Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“PERAN KELUARGA TERHADAP MASALAH KESEHATAN


MENTAL EMOSIONAL PADA REMAJA”

Dwi Arianto

(020200109)

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI

STIE SBI YOGYAKARTA

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkah rahmat
dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah yang berjudul “LITERTURE REVIEW: GAMBARAN PERAN
KELUARGA TERHADAP MASALAH KESEHATAN MENTAL
EMOSIONAL PADA REMAJA” untuk menyelesaikan ujian akhir semester 3
mata kuliah Bahasa Indonesia. Sebagai manusia biasa penulis menyadari
sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan, namun demikian besarnya harapan penulis proposal ini dapat
bermanfaat.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, baik dari segi isi maupun bahasa. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar
menjadi lebih baik dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pihak yang
membaca.

Penulis

Dwi Arianto

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1. 3 Tujuan Penelitian...................................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................................3
BAB II..............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................4
2.1 Kesehatan Mental Emosional Remaja..................................................................4
2.2 Peran Keluarga.......................................................................................................8
2.3 Teori Konsep Remaja............................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................17
3.1 Jenis
Penelitian.....................................................................................................17
3.2 Desain Penelitian..................................................................................................17
3.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data...............................................................................................
3.4 Populasi, Sampel Dan Teknik........................................................................................................
BAB IV....................................................................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................19
4.1 Hasil
jurnal......................................................................................................................19
BAB V.....................................................................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................................................
Saran................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................

3
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambaran peran keluarga yang diberikan kepada remaja akan
mempengaruhi kesehatan mental emosional dan kesiapan remaja. Hal ini
dikarenakan anggota keluarga merupakan orang yang paling dekat bagi
remaja sehingga komunikasi pada hal hal yang sensitif akan lebih terbuka.
Keluarga berperan aktif dalam mengetahui kondisi remaja, baik fisik
maupun psikologisnya karena keluarga bersifat saling ketergantungan satu
anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya.
Prevalensi masalah mental di seluruh dunia mencapai angka 10-20%
dan terjadi pada orang yang berusia muda (Kieling et al, 2011). Masalah
mental yang terjadi pada anak dan remaja secara global mencapai angka
50% dan dimulai sebelum usia < 14 tahun (Charara et al, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al. (2018) dalam
jurnal (khalifah nur, sodikin tahun 2020) menyatakan bahwa di Australia
prevalensi gangguan mental yang dialami oleh anak dan remaja mencapai
14%. Prevalensi masalah kesehatan mental yang dialami anak usia 6-11
tahun di Belanda mencapai angka 16,4%, Bulgaria 27,9% dan di Turki
mencapai angka 24,3% (Mahilde et al, 2018). Sedangkan di wilayah Asia
Tenggara khusnya di negara indonesia masalah emosional dan perilaku
yang dialami anak usia 6-12 tahun mencapai 12,5% (Hoon et al, 2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (2014)
ada sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21
juta orang terkena skizofrenia dan 47,5 juta orang terkena dimensia.
Prevalensi gangguan mental emosional yang dialami anak usia 5-17 tahun
mencapai angka 34,9 % dengan spesifikasi gangguan kecemasan sebesar
3,2% (Erskine et al, 2017). Prevalensi gangguan mental emosional
menurut data dari Riskesdas (2018) menyebutkan bahwa ada sekitar 10%
anak yang mengalami gangguan mental emosional. Dapat disimpulkan
bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada anak mengalami
peningkatan sebanyak 4,0% dari tahun 2013-2018. Prevalensi masalah
gangguan mental emosional di Provinsi Jawa Tengah pada anak mencapai
angka 5% (Riskesdas, 2018).
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju
dewasa. Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dan
mengalami perubahan serta persoalan dalam kehidupan seorang individu.
Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis,
dan emosi. Persoalan pada remaja meliputi persoalan sosial, aspek
emosional, aspek fisik dan keluarga, sekolah, dan kelompok teman sebaya
(Stuart, 2013).

