Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengembangan Tes
1. Pengertian Penelitian dan Pengembangan
Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
menguji keefektifan produk tersebut, (Sugiyono, 2010: 407). Adapun pengertian
lainnya yang dikemukakan oleh Sukmadinata, 2009: 164, yang mengemukakan
bahwa penelitian dan pengembangan merupakan suatu proses atau langkah-langkah
untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah
ada, yang dapat dipertanggung jawabkan, penelitian dan pengembangan merupakan
metode penghubung antara penelitian dasar dan terapan.
Secara lengkap Borg dan Gall (1983), yang menyatakan ada 10 langkah
pelakasanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu : 1) penelitian dan
pengumpulan data, 2) perencanaan, 3) mengembangkan draf produk, 4) uji coba
lapangan awal, 5) merivisi hasil uji coba, 6) uji coba lapangan, 7) penyempurnaan
produk hasil uji coba lapangan, 8) uji pelaksanaan lapangan, 9) penyempurnaan
produk akhir, dan 10) desiminasi dan implementasi.
Strategi penelitian dan pengembangan, Borg dan Gall menyarankan untuk
membatasi penelitian dalam skala kecil, termasuk memungkinkannya membatasi
langkah penelitian, (Sukmadinata, 2010: 184).

2. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan


Tujuan utama penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan bukan
untuk merumuskan atau menguji teori, tetapi untuk mengembangkan produk-
produk yang efektif untuk digunakan disekolah-sekolah.
Penelitian dan pengembangan secara umum berlaku secara luas pada istilah-
istilah tujuan, personal, dan waktu sebagai pelengkap. Produk-produk
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan tertentu dengan spesifikasi yang detail.
Ketika menyelesaikan, produk di tes dilapangan dan direvisi sampai suatu tingkat
efektifitas awal tertentu dicapai. Walaupun siklus penelitian dan pengembangan

9
10

sesuatu yang mahal, tetapi menghasilkan produk berkualitas yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan bidang pendidikan, (Gray dalam Emzir, 2010: 263).

3. Pengertian Tes
Arikunto (2013: 66), mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Dalam proses pembelajaran, tes itu
sendiri digunakan untuk mengukur prestasi siswa. Sedangkan, Mardapi (2008: 67),
mengemukakan bahwa tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang harus
diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seorang atau
mengungkapkan aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Terdapat beberapa jenis
tes, diantaranya :
a. Tes Terstandar
Suherman (1990: 85), mengemukakan bahwa tes terstandar yang dibekukan
(standardized) adalah alat evaluasi yang kualitasnya terjamin sehingga hasilnya
mencerminkan ada kemampuan tes yang sebenarnya. Alat evaluasi ini
memiliki derajat validitas dan reabilitas yang memadai. Suatu tes yang
terstandar sebelumnya telah melalui uji coba, analisis, dan revisi sehingga
menghasilkan alat evaluasi yang baik.
b. Tes Kemampuan
Suherman (1990: 86), mengemukakan bahwa tes kemampuan bertujuan
mengevaluasi peserta tes dalam mengungkap kemampuannya (dalam bidang
tertentu). Kemampuan yang dievaluasi dapat berupa kognitif maupun
psikomotorik. Soal-soal tes kemampuan biasanya relatif sukar, menyangkut
berbagai konsep atau pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk
mencurahkan segala kemampuannya, menyangkut lingkup kognitif analisis,
sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat diketahui bahwa tes kemampuan dapat
digunakan untuk tes keterampilan, misalnya dalam penelitian ini yaitu
keterampilan berpikir kritis siswa. Dari tujuan tes tersebut sehingga siswa
dapat memecahkan masalah dan menuntut siswa untuk memaksimalkan
kemampuannya dalam berpikir.
11

c. Tes Prestasi
Suherman (1990: 87), mengemukakan bahwa tes prestasi (Achievement tes )
merupakan tes yang dimaksudkan untuk mengevaluasi hal atau sesuatu yang
diperoleh dalam suatu kegiatan. Beberapa tes yang termasuk kategori tes
prestasi, yaitu tes hasil belajar, tes akhir semester, atau ulangan harian.

4. Jenis-Jenis Tes
Menurut Arikunto (1989: 164) ditinjau dari kegunaannya tes dibedakan
menjadi tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif. Tes diagnostik dilakukan untuk
menganalisa kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaran, atau bisa juga dilakukan
untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa sebelum melanjutkan ke materi
yang berikutnya. Sedangkan tes formatif dilakukan diakhir satu materi
pembelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi tesebut. Adapun
tes sumatif dilakukan diakhir seluruh proses pembelajaran untuk mengetahui
ketercapaian tujuan proses pembelajaran tesebut.

5. Kriteria Tes yang Baik


Sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukuran apabila memenuhi
persyaratan tes yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas,
dan ekonomis (Arikunto, 2011: 57).
a. Validitas
Karakteristik pertama dan memiliki peranan sangat penting dalam
instrumen evaluasi yaitu karakteristik valid (validity). Valid menrut Gronlund,
1985 (dalam Sukardi, 2010: 30) dapat diartikan sebagai ketepatan interpretasi
yang dihasilkan dari skor tes atau instrumen evaluasi.
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut tepat mengukur apa yang
hendak diukur. Istilah valid sangat sukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang
mulai diperkenalkan yaitu sahih, sehingga validitas disebut juga kesahihan
(Arikunto, 2011: 59). Menurut Sukardi (2010: 32) secara metodologis, validitas
suatu tes dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu validitas isi, konstruk,
konkuren, dan prediksi. Keempat macam validitas tersebut sering pula
dikelompokkan menjadi 2 macam menurut rentetan berpikirnya. Kedua macam
validitas itu yaitu validitas logis dan validitas empiris.
12

Validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Sedangkan validitas konstruk merupakan derajat
yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara. Adapun
validitas konkuren adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan
dengan skor lain yang telah dibuat. Dan validitas prediksi adalah derajat yang
menunjukkan suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana baik seseorang
akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan yang direncanakan
(Sukardi, 2010: 32-35).
b. Reliabilitas
Kata reliabilitas diambil dari kata reliability yang artinya dapat dipercaya.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2011: 86). Menurut
Sukardi (2010: 43-44), menyatakan bahwa reliabilitas tinggi menunjukkan
kesalahan varian yang minim. Jika sebuah tes mempunyai reliabilitas tinggi
maka pengaruh kesalahan pengukuran telah terkurangi. Reliabilitas tinggi
menunjukkan bahwa sumber-sumber kesalahan telah dihilangkan sebanyak
mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas adalah panjang tes,
penyebaran skor, kesulitan tes dan objektivitas.
c. Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan
dari objektif adalah subjektif artinya terdapat unsur pribadi yang mempengaruhi
(Arikunto, 2011: 61).
d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikkabilitas yang tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis. Tes yang praktis adalah tes yang mudah dilaksanakan,
mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas
(Arikunto, 2011: 62).
e. Ekonomis
Ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tidak membutuhkan ongkos atau
biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama (Arikunto, 2011:
63).
13

6. Langkah-Langkah dalam Penyusunan Tes


Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menysun tes,
diantaranya:
a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
c. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan.
d. Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat aspek tingkah
laku.
e. Menyusun tabel spesifik yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang
diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut.
f. Menuliskan butir-butir soal didasarkan atas TIK-TIK (Arikunto, 2011: 153-
154).

7. Komponen-Komponen Tes
Komponen atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas:
a. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus
dikerjakan oleh siswa.
b. Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilaian bagi
peserta tes untuk mengerjakan tes.
c. Kunci jawaban tes berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki.
g. Pedoman penilaian atau pedoman skoring berisi keterangan perincian tentang
skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah
dikerjakan (Arikunto, 2011: 159).

