TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Tes
1. Pengertian Penelitian dan Pengembangan
Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
menguji keefektifan produk tersebut, (Sugiyono, 2010: 407). Adapun pengertian
lainnya yang dikemukakan oleh Sukmadinata, 2009: 164, yang mengemukakan
bahwa penelitian dan pengembangan merupakan suatu proses atau langkah-langkah
untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah
ada, yang dapat dipertanggung jawabkan, penelitian dan pengembangan merupakan
metode penghubung antara penelitian dasar dan terapan.
Secara lengkap Borg dan Gall (1983), yang menyatakan ada 10 langkah
pelakasanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu : 1) penelitian dan
pengumpulan data, 2) perencanaan, 3) mengembangkan draf produk, 4) uji coba
lapangan awal, 5) merivisi hasil uji coba, 6) uji coba lapangan, 7) penyempurnaan
produk hasil uji coba lapangan, 8) uji pelaksanaan lapangan, 9) penyempurnaan
produk akhir, dan 10) desiminasi dan implementasi.
Strategi penelitian dan pengembangan, Borg dan Gall menyarankan untuk
membatasi penelitian dalam skala kecil, termasuk memungkinkannya membatasi
langkah penelitian, (Sukmadinata, 2010: 184).
9
10
sesuatu yang mahal, tetapi menghasilkan produk berkualitas yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan bidang pendidikan, (Gray dalam Emzir, 2010: 263).
3. Pengertian Tes
Arikunto (2013: 66), mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Dalam proses pembelajaran, tes itu
sendiri digunakan untuk mengukur prestasi siswa. Sedangkan, Mardapi (2008: 67),
mengemukakan bahwa tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang harus
diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seorang atau
mengungkapkan aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Terdapat beberapa jenis
tes, diantaranya :
a. Tes Terstandar
Suherman (1990: 85), mengemukakan bahwa tes terstandar yang dibekukan
(standardized) adalah alat evaluasi yang kualitasnya terjamin sehingga hasilnya
mencerminkan ada kemampuan tes yang sebenarnya. Alat evaluasi ini
memiliki derajat validitas dan reabilitas yang memadai. Suatu tes yang
terstandar sebelumnya telah melalui uji coba, analisis, dan revisi sehingga
menghasilkan alat evaluasi yang baik.
b. Tes Kemampuan
Suherman (1990: 86), mengemukakan bahwa tes kemampuan bertujuan
mengevaluasi peserta tes dalam mengungkap kemampuannya (dalam bidang
tertentu). Kemampuan yang dievaluasi dapat berupa kognitif maupun
psikomotorik. Soal-soal tes kemampuan biasanya relatif sukar, menyangkut
berbagai konsep atau pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk
mencurahkan segala kemampuannya, menyangkut lingkup kognitif analisis,
sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat diketahui bahwa tes kemampuan dapat
digunakan untuk tes keterampilan, misalnya dalam penelitian ini yaitu
keterampilan berpikir kritis siswa. Dari tujuan tes tersebut sehingga siswa
dapat memecahkan masalah dan menuntut siswa untuk memaksimalkan
kemampuannya dalam berpikir.
11
c. Tes Prestasi
Suherman (1990: 87), mengemukakan bahwa tes prestasi (Achievement tes )
merupakan tes yang dimaksudkan untuk mengevaluasi hal atau sesuatu yang
diperoleh dalam suatu kegiatan. Beberapa tes yang termasuk kategori tes
prestasi, yaitu tes hasil belajar, tes akhir semester, atau ulangan harian.
4. Jenis-Jenis Tes
Menurut Arikunto (1989: 164) ditinjau dari kegunaannya tes dibedakan
menjadi tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif. Tes diagnostik dilakukan untuk
menganalisa kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaran, atau bisa juga dilakukan
untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa sebelum melanjutkan ke materi
yang berikutnya. Sedangkan tes formatif dilakukan diakhir satu materi
pembelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi tesebut. Adapun
tes sumatif dilakukan diakhir seluruh proses pembelajaran untuk mengetahui
ketercapaian tujuan proses pembelajaran tesebut.
Validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Sedangkan validitas konstruk merupakan derajat
yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara. Adapun
validitas konkuren adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan
dengan skor lain yang telah dibuat. Dan validitas prediksi adalah derajat yang
menunjukkan suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana baik seseorang
akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan yang direncanakan
(Sukardi, 2010: 32-35).
b. Reliabilitas
Kata reliabilitas diambil dari kata reliability yang artinya dapat dipercaya.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2011: 86). Menurut
Sukardi (2010: 43-44), menyatakan bahwa reliabilitas tinggi menunjukkan
kesalahan varian yang minim. Jika sebuah tes mempunyai reliabilitas tinggi
maka pengaruh kesalahan pengukuran telah terkurangi. Reliabilitas tinggi
menunjukkan bahwa sumber-sumber kesalahan telah dihilangkan sebanyak
mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas adalah panjang tes,
penyebaran skor, kesulitan tes dan objektivitas.
c. Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan
dari objektif adalah subjektif artinya terdapat unsur pribadi yang mempengaruhi
(Arikunto, 2011: 61).
d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikkabilitas yang tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis. Tes yang praktis adalah tes yang mudah dilaksanakan,
mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas
(Arikunto, 2011: 62).
e. Ekonomis
Ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tidak membutuhkan ongkos atau
biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama (Arikunto, 2011:
63).
13
7. Komponen-Komponen Tes
Komponen atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas:
a. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus
dikerjakan oleh siswa.
b. Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilaian bagi
peserta tes untuk mengerjakan tes.
c. Kunci jawaban tes berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki.
g. Pedoman penilaian atau pedoman skoring berisi keterangan perincian tentang
skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah
dikerjakan (Arikunto, 2011: 159).
yang menyebabkan program tidak lancar, pengambilan keputusan secara dini dapat
mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program.
Disamping itu, manfaat dalam penggunaan tes formatif bagi siswa yaitu untuk
mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program atau pelajaran secara
menyeluruh. Dengan begitu memberi penguatan bagi siswa bahwa tes yang
dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan,
maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan
suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang benar.
Dengan demikian, maka pengetahuan itu akan bertambah membekas di ingatan. Di
samping itu, tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi untuk
belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau
memperolah lebih baik dari itu, (Khaerul, 2012).
Tes formatif ini biasa dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program
pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok
bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di sekolah-sekolah tes formatif ini biasa
dikenal dengan istilah “ulangan harian”. Materi umumnya ditekankan pada bahan-
bahan pelajaran yang telah di ajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butri-butir
soal, baik yang termasuk kategori mudah maupun yang termasuk kategori sukar,
(Mawarni, 2014).
Menurut Suharsimi dalam Maarif (2013), mengemukakan bahwa Tes formatif
merupakan salah satu tes yang perlu guru berikan pada siswa yang diajarnya,
karena tes formatif memiliki beberapa kelebihan yang akan sangat bermanfaat demi
keberhasilan pengajaran. Beberpa kelebihan tes formatif diantaranya adalah : a)
Dapat langsung melihat pemahaman siswa di setiap satuan pembelajaran b) dapat
dijadikan tolak ukur ketercapaian tujuan instruksinoal khusus c) Melihat dan
memperbaiki kelemahan dan keunggulan yang ada pada siswa dan juga guru d)
Memberikan umpan balik pada siswa dan guru. Namun disamping memiliki
kelebihan seperti yang disebutkan di atas, tes formatif pun memiliki beberapapa
kekurangan. Bebapa kekurangan pada tes formatif diantaranya adalah waktu yang
tersedia hanya sedikit, memerlukan banyak biaya dan menyita waktu guru untuk
membuat instrument dan memeriksa jawaban siswa.
Pengembangan tes formatif ini dengan menggunakan soal high order thinking
skill (HOTS) yang mengarah pada dimensi Marzano. Marzano (1998),
mengemukakan bahwa enam level yang dikemukakan oleh Robert Marzano : 1)
15
Penggunaan soal High Order Thinking Skill pada dimensi Marzano, yaitu
penggunaan soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Gunawan
(2006), mengemukakan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang
mengharuskan siswa untuk memanipulasi informasi atau ide-ide dalam cara tertentu
yang memberi siswa pengertian dan impilkasi baru, (Gunawan, 2006).
16
a) Hewan Diploblastik, adalah hewan yang memiliki dua lapis sel tubuh.
Lapisan terluar disebut dengan ektoderma, sedangkan lapisan dalam disebut
dengan endoderma. Contoh dari hewan diploblastik adalah cnidaria.
b) Hewan Triploblastik, adalah hewan yang memiliki tiga lapis sel tubuh.
