lain di
Kecamatan Kintamani, lahan perkebunan sistem tumpang sari dapat ditemukan di Kutuh,
Dausa, Sukawana, Batukaang, Catur, Belandingan, Songan A, Songan B, Trunyan, Batur
Tenggah, Batur Selatan, Batur Utara (Sartono et al., 2013). Oleh karena itu perlu
dilakukan pembinaan dan pembuatan domo plot tanaman hortikultura khususnya cabai di
antara tanaman jeruk atau tanaman kopi.
Cabai rawit merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi dan harga yang sangat berflukasi. Manfaat cabai juga sangat banyak,
di samping sebagai bumbu masak, saos, juga sebagai bahan obat tradisional (Heyne, 1988).
Hal tersebut menyebabkan cabai ideal sebagai tanaman untuk ditanam pada sistem
tumpang sari dengan perkebunan jeruk atau kopi.
Produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui perbaikan sifat fisik tanah (lapisan
atas) untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk
organik (kompos) yang dapat dibuat dari sampah pertanian maupun sampah rumah tangga.
Penggunaan pupuk organik perlu lebih dipopulerkan untuk mengurangi kerusakan tanah
akibat penggunaan pupuk kimia.
22
4. Petani juga diberi contoh pembuatan kompos secara sederhana dengan bahan-bahan
yang tersedia di sekitar.
Pelatihan meliputi teori dan praktek. Teori yang diberikan antara lain, manfaat wanatani,
teknik wanatani, teknik pertanin cabai, perlunya pupuk organik untuk meningkatkan
kualitas tanah. Kegiatan praktek yang diberikan adalah praktek percontohan demplot
tanaman cabai di antara tanaman jeruk atau kopi. Bibit cabai, siap tanam, kompos jadi dan
starter kompos akan disediakan oleh tim pelaksana pengabdian kepada masyarakat.
Hasil
Kegiatan diikuti oleh 12 orang petani jeruk dan kopi di Banjar Mabi, Desa
Belantih, baik petani laki-laki maupun wanita tani. Petani telah membuat satu bedengan
sepanjang 10 m x 1 m berlokasi di antara kebun jeruk yang berumur 2 tahun.. Terdapat
banyak lahan terbuka yang kosong pada pertanaman jeruk umur 2 tahun. Pada umur 2
tahun, jeruk belum terlalu rimbun, sehingga sina matahari cukup bagi pertanaman sayuran.
Jarak tanam jeruk cukup lebar, sehingga terdapat banyak ruang terbuka. Bibit cabai rawit,
cabai keriting dan sawi disiapkan oleh ketua pelakana. Bibit berumur 1 bulan.
Setelah bedengan dibasahi, dibuat lubang-lubang dengan kayu. Selanjutnya bibit
ditanam, satu bibit untuk tiap lubang (Gambar 1). Setelah itu bibit kembali disiram dan
diberi pelindung dari daun agar tidak terkena matahari langsung.
23
Kegiatan diskusi dengan petani berjalan dengan baik. Pertanyaan meliputi cara
memperoleh benih, menyemai serta peeliharaan (pemupukan dan pengendalian hama dan
penyakit).
Pembuatan kompos dilakukan dengan komposter sederhana dari karung. Daun
hijau dan daun coklat dicacah lalu dicampur, lalu diperciki air dan EM4 serta dicampur
sedikit starter berupa kompos jadi. Selanjunya campuran dimasukkan dalam karung dan
diikat dan diletakkan di tempat yang teduh.
Evaluasi dilakukan dalam hal keikutsertaan dalam prektek demostrasi plot penanaman
cabai di antara tanaman jeruk. Evaluasi juga melalui diskusi mengenai pemahaman
tentang persemaian dan pemeliharaan.
Hasil penanaman ayuran cabai dan sawi menunjukkan bahwa cabai cocok di tanam
di Banjar Mabi Dsa Belantih sebagai tanaman sela di antara tanaman jeruk, sedangkan
tanaman sawi kuramg sesuai kaena terserang hama ulat. Petani perlu dibei pelatihan
pengendalian hama tanaman sayuran.
Tanaman sayuran jenis cabai, baik caba rawit maupun cabai keriting belum pernah
dicoba dilakukan sebagai tanaman semusim di antara tanaman jeruk di Banjar Mabi, Desa
Belantih. Jenis tanaman sayuran yang sudah ditanam adalah jenis kacang merah.
Diharapkan kegiatan ini dapat menambah variasi jenis sayuran yang untuk sementara
targetnya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di kemudian hari, jenis sayuran
tersebut dapat juga menjadi penghasilan tambahan.
Daftar Pustaka
Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
24
Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli. 2012. Profil Daerah Kabupaten Bangli
Sartono, M., Treman, I.W., Suditha, I.N. 2013. Pemetaan Persebaran Lahan Perkebunan
Sistem Tumpang Sari Beda Umur Di Kecamatan Kintaani Kabupaten Bangli. Jurnal
Jurusan Pendidikan Geografi 3(1) :1-10
Triwanto, J., Syarifuddin, A., dan Mutaqin, T. 2012. Agroforestry di Desa Mentaraman
Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. DEDIKASI 9: 13 - 21
25