Dwi Arianto
(020200109)
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkah rahmat
dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah yang berjudul “LITERTURE REVIEW: GAMBARAN PERAN
KELUARGA TERHADAP MASALAH KESEHATAN MENTAL
EMOSIONAL PADA REMAJA” untuk menyelesaikan ujian akhir semester 3
mata kuliah Bahasa Indonesia. Sebagai manusia biasa penulis menyadari
sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan, namun demikian besarnya harapan penulis proposal ini dapat
bermanfaat.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, baik dari segi isi maupun bahasa. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar
menjadi lebih baik dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pihak yang
membaca.
Penulis
Dwi Arianto
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1. 3 Tujuan Penelitian...................................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................................3
BAB II..............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................4
2.1 Kesehatan Mental Emosional Remaja..................................................................4
2.2 Peran Keluarga.......................................................................................................8
2.3 Teori Konsep Remaja............................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................17
3.1 Jenis
Penelitian.....................................................................................................17
3.2 Desain Penelitian..................................................................................................17
3.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data...............................................................................................
3.4 Populasi, Sampel Dan Teknik........................................................................................................
BAB IV....................................................................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................19
4.1 Hasil
jurnal......................................................................................................................19
BAB V.....................................................................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................................................
Saran................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambaran peran keluarga yang diberikan kepada remaja akan
mempengaruhi kesehatan mental emosional dan kesiapan remaja. Hal ini
dikarenakan anggota keluarga merupakan orang yang paling dekat bagi
remaja sehingga komunikasi pada hal hal yang sensitif akan lebih terbuka.
Keluarga berperan aktif dalam mengetahui kondisi remaja, baik fisik
maupun psikologisnya karena keluarga bersifat saling ketergantungan satu
anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya.
Prevalensi masalah mental di seluruh dunia mencapai angka 10-20%
dan terjadi pada orang yang berusia muda (Kieling et al, 2011). Masalah
mental yang terjadi pada anak dan remaja secara global mencapai angka
50% dan dimulai sebelum usia < 14 tahun (Charara et al, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al. (2018) dalam
jurnal (khalifah nur, sodikin tahun 2020) menyatakan bahwa di Australia
prevalensi gangguan mental yang dialami oleh anak dan remaja mencapai
14%. Prevalensi masalah kesehatan mental yang dialami anak usia 6-11
tahun di Belanda mencapai angka 16,4%, Bulgaria 27,9% dan di Turki
mencapai angka 24,3% (Mahilde et al, 2018). Sedangkan di wilayah Asia
Tenggara khusnya di negara indonesia masalah emosional dan perilaku
yang dialami anak usia 6-12 tahun mencapai 12,5% (Hoon et al, 2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (2014)
ada sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21
juta orang terkena skizofrenia dan 47,5 juta orang terkena dimensia.
Prevalensi gangguan mental emosional yang dialami anak usia 5-17 tahun
mencapai angka 34,9 % dengan spesifikasi gangguan kecemasan sebesar
3,2% (Erskine et al, 2017). Prevalensi gangguan mental emosional
menurut data dari Riskesdas (2018) menyebutkan bahwa ada sekitar 10%
anak yang mengalami gangguan mental emosional. Dapat disimpulkan
bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada anak mengalami
peningkatan sebanyak 4,0% dari tahun 2013-2018. Prevalensi masalah
gangguan mental emosional di Provinsi Jawa Tengah pada anak mencapai
angka 5% (Riskesdas, 2018).
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju
dewasa. Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dan
mengalami perubahan serta persoalan dalam kehidupan seorang individu.
Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis,
dan emosi. Persoalan pada remaja meliputi persoalan sosial, aspek
emosional, aspek fisik dan keluarga, sekolah, dan kelompok teman sebaya
(Stuart, 2013).
1
Tantangan bagi orang tua dalam mengasuh remaja adalah memberikan
dukungan emosional dan batasan yang dibutuhkan bagi perkembangan
anak menuju kedewasaan dan kemandirian yang lebih besar (Brooks,
2008).
Hasil penelitian WHO,2010 (dalam Damayanti, 2019) menyatakan
bahwa 3 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami
masalah Mental emosional. anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami
masalah perkembangan mental emosional sebanyak 104 dari 1000 anak.
Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun,
yaitu 140 dari 1000 anak. Hasil penelitian terkait masalah perkembangan
mental emosional yang dilakukan pada 578 siswa sekolah menengah
pertama di kota semarang tahun 2019 didapatkan hasil bahwa prevalensi
masalah kesehatan mental emosional sebesar 9,1%.
Penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh (Koskelainen,
Sourander, & Kaljonen, 2000) pada remaja Finlandia dengan
menggunakan instrumen SDQ dilaporkan bahwa remaja Finlandia berisiko
mengalami masalah mental emosional karena hasil studi menunjukkan
remaja Finlandia memiliki masalah emosional dan masalah perilaku
tingkat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya remaja Finlandia yang
mengkonsumsi alkohol. Data didapatkan 60% remaja laki-laki dan 63%
remaja perempuan mabuk karena menggunakan alkohol. Sebanyak 37%
remaja laki-laki dan 17% remaja perempuan memiliki masalah
hiperaktivitas. Masalah perilaku yang ditinjukkan oleh remaja tersebut
berupa berbohong, mencuri, dan berkelahi.
Masalah mental emosional yang tidak diselesaikan dengan baik, maka
akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut
di kemudian hari, terutama terhadap pematangan karakter dan memicu
terjadinya gangguan perkembangan mental emosional. Gangguan
perkembangan mental 3 emosional akan berdampak terhadap
meningkatnya masalah perilaku pada saat dewasa kelak. Contohnya
remaja yang merokok berisiko tinggi untuk ketergantungan terhadap
nikotin, melakukan hubungan seksual pada masa remaja dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
sexually transmitted disease (Satgas, 2010).
Melihat besarnya angka kejadian Masalah kesehatan mental emosional
pada usia produktif terutama pada remaja yang berstatus
mahasiswa/pelajar, jadi peneliti menarik melakukan penelitian gambaran
peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam masalah penelitian
ini dirumuskan sebagai:Apakah peran keluarga sangat penting bagi
kesehatan mental emosional pada remaja,Berdasarkan telaah jurnal
literature review.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap masalah
kesehatan mental emosional pada remaja berdasarkan studi literature
review.
Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui persamaan dari hasil jurnal yang terkati dengan
gambaran peran keluarga terhadap kesehatan mental emosional
pada remaja dengan pendekatan literatur review.
b) Untuk mengetahui kelebihan dari hasil jurnal yang terkait dengan
gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan emosional
pada remaja dengan pendekatan literatur review.
c) Untuk membandingkan hasil jurnal yang terkait dengan gambaran
peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional pada
remaja dengan pendekatan literatur review.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat meng
embangkan kajian ilmu Keperawatan khususnya keperawatan keluarga
sehingga dapat dijadkan referensi dalam Pembelajaran dan untuk
menguatkan teori yang sudah ada.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Untuk meningkatkan wawasan dan pengalaman belajar dalam
melakukan penelitian serta Ilmu yang telah didapat selama belajar.
b. Bagi pendidikan
Memberikan kontribusi bagi akademik sebagai referensii dalam
meningkatkan pengetahuan di jurusan keperawatan Poltekkes
Kemenkes RI Medan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
segera akan berdampak kepada perkembangan psikososial dan gangguan
kesehatan jiwa remaja. Keliat (2011) mengatakan perkembangan psikososial
remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai identitas dirinya. Jika tidak
dapat mencapai kemampuan tersebut, remaja akan mengalami kebingungan
peran yang berdampak pada penyimpangan perilaku. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden
berisiko mengalami masalah mental emosional yang apabila terus berlanjut
akan menjadi keadaan patologis dan akan mengganggu perkembangan remaja
dan berdampak kepada kesehatan jiwa pada remaja tersebut.
5
3. Penyebab Kesehatan Mental
Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:
Cedera kepala.
Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental
dalam
keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-
kanak.
Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
Mengalami diskriminasi dan stigma.
Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak
otak.
Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius,
atau
kejahatan dan yang pernah dialami.
6
Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.