Lapisan terluar disebut eksoderma, lapisan tengah disebut mesoderma, dan
lapisan dalam disebut endoderma. Ektoderma akan berkembang menjadi
epidermis dan sistem saraf, mesoderma akan berkembang menjadi kelenjar
pencernaan dan usus, sedangkan endoderma akan berkembang menjadi
jaringan otot, (Yani, Dkk. 2009).
f. Klasifikasi Porifera
Terdapat tiga kelas yang dapat diklasifikasikan ke dalam filum porifera,
yaitu kelas Calcarea, Hexactinellida, dan Demospongiae.
1) Calcarea, merupakan kelas porifera yang memiliki spikula dari zat kapur.
Contoh spesies calcarea antara lain Sycon sp. dan Clathrina sp. yang
biasa hidup di daerah laut dangkal.
2) Hexactinellida, memiliki spikula yang tersusun atas zat kersik (silikat).
Contoh spesies dari kelas hexactinellida antara lain Pheronema sp. dan
Euplectella sp. yang hidup di laut dalam.
3) Demospongiae, merupakan porifera bertulang lunak dengan spikula yang
tersusun dari zat kersik. Contoh spesies dari kelas demospongiae antara
lain Euspongia sp., Spongila sp., dan Callyspongia sp, (Yani, Dkk.
2009).
c. Reproduksi Coelenterata
Coelenterata dapat bereproduksi baik dengan cara generatif (seksual)
maupun vegetatif (aseksual). Reproduksi secara generatif terjadi saat sel
sperma jantan membuahi sel telur (ovum) betina. Sedangkan
perkembangbiakan secara aseksual berlangsung dengan cara pembentukan
tunas pada sisi tubuh coelenterata yang akan tumbuh menjadi individu
baru setelah lepas dari tubuh induknya.
d. Klasifikasi Coelenterata
Coelenterata terdiri dari tiga kelas utama, yaitu Hydrozoa, Scypozoa,
dan Anthozoa.
1) Hydrozoa
Beberapa jenis hidrozoa mengalami dua siklus hidup yaitu tahap
polip yang aseksual dan tahap medusa yang seksual. Contohnya adalah
spesies Obelia sp. Ada pula yang selama hidupnya hanya berbentuk
polip saja, misalnya Hydra.
2) Scyphozoa
Contoh spesies yang termasuk dalam kelas ini adalah Aurelia aurita
(ubur-ubur). Hewan ini memiliki bentuk seperti mangkuk, kadang
mempunyai tubuh berwarna namun ada beberapa spesies yang tubuhnya
transparan. Tubuh Scyphozoa dilengkapi dengan tentakel yang
mempunyai sel penyengat. Seluruh spesies Scyphozoa hidup di perairan,
baik tawar maupun laut.
3) Anthozoa
Memiliki ciri-ciri khusus yaitu tubuh yang menyerupai bunga.
Contoh spesies yang termasuk dalam kelas ini adalah Metridium
(anemon laut). Anthozoa hidup sebagai polip, salah satu ujung
tubuhnya mempunyai mulut yang dikelilingi tentakel lengkap dengan
penyengatnya, sedangkan ujung yang lain merupakan bagian tubuh
yang berfungsi untuk melekatkan diri pada dasar perairan.
b. Struktur tubuh
Platyhelminthes mempunyai tubuh berbentuk pipih tanpa ruas-ruas
yang dapat dibagi menjadi bagian anterior (kepala), posterior (ekor), dorsal
(punggung), ventral (daerah yang berlawanan dengan dorsal), dan lateral
(bagian samping tubuh). Platyhelmintes memiliki tubuh dengan simetri
bilateral, hewan ini merupakan triploblastik yang tersusun atas tiga lapisan
jaringan yaitu ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan
endoderm (lapisan dalam).
c. Klasifikasi Platyhelminthes
Platyhelminthes dibagi menjadi empat kelas, yaitu Turbellaria (cacing
berambut getar), Trematoda (cacing isap), Cestoda (cacing pita), dan
monogenea.
1) Turbellaria (Cacing Berambut Getar)
Planaria sp. adalah salah satu contoh spesies yang termasuk dalam kelas
Turbellaria. Cacing ini bersifat karnivor dan hidup bebas di perairan
seperti di sungai, kolam, atau danau. Planaria memiliki panjang tubuh
antara 5-25 mm. Hewan ini bergerak dengan silia yang terdapat pada
bagian epidermis tubuhnya.