1
Tantangan bagi orang tua dalam mengasuh remaja adalah memberikan
dukungan emosional dan batasan yang dibutuhkan bagi perkembangan
anak menuju kedewasaan dan kemandirian yang lebih besar (Brooks,
2008).
Hasil penelitian WHO,2010 (dalam Damayanti, 2019) menyatakan
bahwa 3 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami
masalah Mental emosional. anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami
masalah perkembangan mental emosional sebanyak 104 dari 1000 anak.
Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun,
yaitu 140 dari 1000 anak. Hasil penelitian terkait masalah perkembangan
mental emosional yang dilakukan pada 578 siswa sekolah menengah
pertama di kota semarang tahun 2019 didapatkan hasil bahwa prevalensi
masalah kesehatan mental emosional sebesar 9,1%.
Penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh (Koskelainen,
Sourander, & Kaljonen, 2000) pada remaja Finlandia dengan
menggunakan instrumen SDQ dilaporkan bahwa remaja Finlandia berisiko
mengalami masalah mental emosional karena hasil studi menunjukkan
remaja Finlandia memiliki masalah emosional dan masalah perilaku
tingkat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya remaja Finlandia yang
mengkonsumsi alkohol. Data didapatkan 60% remaja laki-laki dan 63%
remaja perempuan mabuk karena menggunakan alkohol. Sebanyak 37%
remaja laki-laki dan 17% remaja perempuan memiliki masalah
hiperaktivitas. Masalah perilaku yang ditinjukkan oleh remaja tersebut
berupa berbohong, mencuri, dan berkelahi.
Masalah mental emosional yang tidak diselesaikan dengan baik, maka
akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut
di kemudian hari, terutama terhadap pematangan karakter dan memicu
terjadinya gangguan perkembangan mental emosional. Gangguan
perkembangan mental 3 emosional akan berdampak terhadap
meningkatnya masalah perilaku pada saat dewasa kelak. Contohnya
remaja yang merokok berisiko tinggi untuk ketergantungan terhadap
nikotin, melakukan hubungan seksual pada masa remaja dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
sexually transmitted disease (Satgas, 2010).
Melihat besarnya angka kejadian Masalah kesehatan mental emosional
pada usia produktif terutama pada remaja yang berstatus
mahasiswa/pelajar, jadi peneliti menarik melakukan penelitian gambaran
peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional pada remaja.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam masalah penelitian
ini dirumuskan sebagai:Apakah peran keluarga sangat penting bagi
kesehatan mental emosional pada remaja,Berdasarkan telaah jurnal
literature review.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap masalah
kesehatan mental emosional pada remaja berdasarkan studi literature
review.
Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui persamaan dari hasil jurnal yang terkati dengan
gambaran peran keluarga terhadap kesehatan mental emosional
pada remaja dengan pendekatan literatur review.
b) Untuk mengetahui kelebihan dari hasil jurnal yang terkait dengan
gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan emosional
pada remaja dengan pendekatan literatur review.
c) Untuk membandingkan hasil jurnal yang terkait dengan gambaran
peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional pada
remaja dengan pendekatan literatur review.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat meng
embangkan kajian ilmu Keperawatan khususnya keperawatan keluarga
sehingga dapat dijadkan referensi dalam Pembelajaran dan untuk
menguatkan teori yang sudah ada.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Untuk meningkatkan wawasan dan pengalaman belajar dalam
melakukan penelitian serta Ilmu yang telah didapat selama belajar.
b. Bagi pendidikan
Memberikan kontribusi bagi akademik sebagai referensii dalam
meningkatkan pengetahuan di jurusan keperawatan Poltekkes
Kemenkes RI Medan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Mental Emosional Remaja


1. Definisi
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin ‘movere’
yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan
‘e-’ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini mengisyaratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi
dijelaskan secara berbeda oleh psikolog yang berbeda, namun semua sepakat
bahwa emosi adalah bentuk yang kompleks dari organisme, yang melibatkan
perubahan fisik dari karakter yang luas- dalam bernafas, denyut nadi, produksi
kelenjar, dan sebagainya. Dan dari sudut mental, adalah suatu keadaan senang
atau cemas, yang ditandai adanya perasaan yang kuat, dan biasanya dorongan
menuju bentuk nyata dari suatu tingkah laku. Jika emosi itu sangat kuat akan
terjadi sejumlah gangguan terhadap fungsi intelektual, tingkat disasosiasi dan
kecenderungan terhadap tindakan yang bersifat tidak terpuji.4 Emosi biasanya
muncul ketika kita mendapatkan perubahan situasi yang drastis atau tibatiba,
terjadi pada diri kita atau sekitar kita baik itu positif maupun negatif. Emosi
juga dapat muncul ketika terjadi sebuah perubahan pada setiap peristiwa yang
menjadi perhatian diri kita
Menurut Diananta, 2012. Masalah mental emosional remaja dapat di
defenisikan sebagai sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit
remaja dalam usahanya menyesuaikan diri dengan lingkungan dari pengalaman
pengalaman nya. Masalah mental emosional terdiri dari gejala emosional,
masalah perilaku, hiperaktivitas, masalah hubungan dengan sebaya, dan
perilaku prososial. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa remaja memiliki
masalah mental emosional kategori borderline. Ini berarti bahwa remaja
tersebut berisiko mengalami masalah emosional, masalah perilaku,
hiperaktivitas, dan masalah hubungan dengan teman sebaya dan dapat
mengalami gangguan mental emosional jika tidak diatasi dengan baik. Remaja
dengan masalah mental emosional kategori borderline berisiko mengalami
masalah psikososial yang akan berhujung ke gangguan kesehatan jiwa jika
tidak ditangani sesegera mungkin dengan baik. Hartanto (2011) berpendapat
bahwa masalah mental emosional remaja dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan dan individual. Salah satu faktor lingkungan yang berperan adalah
konflik/masalah keluarga, sosial ekonomi, jumlah keluarga yang terlalu besar,
orang tua kriminal, dan anak yang diasuh ditempat pendidikan anak.
(Koskelainen et al., 2000) berpendapat bahwa masalah mental
emosional termasuk kedalam masalah psikososial, jika tidak ditangani dengan

4
segera akan berdampak kepada perkembangan psikososial dan gangguan
kesehatan jiwa remaja. Keliat (2011) mengatakan perkembangan psikososial
remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai identitas dirinya. Jika tidak
dapat mencapai kemampuan tersebut, remaja akan mengalami kebingungan
peran yang berdampak pada penyimpangan perilaku. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden
berisiko mengalami masalah mental emosional yang apabila terus berlanjut
akan menjadi keadaan patologis dan akan mengganggu perkembangan remaja
dan berdampak kepada kesehatan jiwa pada remaja tersebut.