7. Macam-macam Emosi
Ditinjau dari penampakannya (appearance), emosi manusia terbagi dua,
yaitu emosi dasar dan emosi campuran. Dilihat dari sisi rentetan peristiwa
dikenal ada emosi mayor dan emosi minor. Emosi primer terdiri dari enam
macam emosi, yaitu kegembiraan (happiness/joy), ketertarikan
(surprise/interest), marah, sedih (sadness/ distress), jijik dan takut. Adapun
emosi sekunder merupakan gabungan dari berbagai bentuk emosi primer dan
dipengaruhi oleh kondisi budaya di mana individu tersebut tinggal, contohnya
rasa malu, bangga, cemas, dan berbagai kondisi emosi lainnya.
Sedangkan dari segi efek yang ditimbulkannya, emosi dibagi kedalam emosi
positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang selalu diidamkan oleh
semua orang, seperti bahagia, senang, puas dan sejenisnya. Sebaliknya, emosi
negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang. Namun,
7
yang terakhir ini ternyata lebih banyak melilit kehidupan manusia, dan
kebanyakan dipicu oleh konflik dan stres. (Riana Masher 2011).
8
Iklim keluarga yang sehat atau perhatian orangtua yang penuh kasih
sayang merupakan faktor esensial yang memfasilitasi perkembangan
psikologis anak tersebut. Peran keluarga dibagi menjadi 4 yaitu:
a) peran keluarga sebagai pengambil keputusan
Proses Pengambilan Keputusan. Anggota keluarga cenderung
untuk menspesialisasi dirinya dimana mereka dianggap ahli. Setiap
keluarga biasanya mempunyai struktur peranan yang berbeda dalam
menangani beberapa pengambilan keputusan. Namun demikian,
secara garis besar, Davis dan Rigaux telah mengidentifikasikan bahwa
struktur pengambilan keputusan dalam keluarga dapat dikelompokkan
menjadi empat macam: 1. Wife dominat decision yaitu tipe keputusan
yang sebagian besar diwamai oleh pengaruh pihak istri daripada
pengaruh anggota keluaiga lairmya. 2. Husband dominat decision
yaitii tipe keputusan yang sebagian besar diwamai oleh pengaruh
pihak suami daripada pengamh anggota keluarga lainnya. 3. Syncratic
decision yaitu tipe keputusan yang merupakan hasil kesepakatarisuami
dan istri. Dalam bentuk keputusan ini pengaruh suami dan istri adalah
seimbang. 4. Autonomic decision. Tipe keputusan ini terjadi jika
masing-masing suami dan istri secara individual bertanggung jawab
untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai tradisionalnya.
b) Sebagai pendidik
Orang tua masa kini menaruh perhatian yang sangat besar
kepada sekolah yag bagus dan bergengsi untuk membentuk anak-
anaknya menjadi anak yang pandai, cerdas dan berkarakter. Akan
tetapi dalam kenyataannya, harapan orang tua masih jauh dari
realisasinya.Karakter kita terdiri dari kebiasaan-kebiasaan kita.
Kebiasaan yang terbentuk semasa kanak-kanak dan remaja kerap
bertahan hingga dewasa. Orang tua dapat mempengaruhi
pembentukan kebiasaan anak mereka, dalam hal yang baik maupun
yang buruk. Dalam mensosialisasikan pendidikan karakter, orang tua
mempunyai beberapa kendala, diantaranya:
9
tua bukan hanya memberikan perlindungan, relasi yang baik, tetapi
juga mampu untuk membawa anak selalu dalam kondisi mampu
memutuskan yang terbaik bagi perkembangannya. Proses konseling
yang berjalan dalam keluarga bertujuan untuk membantu setiap
anggota keluarga untuk menghadapi serta memecahkan setiap
persoalan psikologis masing-masing individu untuk mencapai
kebahagiaan.Kebahagiaan yang ingin di raih oleh setiap anggota
keluarga secara psikologis terbagi atas dua. Pertama, tercapainya
keinginan, cita-cita dan harapan dari setiap anggota keluarga. Kedua,
sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing
maupun konflik antar pribadi. Di Indonesia saat ini, kemajuan di
segala bidang juga mempengaruhi kehidupan setiap keluarga. Banyak
tuntutan yang perlu untuk dipenuhi agar kehidupan dalam keluarga
dapat terjamin, sehingga orang tua lebih fokus kepada pemenuhan
materi bagi keluarga dan membuat hubungan antar pribadi dalam
keluarga menjadi renggang. Padahal orang tua tidak hanya dituntut
untuk memenuhi kebutuhan keluarga berupa materi untuk memenuhi
fungsi fasilitasi, pendidikan dan menafkahi tetapi juga dapat mengatur
kebahagiaan yang ingin dicapai dengan membuat relasi dan
komunikasi melalui bimbingan antar pihak-pihak dalam keluarga.
Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno dalam Soewarno, menjadi konselor
bukan memberikan pelajaran bagaimana yang terbaik, tetapi bersama
dengan konseling melihat persoalan yang dihadapi untuk membantu
konseli menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.Dalam
memegang peran sebagai konselor dalam keluarga, orang tua dituntut
untuk dapat membentuk relasi dan komunikasi sebagai bagian dari
cara mencapai kebahagiaan yang sama bagi setiap anggota keluarga.
Dalam proses konseling dimana orang tua sebagai konselor dalam
keluarga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan setiap
anggota keluarga.
d) Sebagai pemberi asuhan
Keluarga mampu memberikan jaminan asuhan kepada anak
dimana untuk sema fasilitas kesehatan sudah di persiapkan.
3. Fungsi Keluarga
Syamsu Yusuf (2012:37) Keluarga yang bahagia merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya
(terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga data
memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah
memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan
hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih
dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut
pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan
keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga
10
yang hubungan antara anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap
communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental
(mental illness) bagi anak. Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga
menurut Syamsu Yusuf (2012:38) ini dapat dikemukakan bahwa secara
psikologis keluarga berfungsi sebagai:
a. pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainya
b. sumber pemenuh kebutuhan, Bik fisik maupun psikis
c. sumber kasih sayang dan penerimaan
d. model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi
anggota
masyarakat yang baik
e. pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial
dianggap tepat
f. pembentuk anak dalam memecahkan sosial masalah yang dihadapinya
dalamrangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan
g. pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan
sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri
h. stimulator bagi pengembangan keampuan anak untuk mencapai
prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat
i. pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
j. sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia
untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di
luar rumah tidak memungkinkan. Sedangkan dari sudut pandang
sosiologis, fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-
fungsi berikut, Syamsu Yusuf (2012:39)
Fungsi Biologis Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang
memberikan legalitas kesempatan dan kemudahan bagi para
angotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan
itu meliputi pangan, sandang, dan papan, hubungan seksual suami
istri,dan reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang
dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaian” bibit-
bibit insane yang fitrah).
11
periode-periode lain dalam rentang kehidupan anak dianggap sudah
dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence
yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang sangat luas, yakni
mencangkup kematangan mental, sosial, emosional, pandangan ini di
ungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis, masa
remaja adalah usia dimana individu berintregasi dengan masarakat dewasa,
usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek
efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga
perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi 15 intelektual yang
khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.1 Hal
senada juga di kemukakan oleh Jhon W. Santrock, masa remaja
(adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari masa kanak-kanak
hingga masa dewasa yang mencakup perubahan-perubahan biologis,
kognitif, dan sosial emosional.2 Begitu juga pendapat dari (World Health
Organization) WHO 1974 remaja adalah suatu masa dimana individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksualitas
sampai saat ini mencapai kematangan seksualitasnya, individu mengalami
perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh,
kepada keadaan yang relatife lebih mandiri. Maka setelah memahami dari
beberapa teori diatas yang dimaksud dengan masa remaja adalah suatu
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa dewasa, dengan
ditandai individu telah mengalami perkembangan-perkembangan atau
pertumbuhan -pertumbuhan yang sangat pesat di segala bidang, yang
meliputi dari perubahan fisik yang menunjukkan kematangan organ
reproduksi serta optimalnya fungsional organ-organ lainnya. Selanjutnya
perkembangan kognitif 1 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,
yang menunjukkan cara gaya berfikir remaja, serta pertumbuhan sosial
emosional remaja. dan seluruh perkembangan-perkembangan lainnya yang
dialami sebagai masa persiapan untuk memasuki masa dewasa. Untuk
memasuki tahapan dewasa, perkembangan remaja banyak faktor-faktor
yang harus diperhatikan selama pertubuhannya diantaranya: hubungan
dengan orang tuanya, hubungan dengan teman sebayanya, hubungan
dengan kondisi lingkungannya, serta pengetahuan kognitifnya.