Planaria memiliki sistem pencernaan yang masih sangat sederhana yang
terdiri dari mulut, faring, dan rongga gastrovaskuler (usus). Hewan ini
tidak memiliki anus sehingga sisa-sisa makanan yang tidak dicerna akan
dikeluarkan kembali melalui mulut.
Planaria mengeksresikan sisa metabolisme tubuh yang berupa nitrogen
melalui permukaan tubuhnya yang dilangkapi oleh sel api. Cacing ini
memiliki sistem saraf yang berpusat di ganglia pada bagian kepala yang
kemudian bercabang-cabang membentuk sistem syaraf tangga taali.
Planaria dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual.
27
4) Monogenea
Hewan monogenea umumnya adalah parasit yang hidup pada tubuh
ikan. Hewan ini tidak memiliki rongga tubuh dan mempunyai sistem
pencernaan yang sangat sederhana berupa mulut, usus, dan lubang anus.
Monogenea adalah hewan hemafrodit, hewan ini tidak mengalami fase
aseksual. Telur Monogenea yang menetas akan mengalami fase larva yang
disebut dengan onkomirasidium. Contoh spesies yang termasuk ke dalam
kelas monogenea adalah Schistosoma mansoni, (Sulistyorini, 2009).
b. Perkembangbiakan Nemathelminthes
Cacing betina memiliki tubuh yang lebih besar di bandingkan cacing
jantan. cacing jantan ini mempunyai bagian ekor (posterior) di dekat
30
lubang anus yang terdapat tonjolan disebut penial setae. Alat ini berguna
untuk alat kopulasi, sedangkan cacing betina tidak memilikinya. Dengan
demikian reproduksinya hanya dilakukan secara seksual.
c. Jenis-Jenis Nemathelminthes
Selain cacing tanah yang hidup bebas dalam air dan tanah, sebagian
besar cacing ini hidup sebagai parasit pada makhluk hidup. Beberapa
contohnya sebagai berikut.
kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut
mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini
dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu
itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus
dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk. Kemudian
setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika
nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya, (Kistinnah, 2009).
a. Kelas Polychaeta
Cacing ini merupakan Annelida laut. Tubuhnya bersegmen, tiap
segmen dilengkapi parapodium (kaki). Kaki ditumbuhi rambut sehingga
disebut cacing berambut banyak, (poly: banyak, chaeta: rambut). Contoh
anggota kelas ini adalah cacing wawo (Lysidicea oele), cacing palolo (Palolo
viridis).
33
b. Kelas Olygochaeta
Kelompok ini beranggotakan jenis-jenis cacing yang hidup di air tawar
atau di darat. Ukuran bervariasi, berbentuk silindris, bersegmen jelas dan
memiliki sedikit rambut (oligos: sedikit, chaeta: rambut). Kepalanya disebut
prostomium, namun tidak dilengkapi mata, tentakel dan parapodia. Hewan
ini tetap peka terhadap cahaya karena di sepanjang tubuh terdapat seta yang
berfungsi sebagai organ perasa. Contoh jenis cacing anggota kelas ini
adalah Lumbricus terrestris, cacing tanah (Pheretima sp.).
c. Kelas Hirudinea
Anggota kelas ini banyak hidup di air laut, air tawar, dan tempat
lembab. Hirudinea umumnya disebut sebagai lintah. Tubuhnya pipih
(dorsiventral), mempunyai 1 prostomium dan 32 segmen tubuh, dan
mempunyai dua alat pengisap pada kedua ujung tubuhnya. Alat pengisap
atas berdekatan dengan mulut, dan alat pengisap bawah berdekatan de ngan
anus. Cacing ini menghasilkan zat hirudin sebagai zat anti koagulan, yaitu
zat untuk mencegah darah inang agar tidak cepat membeku di dalam rongga
tubuhnya. Contoh anggota kelas ini adalah Hirudo medicinalis dan
Hirudinaria javanica.
mulut ditengah. Adapun ciri-ciri lain yang dimiliki dari filum echinodermata,
antara lain :
a. Hewan ini memiliki endoskeleton dari osikel berkapur, dan karenanya
nama echinodermata (tubuh berduri.
b. Simetri tubuh pada saat dewasa dengan simetri radial. Sedangkan, pada
saat larva adalah simetris bilateral.
c. Dinding tubuh triploblastik termasuk kedalam hewan selomata
d. Sistem pencernaan lengkap
e. Mulut terletak disisi ventral dan anus di sisi dorsal
f. Dikenal dengan sistem vaskular air.