2. Gejala Kesehatan Mental


Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa
gejala berikut ini, antara lain:
 Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.
 Delusi, paranoia, atau halusinasi.
 Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
 Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
 Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
 Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
 Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
 Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
 Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
 Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
 Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
 Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah
dalam hubungan dengan orang lain.
 Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan
takut yang tidak biasa.
 Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
 Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan
narkoba.
 Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak
atau terlalu sedikit.
 Perubahan gairah seks.
 Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah
tidur.
 Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau
pergi ke sekolah atau tempat kerja.
 Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

5
3. Penyebab Kesehatan Mental
Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:
 Cedera kepala.
 Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental
dalam
keluarga.
 Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
 Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-
kanak.
 Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
 Mengalami diskriminasi dan stigma.
 Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
 Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
 Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
 Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
 Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak
otak.
 Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
 Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
 Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
 Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius,
atau
kejahatan dan yang pernah dialami.

4. Faktor Risiko Kesehatan Mental


Beberapa faktor risiko gangguan mental, antara lain:
 Perempuan memiliki risiko tinggi mengidap depresi dan
kecemasan,
sedangkan laki-laki memiliki risiko mengidap ketergantungan zat
dan
antisosial.
 Perempuan setelah melahirkan.
 Memiliki masalah di masa kanak-kanak atau masalah gaya hidup.
 Memiliki profesi yang memicu stres, seperti dokter dan pengusaha.
 Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit
mental.
 Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak.
 Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya.
 Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan
kerja.

6
 Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.

5. Diagnosis Kesehatan Mental


Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan
mental dengan diawali suatu wawancara medis dan wawancara psikiatri
lengkap mengenai
riwayat perjalanan gejala pada pengidap serta riwayat penyakit pada keluarga
pengidap. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh
untuk mengeliminasi kemungkinan adanya penyakit lain. Jika diperlukan,
dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti
pemeriksaan fungsi tiroid, skrining alkohol dan obat-obatan, serta CT scan
untuk mengetahui adanya kelainan pada otak pengidap. Jika kemungkinan
adanya penyakit lain sudah dieliminasi, dokter akan memberikan obat dan
rencana terapi untuk membantu mengelola emosi pengidap.

6. Pencegahan Kesehatan Mental


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan
mental, yaitu:
 Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik.
 Membantu orang lain dengan tulus.
 Memelihara pikiran yang positif.
 Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.
 Mencari bantuan profesional jika diperlukan.
 Menjaga hubungan baik dengan orang lain.
 Menjaga kecukupan tidur dan istirahat.

7. Macam-macam Emosi
Ditinjau dari penampakannya (appearance), emosi manusia terbagi dua,
yaitu emosi dasar dan emosi campuran. Dilihat dari sisi rentetan peristiwa
dikenal ada emosi mayor dan emosi minor. Emosi primer terdiri dari enam
macam emosi, yaitu kegembiraan (happiness/joy), ketertarikan
(surprise/interest), marah, sedih (sadness/ distress), jijik dan takut. Adapun
emosi sekunder merupakan gabungan dari berbagai bentuk emosi primer dan
dipengaruhi oleh kondisi budaya di mana individu tersebut tinggal, contohnya
rasa malu, bangga, cemas, dan berbagai kondisi emosi lainnya.
Sedangkan dari segi efek yang ditimbulkannya, emosi dibagi kedalam emosi
positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang selalu diidamkan oleh
semua orang, seperti bahagia, senang, puas dan sejenisnya. Sebaliknya, emosi
negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang. Namun,

7
yang terakhir ini ternyata lebih banyak melilit kehidupan manusia, dan
kebanyakan dipicu oleh konflik dan stres. (Riana Masher 2011).

2.2 Peran Keluarga


1. Pengertian orang tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang
dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab
untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk
mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam
kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak
terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian
keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Menurut Arifin keluarga
diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang dihubungkan dengan pertalian darah,perkawinan atau adopsi
(hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.
2. Peran Keluarga
Dalam Pengasuhan Anak Dalam buku Syamsu Yusuf (2012:37)
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun
sosial budaya yang diberikanya merupakan faktor yang kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Syamsu Yusuf (2012:38) Keluarga juga dipandang sebagai institusi
(lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insan (manusiawi), terutama
kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras
manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi
kebutuhan individu dari maslow, maka keluarga merupakan lembaga
pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan
perlakuan yang baik dari orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan –
kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya.
Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga
dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu
perwujudan diri (selfsctualization). Menurut Erick Erickson dalam
bukunya Syamsu Yusuf (2012:38) mengajukan delapan tahap
perkembangan psikologis dalam kehidupan seorang individu dan itu
semua bergantung pada pengalaman yang diperolehnya dalam keluarga.
Selama tahun pertama, seorang anak harus mengembangkan suatu
kepercayaan dasar (basic trust), tahun kedua dia harus mengembangkan
otonomi-nya, dan pada tahun berikutnya dia harus belajar inisiatif dan
industry yang mengarahkannya ke dalam penemuan identitas dirinya.