8. Pengembangan Tes Formatif dengan Soal High Order Thinking Skill.


Pengembangan tes formatif adalah pengembangan tes hasil belajar untuk
mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, guna
memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang dilakukan oleh guru,
(Khaerul, 2012).
Tujuan dari pengembangan tes formatif ini sebagai dasar untuk memperbaiki
produktifitas belajar mengajar. Contohnya, tes yang dilakukan setelah pembahasan
tiap bab atau KD (kompetensi dasar). Tujuan lain dari tes formatif ini juga untuk
mengetahui sejauh mana program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus
mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahui hambatan-hambatan dan hal-hal
14

yang menyebabkan program tidak lancar, pengambilan keputusan secara dini dapat
mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program.
Disamping itu, manfaat dalam penggunaan tes formatif bagi siswa yaitu untuk
mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program atau pelajaran secara
menyeluruh. Dengan begitu memberi penguatan bagi siswa bahwa tes yang
dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan,
maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan
suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang benar.
Dengan demikian, maka pengetahuan itu akan bertambah membekas di ingatan. Di
samping itu, tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi untuk
belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau
memperolah lebih baik dari itu, (Khaerul, 2012).
Tes formatif ini biasa dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program
pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok
bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-sekolah tes formatif ini biasa
dikenal dengan istilah “ulangan harian”. Materi umumnya ditekankan pada bahan-
bahan pelajaran yang telah di ajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butri-butir
soal, baik yang termasuk kategori mudah maupun yang termasuk kategori sukar,
(Mawarni, 2014).
Menurut Suharsimi dalam Maarif (2013), mengemukakan bahwa Tes formatif
merupakan salah satu tes yang perlu guru berikan pada siswa yang diajarnya,
karena tes formatif memiliki beberapa kelebihan yang akan sangat bermanfaat demi
keberhasilan pengajaran. Beberpa kelebihan tes formatif diantaranya adalah : a)
Dapat langsung melihat pemahaman siswa di setiap satuan pembelajaran b) dapat
dijadikan tolak ukur ketercapaian tujuan instruksinoal khusus c) Melihat dan
memperbaiki kelemahan dan keunggulan yang ada pada siswa dan juga guru d)
Memberikan umpan balik pada siswa dan guru. Namun disamping memiliki
kelebihan seperti yang disebutkan di atas, tes formatif pun memiliki beberapapa
kekurangan. Bebapa kekurangan pada tes formatif diantaranya adalah waktu yang
tersedia hanya sedikit, memerlukan banyak biaya dan menyita waktu guru untuk
membuat instrument dan memeriksa jawaban siswa.
Pengembangan tes formatif ini dengan menggunakan soal high order thinking
skill (HOTS) yang mengarah pada dimensi Marzano. Marzano (1998),
mengemukakan bahwa enam level yang dikemukakan oleh Robert Marzano : 1)
15

prosedur pengetahuan dalam ranah kognitif, 2) proses dari struktur pengetahuan


(compreshension), 3) amalisis, 4) proses dalam penggunaan pengetahuan
(Utilization), 5) memonitor bagaimana pengetahuan yang baik (metakognisi), dan
6) proses mengidentifikasi respon pada kepercayaan terhadap pengetahuan awal
(Self-system), (Marzano, 1998). Namun, peneliti hanya mengarah pada ranah
kognitifnya saja dalam pembuatan soal High Order Thingking Skill pada dimensi
Marzano, yakni meliputi retrieval, comprehension, analysis, dan Utilization.
Berikut mengenai prosedur pengetahuan dalam ranah kognitif yang dikembangkan
oleh taksonomi Marzano;
Tabel 2.1 Sistem Kognitif Marzano.
Sistem Level Deskripsi
Kognitif Proses dari prosedur pengetahuan,
Retrieval mengingat kembali atau melakukan tanpa
pemahaman.
Proses dari urutan atau struktur pengetahuan
sistesis/langkah-langkah dan gambarannya
Comprehension
secara mendasar untuk pemahaman dasar
atau pemahaman awal.
Proses mengakses dan menguji pengetahuan
mengenai persamaan dan perbedaan,
Analysis hubungan pangkat atas dan pangkat bawah,
mendiagnosa kesalahan atau logika yang
konsekuen, atau prinsip yang dapat di duga.
Proses dalam penggunaan pengetahuan dari
mana masalah bisa disikapi atau
Utilization
dipecahkan, investigasi dapat direncanakan,
keputusan dan aplikasi dapat diperoleh.

Penggunaan soal High Order Thinking Skill pada dimensi Marzano, yaitu
penggunaan soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Gunawan
(2006), mengemukakan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang
mengharuskan siswa untuk memanipulasi informasi atau ide-ide dalam cara tertentu
yang memberi siswa pengertian dan impilkasi baru, (Gunawan, 2006).
16

Istiyono (2014), mengartikan bahwa berpikir tingkat tingi sebagai kemampuan


siswa untuk menghubungkan pembelajaran dengan hal-hal lain yang belum pernah
di ajarkan.
Menurut Rofiah (2013:17) dalam liyana, mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara luas untuk
menemukan tantangan baru dan menghendaki seseorang untuk menerapkan
informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi uuntuk
menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru, (Rofiah, 2013).

9. Keterampilan Berpikir Kritis


Menurut Ennis (1962), mengemukakan bahwa “Berpikir Kritis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang
apa yang harus dipercayai atau dilakukan”. Berpikir kritis dapat dicapai dengan
lebih mudah apabila seseorang itu mempunyai diposisi dan kemampuan yang dapat
di anggap sebagai sifat dan karakteristik pemikir yang kritis. Berpikir kritis dapat
dengan mudah diperoleh seseorang yang memiliki motivasi dan karakteristik
berpikir kritis.
Menurut Ennis (1962), mengemukakan bahwa indikator kemampuan berpikir
kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis meliputi: a) mencari pernyataan yang
jelas dari pertanyaan, b) mencari alasan, c) berusaha mengetahui informasi dengan
baik, d) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, e)
memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan, f) berusaha tetap relevan
dengan ide utama, g) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, h) mencari
alternatif, i) bersikap dan berpikir terbuka, j) mengambil posisi ketika ada bukti
yang cukup untuk melakukan sesuatu, k) mencari penjelasan sebanyak mungkin, l)
bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah.
Ennis mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokkan
menjadi lima besar aktivitas, sebagai berikut :
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan atau pernyataan.
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi.
17

c. Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan


hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d. Memberikan penjelasan lebih lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-
istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi.
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menetukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain.
Namun, peneliti membatasi indikator berpikir kritis menurut Ennis hanya lima
indikator saja yang dipilih, yakni meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis
argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan, menginduksi dan mepertimbangkan
hasil induksi, dan mendefinisikan suatu istilah dan mempertimbangkan suatu
definisi.
Menurut Ennis dan Marzano dalam reta (2012), mengemukakan bahwa
berpikir kritis mencakup kemampuan: (1) merumuskan masalah, (2) memberikan
penjelasan sederhana, (3) memberikan argumen, (4) mengemukakan pertanyaan
dan memberikan jawaban, (5) menentukan sumber informasi, (6) melakukan
deduksi, (7) melakukan induksi, (8) melakukan evaluasi, (9) memberikan definisi,
(10) mengambil keputusan serta melaksanakan, dan (11) berkomunikasi. Bila
dicermati apa yang dikatakan oleh Ennis dan Marzano bahwa berpikir kritis itu
tidak lain merupakan kemampuan memecahkan masalah melalui suatu investigasi
sehingga menghasilkan kesimpulan atau keputusan yang sangat rasional. Berpikir
kritis adalah proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan
aktivitas mental yang mencakup kemampuan: memberikan penjelasan sederhana,
merumuskan masalah, memberikan argumentasi, melakukan deduksi dan induksi,
melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan, (Reta, 2012).
Mahon dalam setiawan (2012), mengemukakan bahwa berpikir tingkat tinggi
merupakan integrasi dari proses berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis telah di
denifisikan oleh banyak ahli. Nickerson dalam Desmita (2012), mendenifisikan
berpikir kritis sebagai “ Reflection or thought about complex issue, often of the
purpose of choosing action related to those issue” yang artinya refleksi atau
berpikir tentang masalah yang kompleks, bertujuan untuk memilih tindakan yang
berkaitan dengan isu-isu.
Gunawan dalam bukunya, mendenifisikan berpikir kritis sebagai kemampuan
untuk berpikir dalam level yang kompelks dan menggunakan proses analisis dan
18

evaluasi. Berpikir kritis melibatkan kemampuan berpikir induktif, deduktif, dan


evaluatif, (Gunawan, 2006).