12
Batasan usia masa remaja menurut Hurlock, Awal masa remaja
berlangsung dari mulai umur 13-16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa
remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia
matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan
periode yang sangat singkat.4 Menurut Santrock, Awal masa remaja
dimulai pada usia 10-12 tahun, dan berakir pada usia 21-22 tahun. Secara
umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi menjadi tiga
fase batasan umur, yaitu:
a) Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun
b) fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.
c) fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.
Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia
pada remaja yang dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15 tahun
termasuk bagian remaja awal, usia 15-18 tahun bagian remaja tengah, dan
remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan mengetahui bagian-bagian
usia remaja kita akan lebih mudah mengetahui remaja tersebut kedalam
bagiannya, apakah termasuk remaja awal atau remaja tengah dan remaja
akhir.
3. Ciri-Ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi
perubahanperubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik, maupun
psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja ini
diantaranya: Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada remaja
awal yang dikenal sebagai masa strong dan masa stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang
terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial peningkatan emosi ini
merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru, yang berbeda
dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukan pada remaja misalnya mereka di harapkan untuk tidak lagi
bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung
jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan
berjalannya waktu, dan akan Nampak jelas pada remaja akhir yang dalam
hal ini biasanya remaja sedang duduk di masa sekolah,Perubahan yang
cepat secara fisik yang juga di sertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubhan fisik yang terjadi secara cepat baik
perubahan internal maupun eksternal. Perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi. Sedangkan perubahan eksternal
seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh
terhadap konsep diri remaja. Perubahan yang menarik bagi dirinya dan
hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantiakan dengan
13
hal menarik yang baru dan lebih menantang. Hal ini juga dikarenakan
adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal
yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang
lain. Remaja tidak lagi berhungan dengan hanya dengan individu dari jenis
kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa,Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada
masa kanakkanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati masa
dewasa,Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi, tetapi disisi lain mereka takut akan tanggung
jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan
mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut. Sedangkan
menurut Hurlock, seperti halnya dengan semua periode-periode yang
penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya dan
sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu perubahan-
perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak
langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini masa kanak-kanak
dianggap belum dapat sebagai orang dewasa. Status remja tidak jelas,
keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa
dan mandiri) perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan
akan kebebasan.
4. Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri yang di cari
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa Pengaruhannya
dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai periode usia yang menimbulkan ketakutan.
Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berprilaku yang
kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua yang menjadi
takut.
6. Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik. Remaja
cendrung
memandang kehidupan dari kacamta berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendirian orang lain sebagaimana yang di inginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa. Remaja
mengalami
14
kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan
pada usia sebelumnya dan didalam meberikan kesan bahwa mereka
hamper atau sudah dewasaa, yaitu dengan merokok, minum-minuman
keras menggunakan obatobatan. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan ciri ciri remaja menurut para tokoh diatas, maka penulis dapat
menjelaskan mengenai ciri-ciri remaja dengan uraian sebagai berikut.
Remaja mempunyai ciri-ciri sebagai periode yang penting untuk
perkembangan selanjutnya. Remaja akan merasakan masa sebagai
masa peralihan yang ditandai dengan gaya hidup yang berbeda dari
masa sebelumnya.
Remaja akan melewati masa perubahan yang semula belum mandiri
remaja akan cenderung lebih mandiri. Remaja akan melewati masa
pencarian identitas untuk menjelaskan tentang siapa dirinya. ketakutan
disini remaja akan sulit diatur atau lebih sering berprilaku kuranng
baik. Remaja akan melewati masa tidak realistic dimana orang lain
dianggap tidak sebagaimana dengan yang diinginkan dan yang terakir
yakni ciri sebagai ambang masa dewasa yang ditandai remaja masih
kebingungan dengan kebiasaan-kebisaan pada masa sebelumnya.
Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut maka kita akan lebih mengetahui
dari perkembanganperkembangan remaja.
15
Hal senada juga di kemukakan tentang tugas-tugas remaja oleh
pikunas dalam William kay, yaitu bahwa tugas perkembangan remaja
adalah memperoleh kematangan moral, untuk membimbing
perilakunya. Kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak
memiliki kematangan moral yang dapat di terima secara universal.
Selanjutnya, William kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan
remaja itu sebagai berkut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut beragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur
yang mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman
sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok
4. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri
(sikap/perilaku) kekanakkanakan
5. Sedangkan menurut Erikson menyatakan bahwa tugas utama
masa remaja adalah memecahkan krisis identitas dengan
kebingungan identitas, memahami Pengaruh nilai-nilai dalam
masyarakat. “Krisis” identitas ini jarang teratasi pada masa
remaja, berbagai isu berkaitan dengan keterpecahan identitas
mengemuka dan kembali mengemuka sepanjang kehidupan
masa dewasa Maka dapat diketahui dari tugas-tugas
perkembangan remaja yang harus dilewatinya. Dengan demikian
apabila remaja dalam fase ini remaja gagal menjalankan
tugasnya, maka remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal
yang kehilangan kompas. dampaknya mereka mungkin akan
lebih cenderung mengembangkan perilakuprilaku yang
menyimpang atau yang biasa di kenal (deliquency), dan
melakukan kriminalitas
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
17
3.4 Populasi, Sampel Dan Teknik
3.4.1 Populasi
Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan
diterapkan (kelena kusuma. 2013 : 104). Dari 10 jurnal yang di
review didapatkan keseluruhan Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh subjek dan objek
dengan menggunakan jurnal review Populasi dari penelitian ini
adalah
Semua literatur yang berhubungan dengan Gambaran Peran
Keluarga
Terhadap Masalah Kesehatan Mental Emosional Pada Remaja.
3.4.2 Sampel Dan Teknik
Sample adalah sekelompok individu yang merupakan bagian
dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan
data atau melakukan pengamatan / pengukuran (kelena kusuma.
2013 : 104). Dari 10 jurnal yang direview didapatkan keseluruhan
Sample dalam penelitian ini adalah adalah berjumlah 387 Responden
Tabel 4.1.2
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil jurnal.
19
1 Hubunga 1.Ye Untuk Sampel: Desain Hasil penelitian
n pola ni mengetah ui 266 penelitian didapatkan rerata
asuh Dev hubungan responden deskriptif pola asuh otoriter
orang tua ita pola asuh remaja analitik, adalah 27,31, pola
dengan orang tua dengan pendekata n asuh demokratis
masalah dengan tehnik cross 30,30, dan pola asuh
mental masalah purposive sectional permisif 29,05. Pola
emosional mental sampling asuh yang dominan
remaja. emosional adalah pola asuh
Tahun 2020 remaja demokratis. Masalah
mental emosional
remaja termasuk
pada kategori
borderline dengan
rerata skor 18-19.
Rerata umur remaja
16-17 tahun. Jenis
kelamin remaja
54,9% perempuan.
Pendidikan remaja
82% pendidikan
tinggi. Pekerjaan
orang tua 61,7%
pekerjaan formal.
Pendidikan orang tua
63,5% berpendidikan
20
tinggi. Tingkat sosial
ekonomi 58,3%
rendah. Ada
hubungan antara pola
asuh otoriter,
demokratis, permisif,
umur remaja,
pekerjaan orang tua,
pendidikan orang tua,
dan tingkat sosial
ekonomi dengan
masalah mental
emosional remaja
21
22
(38,3%) berada pada
kategori baik,
sedangkan sisanya
(66 responden /
61,7%) berada pada
kategori miskin.
Ada 69 responden
(64,5%) yang
mengalami gangguan
mental emosional
masalah dan sisanya
(35,5%) tidak.