8
Iklim keluarga yang sehat atau perhatian orangtua yang penuh kasih
sayang merupakan faktor esensial yang memfasilitasi perkembangan
psikologis anak tersebut. Peran keluarga dibagi menjadi 4 yaitu:
a) peran keluarga sebagai pengambil keputusan
Proses Pengambilan Keputusan. Anggota keluarga cenderung
untuk menspesialisasi dirinya dimana mereka dianggap ahli. Setiap
keluarga biasanya mempunyai struktur peranan yang berbeda dalam
menangani beberapa pengambilan keputusan. Namun demikian,
secara garis besar, Davis dan Rigaux telah mengidentifikasikan bahwa
struktur pengambilan keputusan dalam keluarga dapat dikelompokkan
menjadi empat macam: 1. Wife dominat decision yaitu tipe keputusan
yang sebagian besar diwamai oleh pengaruh pihak istri daripada
pengaruh anggota keluaiga lairmya. 2. Husband dominat decision
yaitii tipe keputusan yang sebagian besar diwamai oleh pengaruh
pihak suami daripada pengamh anggota keluarga lainnya. 3. Syncratic
decision yaitu tipe keputusan yang merupakan hasil kesepakatarisuami
dan istri. Dalam bentuk keputusan ini pengaruh suami dan istri adalah
seimbang. 4. Autonomic decision. Tipe keputusan ini terjadi jika
masing-masing suami dan istri secara individual bertanggung jawab
untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai tradisionalnya.
b) Sebagai pendidik
Orang tua masa kini menaruh perhatian yang sangat besar
kepada sekolah yag bagus dan bergengsi untuk membentuk anak-
anaknya menjadi anak yang pandai, cerdas dan berkarakter. Akan
tetapi dalam kenyataannya, harapan orang tua masih jauh dari
realisasinya.Karakter kita terdiri dari kebiasaan-kebiasaan kita.
Kebiasaan yang terbentuk semasa kanak-kanak dan remaja kerap
bertahan hingga dewasa. Orang tua dapat mempengaruhi
pembentukan kebiasaan anak mereka, dalam hal yang baik maupun
yang buruk. Dalam mensosialisasikan pendidikan karakter, orang tua
mempunyai beberapa kendala, diantaranya:

1. Perubahan zaman dan gaya hidup


2. Pengaruh televisi pada gaya komunikasi anak
3. Perbedaan watak dan jenis kelamin anak
4. Perbedaan tipe kecerdasan anak
Dari berbagai kendala tersebut, orang tua harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan dan usahanya, serta harus lebih
mengenal anak – anak agar penanaman karakter pada anak dapat
berhasil.
c) Sebagai konselor
orang tua sebagai konselor dalam keluarga diambil dari bagian
peran orang tua sebagai pembimbing dalam keluarga sehingga orang

9
tua bukan hanya memberikan perlindungan, relasi yang baik, tetapi
juga mampu untuk membawa anak selalu dalam kondisi mampu
memutuskan yang terbaik bagi perkembangannya. Proses konseling
yang berjalan dalam keluarga bertujuan untuk membantu setiap
anggota keluarga untuk menghadapi serta memecahkan setiap
persoalan psikologis masing-masing individu untuk mencapai
kebahagiaan.Kebahagiaan yang ingin di raih oleh setiap anggota
keluarga secara psikologis terbagi atas dua. Pertama, tercapainya
keinginan, cita-cita dan harapan dari setiap anggota keluarga. Kedua,
sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing
maupun konflik antar pribadi. Di Indonesia saat ini, kemajuan di
segala bidang juga mempengaruhi kehidupan setiap keluarga. Banyak
tuntutan yang perlu untuk dipenuhi agar kehidupan dalam keluarga
dapat terjamin, sehingga orang tua lebih fokus kepada pemenuhan
materi bagi keluarga dan membuat hubungan antar pribadi dalam
keluarga menjadi renggang. Padahal orang tua tidak hanya dituntut
untuk memenuhi kebutuhan keluarga berupa materi untuk memenuhi
fungsi fasilitasi, pendidikan dan menafkahi tetapi juga dapat mengatur
kebahagiaan yang ingin dicapai dengan membuat relasi dan
komunikasi melalui bimbingan antar pihak-pihak dalam keluarga.
Menurut Dr. J. L. Ch. Abineno dalam Soewarno, menjadi konselor
bukan memberikan pelajaran bagaimana yang terbaik, tetapi bersama
dengan konseling melihat persoalan yang dihadapi untuk membantu
konseli menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.Dalam
memegang peran sebagai konselor dalam keluarga, orang tua dituntut
untuk dapat membentuk relasi dan komunikasi sebagai bagian dari
cara mencapai kebahagiaan yang sama bagi setiap anggota keluarga.
Dalam proses konseling dimana orang tua sebagai konselor dalam
keluarga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan setiap
anggota keluarga.
d) Sebagai pemberi asuhan
Keluarga mampu memberikan jaminan asuhan kepada anak
dimana untuk sema fasilitas kesehatan sudah di persiapkan.
3. Fungsi Keluarga
Syamsu Yusuf (2012:37) Keluarga yang bahagia merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya
(terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga data
memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah
memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan
hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih
dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut
pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan
keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga

10
yang hubungan antara anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap
communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental
(mental illness) bagi anak. Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga
menurut Syamsu Yusuf (2012:38) ini dapat dikemukakan bahwa secara
psikologis keluarga berfungsi sebagai:
a. pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainya
b. sumber pemenuh kebutuhan, Bik fisik maupun psikis
c. sumber kasih sayang dan penerimaan
d. model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi
anggota
masyarakat yang baik
e. pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial
dianggap tepat
f. pembentuk anak dalam memecahkan sosial masalah yang dihadapinya
dalamrangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan
g. pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan
sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri
h. stimulator bagi pengembangan keampuan anak untuk mencapai
prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat
i. pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
j. sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia
untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di
luar rumah tidak memungkinkan. Sedangkan dari sudut pandang
sosiologis, fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-
fungsi berikut, Syamsu Yusuf (2012:39)
Fungsi Biologis Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang
memberikan legalitas kesempatan dan kemudahan bagi para
angotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan
itu meliputi pangan, sandang, dan papan, hubungan seksual suami
istri,dan reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang
dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaian” bibit-
bibit insane yang fitrah).

2.3 Teori Konsep Remaja


1. Pengertian Remaja
Masa remaja (adolescence) adalah merupakan masa yang sangat
penting dalam rentang kehidupan manusia, merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa dewasa. Ada beberapa
pengertian menurut para tokoh-tokoh mengenai pengertian remaja seperti:
Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin
(adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti
“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa‟‟ bangsa orang-orang zaman
purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan

11
periode-periode lain dalam rentang kehidupan anak dianggap sudah
dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence
yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang sangat luas, yakni
mencangkup kematangan mental, sosial, emosional, pandangan ini di
ungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis, masa
remaja adalah usia dimana individu berintregasi dengan masarakat dewasa,
usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek
efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga
perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi 15 intelektual yang
khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.1 Hal
senada juga di kemukakan oleh Jhon W. Santrock, masa remaja
(adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari masa kanak-kanak
hingga masa dewasa yang mencakup perubahan-perubahan biologis,
kognitif, dan sosial emosional.2 Begitu juga pendapat dari (World Health
Organization) WHO 1974 remaja adalah suatu masa dimana individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksualitas
sampai saat ini mencapai kematangan seksualitasnya, individu mengalami
perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh,
kepada keadaan yang relatife lebih mandiri. Maka setelah memahami dari
beberapa teori diatas yang dimaksud dengan masa remaja adalah suatu
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa dewasa, dengan
ditandai individu telah mengalami perkembangan-perkembangan atau
pertumbuhan -pertumbuhan yang sangat pesat di segala bidang, yang
meliputi dari perubahan fisik yang menunjukkan kematangan organ
reproduksi serta optimalnya fungsional organ-organ lainnya. Selanjutnya
perkembangan kognitif 1 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,
yang menunjukkan cara gaya berfikir remaja, serta pertumbuhan sosial
emosional remaja. dan seluruh perkembangan-perkembangan lainnya yang
dialami sebagai masa persiapan untuk memasuki masa dewasa. Untuk
memasuki tahapan dewasa, perkembangan remaja banyak faktor-faktor
yang harus diperhatikan selama pertubuhannya diantaranya: hubungan
dengan orang tuanya, hubungan dengan teman sebayanya, hubungan
dengan kondisi lingkungannya, serta pengetahuan kognitifnya.

2. Tahun-Tahun Masa Remaja

12
Batasan usia masa remaja menurut Hurlock, Awal masa remaja
berlangsung dari mulai umur 13-16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa
remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia
matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan
periode yang sangat singkat.4 Menurut Santrock, Awal masa remaja
dimulai pada usia 10-12 tahun, dan berakir pada usia 21-22 tahun. Secara
umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi menjadi tiga
fase batasan umur, yaitu:
a) Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun
b) fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.
c) fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.
Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia
pada remaja yang dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15 tahun
termasuk bagian remaja awal, usia 15-18 tahun bagian remaja tengah, dan
remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan mengetahui bagian-bagian
usia remaja kita akan lebih mudah mengetahui remaja tersebut kedalam
bagiannya, apakah termasuk remaja awal atau remaja tengah dan remaja
akhir.
3. Ciri-Ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi
perubahanperubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik, maupun
psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja ini
diantaranya: Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada remaja
awal yang dikenal sebagai masa strong dan masa stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang
terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial peningkatan emosi ini
merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru, yang berbeda
dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukan pada remaja misalnya mereka di harapkan untuk tidak lagi
bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung
jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan
berjalannya waktu, dan akan Nampak jelas pada remaja akhir yang dalam
hal ini biasanya remaja sedang duduk di masa sekolah,Perubahan yang
cepat secara fisik yang juga di sertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubhan fisik yang terjadi secara cepat baik
perubahan internal maupun eksternal. Perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi. Sedangkan perubahan eksternal
seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh
terhadap konsep diri remaja. Perubahan yang menarik bagi dirinya dan
hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantiakan dengan