B. Ilmu Pengetahuan Alam Pada Konsep Animalia


Menurut Herlen dalam Pantiwati (2015), Mengemukakan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan ilmu eksak yang diperoleh melalui metode ilmiah,
sehingga pengajaran IPA mengembangkan sikap ilmiah (scientific attitude), sikap
ingin tahu (curiosity), kebiasaan mencari bukti sebelum menerima pernyataan (respect
for evidence), luwes dan terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity), kebiasaan
bertanya secara kritis (critical reflection), peka terhadap makhluk hidup dan
lingkungan sekitar (sensitifity to living things and evironment). Bidang IPA
sesungguhnya sangat potensial dan strategis untuk menumbuhkan life skill dalam
aspek religius. Hal ini dapat dilakukan bila para guru IPA memahami IPA secara
holistik.
Ilmu Pengetahuan Alam tidak pernah mengajukan pertanyaan seperti apa (what)
yang dicari adalah cara bagaimana sesuatu terjadi (how) yang dapat diamati, dilihat,
dan didengar. Pertanyaan IPA adalah sebab apa (why), pelajaran IPA tidak hanya
berhenti untuk menjawab apa dan bagaimana, namun harus sampai pada kemampuan
untuk menjawab mengapa. Oleh karena itu pengajar IPA dituntut orang yang
berkualitas dan mampu mengajar IPA secara benar. Selain itu system penilaian
terhadap kemampuan sains harus tepat dan sesuai mengingat IPA itu identic dengan
berpikir ilmiah, berpikir kritis, sehingga penilaiannya uga harus autentik dengan jenis
dan teknik yan benar. Penilaian ini terkait dengan proses pembelajaannya karena
penilaian merupakan satu kesatuan dengan komponen pembelajaran aliannya.
1. Konsep Animalia.
Kingdom animalia adalah salah satu kingdom yang memiliki anggota yang
paling banyak dan bervariasi dan memiliki dua karakteristik, yakni bersifat abstrak
dan konkrit jika dilihat dari penglihatan mata kita. Secara garis besar kingdom
animalia dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu golongan vertebrata
(hewan bertulang belakang) dan golongan invertebrata (hewan tak bertulang
belakang. Dan berikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri, struktur lapisan tubuh,
dan klasifikasi dari kingdom animalia, (Yani, Dkk. 2009).
19

a. Ciri-ciri Kingdom Animalia


Anggota kingdom animalia memiliki ciri-ciri yang yang membedakannya
dengan kingdom-kingdom lain, seperti hewan yang merupakan organisme
eukariotik multiseluler. Bersifat heterotrofik, berbeda dengan tumbuhan yang
bisa memproduksi makanan sendiri lewat fotosintesis (autotrof), hewan tidak
bisa memproduksi makanan sendiri sehingga akan memakan bahan organik yang
sudah jadi. Tidak memiliki dinding sel, komponen terbesar sel hewan tersusun
atas protein struktural kolagen. Memiliki jaringan saraf dan jaringan otot
sehingga bisa aktif bergerak (bersifat motil). Sebagian besar bereproduksi secara
seksual. Siklus hidup didominasi oleh bentuk diploid (2n).

b. Struktur Tubuh Animalia


klasifikasi kingdom animalia, paling tidak ada dua ciri yang membedakan
struktur tubuh suatu hewan. Dua ciri tersebut antara lain berdasarkan simetri
tubuh dan lapisan tubuh.
1. Simetri tubuh
Berdasarkan simetri tubuhnya, hewan dapat dibedakan menjadi hewan
yang memiliki simetri tubuh bilateral dan hewan yang memiliki simetri tubuh
radial. Simetri Bilateral, adalah hewan yang bagian tubuhnya tersusun
bersebelahan dengan bagian lainnya. Jika diambil garis memotong dari depan
ke belakang, maka akan terlihat bagian tubuh yang sama antara kiri dan
kanan. Hewan yang bersimetri bilateral selain memiliki sisi puncak (oral) dan
sisi dasar (aboral), juga memiliki sisi atas (dorsal) dan sisi bawah (ventral),
sisi kepala (anterior) dan sisi ekor (posterior), serta sisi samping (lateral).
Simetri Radial, adalah hewan yang memiliki lapisan tubuh melingkar
(bulat). Hewan dengan simetri radial hanya memiliki dua bagian, yaitu bagian
puncak (oral) dan bagian dasar (aboral). Hewan yang bersimetri radial disebut
sebagai radiata, hewan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain
porifera, cnidaria, dan echinodermata.
2. Lapisan Tubuh
Dalam perkembangannya menjadi individu dewasa, hewan akan
membentuk lapisan tubuh. Berdasarkan jumlah lapisan tubuhnya, hawan
dikelompokkan menjadi diploblastik dan tripoblastik.
20

a) Hewan Diploblastik, adalah hewan yang memiliki dua lapis sel tubuh.
Lapisan terluar disebut dengan ektoderma, sedangkan lapisan dalam disebut
dengan endoderma. Contoh dari hewan diploblastik adalah cnidaria.
b) Hewan Triploblastik, adalah hewan yang memiliki tiga lapis sel tubuh.
Lapisan terluar disebut eksoderma, lapisan tengah disebut mesoderma, dan
lapisan dalam disebut endoderma. Ektoderma akan berkembang menjadi
epidermis dan sistem saraf, mesoderma akan berkembang menjadi kelenjar
pencernaan dan usus, sedangkan endoderma akan berkembang menjadi
jaringan otot, (Yani, Dkk. 2009).

3. Rongga Tubuh (selom)


Hewan triploblastik masih dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan rongga
tubuh (selom) yang dimilikinya. Rongga tubuh pada hewan sendiri dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu aselomata, pseudoselomata, dan
selomata.
a) Aselomata, adalah hewan bertubuh padat yang tidak memiliki rongga antara
usus dengan tubuh terluar. Hewan yang termasuk aselomata adalah cacing
pipih (Platyhelmintes).
b) Pseudoselomata, adalah hewan yang memiliki rongga dalam saluran tubuh
(pseudoselom). Rongga tersebut berisi cairan yang memisahkan alat
pencernaan dan dinding tubuh terluar. Rongga tersebut tidak dibatasi
jaringan yang berasal dari mesoderma. Hewan yang termasuk
pseudoselomata adalah Rotifera dan Nematoda.
c) Selomata, adalah hewan berongga tubuh yang berisi cairan dan mempunyai
batas yang berasal dari jaringan mesoderma. Lapisan dalam dan luar dari
jaringan hewan ini mengelilingi rongga dan menghubungkan dorsal dengan
ventral membentuk mesenteron. Mesenteron berfungsi sebagai penggantung
organ dalam. Selomata sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
protoselomata dan deutroselomata. Contoh hewan yang termasuk
protoselomata antara lain Mollusca, Annelida, dan Arthropoda. Sedangkan
hewan yang termasuk dalam deutroselomata antara lain Echinodermata dan
Chordata.
21

c. Klasifikasi Kingdom Animalia


1. Porifera (Hewan berpori).
a. Ciri-Ciri Porifera
Porifera merupakan hewan multiseluler (bersel banyak). Belum
mempunyai organ pencernaan, sistem peredaran darah , sistem saraf, dan
otot. Namun sel-sel tubuhnya dapat mengindra dan bereaksi terhadap
perubahan lingkungan. Mempunyai dua fase kehidupan, yaitu saat hidup
berenang bebas (fase larva) dan saat berbentuk sesil yang hidup menetap
di dasar perairan (fase dewasa). Porifera merupakan hewan diploblastik
yang memiliki dua lapis sel pembentuk tubuh, yaitu ektoderma (lapisan
luar dan endoderma (lapisan dalam). Bentuk tubuh hewan ini ada yang
seperti piala, jambangan, terompet, dan bercabang-cabang seperti
tumbuhan. Habitat utama di perairan (terutama di laut).

b. Struktur Tubuh Porifera


Bagian tengah tubuh porifera, terdapat spongosol (paragaster).
Spongosol adalah ruangan yang berfungsi sebagai saluran air. Pada bagian
atas spongosol terdapat oskulum, yitu lubang besar yang berfungsi sebagai
tempat keluarnya air. Dari luar ke dalam, porifera tersusun atas tiga lapisan
dinding tubuh, yaitu epidermis (lapisan terluar), mesoglea (lapisan
pembatas), dan endodermis (lapisan dalam).