g. Sistem ekskresi tidak ada
h. Jenis kelamin terpisah
i. Reproduksi secara seksual
9. Chordata
Chordata adalah kelompok hewan yang bertulang belakang sehingga
memiliki ciri-ciri yang berbeda dari invertebrata. Memiliki notokordata
(korda dorsalis), yaitu sebuah tongkat gelatinosa terletak di dorsal yang
nantinya akan menjadi kaku, namun ia hanya ada pada beberapa stadium
pertumbuhannya. Memiliki tabung korda saraf dibagian dorsal dari
notokorda, dan terdapat celah-celah insang faringeal sehingga dipastikan
filum ini memiliki sistem rongga tubuh yang sudah kompleks serta
segmentasi tubuh yang jelas karena memiliki tubuh simetris beilateral.
Terdapat 4 sub filum dari chordata, yaitu Hermichordata, Urochordata,
Cephalochordata, dan vertebrata.
a. Hermichordata
Ciri-ciri kelompok hemichordata adalah memiliki bentuk tubuh yng
memanjang layaknya cacing, dimana tubuhnya terdiri dari proboscis, leher
dan bagian badan. Bagian notokordanya berongga pendek dan merupakan
lanjutan ke bagian depan dari saluran pencernaan dan masuk ke dalam
proboscis.
Terdapat celah insang pada bagian sisi lateral yang cukup banyak.
Memiliki sistem saraf yang terdiri dari saraf dorsal dan saraf vental.
Jantungnya terletak di bagian dorsal tepatnya di anterior, fertilisasi terjadi
secara eksternal karena hewan ini hidup di air laut dalam maupun pada
pinggir pantai. Contohnya Dolichoglossus sp (cacing laut).
b. Urochordata
Ciri-ciri hewan dari kelas ini adalah memiliki tubuh yang pendek dan
tebal serta memiliki selubung layaknya kulit. Hewan ini hidup secara
parasit dan bebas dilaut. Memiliki keunikan karena bagian notokorda dan
korda sarafnya tumbuh pada bagian ekor dan menghilang ketika dewasa.
Berkembang biak dengan tunas dan ada juga yang bersifat hermafrodit.
Contohnya Molgula sp.
c. Cephalochordata
Ciri-ciri hewan ini adalah tubuhnya yang kecil, dan pipih memanjang,
sudah jelas juga mirip ikan tetapi tidak memiliki saraf namun bentuk
kepala sudah jelas. Notokorda dan korda sarafnya tumbuh dengan baik dan
40
d. vertebrata
Ciri-ciri vertebrata adalah memiliki ruas-ruas pada tulang belakangnya
dimana ia merupakan perkembangan dari notokordanya. Hewan ini
biasanya hidup pada air tawar, laut, maupun di darat. Bentuk kepalanya
jelas dimana bagian otak didalamnya di lindungi oleh tulang kepala,
terdapat dua pasang rahang, bernapas menggunakan sirip, sayap, tangan,
dan kaki walaupun ada yang tidak memiliki anggota gerak. Melakukan
reproduksi secara seksual dan proses fertilisasi secara eksternal maupun
internal. Jantungnya sudah berkembang dengan sangat baik kkarena sudah
dibagi menjadi beberapa ruang, darahnya terdapat hemoglobin untuk
mengangkut oksigen, memiliki sepasang mata dan sepasang telinga.
Sub filum vertebrata terbagi menjadi dua sub kelas, yaitu :
1) Pisces, terdiri dari 4 kelas yaitu :
a) kelas agnatha (tidak mempunyai rahang) contohnya belut.
b) Kelas placodermata, tubuhnya bersisik
c) Kelas chondrichtyes, hewan atau ikan yang bertulang rawan
d) Kelas osteichtyes, semua ikan yang bertulang kelas.
2) Tetrapoda, terdiri dari 4 kelas yaitu :
a) Kelas amphibi (hidup di laut maupun di darat)
b) Kelas reptilia (hewan melata)
c) Kelas aves (unggas, hewan yang memiliki bulu dan sayap serta pada
umumnya dapat terbang).
d) Kelas mamalia (hewan menyusui, termasuk dalam hewan
mamabiak).
Peranan yang dihasilkan dari filum chordata bagi manusia, diantaranya
membutuhkan bahan makanan dan minyak hewani untuk memperoleh
energi. Bahan makanan tersebut dapat di ambil dari ikan, burung, dan
mamalia (ayam, kambing, dan sapi), (Kistinnah, 2009).
41