13
hal menarik yang baru dan lebih menantang. Hal ini juga dikarenakan
adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal
yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang
lain. Remaja tidak lagi berhungan dengan hanya dengan individu dari jenis
kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa,Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada
masa kanakkanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati masa
dewasa,Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi, tetapi disisi lain mereka takut akan tanggung
jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan
mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut. Sedangkan
menurut Hurlock, seperti halnya dengan semua periode-periode yang
penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya dan
sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu perubahan-
perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak
langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini masa kanak-kanak
dianggap belum dapat sebagai orang dewasa. Status remja tidak jelas,
keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa
dan mandiri) perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan
akan kebebasan.
4. Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri yang di cari
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa Pengaruhannya
dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai periode usia yang menimbulkan ketakutan.
Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berprilaku yang
kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua yang menjadi
takut.
6. Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik. Remaja
cendrung
memandang kehidupan dari kacamta berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendirian orang lain sebagaimana yang di inginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa. Remaja
mengalami

14
kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan
pada usia sebelumnya dan didalam meberikan kesan bahwa mereka
hamper atau sudah dewasaa, yaitu dengan merokok, minum-minuman
keras menggunakan obatobatan. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan ciri ciri remaja menurut para tokoh diatas, maka penulis dapat
menjelaskan mengenai ciri-ciri remaja dengan uraian sebagai berikut.
Remaja mempunyai ciri-ciri sebagai periode yang penting untuk
perkembangan selanjutnya. Remaja akan merasakan masa sebagai
masa peralihan yang ditandai dengan gaya hidup yang berbeda dari
masa sebelumnya.
Remaja akan melewati masa perubahan yang semula belum mandiri
remaja akan cenderung lebih mandiri. Remaja akan melewati masa
pencarian identitas untuk menjelaskan tentang siapa dirinya. ketakutan
disini remaja akan sulit diatur atau lebih sering berprilaku kuranng
baik. Remaja akan melewati masa tidak realistic dimana orang lain
dianggap tidak sebagaimana dengan yang diinginkan dan yang terakir
yakni ciri sebagai ambang masa dewasa yang ditandai remaja masih
kebingungan dengan kebiasaan-kebisaan pada masa sebelumnya.
Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut maka kita akan lebih mengetahui
dari perkembanganperkembangan remaja.

4. Tugas-Tugas Masa Remaja


Perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikapsikap dan perilaku-perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas pda
perkembangan masa remaja menurut Elizabet B.Hurlock adalah sebagai
berikut:
a) Mampu menerima keadaan fisiknya
b) Mampu menerima dan memahami Pengaruh seks usia dewasa.
c) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
d) Mencapai kemandirian emosional.
e) Mencapai kemandirian ekonomi.
f) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan Pengaruh sebagai anggota masyarakat
g) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua.
h) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk
memasuki dunia dewasai. Mempersiapkan diri untuk memasuki
perkawinan.
i) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.

15
Hal senada juga di kemukakan tentang tugas-tugas remaja oleh
pikunas dalam William kay, yaitu bahwa tugas perkembangan remaja
adalah memperoleh kematangan moral, untuk membimbing
perilakunya. Kematangan remaja belumlah sempurna, jika tidak
memiliki kematangan moral yang dapat di terima secara universal.
Selanjutnya, William kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan
remaja itu sebagai berkut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut beragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur
yang mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman
sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok
4. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri
(sikap/perilaku) kekanakkanakan
5. Sedangkan menurut Erikson menyatakan bahwa tugas utama
masa remaja adalah memecahkan krisis identitas dengan
kebingungan identitas, memahami Pengaruh nilai-nilai dalam
masyarakat. “Krisis” identitas ini jarang teratasi pada masa
remaja, berbagai isu berkaitan dengan keterpecahan identitas
mengemuka dan kembali mengemuka sepanjang kehidupan
masa dewasa Maka dapat diketahui dari tugas-tugas
perkembangan remaja yang harus dilewatinya. Dengan demikian
apabila remaja dalam fase ini remaja gagal menjalankan
tugasnya, maka remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal
yang kehilangan kompas. dampaknya mereka mungkin akan
lebih cenderung mengembangkan perilakuprilaku yang
menyimpang atau yang biasa di kenal (deliquency), dan
melakukan kriminalitas

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penilitian deskriptif dengan
literature
review. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berfungsi
mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (sugiyono,
2016). Rancangan penelitian ini akan digunakan untuk mengidentifikasi
gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional
pada remaja.