c. Sistem Pencernaan Porifera


Proses pencernaan pada porifera berlangsung pada bagian endodermis.
Pada bagian ini, flagel yang terdapat pada koanosit akan bergerak-gerak
sehingga menyebabkan air yang membawa oksigen dan makanan berupa
plankton akan mengalir dari ostium masuk masuk ke spongosol lalu masuk
ke oskulum. Makanan ini lalu akan dicerna di dalam vakuola makanan.
Setelah dicerna, sari-sari makanan diangkut oleh sel-sel amebosit untuk
diedarkan keseluruh tubuh. Sedangkan sisa-sisa makanan yang sudah tak
terpakai lagi akan dikeluarkan oleh sel-sel leher (koanosit) melalui
spongosol sebelum akhirnya keluar dari tubuh melalui oskulum.
22

d. Sistem Reproduksi Porifera


Hewan porifera, reproduksi dapat berlangsung melalui dua cara, yaitu
reproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara seksual, yaitu
reproduksi yang terjadi saat sel sperma bersatu dengan sel ovum. Pada
dasarnya, porifera bersifat hemafrodit karena ovum dan sperma dapat
dihasilkan oleh satu individu yang sama. Namun sperma tidak akan dapat
membuahi sendiri ovum yang terdapat dalam tubuhnya sendiri, sehingga
pembuahan hanya akan dapat terjadi antara sperma dan sel telur antar
individu yang berbeda. Sedangkan, reproduksi secara aseksual, yaitu
reproduksi yang terjadi tanpa proses pembuahan sperma pada ovum.
Reproduksi aseksual pada hewan porifera dapat terjadi melalui dua cara,
yaitu dengan cara pembentukan kuncup dan gemula (kuncup dalam).
Gemula adalah butir benih yang diproduksi oleh porifera di lingkungan
yang tak menguntungkan, misalnya terlalu dingin atau terlalu panas.

e. Sistem Sirkulasi Air Porifera


Sistem kanal atau saluran air pada porifera dapat dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu ascon, sycon, dan leucon.
1) Ascon, adalah tipe sistem saluran air dimana lubang-lubang ostiumnya
langsung terhubung lurus ke spongosol.
2) Sycon, pada tipe saluran ini air akan masuk ke dalam ostium lalu
melewati saluran-saluran bercabang sebelum masuk ke dalam spongosol.
Saluran bercabang ini biasanya dilapisi oleh koanosit.
3) Leucon, adalah tipe saluran air yang ostiumnya dihubungkan dengan
rongga-rongga bercabang yang tidak terhubung langsung menuju
spongosol.

Gambar 2.1 Jenis-jenis saluran air porifera.


(Sumber:www.google.com)
23

f. Klasifikasi Porifera
Terdapat tiga kelas yang dapat diklasifikasikan ke dalam filum porifera,
yaitu kelas Calcarea, Hexactinellida, dan Demospongiae.
1) Calcarea, merupakan kelas porifera yang memiliki spikula dari zat kapur.
Contoh spesies calcarea antara lain Sycon sp. dan Clathrina sp. yang
biasa hidup di daerah laut dangkal.
2) Hexactinellida, memiliki spikula yang tersusun atas zat kersik (silikat).
Contoh spesies dari kelas hexactinellida antara lain Pheronema sp. dan
Euplectella sp. yang hidup di laut dalam.
3) Demospongiae, merupakan porifera bertulang lunak dengan spikula yang
tersusun dari zat kersik. Contoh spesies dari kelas demospongiae antara
lain Euspongia sp., Spongila sp., dan Callyspongia sp, (Yani, Dkk.
2009).

g. Peranan Porifera Bagi Manusia


Tubuh porifera biasanya dimanfaatkan manusia sebagai alat penggosok
badan atau perabotan. Selain itu porifera juga banyak digunakan sebagai
hisan akuarium. Porifera kadang juga merugikan bagi manusia karena
hidup melekat pada kulit tiram, sehingga kualitas tiram yang dihasilkan
oleh peternakan akan berkurang.

2. Coelenterata (Hewan berongga).


a. Ciri-Ciri Coelenterata
Terdapat sekitar 10.000 spesies Coelenterata yang sebagian besar
hidup di laut. Sebagian hidup secara soliter, sedangkan sebagian lain hidup
berkoloni. Memiliki simetri radial, memiliki rongga gastrovaskuler yang
berfungsi untuk mencerna makanan. Tubuhnya hanya memiliki satu
lubang terbuka yang berfungsi sebagai mulut sekaligus anus. Coelenterata
merupakan hewan diploblastik yang mempunyai tentakel yang berfungsi
untuk memasukkan makanan ke dalam mulut. Tentakel dilengkapi dengan
sel penyengat yang disebut dengan knidosit (cnidoblast). Memiliki dua
bentuk tubuh, yaitu polip dan medusa.
24

b. Struktur Tubuh Coelenterata


Coelenterata merupakan diploblastik, hewan ini mempunyai dua lapis
sel yaitu ektoderm yang merupakan lapisan sel luar dan endoderm yang
merupakan lapisan dalam. Coelenterata memiliki dua bentuk tubuh, yaitu
polip dan medusa. Pada bentuk polip (seperti tabung), coelenterata
memiliki mulut di bagian dorsal yang dikelilingi oleh tentakel. Sedangkan
pada bentuk medusa yang berbentuk seperti cakram, mulut coelenterata
terletak di bagian bawah (oral) dan tubuhnya dikelilingi oleh tentakel.

c. Reproduksi Coelenterata
Coelenterata dapat bereproduksi baik dengan cara generatif (seksual)
maupun vegetatif (aseksual). Reproduksi secara generatif terjadi saat sel
sperma jantan membuahi sel telur (ovum) betina. Sedangkan
perkembangbiakan secara aseksual berlangsung dengan cara pembentukan
tunas pada sisi tubuh coelenterata yang akan tumbuh menjadi individu
baru setelah lepas dari tubuh induknya.

Gambar 2.2 Tahap metagenesis pada Obelia sp.


(Sumber:www.google.com)

Beberapa jenis coelenterata juga mengalami metagenesis (pergiliran


keturunan), yaitu perkembangbiakan seksual yang diikuti oleh
perkembangbiakan aseksual pada satu generasi. Pada coelenterata jenis ini,
tubuh akan memiliki bentuk polip pada satu fase hidupnya, kemudian
berbentuk medusa pada tahap selanjutnya.
25

d. Klasifikasi Coelenterata
Coelenterata terdiri dari tiga kelas utama, yaitu Hydrozoa, Scypozoa,
dan Anthozoa.
1) Hydrozoa
Beberapa jenis hidrozoa mengalami dua siklus hidup yaitu tahap
polip yang aseksual dan tahap medusa yang seksual. Contohnya adalah
spesies Obelia sp. Ada pula yang selama hidupnya hanya berbentuk
polip saja, misalnya Hydra.
2) Scyphozoa
Contoh spesies yang termasuk dalam kelas ini adalah Aurelia aurita
(ubur-ubur). Hewan ini memiliki bentuk seperti mangkuk, kadang
mempunyai tubuh berwarna namun ada beberapa spesies yang tubuhnya
transparan. Tubuh Scyphozoa dilengkapi dengan tentakel yang
mempunyai sel penyengat. Seluruh spesies Scyphozoa hidup di perairan,
baik tawar maupun laut.
3) Anthozoa
Memiliki ciri-ciri khusus yaitu tubuh yang menyerupai bunga.
Contoh spesies yang termasuk dalam kelas ini adalah Metridium
(anemon laut). Anthozoa hidup sebagai polip, salah satu ujung
tubuhnya mempunyai mulut yang dikelilingi tentakel lengkap dengan
penyengatnya, sedangkan ujung yang lain merupakan bagian tubuh
yang berfungsi untuk melekatkan diri pada dasar perairan.

e. Peran Coelenterata Bagi Manusia


Beberapa jenis coelenterata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
kosmetik bahkan bisa diolah menjadi agar-agar. Sebagian lain membentuk
terumbu karang yang bisa menahan gelombang. Beberapa spesies
coelenterata juga memberikan pemandangan indah di dasar lautan dengan
warna dan bentu mereka yang unik.