Berdasarkan hasil
analisis bivariat,
tingkat signifikansi
pola asuh adalah
0,000 (0,000 < 0,05)
dan tingkat
signifikansi teman
sebaya
lingkungan adalah
0,002 (0,002 < 0,05)
23
terhadap
kesehata
n mental
anak di
tengah
pandemi
covid-19
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil studi literature review 10 jurnal (7 jurnal nasional dan 3
jurnal internasional), gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan
mental emosional pada remaja dapat disimpulkan bahwa:
1) Ada persamaan dan perbedaan yang signifikan antara peran keluarga
dengan masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
2) Pentingnya komunikasi pada keluarga terhadap masalah kesehatan
mental emosional pada remaja.
3) Dari kesepuluh jurnal terdapat beberapa jurnal yang membahas tentang
gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional
pada remaja. Sekitar 20,9% berada pada tingkat abnormal. Hal yang
berbeda terjadi pada sebagian besar responden dimana masalah
keluarga berada pada level sedang (70,2%) dan sekitar 15,4% berada
pada level rendah.
2. Saran
1) Bagi Keluarga
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan bagi keluarga
dalam memberikan peran terhadap masalah kesehatan mental emosional
pada remaja.
2) Bagi Remaja
Sebagai refrensi untuk remaja dan masukan informasi dalam
menghadapi masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
3) Bagi Peneliti Lain
Dari hasil review literature dapat dijadikan awal dari penelitian
selanjutnya terkait masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
Perlu adanya penelitian selanjutnya dengan mengubah karakteristik
penelitian sehingga menghasilkan yang optimal.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alves, D.; Roysamb, E.; Oppedal, B.; Zachrison, H. (2011). Emotional Problems
in Preadolescent in Norway: The Role of Gender, Ethnic Minority Status
and Home-and School-Related Hassles. Journal of Child and Adolescent
Psychiatry and Mental Health.
Bayer, J. K. (2011). Risk Factors for Childhood Mental Health Symptoms:
National Longitudinal Study of Australian Children. The American
Academy of Pediatrics, 128(4).https://doi.org/:10.1542/peds.2011- 0491
Davies, T., Craig,T. ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC; 2009
De Vries, A. L. C., Steensma, T. D., Cohen-Kettenis, P., Vanderlaan, D. P., &
Zucker, K. J. (2016). Poor peer relations predict parent- and self-
reported behavioral and emotional problems of adolescents with gender
dysphoria: A cross-national, crossclinic comparative analysis.
European Child &Adolescent Psychiatry, 25(6), 579-588.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s00787-015-0764-7.
Diananta, Gita Soraya. (2012). Perbedaan Masalah Mental Emosional
Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Agama. Universitas
Diponegoro Hartanto. F. Selina.H.(2011).
Idaiani,S., Suhardi, Kristanto, A.Y. Analisis Gejala Gangguan Mental emosional
Penduduk Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2009;59 (10):
473- 479.
Lestari, M. W. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Gangguan Mental dan
Emosional dengan Menggunakan KMME pada Anak Usia 3-6 Tahun di
Desa Dauh Puri Kelod,Denpasar.Universitas Udayana
Prevalensi Masalah Mental Emosional Pada Remaja di Kota Semarang dengan
Menggunakan Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan (SDQ),Pedriatica
Indonesia Volume 51 (suppl 4) juli Jakarta
Repetti, R.L.,Taylor, S.E., & Seeman, T. E. (2002). Risky Families : Family Social
Environments and the Mental and Physical Health of Offspring.
Psychological Bulletin,128(2), 330– 366. https://doi.org/10.1037//0033-
2909.128.2.33
Setyowati, Yuli, And Yuli Setyowati. “Pola Komunikasi Keluarga Dan
Perkembangan Emosi Anak (Studi Kasus Penerapan Pola
Komunikasi Keluarga Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Emosi
Anak Pada Keluarga Jawa).” Jurnal Ilmu Komunikasi 2, No.1
(December 4, 2013).
WHO. (2005). Child and adolescent mental health policies and plans. In WHO
Library Cataloguing-in-Publication Data.
26
27
28
29