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah suatu metode literature
review. Penggunaan metode ini terkait dalam suatu pandemic covid-19
yang membatasi penelitian dalam pengambilan data
3.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. jenis data
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari jurnal, texsbook,
artikel ilmiah dengan cara melakukan literature review 10 jurnal
yang berhubungan dengan topic penelitian yang akan dilakukan.
2. Jurnal diambil dari e- source google schooler, academia dan pubded.
Cara pengumpulan data Peneliti mencari jurnal dari e- source
google schooler, academia dan pudmed jurnal yang diambil harus
berkaitan dengan variable judul penelitian sebanyak 10 jurnal yaitu
terdiri dari 7 jurnal nasional dan 3 jurnal internasional. Peneliti 23
melakukan telaah terhadap jurnal yang diambil setelah ditelaah,
kemudian peneliti melakukan analisa data yaitu mencari persamaan,
kelebihan dan memandingkan jurnal tersebut.

17
3.4 Populasi, Sampel Dan Teknik
3.4.1 Populasi
Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan
diterapkan (kelena kusuma. 2013 : 104). Dari 10 jurnal yang di
review didapatkan keseluruhan Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh subjek dan objek
dengan menggunakan jurnal review Populasi dari penelitian ini
adalah
Semua literatur yang berhubungan dengan Gambaran Peran
Keluarga
Terhadap Masalah Kesehatan Mental Emosional Pada Remaja.
3.4.2 Sampel Dan Teknik
Sample adalah sekelompok individu yang merupakan bagian
dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan
data atau melakukan pengamatan / pengukuran (kelena kusuma.
2013 : 104). Dari 10 jurnal yang direview didapatkan keseluruhan
Sample dalam penelitian ini adalah adalah berjumlah 387 Responden

Tabel 4.1.2

No Judul Jurnal Sampel Teknik


1 Hubungan pola asuh 266 Responden Purposive sampling
orang tua dengan masalah
mental emosional remaja.
Tahun 2020
2 Hubungan pola asuh 107 Responden Random sampling
orang tua dan lingkungan
teman sebaya dengan
masalah mental emosional
remaja di SMP N2
sokaraja. Tahun 2020
3 Pola komunikasi keluarga 14 Responden Purposive sampling
terhadap kesehatan mental
anak Di tengah Pandemi
Covid-19, Tahun 2020

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil jurnal.

No Judul/Tahun Peneliti Tujuan Populasi/ Metodelogi Hasil


Sampel penelitian

19
1 Hubunga 1.Ye Untuk Sampel: Desain Hasil penelitian
n pola ni mengetah ui 266 penelitian didapatkan rerata
asuh Dev hubungan responden deskriptif pola asuh otoriter
orang tua ita pola asuh remaja analitik, adalah 27,31, pola
dengan orang tua dengan pendekata n asuh demokratis
masalah dengan tehnik cross 30,30, dan pola asuh
mental masalah purposive sectional permisif 29,05. Pola
emosional mental sampling asuh yang dominan
remaja. emosional adalah pola asuh
Tahun 2020 remaja demokratis. Masalah
mental emosional
remaja termasuk
pada kategori
borderline dengan
rerata skor 18-19.
Rerata umur remaja
16-17 tahun. Jenis
kelamin remaja
54,9% perempuan.
Pendidikan remaja
82% pendidikan
tinggi. Pekerjaan
orang tua 61,7%
pekerjaan formal.
Pendidikan orang tua
63,5% berpendidikan

20
tinggi. Tingkat sosial
ekonomi 58,3%
rendah. Ada
hubungan antara pola
asuh otoriter,
demokratis, permisif,
umur remaja,
pekerjaan orang tua,
pendidikan orang tua,
dan tingkat sosial
ekonomi dengan
masalah mental
emosional remaja

2 Hubungan 1.Nur Untuk Populasi kuantitatif Hasil penelitian


pola asuh kholifah mengetah ui dengan desain menunjukkan bahwa
:588
orang tua 2.Sodiki hubungan deskriptif 43,9% responden pria
dan n pola asuh Sampel: correlation al. dan 56,1% responden
lingkungan orang tua 107 cross wanita. Rata-rata usia
teman dengan responden sectional. responden adalah 13
sebaya lingkunga n teknik tahun. Ada tiga orang
dengan teman Proportiona tua Gaya asuh yang
masalah sebaya l Stratified diterapkan oleh orang
mental dengan Random tua responden yaitu
emosional masalah Sampling pola asuh permisif (25
remaja di mental responden/
SMP N 2 emosional 23,4%), pola asuh
sokaraja. remaja di
otoriter (44
Tahun SMP N 2
2020 Sokaraja responden / 41,1%)
dan pola asuh
demokratis (38
responden / 35,5%).
Lingkungan teman
sebaya 41 responden