3. Platyhelmintes (Cacing pipih).


a. Ciri-Ciri Platyhelminthes
platyhelminthes mempunyai bentuk tubuh pipih. Selain itu, hewan ini
tidak mempunyai rongga tubuh (selom). Simetris bilateral dan tubuh
triploblastik. Di samping itu, hewan ini sistem Pencernaannya dengan
26

gastrovaskuler. Bernapas dengan seluruh permukaan tubuh dan tidak


memiliki sistem peredaran darah. Hewai ini mempunyai ganglion sebagai
sistem syaraf. Memiliki sel api sebagai alat ekskresi. Pada umumnya
bersifat hemafrodit, yang artinya terdapat dua jenis alat kelamin yaitu
jantan dan betina dalam satu individu namun jarang terjadi pembuahan
sendiri.

b. Struktur tubuh
Platyhelminthes mempunyai tubuh berbentuk pipih tanpa ruas-ruas
yang dapat dibagi menjadi bagian anterior (kepala), posterior (ekor), dorsal
(punggung), ventral (daerah yang berlawanan dengan dorsal), dan lateral
(bagian samping tubuh). Platyhelmintes memiliki tubuh dengan simetri
bilateral, hewan ini merupakan triploblastik yang tersusun atas tiga lapisan
jaringan yaitu ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan
endoderm (lapisan dalam).

c. Klasifikasi Platyhelminthes
Platyhelminthes dibagi menjadi empat kelas, yaitu Turbellaria (cacing
berambut getar), Trematoda (cacing isap), Cestoda (cacing pita), dan
monogenea.
1) Turbellaria (Cacing Berambut Getar)
Planaria sp. adalah salah satu contoh spesies yang termasuk dalam kelas
Turbellaria. Cacing ini bersifat karnivor dan hidup bebas di perairan
seperti di sungai, kolam, atau danau. Planaria memiliki panjang tubuh
antara 5-25 mm. Hewan ini bergerak dengan silia yang terdapat pada
bagian epidermis tubuhnya.
Planaria memiliki sistem pencernaan yang masih sangat sederhana yang
terdiri dari mulut, faring, dan rongga gastrovaskuler (usus). Hewan ini
tidak memiliki anus sehingga sisa-sisa makanan yang tidak dicerna akan
dikeluarkan kembali melalui mulut.
Planaria mengeksresikan sisa metabolisme tubuh yang berupa nitrogen
melalui permukaan tubuhnya yang dilangkapi oleh sel api. Cacing ini
memiliki sistem saraf yang berpusat di ganglia pada bagian kepala yang
kemudian bercabang-cabang membentuk sistem syaraf tangga taali.
Planaria dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual.
27

Perkembangbiakan secara seksual terjadi saat sel sperma membuahi sel


telur betina. Planaria bersifat hemafrodit, sehingga tak akan pernah tejadi
pembuahan sendiri. Reproduksi planaria secara aseksual terjadi melalui
proses fragmentasi atau memotong diri. Setiap potongan tubuh akan
beregenerasi sehingga akan membentuk individu baru.

2) Trematoda (Cacing Isap)


Semua anggota kelas ini bersifat parasit yang hidup di dalam tubuh
hewan maupun manusia. Cacing ini mempunyai alat hisap (sucker) yang
terdapat pada bagian mulut atau ventral tubuhnya yang dilengkapi dengan
gigi kitin. Permukaan tubuh trematoda tidak dilengkapi dengan silia
namun mempunyai kutikula untuk mempertahankan diri.
Contoh spesies anggota trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing
hati). Cacing ini mempunyai bentuk tubuh yang mirip seperti daun dengan
ukuran panjang 2-5 cm dan lebar 1 cm. Fasciola hepatica hidup sebagai
parasit di dalam kantong empedu hati ternak. Saluran pencernaan cacing
ini terdiri atas mulut yang terdapat di bagian ujung anterior dilengkapi
dengan alat hisap bergigi kitin untuk melekatkan diri.

Gambar 2.3 Daur hidup Fasciola hepatica


(Sumber:www.google.com)

Fasciola hepatica bersifat hemafrodit dan berkembang biak secara


generatif. Daur hidup cacing ini dimulai saat telur Fasciola hepatica
dewasa yang berada di saluran empedu hewan ternak keluar bersama feses.
Pada tempat yang tepat, telur yang telah fertil tersebut akan menetas
sebagai larva bersilia yang disebut dengan mirasidium. Mirasidium
kemudian masuk ke dalam tubuh siput karena tidak bisa bertahan di alam
bebas lebih dari 8 jam. Di dalam tubuh siput, mirasidium akan tumbuh
28

menjadi sporosista, lalu berkembang menjadi redia (larva kedua),


kemudian menjadi serkaria (larva ketiga).
Serkaria mempunyai bentuk tubuh seperti berudu yang dapat berenang
bebas. Serkaria kemudian keluar tubuh siput lalu hidup menempel di
rumput kemudian membentuk metaserkaria. Jika rumput yang terdapat
metaserkaria tersebut dimakan oleh hewan ternak, maka metaserkaria akan
tumbuh besar di organ hati. ulang kembali.
Selain cacing hati, ada juga anggota kelas trematoda lain yang hidup
sebagai parasit di organisme lain yaitu Clonorchis sinensis dan
Opisthorchis sinensis yang hidup sebagai parasit di dalam tubuh manusia.
Kedua cacing ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui inang perantara
(sebagai tempat hidup larva) ikan air tawar dan keong yang dimakan
manusia.

3) Cestoda (Cacing Pita)


Cacing pita memiliki ciri khusus berupa bentuk tubuhnya yang pipih
dan memanjang seperti pita. Cacing jenis ini tidak mempunyai saluran
pencernaan karena sari-sari makanan akan langsung bisa diserap melalui
permukaan tubuhnya. Tubuh Cestoda terdiri dari ruas-ruas yang disebut
dengan proglotid. Setiap proglotid pada cacing pita mempunyai sistem
reproduksi dan ekskresinya sendiri, oleh karena itulah cacing pita dianggap
sebagai koloni individu.
Contoh cacing pita antara lain adalah Taenia solium dan Taenia
saginata. Cacing ini adalah parasit pada tubuh manusia dengan inang
perantara hewan babi dan sapi. Cacing ini masuk kedalam tubuh sapi atau
babi melalui larva Taenia.sp yang termakan kedua hewan tersebut. Larva
yang tertelan kemudian akan berada di usus halus dan tumbuh menjadi
heksakan. Larva ini kemudian akan menembus usus halus lalu terbawa
oleh aliran darah dan masuk ke dalam daging. Jika daging babi atau sapi
ini dimakan oleh manusia, maka cacing ini akan masuk dan berkembang
menjadi cacing dewasa di dalam tubuh manusia. Cacing pita dewasa dapat
mencapai ukuran panjang tubuh hingga 20 cm.
29

4) Monogenea
Hewan monogenea umumnya adalah parasit yang hidup pada tubuh
ikan. Hewan ini tidak memiliki rongga tubuh dan mempunyai sistem
pencernaan yang sangat sederhana berupa mulut, usus, dan lubang anus.
Monogenea adalah hewan hemafrodit, hewan ini tidak mengalami fase
aseksual. Telur Monogenea yang menetas akan mengalami fase larva yang
disebut dengan onkomirasidium. Contoh spesies yang termasuk ke dalam
kelas monogenea adalah Schistosoma mansoni, (Sulistyorini, 2009).

4. Nemathelmintes (Cacing gilig).


a. Ciri-Ciri Umum Nemathelminthes
Cacing Nematoda disebut juga cacing gilig. Tubuh dari cacing ini gilig,
tidak bersegmen, kulitnya halus, licin, dan dilapisi oleh kutikula. Apabila
dipotong tubuhnya, akan terlihat tubuhnya bersifat bilateral simetris dan
termasuk golongan hewan yang triplobastik pseudoselomata. Memiliki
sistem pencernaan sempurna dan cairan tubuh pada coelom yang berfungsi
sebagai sistem peredaran darah. Phylum Nematoda ini ditemukan di
habitat air, tanah lembap, jaringan tumbuhan serta pada cairan dan jaringan
hewan lainnya.

Menurut Campbell (1998: 602), sekitar 80.000 spesies Nematoda telah


diketahui. Nematoda yang ada, jumlahnya 10 kali lipat dari nematoda yang
telah diketahui. Ukuran nematoda berkisar dari yang berukuran kurang
dari 1 mm hingga lebih dari 1 m. Nematoda ada yang hidup bebas dan juga
parasit pada hewan lainnya. Nematoda umumnya bereproduksi secara
seksual. Kelamin jantan dan betinanya terpisah pada individu yang
berbeda. Ukuran tubuh betina biasanya lebih besar dari jantan. Fertilisasi
terjadi secara internal dan betina mampu menghasilkan telur sebanyak
100.000 butir atau lebih setiap harinya. Cacing jantan umumnya lebih kecil
daripada cacing betina. Terlihat juga mulut dan anus di dalamnya juga
terdapat usus, jadi sistem pencernaannya sudah lengkap.

b. Perkembangbiakan Nemathelminthes
Cacing betina memiliki tubuh yang lebih besar di bandingkan cacing
jantan. cacing jantan ini mempunyai bagian ekor (posterior) di dekat
30

lubang anus yang terdapat tonjolan disebut penial setae. Alat ini berguna
untuk alat kopulasi, sedangkan cacing betina tidak memilikinya. Dengan
demikian reproduksinya hanya dilakukan secara seksual.

c. Jenis-Jenis Nemathelminthes
Selain cacing tanah yang hidup bebas dalam air dan tanah, sebagian
besar cacing ini hidup sebagai parasit pada makhluk hidup. Beberapa
contohnya sebagai berikut.

1) Ciri-ciri Cacing Perut (Ascaris lumbricoides).


Cacing ini hidup sebagai parasit dalam usus manusia dan sering disebut
sebagai cacing usus atau cacing gelang, mempunyai panjang sekitar 20-40
cm pada cacing betina dewasa, sedangkan pada cacing jantan dewasa
mempunyai panjang sekitar 10-15cm, dengan kedua ujungnya meruncing
dan berwarna merah muda. Karena hidupnya di dalam usus manusia, maka
cacing ini mengisap sari makanan yang ada di dalam usus.

Gambar 2.4 Ascaris lumbricoides


(Sumber:www.google.com)

Pada penderita cacingan, kadang-kadang cacing ini akan keluar


bersama feses (kotoran manusia). Karena suhu badan penderita lebih
panas, maka cacing tersebut tidak tahan berada di dalam usus dan akan
bergerak keluar, bahkan ada yang keluar melalui kerongkongan. Telur
yang telah membentuk embrio mula-mula keluar bersama feses kemudian
termakan oleh manusia bersama-sama makanan atau minuman.
Selanjutnya, akan menetas di dalam perut manusia dan larva tersebut
menuju ke dinding usus masuk dalam pembuluh darah menuju ke jantung.
31

Dari jantung kemudian menuju paru-paru. Larva akan bergerak ke faring


atau kerongkongan.

2) Ciri-ciri Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale).


cacing ini disebut cacing tambang karena cacing tersebut banyak
menyerang orang-orang yang bekerja di daerah pertambangan yang
menginfeksi melalui kulit kaki. Cacing ini hidup di dalam usus manusia
yang mempunyai alat kait untuk mencengkeram dan mengisap darah. Daur
hidupnya hampir sama dengan cacing perut, hanya telurnya menetas di
tempat yang lembab.

3) Ciri-ciri Cacing Kremi (Enterobius vermicularis/Oxyuris vermicularis).


Cacing kremi betina dewasa memiliki ukuran pajang tubuh 9-15 mm,
sedangkan jantan hanya 3-5 mm. Cacing tersebut merupakan parasit di
dalam usu besar. Cacing kremi menuju ke anus untuk bertelur dan hal
tersebut menyebabkan rasa gatal.

4) Ciri-ciri Cacing Filaria (Wuchereria bancrofti).


Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filaria.
Larva cacing filaria masuk ke tubh manusia lewat gigitan nyamuk culex.
Cacing tersebut menjadi parasit di dalam kelenjar limfa dan menyebabkan
penyakit kaki gajah.

Gambar 2.5 Penyakit kaki Gajah.


(Sumber:www.google.com)
Gambar itu memperlihatkan penderita penyakit gajah. Terlihat kaki
penderita menjadi bengkak. Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki.
Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfe sehingga kaki
menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur
32

kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut
mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini
dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu
itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus
dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk. Kemudian
setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika
nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya, (Kistinnah, 2009).

5. Annelida (Cacing bersegmen).


Kata Annelida berasal dari bahasa Latin annulus (cincin kecil) dan oidus
(bentuk). Annelida dapat diartikan sebagai cacing yang tubuhnya bersegmen-
segmen menyerupai cincin atau gelang, sehingga disebut cacing gelang.
Cacing ini merupakan kelompok hewan yang sudah mempunyai rongga tubuh
(coelom) yang sebenarnya. Alat pencernaan makanan telah berkembang
dengan sempurna. Tubuhnya simetris bilateral dan permukaannya tertutup
lapisan kutikula nonchitinous serta dilengkapi pula oleh sejumlah bristle
chitin yang disebut setae. Memiliki alat tambahan berupa rambut kecil
menyerupai batang. Alat ekskresinya berupa nefridium. Cacing ini bersifat
hermaprodit, memiliki alat peredaran darah tertutup, dan belum mempunyai
alat pernapasan khusus, sehingga pernapasannya dilakukan oleh seluruh
permukaan tubuh. Sistem sarafnya berupa sepasang ganglion otak yang
dihubungkan dengan tali saraf longitudinal.

Berdasarkan jumlah setae dan tempat hidupnya, Annelida


dikelompokkan ke dalam 3 kelas yaitu Polychaeta, Oligochaeta, dan
Hirudinea. Untuk lebih memahaminya simaklah uraian berikut.

a. Kelas Polychaeta
Cacing ini merupakan Annelida laut. Tubuhnya bersegmen, tiap
segmen dilengkapi parapodium (kaki). Kaki ditumbuhi rambut sehingga
disebut cacing berambut banyak, (poly: banyak, chaeta: rambut). Contoh
anggota kelas ini adalah cacing wawo (Lysidicea oele), cacing palolo (Palolo
viridis).
33

b. Kelas Olygochaeta
Kelompok ini beranggotakan jenis-jenis cacing yang hidup di air tawar
atau di darat. Ukuran bervariasi, berbentuk silindris, bersegmen jelas dan
memiliki sedikit rambut (oligos: sedikit, chaeta: rambut). Kepalanya disebut
prostomium, namun tidak dilengkapi mata, tentakel dan parapodia. Hewan
ini tetap peka terhadap cahaya karena di sepanjang tubuh terdapat seta yang
berfungsi sebagai organ perasa. Contoh jenis cacing anggota kelas ini
adalah Lumbricus terrestris, cacing tanah (Pheretima sp.).

c. Kelas Hirudinea
Anggota kelas ini banyak hidup di air laut, air tawar, dan tempat
lembab. Hirudinea umumnya disebut sebagai lintah. Tubuhnya pipih
(dorsiventral), mempunyai 1 prostomium dan 32 segmen tubuh, dan
mempunyai dua alat pengisap pada kedua ujung tubuhnya. Alat pengisap
atas berdekatan dengan mulut, dan alat pengisap bawah berdekatan de ngan
anus. Cacing ini menghasilkan zat hirudin sebagai zat anti koagulan, yaitu
zat untuk mencegah darah inang agar tidak cepat membeku di dalam rongga
tubuhnya. Contoh anggota kelas ini adalah Hirudo medicinalis dan
Hirudinaria javanica.

Gambar 2.6 Hewan kelas dalam Filum Annelida


(Sumber:www.google.com)

Peranan filum Annelida bagi manusia, beberapa jenis annelida yang


mengandung protein yang tinggi. Oleh karena itu, beberapa di antaranya
dapat digunakan sebagai bahan makanan, misalnya cacing wawo dan palolo
yang sebelum nya sudah di jelaskan pada masing-masing kelas, serta cacing
tanah yang digunakan untuk pakan ternak, (Yani, Dkk. 2009).
34

6. Mollusca (hewan bertubuh lunak).


Mollusca berasal dari kata mollis yang berarti lunak. Hewan yang
termasuk ke dalam filum ini memiliki tubuh lunak. Adapun ciri-ciri dari
hewan ini secara lengkap, sebagai berikut :
a. Habitat air laut, tawar dan darat.
b. Simeti tubuh bilateral (simetri 2 belah pihak), lateral.
c. Triploblastik selom ( dinding tubuh pada cacing gelang yang terdiri dari 3
lapisan yaitu endoderm adalah selaput dalam yang terdiri dari sel-sel yang
menyelubungi tubuh hewan metazoa, mesoderm adalah selaput tengah,
eksoderm adalah selaput luar).
d. Perkembang biakan seksual dengan hemafrodit.
e. Ekskresi dengan nefridium ( alat pengeluaran yang terdapat pada
Mollusca).
f. Lunak dan tidak memiliki ruas.
g. Umumnya memiliki mantel yang dapat menghasilkan bahan cangkok
berupa kalsium karbonat. Cangkok tersebut berfungsi sebagai
rumah(rangka luar) yang terbuat dari zat kapur.
h. Alat pencernaan telah berkembang sempurna, terdiri atas mulut,
kerongkongan yang pendek, lambung, usus dan anus.

Filum mollusca dapat dikelompokkan berdasarkan macam cangkang, sifat


kaki, dan insang menjadi lima kelas, sebagai barikut ;
a. Kelas Amphineura (Kiton)
b. Kelas Gastropoda (Hewan Berkaki Perut)
c. Kelas Cephalopoda (Hewan Berkaki Kepala)
d. Kelas Scaphopoda (Siput Gading Gajah)
e. Kelas Pelecypoda / bivalvia (Hewan Berkaki Pipih)
Berdasarkan dari pengkelompokkan hewan yang termasuk ke dalam filum
mollusca yaitu di lihat dari macam cangkang atau kerangnya. Disini
cangkang ataupun kerangnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu :
a. Periostrakum :Lapisan paling luar tipis, dari zat tanduk, berwarna gelap.
b. Prismatik :Lapisan tengah tebal, tersusun oleh kristak kalsium
karbonat (CaCO3) berbentuk prisma.
c. Nakreas :Lapisan dalam, penghasil mutiara.
35

Peranan maupun manfaat yang di hasilkan dari filum mollusca


umumnya sangat menguntungkan bagi manusia,namun ada pula yang
merugikan.peran mollusca yang menguntungkan adalah Sebagai sumber
makanan yang mengandung protein tinggi,misalnya:tiram batu (Aemaea
sp), kerang (Anadara sp), kerang hijau (Mytilus viridis), sotong (Sepia sp),
cumi-cumi (Logio sp), remis (Corbicula jjavanica), dan bekicot (Achatina
fulica). Sedangkan manfaat lainnya yaitu dijadikan sebagai perhiasan,
misalnya tiram mutiara (Pinchada margaritifera). Hiasan dan Kancing,
misalnya: dari cangkang tiram batu, Nautilus dan Tiram mutiara. Serta
manfaat lainnya yaitu di jadikan sebagai bahan baku terasi, misalnya
cangkang Tridacna sp.

Mollusca yang merugikan antara lain karena merupakan hama tanaman


budidaya organisme perantara penyebab penyakit. Bekicot dan keong
adalah hama dari tanaman sawah. Siput air adalah inang dari perantara
cacing Fasciola hepatica, cacing ini merupakan parasit pada organ hati
manusia dan ternak.

7. Arthopoda (Hewan berbuku)


Arthopoda adalah hewan yang memiliki kaki dan tubuh yang beruas-ruas,
tubuhnya juga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepal, dada, dan perut.
Adapun ciri-ciri yang lebih lengkap dari hewan yang termasuk kedalam filum
ini, sebagai berikut :
a. Memiliki rangka luar yang terbuat dari zat kitin sehingga bagian tubuh
arthopoda menjadi kaku dan sangat kuat.
b. Hidup di tempat air tawar, laut dan darat
c. Hidup secara bebas namun ada juga yang menjadi parasit pada hewan,
manusia maupun tumbuhan.
d. Termasuk filum yang terbesar anggotanya di antara spesies invertebrata
dan vertebrata.
e. Alat pernapasan ada yang menggunakan insang, paru-paru dan trakea.
f. Terdapat beberapa jenis yang mengalami parthogenesis
g. Menggunakan alat ekskresi nefridium yang berpasangan
h. Menggunakan sistem saraf tangga tali.
36

Arthopoda di bagi menjadi 4 kelas, yaitu Crustacea, Myrapoda, Arachnida,


Insecta. Berikut ini pembahasan semua kelas tersebut :
a. Kelas Crustacea
Ciri-ciri hewan kelas ini adalah memiliki tubuh dimana bagian kepala
dan dadanya bersatu (sefalotorak) sedangkan bagian perutnya keras karena
terbuat dari zat kiti yang berlendir. Dibagian sefalotorak terdapat 5 pasang
kaki yang besar digunakan untuk berjalan, sepasang kaki yang pertama
ukurannya lebih besar disebut keliped. Sementara itu, di bagian perutnya
terdapat 5 pasang kaki kecil yang memiliki kegunaan sebagai alat renang.
Sedangkan, di bagian depan sefalotorak terdapat sepasang antena yang
panjang dan sepasang antenule pendek.
Terdapat dua jenis Crustacea yaitu Entomostraca (microcrustacea),
contohnya Daphnia sp. dan Malacostraca (macrocrustacea), contohnya
udang windu (Pinnaeus monodon), kepiting (cancer sp), lobster (Panulirus
sp).
b. Kelas Myriapoda
Ciri-ciri hewan dari kelasi ini adalah terdapat banyak segmen
ditubuhnya bahkan dapat mencapai 100-200 ruas. Bagian tubuhnya
terdapat kepala yang kecil pada ruas pertama, sedangkan perutnya terletak
pada setiap ruas dan terdapat sepasang atau 2 pasang kaki. Kelas ini hidup
di darat dan menggunakan paru-paru buku untuk bernapas. Di kepalanya
terdapat sepasang mandibula, dan dua pasang maksila. Kelas ini terbagi
menjadi dua yaitu Chilopoda dan diplopoda.
c. Kelas Arachnida
Ciri-ciri hewan dari kelas ini adalah memiliki bagian kepala dan dada
yang menyatu (sefalotorak) dan bagian perut (abdomen) yang bulat.
Bagian kepalanya kecil, tidak memiliki antena dan mata tunggal. Tempat
hidupnya didarat dan bernafas menggunakan paru-apru buku. Memiliki
empat pasang kaki yang terletak di sefalotorak. Pada bagian sefalotorak
terdapat sepasang kalisera yang beracun dan sepasang palpus. Di bagian
ujung posterior abdomen dan sebelah ventral anus terdapat sutera ia
bermura pada alat yang mirip dengan pembuluh disebut spineret. Ia hanya
makan dari cairan hewan lain yang di isap menggunakan mulut dan
esofagus.
37

Jenis kelamin yang terpisah dan melakukan fertilisasi secara internal.


Setelah terbentuk telur ia akan diletakkan di dalam kokon sutera untuk
dibawa kemana-mana oleh hewan betina. Contohnya kalajengking dan
laba-laba.
d. Kelas Insecta
Filum arthopoda kelas insecta merupakan anggota terbesar dan bahkan
ia menjadi bagian terbesar dari filum animalia. Di bumi ini terdapat lebih
dari 1 juta spesies yang merupakan insecta. Ciri-ciri dari hewan kelas ini,
yaitu :
1) Tubuhnya terdiri dari 3 bagian yaitu, kepala, dada, dan perut.
2) Terdapat mata tunggal dan mata majemuk dikepalanya
3) Pada bagian dada terbagi menjadi 3 ruas, yaitu protoraks, mesotoraks,
dan metatoraks.
4) Kaki dan sayap terletak dibagian dada
5) Kelas ini memiliki 3 pasang kaki
6) Memiliki sepasang sayap atau dua pasang sayap, beberapa insecta
ditemukan tidak bersayap
7) Ada yang hiudp didarat, air tawar dan dilaut.
8) Ukuran tubuh beragam
9) Tipe mulut ada yang menghisap, menusuk, menggigit, serta
mengunyah.
10) Alat pernapasan menggunakan trakea bercabang
11) Mengalami metamorfosis sempurna maupun tidak sempurna.
12) Menggunakan sistem saraf tangga tali
13) Sistem peredaran darahnya terbuka dimnaa tidak memiliki pigmen
sehingga fungsinya hanya untuk mengedarkan zat makanan saja.
8. Echinodermata
Echinodermata merupakan anggota dari kelompok besar hewan laut
dengan kuli berduri, termasuk bintang laut landak laut, dan teripang.
Echinodermata ditemukan disemua lautan di berbagai kedalaman. Ada sekitar
6.000 spesies. Semua echinodermata memiliki bentuk tubuh simetri radial,
yaitu semua bagian tubuh memancar dari titik pusat. Echinodermata biasanya
memiliki lima bagian simetris disekitar titik pusat. Umumnya bentuk tubuh
ini terlihat bening dilaut serta memiliki lima pelengkap yang berbeda dengan
38

mulut ditengah. Adapun ciri-ciri lain yang dimiliki dari filum echinodermata,
antara lain :
a. Hewan ini memiliki endoskeleton dari osikel berkapur, dan karenanya
nama echinodermata (tubuh berduri.
b. Simetri tubuh pada saat dewasa dengan simetri radial. Sedangkan, pada
saat larva adalah simetris bilateral.
c. Dinding tubuh triploblastik termasuk kedalam hewan selomata
d. Sistem pencernaan lengkap
e. Mulut terletak disisi ventral dan anus di sisi dorsal
f. Dikenal dengan sistem vaskular air.
g. Sistem ekskresi tidak ada
h. Jenis kelamin terpisah
i. Reproduksi secara seksual

Filum echinodermata terbagi menjadi beberapa kelas, di antaranya adalah :


a. Kelas Asteroidea
Kelas ini dikenal sebagai bintang laut. Tubuhnya bulat atau gepeng dan
tidak memiliki lengan. Duri-duri pada kulitnya dapat digerakkan disekitar
kaki ambulakral. Contohnya bulu babi dan dolar pasir.
b. Kelas Ophiuroidea
Bentuk tubuh seperti bintang ular menyerupai bintang laut, tetapi tidak
memiliki lengan yang lebih panjang. Jumlah lengannya lima atau
kelipatannya.
c. Kelas Crinoidea
Kelas ini disebut juga bakung laut atau lili laut karena menyerupai
tumbuhan. Lengannya berjumlah lima atau kelipatannya. Sebagian lili laut
memiliki tingkat ataupun alat pencengkram (siri) untuk melekat pada batu
karang. Alat gerak hewan ini tidak memiliki madreporit. Contohnya
bakung laut bertangkai adalah Metacrinus interruptus, sedangkan yang
tidak adalah Antedon tennela.
Pernanan terbesar dari filum echinodermata adalah menjaga kebersihan
ekosistem laut dengan memakan bangkai organik. Kerangka hewan tersebut
di jadikan barang perhiasan.
39

9. Chordata
Chordata adalah kelompok hewan yang bertulang belakang sehingga
memiliki ciri-ciri yang berbeda dari invertebrata. Memiliki notokordata
(korda dorsalis), yaitu sebuah tongkat gelatinosa terletak di dorsal yang
nantinya akan menjadi kaku, namun ia hanya ada pada beberapa stadium
pertumbuhannya. Memiliki tabung korda saraf dibagian dorsal dari
notokorda, dan terdapat celah-celah insang faringeal sehingga dipastikan
filum ini memiliki sistem rongga tubuh yang sudah kompleks serta
segmentasi tubuh yang jelas karena memiliki tubuh simetris beilateral.
Terdapat 4 sub filum dari chordata, yaitu Hermichordata, Urochordata,
Cephalochordata, dan vertebrata.
a. Hermichordata
Ciri-ciri kelompok hemichordata adalah memiliki bentuk tubuh yng
memanjang layaknya cacing, dimana tubuhnya terdiri dari proboscis, leher
dan bagian badan. Bagian notokordanya berongga pendek dan merupakan
lanjutan ke bagian depan dari saluran pencernaan dan masuk ke dalam
proboscis.
Terdapat celah insang pada bagian sisi lateral yang cukup banyak.
Memiliki sistem saraf yang terdiri dari saraf dorsal dan saraf vental.
Jantungnya terletak di bagian dorsal tepatnya di anterior, fertilisasi terjadi
secara eksternal karena hewan ini hidup di air laut dalam maupun pada
pinggir pantai. Contohnya Dolichoglossus sp (cacing laut).

b. Urochordata
Ciri-ciri hewan dari kelas ini adalah memiliki tubuh yang pendek dan
tebal serta memiliki selubung layaknya kulit. Hewan ini hidup secara
parasit dan bebas dilaut. Memiliki keunikan karena bagian notokorda dan
korda sarafnya tumbuh pada bagian ekor dan menghilang ketika dewasa.
Berkembang biak dengan tunas dan ada juga yang bersifat hermafrodit.
Contohnya Molgula sp.

c. Cephalochordata
Ciri-ciri hewan ini adalah tubuhnya yang kecil, dan pipih memanjang,
sudah jelas juga mirip ikan tetapi tidak memiliki saraf namun bentuk
kepala sudah jelas. Notokorda dan korda sarafnya tumbuh dengan baik dan
40

selalu ada selama hidupnya. Terdapat faring dengan celah-celah insang


yang banyak. Walaupun tidak memiliki jantung tetapi aliran darah tetap
mengalir ke seluruh tubuhnya. Fertilisasi terjadi secara eksternal dan jenis
kelaminnya terpisah baik jantan maupun betina. Contohnya Amphioxus sp.

d. vertebrata
Ciri-ciri vertebrata adalah memiliki ruas-ruas pada tulang belakangnya
dimana ia merupakan perkembangan dari notokordanya. Hewan ini
biasanya hidup pada air tawar, laut, maupun di darat. Bentuk kepalanya
jelas dimana bagian otak didalamnya di lindungi oleh tulang kepala,
terdapat dua pasang rahang, bernapas menggunakan sirip, sayap, tangan,
dan kaki walaupun ada yang tidak memiliki anggota gerak. Melakukan
reproduksi secara seksual dan proses fertilisasi secara eksternal maupun
internal. Jantungnya sudah berkembang dengan sangat baik kkarena sudah
dibagi menjadi beberapa ruang, darahnya terdapat hemoglobin untuk
mengangkut oksigen, memiliki sepasang mata dan sepasang telinga.
Sub filum vertebrata terbagi menjadi dua sub kelas, yaitu :
1) Pisces, terdiri dari 4 kelas yaitu :
a) kelas agnatha (tidak mempunyai rahang) contohnya belut.
b) Kelas placodermata, tubuhnya bersisik
c) Kelas chondrichtyes, hewan atau ikan yang bertulang rawan
d) Kelas osteichtyes, semua ikan yang bertulang kelas.
2) Tetrapoda, terdiri dari 4 kelas yaitu :
a) Kelas amphibi (hidup di laut maupun di darat)
b) Kelas reptilia (hewan melata)
c) Kelas aves (unggas, hewan yang memiliki bulu dan sayap serta pada
umumnya dapat terbang).
d) Kelas mamalia (hewan menyusui, termasuk dalam hewan
mamabiak).
Peranan yang dihasilkan dari filum chordata bagi manusia, diantaranya
membutuhkan bahan makanan dan minyak hewani untuk memperoleh
energi. Bahan makanan tersebut dapat di ambil dari ikan, burung, dan
mamalia (ayam, kambing, dan sapi), (Kistinnah, 2009).
41

C. Hasil Penelitian Terdahulu


Kasida (2015), dalam jurnalnya berjudul “Pengembangan Soal-soal Pilihan Ganda
Beralasan untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Pokok Bahasan
Ekosistem Kelas X SMA di Wilayah Kabupaten Cirebon”. Melakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengembangkan soal-soal biologi jenis pilihan ganda beralasan
pada konsep ekosistem. Metode penelitian yang digunakan yaitu pengembangan
Reasearch and Development, yakni terdiri dari beberapa tahapan, meliputi uji coba
terbatas, uji coba luas 1, dan uji coba luas 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
Analisis data empiris menghasilkan karakteristik butir soal meliputi nilai rata-rata
validitas sebesar 0,217 (rendah), reliabilitas sebesar 0,34 (rendah), tingkat kesukaran
sebesar 0,578 (sedang), daya pembeda sebesar0,241 (cukup), keberfungsian pengecoh
soal sebesar 96% (belum berfungsi dengan baik). Sedangkan efektifitas keterampilan
berpikir kritis siswa yang paling rendah ditempati pada indikator KBK 2,4, dan 5.
Sedangkan, kemampuan berpikir kritis yang muncul pada siswa SMA kelas X yaitu ke
arah indikator KBK 3 dan KBK 1.
Aisyah (2015), dalam jurnalnya berjudul “ Pengembangan Tes Pilihan Ganda
Beralasan pada Pokok Bahasan Sistem Ekskresi untuk Mengukur Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Biologi di SMA Wilayah Kabupaten Brebes”. Melakukan
penelitian dengan tujuan untuk mengembangkan soal-soal biologi jenis pilihan ganda
beralasan pada konsep ekosistem. Metode penelitian yang digunakan yaitu
pengembangan Reasearch and Development, yakni terdiri dari beberapa tahapan,
meliputi uji coba terbatas, uji coba luas 1, dan uji coba luas 2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) Analisis data empiris menghasilkan karakteristik butir soal
meliputi nilai rata-rata validitas sebesar 0,421 (sedang), reliabilitas sebesar 0,76
(tinggi), tingkat kesukaran sebesar 0,601 (sedang), daya pembeda sebesar0,47 (baik),
keberfungsian pengecoh soal sebesar 75% (berfungsi dengan baik).

Anda mungkin juga menyukai