21
22
(38,3%) berada pada
kategori baik,
sedangkan sisanya
(66 responden /
61,7%) berada pada
kategori miskin.
Ada 69 responden
(64,5%) yang
mengalami gangguan
mental emosional
masalah dan sisanya
(35,5%) tidak.
Berdasarkan hasil
analisis bivariat,
tingkat signifikansi
pola asuh adalah
0,000 (0,000 < 0,05)
dan tingkat
signifikansi teman
sebaya
lingkungan adalah
0,002 (0,002 < 0,05)

3 Pola 1.Chairun untuk Sampel: 14 kualitatif hasil penelitian, mak


komunika nisa mengeta responden deskriptif dapat disimpulkan
si Djayadi h ui dan (purposive dengan bahwa penerapan po
keluarga 2.Erni mengkaji sampling) desain studi komunikasi keluarga
terhadap Munastiwi secara atau sering kasus yang merupakan
kesehatan mendala disebut tunggal bentuk interaksi
mental m dengan karena antara orang tua
anak Di tentang teknik sasaran yang dengan anak dalam
tengah penerapa criterion- diambil keluarga memiliki
Pandemi n pola based mempuny ai implikasi
Covid-19, komunik selection karakterist ik yang sangat penting
Tahun a yang sama terhadap kesehatan
2020 si yaitu keluarga mental anak.
keluarga Sulawesi

23
terhadap
kesehata
n mental
anak di
tengah
pandemi
covid-19

24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Dari hasil studi literature review 10 jurnal (7 jurnal nasional dan 3
jurnal internasional), gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan
mental emosional pada remaja dapat disimpulkan bahwa:
1) Ada persamaan dan perbedaan yang signifikan antara peran keluarga
dengan masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
2) Pentingnya komunikasi pada keluarga terhadap masalah kesehatan
mental emosional pada remaja.
3) Dari kesepuluh jurnal terdapat beberapa jurnal yang membahas tentang
gambaran peran keluarga terhadap masalah kesehatan mental emosional
pada remaja. Sekitar 20,9% berada pada tingkat abnormal. Hal yang
berbeda terjadi pada sebagian besar responden dimana masalah
keluarga berada pada level sedang (70,2%) dan sekitar 15,4% berada
pada level rendah.

2. Saran
1) Bagi Keluarga
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan bagi keluarga
dalam memberikan peran terhadap masalah kesehatan mental emosional
pada remaja.
2) Bagi Remaja
Sebagai refrensi untuk remaja dan masukan informasi dalam
menghadapi masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
3) Bagi Peneliti Lain
Dari hasil review literature dapat dijadikan awal dari penelitian
selanjutnya terkait masalah kesehatan mental emosional pada remaja.
Perlu adanya penelitian selanjutnya dengan mengubah karakteristik
penelitian sehingga menghasilkan yang optimal.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alves, D.; Roysamb, E.; Oppedal, B.; Zachrison, H. (2011). Emotional Problems
in Preadolescent in Norway: The Role of Gender, Ethnic Minority Status
and Home-and School-Related Hassles. Journal of Child and Adolescent
Psychiatry and Mental Health.
Bayer, J. K. (2011). Risk Factors for Childhood Mental Health Symptoms:
National Longitudinal Study of Australian Children. The American
Academy of Pediatrics, 128(4).https://doi.org/:10.1542/peds.2011- 0491
Davies, T., Craig,T. ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC; 2009
De Vries, A. L. C., Steensma, T. D., Cohen-Kettenis, P., Vanderlaan, D. P., &
Zucker, K. J. (2016). Poor peer relations predict parent- and self-
reported behavioral and emotional problems of adolescents with gender
dysphoria: A cross-national, crossclinic comparative analysis.
European Child &Adolescent Psychiatry, 25(6), 579-588.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s00787-015-0764-7.
Diananta, Gita Soraya. (2012). Perbedaan Masalah Mental Emosional
Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Agama. Universitas
Diponegoro Hartanto. F. Selina.H.(2011).
Idaiani,S., Suhardi, Kristanto, A.Y. Analisis Gejala Gangguan Mental emosional
Penduduk Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2009;59 (10):
473- 479.
Lestari, M. W. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Gangguan Mental dan
Emosional dengan Menggunakan KMME pada Anak Usia 3-6 Tahun di
Desa Dauh Puri Kelod,Denpasar.Universitas Udayana
Prevalensi Masalah Mental Emosional Pada Remaja di Kota Semarang dengan
Menggunakan Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan (SDQ),Pedriatica
Indonesia Volume 51 (suppl 4) juli Jakarta
Repetti, R.L.,Taylor, S.E., & Seeman, T. E. (2002). Risky Families : Family Social
Environments and the Mental and Physical Health of Offspring.
Psychological Bulletin,128(2), 330– 366. https://doi.org/10.1037//0033-
2909.128.2.33
Setyowati, Yuli, And Yuli Setyowati. “Pola Komunikasi Keluarga Dan
Perkembangan Emosi Anak (Studi Kasus Penerapan Pola
Komunikasi Keluarga Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Emosi
Anak Pada Keluarga Jawa).” Jurnal Ilmu Komunikasi 2, No.1
(December 4, 2013).
WHO. (2005). Child and adolescent mental health policies and plans. In WHO
Library Cataloguing-in-Publication Data.

26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai